• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV METODE PENELITIAN

4.4. Metode Analisis Data

4.4.3. Analisis Efisiensi Tataniaga

4.4.3.3. Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya

Tingkat efisiensi tataniaga dapat juga diukur melalui besarnya rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga. Rasio keuntungan dan biaya tataniaga mendefenisikan besarnya keuntungan yang diterima atas biaya tataniaga yang dikeluarkan. Dengan demikian semakin meratanya penyebaran rasio keuntungan dan biaya, maka dari segi operasional sistem tataniaga akan semakin efisien (Limbong dan Sitorus, 1987). Rasio keuntungan dan biaya tataniaga merupakan besarnya keuntungan yang diterima lembaga tataniaga sebagai imbalan atas biaya tataniaga yang dikeluarkan. Rasio keuntungan dan biaya setiap lembaga tataniaga dapat dirumuskan sebagai berikut :

Dimana :

Keuntungan ke-i = keuntungan lembaga tataniaga Biaya ke-i = Biaya lembaga tataniaga

mi = ∑Mi

Rasio Keuntungan dan Biaya =

TotalBiaya ungan TotalKeunt

BAB V

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

5.1.1. Letak Geografis dan Pembagian Administrasi

Kecamatan Tamansari merupakan salah satu kawasan berbukit di kaki Gunung Salak, Kabupaten Bogor dengan batas wilayah sebagai berikut : sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Ciomas (Bogor Selatan), sebelah selatan berbatasan dengan Gunung Salak, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Tenjoloya/ dermaga. Kecamatan Tamansari terletak 40 km dari Ibukota Kabupaten Bogor, 120 km dari Ibukota Propinsi Jawa Barat dan 96 km dari Ibukota Negara RI Jakarta. Sedangkan jarak Pusat Pemerintahan Kecamatan dengan Desa/ Kelurahan yang terjauh adalah 7 km.

Secara geografis permukaan tanah di Kecamatan Tamansari pada umumnya berombak, karena berada di kawasan berbukit dengan ketinggian 700 m dpl, sehingga kondisi udara di Kecamatan ini sejuk dengan suhu rata–rata 250 – 300 C. Berdasarkan ciri – ciri topografi di atas, Kecamatan Tamansari termasuk sebagai daerah dataran tinggi sehingga cukup baik untuk budidaya dan pengembangan komoditas jamur tiram putih.

Adapun luas wilayah Kecamatan Tamansari adalah 26.309 km yang terdiri dari 1.364.711 ha Tanah Darat dan 1.266.225 ha Tanah Sawah. Secara administratif, Kecamatan Tamansari terbagi dalam 8 Desa yaitu seperti terlihat pada Tabel berikut :

Tabel 8 Pembagian Wilayah Kecamatan Tamansari Berdasarkan Jumlah Desa, Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk

Nama Desa Luas Wilayah (ha) Jumlah Penduduk (Jiwa) Sirnagalih Pasir Eurih Sukamantri Tamansari Sukaluyu Sukajaya Sukajadi Sukamanah 200,59 210,88 639,00 181,20 301,00 288,65 503,30 306,31 12.760 10.736 13.380 11.183 7.343 8.297 7.623 10.580 Jumlah 2.630,93 81.902

Sumber : Profil Kecamatan Tamansari (2006) 5.1.2. Keadaan Sosial Ekonomi

Kecamatan Tamansari merupakan wilayah pemekaran dari Kecamatan Ciomas pada tahun 2001 dengan jumlah desa sebanyak 8 desa, meliputi 25 dusun, 88 RW dan 353 RT. Sedangkan klasifikasi desanya adalah desa swakarya. Menurut data sensus Kabupaten Bogor (2006), jumlah penduduk Kecamatan Tamansari sebanyak 81.902 jiwa yang terdiri dari 42.553 orang laki – laki dan 39.349 orang perempuan.

