• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

C. Analisis Kuantitatif

1. Analisis Regresi Linier Berganda

Analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh dari variabel bebas (X) yang jumlahnya lebih dari dua terhadap variabel terikat (Y). Analisis regresi linier berganda dalam penelitian ini menggunakan bantuan aplikasi Software SPSS 15.00 for Windows. Model persamaan yang digunakan dalam analisis linier berganda sebagai berikut :

Dimana : Y = Kedisiplinan Kerja a = Konstanta X1 = Kompensasi X2 = Teladan Pimpinan X3 = Sanksi

b1 – b3 = Koefisien Regresi Berganda e = Standar Eror

2) Uji Hipotesis

a. Uji Koefisien Determinasi (R2)

Uji koefisien determinasi pada intinya mengukur seberapa kemampuan model dalam menerangkan variabel terikat. Jika R2 semakin besar (mendekati 1) maka dapat dikatakan bahwa pengaruh variabel bebas (X) adalah besar terhadap variabel terikat (Y). Hal ini berarti model yang digunakan semakin kuat untuk menerangkan pengaruh variabel bebas yang diteliti terhadap variabel terikat. Jika R2 semakin kecil maka dapat dikatakan bahwa pengaruh variabel bebas (X) adalah kecil terhadap varibel terikat (Y). Hal ini berarti model yang digunakan semakin lemah untuk menerangkan pengaruh variabel bebas yang diteliti terhadap variabel terikat.

b. Uji Signifikan Simultan (Uji-F)

Uji-F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh bersama-sama terhadap variabel terikat.

H0 : b1,b2,b3 = 0, artinya tidak terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari variabel bebas (X1, X2, X3) yaitu variabel kompensasi (X1), varibel teladan pimpinan (X2), variabel sanksi (X3), terhadap variabel terikat (Y) yaitu kedisiplinan kerja.

H0 : b1,b2,b3 ≠ 0, artinya terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari variabel bebas (X1, X2, X3) yaitu variabel kompensasi (X1), varibel teladan pimpinan (X2), variabel sanksi (X3) terhadap variabel terikat (Y) yaitu kedisiplinan kerja. Kriteria pengambilan keputusan :

H0 diterima jika Fhitung < Ftabel pada α =5% H0 ditolak jika Fhitung > Ftabel pada α = 5% c. Uji Signifikan Individual (uji-t)

Uji-t menunjukkan seberapa besar pengaruh variabel bebas secara individual terhadap variabel terikat.

H0 : b1,b2,b3 = 0, artinya secara parsial tidak terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari variabel bebas (X1, X2, X3) yaitu variabel kompensasi (X1), varibel teladan pimpinan (X2), variabel sanksi (X3), terhadap variabel terikat (Y) yaitu kedisiplinan kerja.

H0 : b1,b2,b3 ≠ 0, artinya secara parsial terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari variabel bebas (X1,X2,X3) yaitu variabel kompensasi (X1), varibel teladan pimpinan (X2), variabel sanksi (X3), terhadap variabel terikat (Y) yaitu kedisiplinan kerja. Kriteria pengambilan keputusan :

H0 diterima jika thitung < ttabel pada α =5% H0 ditolak jika thitung > ttabel pada α = 5%

BAB II

URAIAN TEORITIS

A. Penelitian Terdahulu

Harefa (2010) dengan judul : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Disiplin Kerja Karyawan Pada PTPN III (Persero) Medan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel teladan pimpinan dan variabel sanksi mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan secara parsial terhadap disiplin kerja(Y). Dengan koefisien determinasi 0,290 yang berarti 29% variasi variabel terikat mampu dijelaskan oleh variasi variabel bebas.

Kusumawarni (2007) dengan judul : “Pengaruh Semangat dan Disiplin Kerja Terhadap Produktivitas Karyawan Pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Kudus”. Hasil analisis menunjukkan adanya hubungan positif antara semangat dan disiplin kerja terhadap produktivitas karyawan. Hasil analisis determinannya sebesar 71,2% yang berarti bahwa persentase semangat dan disiplin kerja mempunyai pengaruh terhadap produktivitas karyawan sebesar 71,2% sedangkan persentase faktor lain yang mempengaruhi produktivitas perusahaan (koefisien non determinasi) sebesar 28,8%.

