• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

B. Analisis Data

4. Analisis Regresi Berganda

Berdasarkan tabel 4.9 maka dapat dibuat sebuah persamaan regresi berganda sebagai berikut:

KWPDPPBB = 35,502 + 0,404SWP + 0,037MWP – 1,201TPKK - + 0,415PWPTPSDPBB + 0,328PWP + e.

Dari persamaan regresi berganda diatas, dapat dilihat nilai konstanta sebasar 35,502 yang mana artinya bahwa jika variabel independen diabaikan atau bernilai nol maka nilai Kesadaran Wajib Pajak Dalam Pembayaran PBB bernilai sebesar 35,502.

Koefisien sikap wajib pajak bertanda positif sebesar 0,404, hal ini menyatakan jika perubahan sikap wajib pajak naik 1% maka akan menimbulkan kenaikan kesadaran wajib pajak dalam pembayaran PBB sebesar 0,404 dengan asumsi variabel lain diabaikan dan konstan. Perubahan sikap wajib pajak memiliki tingkat

Signifikansi sebesar 0,006 < 5%. Ini menyatakan bahwa secara parsial perubahan sikap wajib pajak berpengaruh signifikan terhadap kesadarana wajib pajak dalam pembayaran PBB.

Koefisien motivasi wajib pajak bertanda positif sebesar 0,037, hal ini menyatakan jika perubahan sikap wajib pajak naik 1% maka akan menimbulkan kenaikan kesadaran wajib pajak dalam pembayaran PBB sebesar 0,037 dengan asumsi variabel lain diabaikan dan konstan. Perubahan motivasi wajib pajak memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,691 > 5%. Ini menyatakan bahwa secara parsial perubahan motivasi wajib pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap kesadaran wajib pajak dalam pembayaran PBB.

Koefisien tingkat pendapatan kepala keluarga bertanda negatif sebesar -1,201, hal ini menyatakan jika perubahan tingkat pendapatan kepala keluarga naik 1% maka akan menimbulkan penurunan kesadaran wajib pajak dalam pembayaran PBB sebesar 1,201 dengan asumsi variabel lain diabaikan dan konstan. Perubahan tingkat pendapatan kepala keluarga memiliki tingkat signifikan sebesar 0,036 < 5%. Ini menyatakan bahwa secara parsial perubahan tingkat pendapatan kepala keluarga berpengaruh signifikan terhadap kesadaran wajib pajak dalam pembayaran PBB.

Koefisien persepsi wajib pajak tentang pelaksanaan sanksi denda PBB bertanda positif sebesar 0,415, hal ini menyatakan jika perubahan tingkat persepsi wajib pajak tentang pelaksanaan sanksi

denda PBB naik 1% maka akan menimbulkan kenaikan kenaikan kesadaran wajib pajak dalam pembayaran PBB sebesar 0,415 dengan asumsi varibel lain diabaikan dan konstan. Perubahan persepsi wajib pajak tentang pelaksanaan sanksi denda PBB memiliki tingkat signifikansi 0,000 < 5%. Ini menyatakan bahwa secara parsial perubahan persepsi wajib pajak tentang pelaksanaan sanksi denda PBB berpengaruh signifikan terhadap kesadaran wajib pajak dalam pembayaran PBB.

Koefisien pendidikan wajib pajak bertanda positif sebesar 0,326, hal ini menyatakan jika perubahan tingkat pendidikan wajib pajak naik 1% maka akan menimbulkan kenaikan kesadaran wajib pajak dalam pembayaran PBB sebesar 0,326 dengan asumsi variabel lain diabaikan dan konstan. Perubahan pendidikan wajib pajak memiliki tingkat signifikansi 0,403 > 5%. Ini menyatakan bahwa secara parsial perubahan pendidikan wajib pajak berpengaruh signifikan terhadap kesadaran wajib pajak dalam pembayaran PBB. Berdasarkan analisis tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa dari ke 5 (lima) variabel independen yang mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kesadaran wajib pajak dalam pembayaran PBB hanya terdapat 3 (tiga) variabel yang signifikan yaitu sikap wajib pajak dengan tingkat signifikansi sebesar 0,006 < 5%, tingkat pendapatan kepala keluarga dengan tingkat signifikansi 0,036 < 5%,

dan persepsi wajib pajak tentang pelaksanaan sanksi denda PBB dengan tingkat signifikansi 0,000 < 5%.