Ditinjau dari segi mata pencahariannya, mayoritas penduduk Kecamatan Tamansari bekerja sebagai buruh sebanyak 11.380 orang atau sebanyak 41.83 persen. Sedangkan persentase terkecil (0.46 persen) adalah sebagai TNI/ POLRI (Tabel 9)

Tabel 9 Jenis Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan Tamansari Tahun 2006 Jumlah (orang) Persentase (%) Mata Pencaharian Karyawan swasta 6.752 24,82 PNS 1.076 3,95 TNI/ POLRI 124 0,46 Wirausaha 2.073 7,62 Petani/peternak 5.803 21,33 Buruh 11.380 41,83 Jumlah 27.208 100,00

5.2. Karakteristik Petani Responden 5.2.1. Usia Petani

Secara umum usahatani jamur tiram putih dilakukan oleh responden dengan rata – rata usia 46,42 tahun dengan kisaran usia 31 tahun sampai 66 tahun. Jumlah petani yang berusia 31 – 42 tahun memiliki persentase terbesar yaitu 42,9 persen, kemudian yang berusia 43 – 54 tahun 28,6 persen dan responden yang berusia 55 – 66 tahun sebesar 28,6 persen (Tabel 10).

Tabel 10 Sebaran Petani Responden Menurut Usia di Kecamatan Tamansari Tahun 2008

Umur (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%)

31-42 3 42,9 43-54 2 28,6 55-66 2 28,6 Jumlah 7 100

5.2.2. Tingkat Pendidikan Petani

Tingkat pendidikan yang dimiliki seseorang akan dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam menyerap dan memahami informasi yang disampaikan. Pada umumnya keseluruhan responden telah terlepas dari buta huruf dan hitung, meskipun para petani responden tidak memiliki pendidikan formal yang tinggi. Pendidikan yang pernah ditempuh oleh responden adalah pendidikan formal seperti SD sampai SMA, dan belum ada responden yang sudah mendapat gelar sarjana ataupun yang sederajat. Hasil wawancara dengan responden menunjukkan bahwa tingkat pendidikan formal yang dicapai umumnya masih relatif rendah. Sebanyak 7 orang petani responden terdiri dari 47,2 persen tamatan SD dan SMP, dan 42,9 persen yang tamatan SMA (Tabel 11).

Tabel 11 Sebaran Petani Responden Menurut Tingkat Pendidikan di Kecamatan Tamansari Tahun 2008

Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%)

Tamat SD/SR 2 28,6

Tamat SMP 2 28,6

Tamat SMA 3 42,9

Jumlah 7 100,0

5.2.3. Pengalaman Bertani

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memperoleh pengetahuan budidaya jamur tiram putih adalah dengan mengikuti pelatihan yang diadakan oleh instansi tertentu. Hasil wawancara dengan responden menunjukkan bahwa petani responden belum pernah mengikuti pelatihan jamur tiram. Rata – rata pengetahuan cara budidaya jamur tiram diperoleh dengan cara belajar dari petani yang telah membuka usahatani jamur tiram putih, atau sebelumnya mereka menjadi tenaga kerja budidaya jamur tiram.

Selain pendidikan, pengalaman usahatani juga mempunyai peranan yang sangat penting untuk mencapai keberhasilan usaha. Pada umumnya semakin lama pengalaman yang dimiliki oleh petani maka cenderung kemampuan budidaya dan mengelola usahatani jamur tiram juga semakin baik.

Tabel 12 Sebaran Petani Responden Menurut Pengalaman Bertani di Kecamatan Tamansari Tahun 2008

Pengalaman Bertani (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%)

0-4 4 57,1

5-9 1 14,3

10-14 2 28,6

Jumlah 7 100,0

Berdasarkan Tabel 12, dapat dilihat bahwa rata – rata petani mempunyai pengalaman bertani belum cukup lama. Dapat dilihat perbandingannya bahwa

57,1 persen petani memiliki pengalaman 0-4 tahun ; 14,3 persen memiliki pengalaman 5-9 tahun ; dan 28,6 persen petani memiliki pengalaman 10-14 tahun.