B. Kompensasi

a. Pengertian Kompensasi

Menurut Hasibuan (2008:117), kompensasi adalah semua pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung atau tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan atas jasa yang diberikan kepada perusahaan. Kompensasi berbentuk uang, artinya kompensasi dibayar dengan sejumlah uang kartal kepada

karyawan yang bersangkutan. Kompensasi yang berbentuk barang, artinya kompensasi dibayar dengan barang. Kompensasi dibedakan menjadi dua yaitu : kompensasi langsung (direct compensation) berupa gaji, upah, dan upah insentif dan kompensasi tidak langsung (indirect compensation).

Gaji adalah balas jasa yang dibayar secara periodik kepada karyawan tetap serta mempunyai jaminan yang pasti. Artinya, gaji akan tetap dibayarkan walaupun karyawan tidak masuk kerja. Upah adalah balas jasa yang dibayarkan kepada pekerja harian dengan berpedoman atas perjanjian yang disepakati membayarnya. Upah insentif adalah tambahan balas jasa yang diberikan kepada karyawan tertentu yang prestasinya di atas prestasi standard. Upah insentif ini merupakan alat yang dipergunakan pendukung prinsip adil dalam pemberian kompensasi.

b. Jenis Kompensasi

Secara garis besar, kompensasi ada 3(tiga) jenis yaitu : a. Kompensasi langsung

b. Kompensasi tidak langsung c. Insentif

1) Kompensasi Langsung

Kompensasi langsung adalah penghargaan yang berupa gaji/ upah yang dibayar secara tetap berdasarkan tenggang waktu yang tetap. Ada beberapa cara penghitungan dalam melakukan penyusunan upah dan gaji yaitu:

a. Upah menurut prestasi kerja

Upah dan gaji yang diberikan semakin tinggi bila karyawan berprestasi. Oleh karena itulah perlu dilakukan penilaian prestasi kerja karyawan.

b. Upah menurut lama kerja

Semakin lama seseorang bekerja, semakin tinggi upah dan gaji yang diperoleh. Hal ini hanya berlaku jika kondisi-kondisi yang lain tetap (cateris paribus).

c. Upah menurut senioritas

Semakin senior seorang karyawan, semakin tinggi upah dan gaji yang diperoleh. Hal ini hanya berlaku jika kondisi-kondisi yang lain tetap. d. Upah menurut kebutuhan

Upah yang diberikan menurut kebutuhan seseorang. Karyawan yang belum berkeluarga akan berbeda upah dan gajinya dibandingkan dengan karyawan yang sudah berkeluarga karena adanya tanggungan anak dan istri.

2) Kompensasi Tidak Langsung

Kompensasi tidak langsung adalah pemberian bagian keuntungan/ manfaat lainnya bagi pekerjaan diluar gaji/ upah tetap dapat berupa uang atau barang. Kompensasi tidak langsung mempunyai banyak jenis dan bentuknya, untuk itu dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar yaitu:

a. Jaminan keamanan dan kesejahteraan kerja b. Pembayaran upah selama tidak bekerja

c. Pelayanan dan penyediaan fasilitas bagi pekerja.

Kompensasi pelengkap termasuk kedalam kompensasi tidak langsung. Kompensasi pelengkap (Fringe Benefit) merupakan salah satu bentuk pemberian kompensasi berupa penyediaan paket dan program pelayanan karyawan, dengan maksud mempertahankan keberadaan karyawan dalam jangka panjang.