Hasil regresi berganda dengan menggunakan tingkat alpha = 5% menyatakan hasil sebagai berikut : R2 = 0,311, F = 8,489, signifikansi = 0,000. Hasil ini memberikan dasar bagi penarikan kesimpulan bahwa Hipotesis nol (H0) ditolak, artinya secara bersama-sama variabel independen seperti sikap wajib pajak, motivasi wajib pajak, tingkat pendapatan kepala keluarga, persepsi wajib pajak tentang pelaksanaan sanksi denda PBB dan pendidikan wajib pajak ternyata memberikan konstribusi sebesar 31,1% dalam menjelaskan variabel kesadaran wajib pajak dalam pembayaran PBB.

Variabel sikap wajib pajak memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,006 atau lebih kecil dari alpha 5% dan thitung sebesar 2.811

berada di luar daerah kritis (diantara nilai ttabel -1,98 sampai +1,98), sehingga dapat dikatakan bahwa secara parsial variabel sikap wajib pajak berpengaruh secara signifikan terhadap kesadaran wajib pajak dalam pembayaran PBB. Maka dapat dikatakan Ha1 diterima. Hal ini sesuai dengan yang diprediksikan yaitu sikap wajib pajak berpengaruh signifikan terhadap kesadaran wajib pajak dalam pembayaran PBB. Teori ekuitas (equity theory) menjelaskan mengenai hubungan antara sikap wajib pajak dengan kepatuhan wajib pajak. Teori ini menekankan pada aspek keadilan. Apabila wajib pajak memandang bahwa hak dan kewajibannya sebanding dalam artian bahwa adanya

keseimbangan antara kewajibannya sebagai wajib pajak dan hak-hak yang dapat diperolehnya maka wajib pajak cenderung lebih patuh dalam menjalankan kewajiban pajaknya. Teori ini juga menyangkut keadilan dalam hubungannya dengan perlakuan terhadap setiap wajib pajak. Apabila wajib pajak merasa bahwa keadilan pajak telah diterapkan kepada semua wajib pajak dengan tidak membedakan perlakuan antara wajib pajak badan dengan perorangan, wajib pajak besar dengan wajib pajak kecil dalam artian bahwa semua wajib pajak diperlakukan secara adil maka setiap wajib pajak cenderung untuk menjalankan kewajiban pajaknya dengan baik atau dengan kata lain menimbulkan kepatuhan dalam diri wajib pajak.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kautsar Riza Salman dan Farid (2008), dengan penelitian yang berjudul Pengaruh Sikap dan Moral Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pada Industri Perbankan Di Surabaya, menekankan pada 2 faktor yang mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak Pada Industri Perbankan di Surabaya yaitu, Sikap Wajib Pajak dan Moral Wajib Pajak. Hasil penelitian tersebut menyebutkan sikap wajib pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.

Namun penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Hardika (2006) memberikan bukti empiris yang berbeda yaitu sikap wajib pajak tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Hal ini disebabkan karena beberapa

hal antara lain: kondisi masyarakat WP dan fiskus yang belum siap dengan self assesment system, sistem administrasi perpajakan yang belum sepenuhnya siap mendukung pelaksanaan self asessment system, serta kebijaksanaan perpajakan yang seringkali mengalami perubahan.