Usaha budidaya jamur tiram putih pertama kali di Kecamatan Tamansari adalah pada tahun 1995 yang dipelopori oleh Ibu Endjah Hodyah. Kemudian seiring berjalannya waktu, masyarakat mulai mengenal dan mengetahui cara budidaya jamur tiram dan prospek bisnisnya di masa yang akan datang. Bahkan menurut hasil wawancara dengan petani responden, semua petani jamur tiram yang ada di Kecamatan Tamansari menjadikan usahatani jamur tiram putih sebagai mata pencaharian pokok mereka.

5.3. Keragaan Usahatani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Tamansari Semua petani (kelompok tani) yang ada di Kecamatan Tamansari menggunakan teknologi drum (tidak ada yang menggunakan teknologi autoklaf). Pengertian kelompok tani yang dimaksud adalah hanya sebatas nama, bukan sebagai kelembagaan petani untuk melakukan kegiatan-kegiatan usahatani. Petani jamur tiram yang ada di Kecamatan Tamansari yaitu Ibu Cucu Komalasari skala usaha 11000 log, Nilyun skala usaha 5000 log, Ibu Endjah Hodyah skala usaha 21000 log, Mu’min Soleh 12000 log, Pak Narta 10000, Pak Dayat 14000 log, dan Pak Joko 15000 log.

5.3.1. Gambaran Umum Pelaksanaan Budidaya Jamur Tiram di

Kecamatan Tamansari

Secara umum pelaksanaan budidaya jamur tiram di Kecamatan Tamansari terdiri dari pengadukan, pengomposan, pembungkusan, sterilisasi, pendinginan, pembibitan (inokulasi), inkubasi, produksi dan pemanenan.

A. Pengadukan

Bahan baku utama yang digunakan untuk pembuatan media jamur tiram yaitu serbuk kayu (gergaji), bekatul dan kapur. Semua petani responden pasti menggunakan ketiga jenis bahan ini, namun dengan komposisi yang berbeda- beda. Keterangan mengenai komposisi bahan yang digunakan masing-masing responden disajikan pada Tabel 13. Bahan lain yang menjadi tambahan dalam membuat media jamur tiram ini adalah gipsum (CaSO4), tepung kanji, dan serbuk jagung. Namun tidak semua petani menggunakan bahan-bahan tersebut, bahkan ada petani yang sama sekali tidak menggunakannya.

Sebelum bahan-bahan tersebut diaduk, serbuk gergaji terlebih dahulu disaring dengan menggunakan ayakan agar sisa kayu yang ada tidak ikut tercampur. Setelah itu bahan diaduk hingga merata dengan menggunakan cangkul. Bahan-bahan tersebut harus benar-benar merata agar pertumbuhan jamur seragam, dan dapat mengurangi kegagalan produksi.

B. Pengomposan

Bahan media jamur tiram yang telah merata, diberi air lalu diaduk kembali. Tidak ada takaran khusus mengenai jumlah kadar air yang diberikan, yang menjadi patokan adalah ketika bahan adukan tersebut dikepal dengan tangan, tidak ada air yang menetes dan bahan tersebut menyatu membentuk gumpalan. Lalu bahan didiamkan selama sehari. Tujuannya adalah untuk menguraikan bahan tersebut agar lebih mudah dicerna olah jamur sehingga pertumbuhan jamur akan lebih baik. Ada dua perlakuan yang berbeda dalam melakukan pengomposan ini, yaitu (1) menutupnya dengan terpal/karung dan (2) sama sekali tidak menutupnya.