Manfaat dari kompensasi pelengkap ini adalah: a. Peningkatan semangat kerja dan loyalitas karyawan b. Penurunan turn over karyawan dan absensi

c. Pengurangan kelelahan

d. Pengurangan pengaruh serikat buruh e. Hubungan masyarakat yang lebih baik f. Pemuasan kebutuhan karyawan

g. Mengurangi kemungkinan intervensi pemerintah. 3) Insentif

Insentif adalah bentuk pembayaran langsung yang didasarkan atau dikaitkan dengan kinerja dan diartikan sebagai pembagian keuntungan bagi pegawai akibat peningkatan produktivitas atau penghematan biaya. Sistem ini merupakan bentuk lain dari upah langsung di luar gaji dan upah yang merupakan kompensasi tetap, yang disebut sistem kompensasi berdasarkan kinerja. Bentuk ini biasanya dilakukan sebagai strategi untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi oleh perusahaan dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat dalam dunia bisnis, dimana produktivitas menjadi satu hal yang sangat penting dengan memanfaatkan perilaku karyawan yang mempunyai kecenderungan kemungkinan bekerja seadanya atau tidak optimal dalam sistem kompensasi yang menerima jumlah tetap, dan akan bekerja secara maksimal bilamana unjuk kerjanya berkaitan langsung dengan reward yang akan diterima.

c. Tujuan Kompensasi

1. Ikatan Kerja Sama yaitu dengan pemberian kompensasi terjalinlah ikatan kerjasama formal antara pihak pengusaha dengan karyawan. Karyawan

harus mengerjakan tugas-tugasnya dengan baik, sedangkan pihak pengusaha wajib membayar kompensasi sesuai dengan perjanjian yang disepakati.

2. Kepuasan Kerja yaitu dengan balas jasa, karyawan akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisik, status sosial, dan egoistiknya sehingga memperoleh kepuasan kerja dari jabatannya.

3. Pengadaan Efektif yaitu jika program kompensasi ditetapkan cukup besar, pengadaan karyawan yang kompeten bagi perusahaan akan lebih mudah. 4. Motivasi yaitu jika balas jasa yang diberikan cukup besar, manajer akan

mudah memotivasi bawahannya.

5. Stabilitas Karyawan yaitu dengan program kompensasi atas prinsip adil dan layak serta eksternal konsistensi yang kompentatif maka stabilitas karyawan lebih terjamin karena turnover relatif kecil.

6. Disiplin yaitu dengan pemberian balas jasa yang besar maka disiplin kerja karyawan semakin baik. Mereka akan menyadari serta mentaati peraturan-peraturan yang berlaku.

7. Pengaruh Serikat Buruh yaitu dengan program kompensasi yang baik pengaruh serikat buruh dapat dihindarkan dan karyawan akan konsentrasi pada pekerjaannya.

8. Pengaruh Pemerintah yaitu jika kompensasi sesuai dengan undang-undang perburuhan yang berlaku (sperti batas uipah minimum) maka intervensi pemerintah dapat dihindarkan.

d. Asas Kompensasi a. Asas Adil

Besarnya kompensasi yang dibayarkan kepada setiap karyawan harus disesuaikan dengan prestasi kerja, jenis pekerjaan, tanggung jawab, jabatan, dan memenuhi syarat internal konsistensi. Adil bukan berarti setiap karyawan menerima kompensasi yang sama besarnya. Asas adil harus menjadi dasar penilaian, perlakuan, dan pemberian hadiah atau hukuman bagi setiap karyawan. Hal ini akan mampu menciptakan suasana kerja sama yang baik, semangat kerja, disiplin, loyalitas, dan stabilitas karyawan akan lebih baik.

b. Asas Layak dan Wajar

Kompensasi yang diterima karyawan dapat memenuhi kebutuhannya pada tingkat normatif yang ideal. Tolak ukur layak adalah relatif, penetapan gaji pokok hanya didasarkan atas batas upah minimal pemerintah dan eksternal konsistensi yang berlaku.

e. Sistem Kompensasi

Sistem pembayaran kompensasi yang umum diterapkan adalah sebagai berikut:

a. Sistem Waktu

Dalam sistem waktu, besarnya kompensasi (gaji,upah) ditetapkan berdasarkan standard waktu seperti jam, minggu, atau bulan. Administrasi pengupahan waktu relatif mudah serta dapat diterapkan kepada karyawan tetap maupun pekerja harian. Sistem ini biasanya diterapkan jika prestasi kerja sulit diukur per unitnya dan bagi karyawan tetap kompensasi dibayar atas sistem waktu secara periodik setiap bulannya. Besar kompensasi

sistem waktu hanya didasarkan kepada lamanya bekerja bukan dikaitkan kepada prestasi kerjanya.