Variabel motivasi wajib pajak memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,691 atau lebih besar dari 5% dan thitung sebesar 0,398 berada

didaerah kritis (diantara nilai ttabel -1,98 sampai +1,98), sehingga dapat

dikatakan bahwa secara parsial variabel motivasi wajib pajak tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kesadaran wajib pajak dalam pembayaran PBB. Maka dapat dinyatakan Ha2ditolak. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Frengki (2006) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara motivasi wajib pajak terhadap partisipasi pembayaran PBB. Seharusnya dalam melakukan sosialisasi PBB, hendaknya petugas PBB dapat menyesuaikan waktu yang tepat kepada masyarakat dengan tidak menganggu aktivitas masyarakat. Sehingga masyarakat akan lebih nyaman untuk mengikuti sosialisasi tersebut. Dengan demikian masyarakat akan memiliki pengetahuan tentang PBB. Sehingga masyarakat dapat aktif dan berperan serta dalam mengikuti prosedur/ tata cara pembayaran PBB mulai dari pendataan, pendaftaran atau perhitungan PBB, sehingga bila jumlah pajak tidak sesuai maka wajib pajak dapat menghitung

sendiri jumlah PBB tanpa merubah ketentuan yang ada (Frengki (2006).

Variabel tingkat pendapatan kepala keluarga memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,036 atau lebih kecil dari 5% dan nilai thitung sebesar -2,130 berada di luar daerah kritis (diantara nilai ttabel -1,98

sampai +1,98), sehingga dapat dikatakan bahwa secara parsial variabel tingkat pendapatan kepala keluarga berpengaruh secara signifikan terhadap kesadaran wajib pajak dalam pembayaran PBB. Maka dapat dinyatakan Ha3 diterima.

Hasil tersebut tidak mendukung penelitian yang dilakukan Linus (2002) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pendapatan kepala keluarga dengan kesadaran membayar pajak bumi dan bangunan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tingkat pendapatan kepala keluarga dapat mempengaruhi kesadaran wajib pajak dalam pembayaran PBB. Karena semakin besar atau tinggi pendapatan kepala keluarga akan semakin tinggi kesadaran perpajakannya. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Astuti dan Rini (2009) yang membuktikan ada hubungan signifikan antara pendapatan wajib pajak terhadap kesadaran perpajakan.

Menurut Karim (2002:2) Tingkat pendapatan kepala keluarga selaku anggota masyarakat mempengaruhi segala aktivitas dalam

memenuhi kewajiban sebagai warga Negara termasuk didalamnya membayar PBB.

Bicara kesadaran kepala keluarga selaku anggota masyarakat dalam membayar PBB tingkat kesadaran masyarakat merupakan hal yang sangat esensial. Kesadaran yang dimaksud adalah kemauan secara sukarela dari hati nurani kepala keluarga selaku anggota masyarakat untuk membayar pajak yang berguna dalam pembiayaan pembangunan. Kesadaran merupakan faktor yang paling dominan dalam masyarakat untuk melunasi pajak, dengan kesadaran dari hati nurani itu maka timbul sikap yang bijaksana dari mereka. Tanpa adanaya kesadaran ini sulit rasanya bagi pemerintah untuk menjaring pajak, jika bias tentu dengan cara paksaan. Pembayaran PBB oleh masyarakat banyak ditentukan oleh faktor-faktor: a) latar belakang masyarakat, b) tingkat pendidikan, c) tingkat pendapatan, d) beban keluarga/jumlah tanggungan, e) kesadaran, f) kebijakan pemerintah, g) tingkat intelektual dan moral, h) dan lain-lain.

Ada kecenderungan bagi orang yang berpendapatan tinggi pengeluaran juga tinggi, orang yang berpendapatan rendah pengeluaran juga rendah. Jadi ada kecenderungan pengeluaran seseorang menyesuaikan dengan pendapatan yang diperolehnya, ada keseimbangan antara pendapatan dengan pengeluaran, pendapatan yang dicapai dalam jangka waktu tertentu, senantiasa sama dengan pengeluaran jangka waktu tertentu.