C. Pembungkusan

Petani jamur tiram di wilayah ini menyebutnya dengan mendedel. Jenis plastik yang digunakan adalah polipropilen (PP), karena plastik ini relatif tahan panas. Sedangkan ukuran plastik yang digunakan adalah 18 x 30 cm. Bahan yang telah dikomposkan (selanjutnya disebut dengan adonan) tersebut dimasukkan ke dalam plastik dan dipadatkan dengan bantuan tangan atau botol. Setelah dipadatkan, ujung pastik diikat dengan karet dan bagian tengah karet tersebut diselipkan kapas (majun). Tujuannya adalah agar jamur dapat tetap memperoleh oksigen.

D. Sterilisasi

Semua media yang telah siap, disterilkan dengan menggunakan alat kukusan selama kurang lebih 12 jam. Tujuannya adalah untuk membunuh kuman/bakteri yang dapat mengganggu pertumbuhan jamur. Berdasarkan bahan pembuatannya, alat kukusan yang digunakan dapat terbagi menjadi tiga jenis, yaitu alat kukusan yang terbuat dari kayu,beton dan plat. Pemilihan bahan dan besarnya kapasitas alat kukusan tersebut disesuaikan dengan sumber daya keuangan yang dimiliki petani. Sebagian besar petani jamur tiram yang menjadi responden menggunakan kayu sebagai bahan untuk membuat alat kukusannya, karena biayanya yang paling murah, dan paling sedikit menggunakan plat karena biayanya paling mahal. Walaupun demikian, plat dapat menghantarkan panas lebih baik dan lebih merata jika dibandingkan dengan bahan lainnya. Peralatan penunjang lainnya yang digunakan untuk mengukus yaitu drum air, kompor semawar. Petani di Kecamatan Tamansari untuk sterilisasi biasanya menggunakan drum kapasitas 50 log yang dipanaskan dengan kompor minyak tanah

E. Pendinginan

Setelah disterilkan (dikukus), media jamur tiram tersebut harus didinginkan terlebih dahulu sebelum bibit jamur tiram dimasukkan (inokulasi). Tidak ada batasan waktu untuk pendinginan ini, yang penting adalah media sudah cukup dingin (hangat) ketika akan dilakukan pembibitan (inokulasi). Tujuannya adalah agar bibit jamur tiram tidak mati karena kepanasan.

F. Pembibitan (Inokulasi)

Pembibitan dilakukan setelah media didinginkan. Setiap ukuran satu log media jamur tiram diberikan 2-3 sendok makan bibit. Pada saat melakukan pembibitan, media jamur tiram tidak boleh dibuka terlalu lama, selain itu tangan dan sendok untuk membibit harus dalam keadaan bersih. Pada umumnya mereka mencucinya dengan alkohol. Hal ini dikarenakan untuk mengurangi kontaminasi bakteri yang dapat menyebabkan terjadinya kegagalan produksi.

G. Inkubasi

Inkubasi adalah pertumbuhan miselia jamur tiram, petani di wilayah ini menyebutnya dengan istilah pemutihan. Proses dilakukan dengan menyimpan media yang telah dibibit ke dalam kumbung yang suhunya lebih hangat. Biasanya untuk kumbung pemutihan, atap yang digunakan adalah yang terbuat dari asbes, atau ada juga yang memodifikasi kumbung pemutihan dengan membuatnya dari plastik berwarna hitam. Proses ini dilakukan selama sebulan, yaitu ditandai dengan telah memutihnya seluruh permukaan media jamur tiram. Banyak kegagalan dalam budidaya jamur tiram terjadi pada proses ini, dikarenakan suhunya terlalu dingin, terutama pada saat musim hujan. Selain itu tidak ada

pemisahan kumbung yang digunakan baik untuk pemutihan maupun untuk produksi, sehingga suhu ruangan tidak dapat dikontrol.