Kebaikan sistem ini yaitu administrasi pengupahan mudah dan besarnya kompensasi yang akan dibayarkan tetap.

b. Sistem Hasil (output)

Dalam sistem hasil, besarnya kompensasi ditetapkan atas kesatuan unit yang dihasilkan pekerja. Dalam sistem hasil, besarnya kompensasi yang dibayar selalu didasarkan kepada banyaknya hasil yang dikerjakan bukan kepada lamanya waktu mengerjakannya. Kebaikan sistem hasil yaitu memberikan kesempatan kepada yang bekerja bersungguh-sungguh serta berprestasi baik akan memperoleh balas jasa yang lebih besar.

c. Sistem Borongan

Sistem borongan adalah suatu cara pengupahan atau penetapan besarnya jasa didasarkan atas volume pekerjaan dan lama mengerjakannya. Penetapan besarnya balas jasa berdasarkan sistem borongan cukup rumit, lama mengerjakannya, serta banyak alat yang diperlukan untuk menyelesaikannya.

f. Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Kompensasi

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya kompensasi yaitu :

a. Penawaran dan Permintaan Tenaga kerja yaitu jika pencari kerja (penawaran) lebih banyak daripada lowongan pekerjaan (permintaan) maka kompensasi relatif kecil. Sebaliknya jika pencari kerja lebih sedikit daripada lowongan pekerjaan, maka kompensasi relatif semakin besar.

b. Kemampuan dan Kesediaan Perusahaan yaitu apabila kemampuan dan persediaan perusahaan untuk membayar semakin baik maka tingkat kompensasi akan semakin besar. Tetapi, jika kemampuan dan kesediaan perusahaan untuk membayar kurang maka tingkat kompensasi relatif kecil. c. Serikat Buruh/Organisasi Karyawan yaitu apabila serikat buruh kuat dan

berpengaruh maka tingkat kompensasi semakin besar. Sebaliknya, jika serikat buruh tidak kuat dan kurang berpengaruh maka tingkat kompensasi relatif kecil.

d. Produktivitas Kerja Karyawan yaitu jika produktivitas kerja karyawan baik dan banyak maka kompensasi akan semakin besar. Sebaliknya, kalau produktivitas kerjanya buruk serta sedikit maka kompensasinya kecil. e. Pemerintah dengan Undang-Undang dan Keppres yaitu Pemerintah dengan

Undang-Undang dan Keppres menetapkan besarnya batas upah/balas jasa minimum. Peraturan Pemerintah ini sangat penting supaya pengusaha tidak sewenang-wenang menetapkan besarnya balas jasa bagi karyawan. Pemerintah berkewajiban melindungi masyarakat dari tindakan sewenang-wenang.

f. Biaya Hidup yaitu apabila biaya hidup di daerah itu tinggi maka tingkat kompensasi semakin besar. Sebaliknya, jika tingkat biaya hidup di daerah itu rendah maka tingkat kompensasi relatif kecil.

g. Posisi Jabatan Karyawan yaitu karyawan yang menduduk i jabatan tinggi akan menerima gaji lebih besar dan demikian juga sebaliknya. Hal ini wajar karena seseorang yang mendapat kewenangan dan tanggungjawab yang besar harus mendapatkan gaji yang lebih besar pula.

h. Pendidikan dan Pengalaman Kerja yaitu jika lebih tinggi dan pengalaman kerja lebih lama maka kompensasi akan semakin besar, karena kecakapan serta keterampilannya lebih baik. Demikian juga sebaliknya karyawan yang pendidikannya rendah dan pengalaman kerjanya yang kurang maka tingkat kompensasinya kecil.

i. Kondisi Perekonomian Nasional yaitu apabila kondisi perkonomian nasional sedang maju (boom) maka tingkat kompensasi akan semakin besar karena akan mendekati kondisi full employment. Sebaliknya, jika kondisi perekonomian kurang maju (depresi) maka tingkat kompensasi juga akan rendah. Hal ini disebabkan oleh tingkat pengangguran yang tinggi (disqueshed unemployment).

j. Jenis dan Sifat Pekerjaan yaitu jika jenis dan sifat pekerjaan yang sulit dan mempunyai risiko yang besar maka membutuhkan kompensasi yang besar karena membutuhkan kecakapan serta ketelitian untuk mengerjakannya. Tetapi jika jenis dan sifat pekerjaannya mudah serta risikonya rendah maka tingkat kompensasi yang diberikan pun akan rendah.