Demikian juga dengan masalah kesadaran dalam membayar pajak, pembayaran pajak termasuk juga pengeluaran yang berkaitan pula dengan pendapatan seseorang. Apalagi bagi orang-orang yang sadar akan arti pentingnya fungsi pajak bagi pembangunan nasional, maka ada nilai lebihnya yaitu mereka tidak segan-segan untuk mengeluarkan biaya untuk membayar pajak. Dalam hal ini pendapatan kepala keluarga berpengaruh dalam membayar pajak. Walaupun mereka sadar arti pentingnya pajak namun ada yang masih enggan melunasi pajak, hal ini karena alasan penghasilannya minim atau sengaja lalai padahal penghasilannya besar. Namun demikian pada umumnya mereka tidak keberatan membayar pajak asal tidak terlalu berat atau nilainya masih berada dibawah penghasilannya secara rutin setiap bulan. Oleh karena itu perlu dikaji kaitan antara kesadaran membayar pajak dengan penghasilan/pendapatan yang mereka peroleh.

Variabel persepsi wajib pajak tentang pelaksanaan sanksi denda PBB memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,000 atau lebih kecil dari 5% dan nilai thitung sebesar 3,660 berada diluar daerah kritis (diantara nilai ttabel -1,98 sampai +1,98), sehingga dapat dikatakan

bahwa secara parsial variabel persepsi wajib pajak tentang pelaksanaan sanksi denda PBB berpengaruh secara signifikan terhadap kesadaran wajib pajak dalam pembayaran PBB. Maka Ha4 diterima.

Hasil tersebut mendukung penelitian Astuti dan Rini (2009) yang membuktikan persepsi  wajib pajak tentang pelaksanaan sanksi denda PBB juga berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesadaran perpajakan. Dengan demikian, pada penelitian ini persepsi wajib pajak tentang sanksi denda PBB berpengaruh terhadap kesadaran wajib pajak dalam membayar PBB secara tepat waktu dan tepat jumlah.

Undang-undang dan peraturan perpajakan termasuk UU PBB No. 12 Tahun 1994 secara garis besar berisikan hak dan kewajiban wajib pajak, yang mengatur tindakan-tindakan yang diperkenankan dan tidak diperkenankan oleh semua wajib pajak. Setiap wajib pajak PBB yang berada di bawah payung hukum atau undang-undang PBB harus mematuhinya. Namun, banyak perilaku masyarakat yang menyimpang dari undang-undang atau peraturan perpajakan yang ada. Oleh sebab itu agar berbagai regulasi yang ada dipatuhi oleh wajib pajak, maka terdapat sanksi untuk para pelanggarnya.

Variabel pendidikan wajib pajak memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,403 atau lebih besar dari 5% dan nilai thitung

sebesar 0,840 berada didaerah kritis (diantara nilai ttabel -1,98 sampai +1,98), sehingga dapat dikatakan bahwa secara parsial variabel pendidikan wajib pajak tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kesadaran wajib pajak dalam pembayaran PBB. Maka Ha5 ditolak.

Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Astuti dan Rini (2009) yang menyatakan bahwa pendidikan wajib pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap kesadaran perpajakan. Dan, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Misbach (1997) yang membuktikan pendidikan wajib pajak PBB tidak berpengaruh terhadap keberhasilan penerimaan PBB. Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Soemitro (1993) yang menyatakan terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan kesadaran membayar pajak. Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya pendidikan perpajakan yang ditanamkan sejak dini pada masyarakat. Sesuai dengan pernyataan Guritno dalam Misbach (1997:16), kesadaran masyarakat untuk membayar pajak harus dibina melalui dua cara. Salah satunya meningkatkan pengetahuan dan pendidikan masyarakat. Pendidikan pajak untuk Sekolah Dasar ditujukan untuk menumbuhkan kesadaran akan perlunya pajak bagi pembangunan bangsa dan negara (Nasucha, 1999:5).

BAB V

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

Dokumen terkait