H. Produksi

Setelah kurang lebih sebulan dalam kumbung pemutihan, media jamur tiram yang permukaannya telah putih semua dipindahkan ke kumbung produksi. Pada ruang produksi ini suhu ruangan harus lebih rendah (dingin). Setelah 3-4 hari di ruang produksi, penutup (karet) plastik media tersebut dibuka agar jamur dapat tumbuh. Tetapi kapas yang menempel di media tersebut tidak boleh dibuang hingga pada akhirnya terlepas sendiri, karena kapas tersebut berfungsi sebagai tempat menyimpan air. Setelah beberapa hari di dalam ruang produksi, maka akan tumbuh tubuh buah (fruiting body)

I. Pemanenan

Pemanenan dapat dilakukan setelah tiga hingga empat hari tumbuh tubuh buah (fruiting body). Pada saat itu jamur sudah berada pada kondisi yang optimal. Ketika pemanenan, seluruh rumpun jamur tiram harus dicabut hingga akarnya walaupun ada jamur yang tampak masih muda. Karena dalam satu rumpun, jamur dipanen semua maka kemungkinan akan membusuk dan pada akhirnya menghambat pertumbuhan jamur selanjutnya. Pemanenan umumnya tidak dapat dilakukan secara serentak walaupun medianya dibuat dalam waktu yang bersamaan. Salah satu penyebabnya karena faktor pengadukan yang tidak merata. Satu media jamur tiram dapat memiliki masa panen hingga empat bulan mulai dari plastik media tersebut dibuka.

Panen dilakukan setelah pertumbuhan jamur mencapai tingkat yang optimal yaitu cukup besar tetapi belum mekar penuh dengan diameter rata-rata 5- 10 cm, karena jamur tiram akan rasanya enak pada waktu umur muda. Pemanenan dilakukan dengan cara mencabut seluruh rumpun jamur tiram putih yang ada dalam log hingga ke akar-akarnya, sebab akar atau batang jamur yang tertinggal dapat mengakibatkan media menjadi busuk.

Jamur tiram putih yang dihasilkan oleh petani Kecamatan Tamansari dipasarkan dalam bentuk segar. Oleh karena itu, untuk mempertahankan kesegarannya hingga sampai ke tangan konsumen perlu dilakukan tataniaga sesegera mungkin. Dalam memasarkan produknya rata – rata petani di Kecamatan Tamansari menjualnya ke tengkulak yang mendatangi kumbung – kumbung petani tiap hari pada masa panen. Harga jamur tiram segar di tingkat petani saat ini adalah Rp 6.000 – 8.500 per kg.

BAB VI

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

Analisis yang digunakan pada usahatani ini adalah analisis pendapatan usahatani. Hal ini dikarenakan pendapatan usahatani jamur tiram putih di Kecamatan Tamansari dalam beberapa musim tanam terakhir besarnya tidak terlalu berfluktuatif. Bentuk analisis pendapatan ini mengacu kepada konsep pendapatan atas total biaya produksi yaitu biaya tunai dan biaya tidak tunai. Dalam usahatani jamur tiram putih yang termasuk ke dalam biaya tunai meliputi biaya sarana produksi (bibit, serbuk kayu, kapur, bekatul, gips), kapas, plastik, karet, minyak tanah, dan tenaga kerja luar keluarga.

Suatu usahatani akan dikatakan menguntungkan jika selisih antara penerimaaan dengan pengeluaran bernilai positif. Semakin besar selisih antara penerimaan dan pengeluaran, maka semakin menguntungkan suatu usahatani. Selisih tersebut akan dinamakan pendapatan atas biaya tunai jika penerimaan totalnya dikurangkan dengan pengeluaran tunai. Sedangkan pendapatan total usahatani diperoleh dari selisih antara penerimaan hasil produksi dengan pengeluaran total uasahatani (total farm expense). Pengeluaran total usahatani usahatani jamur tiram ini terdiri dari pengeluaran tetap dan pengeluaran variabel (Soekarwati, 1986).