B. Teladan Pimpinan

a. Pengertian

Teladan pimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan karyawannya karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahannya. Pemimpin harus memberi contoh yang baik, berdisiplin, jujur, adil, serta sesuai kata dengan perbuatan. Dengan teladan pimpinan yang baik, kedisiplinan bawahan pun akan ikut baik. Jika teladan pimpinan kurang baik (kurang berdisiplin), para bawahan pun kurang disiplin. Pimpinan harus

menyadari bahwa perilakunya akan dicontoh dan diteladani bawahannya. Hal inilah yang mengharuskan pimpinan mempunyai kedisiplinan yang baik agar para bawahan pun mempunyai kedisiplinan yang baik. Pemimpin (leader) adalah seseorang yang mempergunakan wewenang dan kepemimpinannya, mengarahkan bawahan untuk mengerjakan sebagian pekerjaannya dalam mencapai tujuan organisasi.

Menurut Hasibuan (2008:170) ada 3 gaya kepemimpinan yaitu: 1) Kepemimpinan Otoriter

Kepemimpinan Otoriter adalah jika kekuasaan atau wewenang, sebagian besar mutlak tetap berada pada pimpinan atau kalau pimpinan itu menganut sistem sentralisasi wewenang. Pengambilan keputusan dan kebijaksanaan hanya ditetapkan sendiri oleh pemimpin, bawahan tidak diikutsertakan untuk memberikan saran, ide, dan pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan. Orientasi kepemimpinan difokuskan hanya untuk peningkatan produktivitas kerja karyawan dengan kurang memperhatikan perasaan dan kesejahteraan bawahan. Pimpinan menganut sistem manjemen tertutup (closed management).

2) Kepemimpinan Partisipatif

Kepemimpinan Partisipatif adalah apabila dalam kepemimpinannya dilakukan dengan cara persuasif, menciptakan kerja sama yang serasi, menumbuhkan loyalitas, dan partisipasi bawahan. Pemimpin memotivasi bawahan agar merasa ikut memiliki perusahaan. Falsafah pemimpin adalah “pimpinan adalah untuk bawahan”. Bawahan harus berpartisipasi memberikan saran, ide, dan pertimbangan-pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan. Keputusan tetap dilakukan pimpinan dengan mempertimbangkan saran dan ide yang

diberikan bawahannya. Pemimpin menganut sistem manajemen terbuka (open management) dan desentralisasi wewenang. Pemimpin dengan gaya partisipatif akan mendorong kemampuan bawahan mengambil keputusan. Dengan demikian, pimpinan akan selalu membina bawahan untuk menerima tanggungjawab yang lebih besar.

3) Kepemimpinan Delegatif

Kepemimpinan delagatif apabila seorang pemimpin mendelegasikan bawahan dengan tepat sesuai pekerjaan yang akan dilakukannya. Dengan demikian, bawahan dapat mengambil keputusan dan kebijaksanaan dengan bebas atatu leluasa dalam melakukan pekerjaannya. Pemimpin tidak perduli cara bawahan mengambil keputusan dan mengerjakan pekerjaannya, sepenuhnya diserahkan kepada bawahan. Dalam hal ini bawahan dituntut memiliki kematangan pekerjaan (kemampuan) dan kematangan psikologis (kemauan). Kematangan pekerjaan dikaitkan dengan kemampuan untuk melakukan sesuatu yang berdasarkan pengetahuan dan keterampilan. Kematangan psikologis dikaitkan dengan kemauan atau motivasi untuk melakukan sesuatu yang erat kaitannya dengan rasa yakin dan keterikatan.

b. Cara Pelaksanaan Disiplin

Disiplin harus ditegakkan dan dijalankan dalam kepemimpinan apabila suatu organisasi berkehendak untuk tetap tegak dan lebih maju. Pemimpin yang disiplin akan mempengaruhi bawahannya untuk berdisiplin. Sebab disiplin merupakan tanda dan penggerak hidup suatu organisasi.