6.1. Proses Produksi Usahatani Jamur Tiram Putih

Proses produksi usahatani jamur tiram putih dimulai dari penyediaan input usahatani yang terdiri dari bibit jamur, media tanam (serbuk gergaji, bekatul, kapur, gipsum, tepung kanji dan tepung jagung), sarana pendukung (minyak

tanah, spritus, kantong plastik, karet, kapas, alkohol, obat – obatan dan tenaga kerja). Bibit jamur tiram putih diperoleh dari petani (kelompok tani) jamur tiram itu sendiri yaitu untuk petani yang skala usaha 5000 dan 10000 mereka membeli bibit dari Ibu Cucu Komalasari atau Ibu Endjah Hodyah. Adapun alasan mereka adalah karena harga bibitnya lebih murah dibandingkan bibit petani (kelompok tani) lain. Untuk input lainnya diperoleh dari toko–toko sarana produksi yang ada di sekitar Pasar Bogor dan serbuk gergaji diperoleh dari pabrik–pabrik penggergajian kayu. Jarak antara sumber input dengan petani berbeda–beda sehingga menyebabkan terjadinya perbedaan pada harga input tersebut.

Input tenaga kerja diperoleh dari dalam keluarga dan dari luar keluarga. Sebagian dari tenaga kerja luar keluarga masih memiliki hubungan keluarga dengan petani jamur tiram putih tersebut, sedangkan tenaga kerja dalam keluarga umumnya mereka sekaligus sebagai pemilik. Berikut ini adalah tabel tentang rata- rata penggunaan input produksi usahatani jamur tiram putih yang ada di Kecamatan Tamansari.

Tabel 13 Penggunaan Input Produksi Usahatani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Tamansari Selama Satu Periode (3 bulan)

Skala Usaha (log) Rata-rata

Input Produksi 5.000 10.000 11.000 12.000 14.000 15.000 21.000 12.571 Bibit Jamur (btl) 250 400 550 600 700 750 1.050 614,29 Media Tanam : Serbuk gergaji (kg) 4.000 8.000 8.800 9.600 11.200 12.000 16.800 10.057,14 Bekatul (kg) 250 500 550 600 700 750 1.050 628,57 Kapur (kg) 50 180 110 120 140 150 210 137,14 Gipsum (kg) 50 60 110 120 140 150 210 120,00 Tepung Kanji (kg) - - 1.375 - - - - 196,43 Serbuk jagung (kg) - - - - 2.625 375,00 Sarana Pendukung : Minyak tanah (lt) 625 1.250 1.375 1.500 1.750 1.875 2.625 1.571,43 Spritus (lt) 0,10 0,50 0,22 0,24 0,28 0,30 0,42 0,29 Kantong plastik (kg) 30 50 66 72 84 90 126 74,00 Karet (kg) 1,00 2,00 2,20 2,40 2,80 3,00 4,20 2,51 Kapas (kg) 10 20 22 24 28 30 42 25,14 Cincin (buah) 5.000 10.000 11.000 12.000 14.000 15.000 21.000 12.571,43 Alkohol (lt) 1,00 2,00 2,20 2,40 2,80 3,00 4,20 2,51 Pestisida (lt) 1,00 0,50 2,20 2,40 2,80 3,00 4,20 2,30

Berdasarkan Tabel 13, penggunaan input usahatani jamur tiram putih berbeda–beda tergantung dari penggunaan baglog dan formulasi media. Semakin besar jumlah log yang digunakan untuk budidaya jamur tiram, maka penggunaan inputnya cenderung lebih banyak dan sebaliknya. Hal ini dapat dilihat pada penggunaan bibit jamur, media tanam, dan sarana pendukung yang berbeda – beda pada setiap skala penggunaan log.

Perbedaan pada penggunaan input disebabkan juga oleh formulasi media yang dipakai oleh masing – masing petani, contoh pada media tanam ada yang menggunakan tambahan tepung kanji dan tepung jagung pada campuran media tanamnya. Pemakaian formulasi media ini juga dipengaruhi oleh pengetahuan

yang dimiliki oleh masing–masing petani. Formulasi media ini dapat mempengaruhi tingkat produktivitas, pertimbangan efisiensi dan efektivitas produksi serta biaya bahan baku. Memaksakan penggunaan bahan baku yang mahal dan sulit haruslah dihindari dan formulasi yang cocok adalah murah dan mudah didapat tentunya dengan tetap memperhatikan standar hasil panen.

6.2. Analisis Biaya Usahatani Jamur Tiram Putih

Besarnya biaya total yang dikeluarkan terkait dengan biaya tunai dan biaya tidak tunai. Namun dari kedua biaya tersebut yang sangat perlu diperhitungkan oleh petani adalah biaya tunai karena biaya ini merupakan modal operasional yang harus dimiliki oleh petani untuk menjalankan aktifitas usahataninya. Biaya tunai adalah biaya yang dibayar dengan uang, seperti biaya pembelian bibit, pembelian bahan baku dan pendukung serta upah tenaga kerja. Biaya yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung berapa sebenarnya pendapatan kerja petani, modal dan nilai kerja keluarga. Tenaga kerja keluarga dinilai berdasarkan upah yang berlaku. Biaya penyusutan peralatan /bangunan dan sewa lahan milik sendiri dapat dimasukkan dalam biaya yang diperhitungkan.

Berdasarkan Tabel 14 dapat dilihat bahwa rata-rata biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani responden adalah Rp 22.949.359 (88,54 persen) dengan penggunaan log rata-rata 12.571 log. Persentase terbesar terhadap total biaya adalah penggunaan minyak tanah yaitu sebesar Rp 7.857.143 (30,31 persen) dengan jumlah penggunaan rata-rata sebanyak 1.571,43 liter. Hal tersebut disebabkan karena para petani lebih banyak menggunakan minyak tanah dibandingkan input yang lain. Minyak tanah digunakan untuk proses sterilisasi, yaitu untuk menginaktifkan mikroba (bakteri, kapang, maupun khamir yang dapat

mengganggu pertumbuhan jamur yang ditanam). Sedangkan persentase terkecil terhadap biaya total adalah penggunaan input spritus dan pestisida.

Proporsi penggunaan biaya tunai terhadap total biaya produksi lebih besar dari biaya tidak tunai (Tabel 14).

Tabel 14 Analisis Biaya Rata-rata Usahatani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Tamansari Selama Satu Periode (3 bulan)

Pengeluaran Usahatani Nilai % terhadap

(Rp) Total Biaya

1.Biaya Tunai

bibit jamur(botol) 3.071.429 11,85

serbuk kayu/ gergaji (kg) 1.337.600 5,16

bekatul (kg) 942.857 3,64

gipsum (kg) 240.000 0,93

kapur (kg) 274.286 1,06

kantong plastik (kg) 1.406.000 5,42

kapas (kg) 704.000 2,72

cincin bambu (biji) 628.571 2,43

biaya pengemasan 230.661 0,89

kayu bakar (mobil pickup) 1.954.286 7,54

alkohol (lt) 43.929 0,17 pestisida (lt) 11.500 0,04 minyak tanah 7.857.143 30,31 spritus (lt) 1.030 0,00 karet (kg) 18.857 0,07 TKLK 3.598.639 13,88 Pajak lahan 628.571 2,43

Total Biaya Tunai 22.949.359 88,54

- -

2. Biaya Tidak Tunai - -

Penyusutan alat 92.507 0,36

Penyusutan bangunan 821.429 3,17

TKDK 2.057.143 7,94

Total Biaya Tidak Tunai 2.971.079 11,46

-

Total Biaya 25.920.437 100,00

Keterangan : TKLK = Tenaga Kerja Luar Keluarga TKDK = Tenaga Kerja Dalam Keluarga

Biaya tenaga kerja terdiri dari biaya tenaga kerja luar keluarga (TKLK) yang termasuk dalam biaya tunai dan biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) yang termasuk dalam biaya yang diperhitungkan. Biaya yang dikeluarkan untuk

TKLK sebesar 13,88 persen terhadap biaya total (upah per HOK Rp 15.000), lebih besar dibandingkan biaya TKDK sebesar 7,94 persen terhadap biaya total.