Cara-cara yang dapat ditempuh untuk menjalankan disiplin adalah sebagai berikut :

1. Disiplin dalam kondisi normal.

Dalam kondisi normal, disiplin harus ditegakkan secara terus-menerus, menjelaskan, dan mengomunikasikan policy/ketentuan hidup/kerja organisasi yang dilakukan secara kreatif. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan nasihat umum, briefing, petunjuk khusus, serta nasihat/dorongan "on the spot" (langsung di tempat kerja).

2. Disiplin dalam kondisi khusus.

Dalam kondisi khusus di mana terdapat kesalahan/kekeliruan yang dilakukan dengan sengaja atau pun tidak, hal-hal berikut harus diperhatikan oleh pemimpin. a. Bobot dari kesalahan yang diperbuat oleh seseorang bawahan dimaksud.

Unsur-unsur administrasi, hukum, sosial, ekonomi, politik, rohani/moral/etis yang terdapat dalam kekeliruan/kesalahan tersebut.

b. Kualitas keputusan yang dilakukan dan efeknya terhadap organisasi, pemimpin, dan bawahan dimaksud.

c. Disiplin dapat diwujudkan dengan cara-cara berikut: 1. Teguran

Teguran (reprimend) dapat dilakukan secara bertahap, mulai dari teguran lisan sampai kepada teguran tertulis yang dicatat secara teratur. Teguran dapat diberikan bagi kekeliruan yang dinilai ringan.

2. Peringatan atau Ancaman Keras

Peringatan atau ancaman keras perlu diberikan bagi pelanggaran yang dinilai berat/besar oleh pemimpin. Peringatan atau ancaman keras harus selalu diberikan dalam bentuk tertulis.

3. Pemutusan Hubungan Kerja

Pemutusan hubungan kerja dapat diberikan atas penilaian pemimpin terhadap pelanggaran berat seseorang bawahan yang sangat merugikan dan tidak dapat diperbaiki lagi. Pemutusan hubungan kerja diberikan demi kebaikan organisasi, pemimpin, maupun bawahan.

C. Sanksi

Sasaran utama pengadaan sanksi disiplin kerja bagi para karyawan yang melanggar norma-norma perusahaan adalah memperbaiki dan mendidik para karyawan yang melakukan pelanggaran disiplin. Manajemen dalam memberikan hukuman harus terlebih dahulu melakukan penelitian dengan metode dan validitas yang tinggi atas tindakan dan praduga pelanggaran disiplin yang dilakukan karyawan yang bersangkutan (Sastrohadiwiryo, 2002:293). Sanksi atas pelanggaran disiplin yang diberikan harus setimpal dengan pelanggaran disiplin yang dilakukan karyawan sehingga secara adil dapat diterima. Berikut adalah tingkat dan jenis disiplin kerja :

a. Sanksi Disiplin Berat, terdiri atas :

1 Demosi jabatan yang setingkat lebih rendah dari jabatan/pekerjaan yang diberikan sebelumnya.

2 Pembebasan dari jabatan/pekerjaan untuk dijadikan sebagai tenaga kerja biasa bagi yang memegang jabatan.

3 Pemutusan hubungan kerja dengan hormat atas permintaan sendiri tenaga kerja yang bersangkutan.

4 Pemutusan hubungan kerja dengan tidak hormat sebagai tenaga kerja di perusahaan.

b. Sanksi Disiplin Sedang, terdiri atas :

1 Penundaan pemberian kompensasi yang sebelumnya telah dicanangkan sebagaimana tenaga kerja lainnya.

2 Penurunan upah sebesar satu kali upah yang biasa diberikan.

3 Penundaan program promosi bagi tenaga kerja yang bersangkutan pada jabatan yang lebih tinggi.

c. Sanksi Disiplin Ringan, terdiri atas :