Biaya yang diperhitungkan yang digunakan oleh petani responden sebesar Rp 2.971.079 (11,46 persen) yang terdiri dari : biaya penyusutan alat, penyusutan bangunan, dan upah tenaga kerja dalam keluarga. Pada Tabel 14 dapat dilihat bahwa persentase penyusutan bangunan terhadap total biaya adalah sebesar 3,17 persen.

Jenis peralatan yang digunakan oleh petani responden dalam melakukan kegiatan usahatani jamur tiram di lokasi penelitian adalah drum, kompor semawar, jirigen dan lain-lain seperti terlihat pada Lampiran 3. Metode yang digunakan dalam menghitung nilai penyusutan peralatan adalah metode garis lurus dengan asumsi bahwa peralatan tidak dapat digunakan lagi setelah melewati umur teknis.

Peralatan-peralatan yang digunakan untuk kegiatan usahatani jamur tiram cukup banyak jenis dan jumlahnya, seperti terlihat pada Lampiran 3. Sedangkan persentase biaya peyusutan peralatan terhadap total biaya adalah sebesar 0,36 persen.

6.3. Penerimaan Usahatani Jamur Tiram

Penerimaan merupakan hasil kali jumlah produksi total dan harga jual per satuan. Produksi rata-rata jamur tiram putih yang dihasilkan di Kecamatan Tamansari selama satu periode (3 bulan) adalah sebanyak 4.613 kg dengan penggunaan log rata-rata 12.571 log. Harga rata-rata jamur tiram putih yang dijual petani responden adalah Rp 8.000 per kg, sehingga rata-rata penerimaan yang diperoleh petani responden di daerah penelitian selama satu periode adalah

sebesar Rp 36.905.714 (Tabel 15). Jika dilihat produktivitasnya (jumlah produksi per log), dapat diketahui bahwa produktivitas rata-rata jamur tiram adalah sebesar 0,26 kg per log. Produk yang dihasilkan dari usahatani jamur tiram putih yang ada di Kecamatan Tamansari adalah berupa jamur tiram putih segar

Tabel 15 Penerimaan Petani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Tamansari Selama Satu Periode (3 bulan)

No Skala Kerusakan Produksi Produk yang Harga Rata-rata TR Tunai

Usaha per log (kg) dihasilkan (kg) (Rp/kg) (Rp)

1 5.000 10,00% 0,25 1.688 8.000 13.504.000 2 10.000 10,00% 0,25 3.375 8.000 27.000.000 3 11.000 7,00% 0,30 4.604 8.000 36.828.000 4 12.000 10,00% 0,25 4.050 8.000 32.400.000 5 14.000 10,00% 0,25 4.725 8.000 37.800.000 6 15.000 10,00% 0,25 5.063 8.000 40.500.000 7 21.000 7,00% 0,30 8.789 8.000 70.308.000 Rata- rata 12.571 9,14% 0,26 4.613 8.000 36.905.714

6.4. Analisis Pendapatan Usahatani Jamur Tiram Putih

Hasil panen yang tidak dijual ke pasar yaitu untuk dikonsumsi keluarga petani hanya sebagian kecil saja, karena jamur tiram bukan merupakan makanan pokok. Adapun perbedaan jumlah konsumsi keluarga petani terhadap hasil panen yaitu dipengaruhi oleh jumlah anggota keluarga.

Dalam penelitian ini dilihat berapa pendapatan rata-rata yang diterima oleh petani jamur tiram putih di Kecamatan Tamansari. Selain itu juga dilihat tingkat efisiensi usahataninya dengan menghitung R/C rasio. Untuk lebih jelasnya dapat

Dokumen terkait