1 Teguran lisan kepada tenaga kerja yang bersangkutan. 2 Teguran tertulis.

3 Pernyataan tidak puas secara tertulis.

Pihak yang berwenang dalam pemberian sanksi terhadap karyawan yang melanggar disiplin kerja adalah manajemen puncak, akan tetapi dalam praktek hal ini didelegasikan kepada manajer tenaga kerja. Manajer puncak maupun manajer tenaga kerja harus berpedoman kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku dari pemerintah. Pemberian hukuman bagi karyawan yang melanggar disiplin kerja hendaknya dipertimbangkan dengan cermat, teliti, dan seksama sehingga sanksi yang dijatuhkan setimpal dengan kesalahan yang dilakukan karyawan. Bagi karyawan yang melakukan kesalahan yang sama berulang kali perlu dijatuhi sanksi hukuman yang lebih berat, dengan tetap berpedoman pada kebijakan pemerintah.

D. Kedisiplinan Kerja

a. Pengertian Kedisplinan

Menurut Fathoni (2006:126) kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang

berlaku. Kedisiplinan dapat diartikan bilamana karyawan selalu datang dan pulang tepat pada waktunya, mengerjakan semua pekerjaannya dengan baik, mematuhi semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Kedisiplinan harus ditegakkan dalam suatu organisasi perusahaan, karena tanpa dukungan disiplin karyawan yang baik maka sulit perusahaan untuk mewujudkan tujuannya. b. Indikator-indikator Kedisiplinan

Menurut Fathoni (2006:127) pada dasarnya banyak indikator-indikator yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan suatu organisasi, diantaranya ialah :

1. Tujuan dan kemampuan 2. Teladan pimpinan 3. Balas jasa

4. Keadilan

5. Waskat (Pengawasan Melekat)

Waskat adalah tindakan nyata dan paling efektif dalam mewujudkan kedisiplinan karyawan karena dengan waskat ini atasan harus aktif dan langsung mengawasi perilaku, moral, sikap, gairah kerja, dan prestasi kerja bawahannya. Hal ini berarti bahwa atasan harus selalu ada/hadir di tempat pekerjaannya, supaya dia dapat mengawasi dan memberikan petunjuk jika ada bawahannya yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan pekerjaan. Jadi, waskat ini menuntut adanya kebersamaan aktif antara atasan dengan bawahan dalam mencapai tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. 6. Sanksi hukuman

7. Ketegasan

c. Bentuk-bentuk Disiplin Kerja

Terdapat 4 (empat) perspektif yang menyangkut disiplin kerja menurut Rivai (2004:444) yaitu :

1. Disiplin Retributif

Para pengambil keputusan mendisiplinkan dengan suatu cara yang proporsional terhadap sasaran dengan tidak melakukan hal seperti itu akan dianggap tidak adil oleh orang-orang yang bertindak secara tidak tepat. Tujuan akhirnya adalah menghukum sipelanggar.

2. Disiplin Korektif

Pelanggaran terhadap peraturan-peraturan harus diperlakukan sebagai masalah-masalah yang harus dikoreksi daripada sebagai pelanggaran yang mesti di hukum. Hukuman akan lunak sebatas pelanggar menunjukkan kemauan untuk merubah perilakunya. Tujuan akhirnya yaitu membantu karyawan mengoreksi perilaku yang tidak dapat diterima sehingga dia dapat terus dikaryakan oleh perusahaan.

3. Perspektif Hak-Hak Individual

Disiplin hanya tepat jika terdapat alasan yang adil untuk menjatuhkan hukuman. Hak-hak karyawan lebih diutamakan daripada tindakan disiplin. Tujuan akhirnya yaitu melindungi hak-hak individu.

4. Perspektif Utilitarian

Tingkat tindakan disiplin diambil tergantung pada bagaimana disiplin itu akan mempengaruhi produktivitas dan profitabilitas. Biaya penggantian karyawan dan konsekuensi-konsekuensi memperkenankan perilaku yang tidak wajar perlu dipertimbangkan karena biaya penggantian karyawan

akan melambung, maka kerasnya disiplin hendaknya semakin menurun. Karena konsekuensi membiarkan perilaku yang tidak terpuji terus meningkat maka demikian pula keras hukumnya. Tujuan akhirnya yaitu

Dokumen terkait