• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS RESPONS LEMBAGA FALAKIYAH PWNU JAWA

A. Analisis Respons Lembaga Falakiyah PWNU Jawa Timur dan

BAB IV

ANALISIS RESPONS LEMBAGA FALAKIYAH PWNU JAWA TIMUR DAN MAJELIS TARJIH MUHAMMADIYAH JAWA TIMUR

TERHADAP REKOMENDASI JAKARTA 2017

A. Analisis Respons Lembaga Falakiyah PWNU Jawa Timur dan Majelis Tarjih dan Tajdid PW Muhammadiyah Jawa Timur terhadap Rekomendasi Jakarta 2017

Penanggalan merupakan salah satu bagian penting dalam setiap peradaban umat manusia. Begitu juga dalam Islam, penanggalan sangat penting dalam menentukan waktu ibadah dan administrasi. Seiring berjalannya waktu penentuan awal bulan dapat dihitung dan perkirakan. Karena Bulan dan Matahari beredar sesuai dengan garis edar, sehingga secara sainstifik waktu-waktu yang berdasarkan keduanya dapat dihitung dan diperkirakan. Hal tersebut terdapat dalam salah satu dasar hukum penanggalan yaitu Alquran Surah Yunus ayat 5:

                       

Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang

mengetahui.1

1 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan (Edisi yang Disempurnakan) (Jakarta : Widya Cahaya, 2011), 257.

80

Akan tetapi dalam pemahaman dan penerapan dasar-dasar hukum (Alquran dan Hadis) penanggalan setiap ormas Islam berbeda-beda. Sehingga melahirkan berbagai kriteria penentuan awal bulan hijriah yang tidak jarang menjadikan penentuan waktu ibadah yang berbeda, antara ormas Islam satu dengan yang lainnya.

Perbedaan ini yang menjadi suatu permasalahan bersama, baik dalam lingkup lokal maupun global. Sehinggga muncul konsep penyatuan kalender hijriah global yang mana salah satu penggagas konsep tersebut Mohammad

Ilyas.2 Konsep yang ditawarkan oleh Mohammad Ilyas sudah disebarkan oleh

Organisasi Konferensi Islam (OKI) dan sudah dibahas dalam beberapa musyawarah penyatuan kelender hijriah global.

Salah satu usaha penyatuan kalender hijriah global yang diselenggarakan oleh Ditjen Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama RI dalam acara Seminar Internasional Fikih Falak yang kemudian

menghasilkan Rekomendasi Jakarta 2017.3 Kriteria Rekomendasi Jakarta

2017 yaitu ketinggian hilal minimal 3 derajat dan sudut elongasi minimal 6,4 derajat dengan markas kawasan Barat Asia Tenggara.

Penelitian ini akan melihat bagaimana respons Lembaga Falakiyah PWNU Jawa Timur dan Majelis Tarjih dan Tajdid PW Muhammadiyah Jawa Timur terhadap hasil Rekomendasi Jakarta 2017. Berdasarkan data hasil

2 Susiknan Azhari, ‚Penyatuan Kalender Islam: Mendialogkan Wuju>d Al-Hila>l dan Visibilitas Hilal‛, Ahkam, Vol. XIII, No. 2, (Juli 2013), 163.

3 Thomas Djamaluddin, ‚Kongres Kesatuan Kalender Hijri Internasional di Turki 2016: Kalender

Tunggal‛, dalam https://tdjamaluddin.wordpress.com/2016/06/02/kongres-kesatuan-kalender-hijri-internasional-di-turki-2016-kalender-tunggal/, diakses pada 10 Maret 2019.

81

wawancara, kedua ormas tersebut mengapresiasi hasil Rekomendasi Jakarta 2017 akan tetapi dalam sisi lain ada yang pro dan kontra terhadap implementasi Rekomendasi Jakarta 2017. Berikut hasil respons kedua ormas Islam tersebut:

1. Lembaga Falakiyah PWNU Jawa Timur

Penentuan masuknya awal bulan secara Lembaga Falakiyah NU beracuan dengan hasi muktamar yaitu dengan rukyatuhilal. Seiring berkembangnnya zaman dan teknologi Lembaga Falakiyah NU mengkolaborasikan antara rukyat dan hisab, dengan posisi hisab sebagai pembantu dalam pelaksanaan rukyat yang berkualitas dan akurat.

Berdasarkan hal tersebut Lembaga Falakiyah secara organisasi menggunakan tatanan sesuai dengan hasi muktamar. Sedangkan secara praktik di lapangan dan sains menerima cara penentuan masuknya awal bulan dengan hisab. Oleh karenannya secara Lembaga Falakiyah PWNU Jawa Timur sangat mengapresiasi hasil Rekomendasi Jakarta 2017 dalam

usaha penyatuan kalender hijriah.4

Wujud apresiasi dari Lembaga Falakiyah PWNU Jawa Timur dengan catatan. Menurut Shofiyulloh, secara pribadi tidak menerima kriteria Rekomendasi Jakarta 2017 karena kenaikan kriteria minimal tinggi hilal dari 2 derajat menjadi 3 derajat memperbesar peluang perbedaan antara hisab dan rukyat. Pendapat serupa juga disampaikan oleh Ali Mustofa.

82

Sedangkan di sisi lain juga ada respons positif dari Lembaga Falakiyah PWNU Jawa Timur yang sampaikan oleh Abdul Moeid Zahid saat wawancara. Bahwasannya dari Lembaga Falakiyah sendiri secara sainstifik berkemungkinan menerapkan hasil Rekomendasi Jakarta 2017 untuk wilayah Indonesia, karena dengan ketinggian hilal 3 derajat di daerah Sabang (wilayah barat Indonesia) berkemungkinan besar untuk seluruh wilayah Indonesia sudah wujudul hilal. Sehingga secara wujudul hilal tidak diragukan dan ketinggian 3 derajat sudah termasuk imkan rukyat.

2. Majelis Tarjih dan Tajdid PW Muhammadiyah Jawa Timur

Muhammadiyah memaknai hadis hisab rukyat dengan pemaknaan rukyat yaitu melihat dengan mata ilmu, dalam artian melihat melalui

bantuan perhitungan/hisab.5 Oleh karenannya dalam penentuan masuknya

awal bulan Muhammadiyah menggunakan hisab yang dikembangkan oleh Sa’adoeddin Djambek, yang didukung data astronomis dari Al-Manak Nutika yang dikeluarkan TNI Angkatan Laut Dinas Oceanografi terbit

setiap tahun.6 Dalam hal ini Muhammadiyah mengkolabrasikan antara

dasar hukum syariat dan temuan sains. Berdasarkan hasil kongres dan Munas Muhammadiyah kriteria yang digunakan penentuan awal bulan yaitu wujudul hilal.7

5 Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyah di Indonesia Upaya Penyatuan Mazhab Rukyah dengan Mazhab Hisab, (Yogyakarta: Logung Pustaka, 2003), 131.

6 Ibid., 126.

83

Majelis Tarjih dan Tajdid PW Muhammadiyah Nasional lebih awal menanggapi hasil Kongres Istanbul Turki 2016 dengan mengadakan Halakah Nasional di Yogyakarta 2016. Dari pada pelaksaan Seminar Internasional Fikih Falak (Rekomendasi Jakarta 2017). Sehingga respons yang disampaikan Majelis Tarjih dan Tajdid PW Muhammadiyah Jawa Timur terhadap hasil Rekomendasi Jakarta 2017 beracuan dengan hasil Halakah Nasional tersebut.

Secara kelembagaan respons Majelis Tarjih dan Tajdid PW Muhammadiyah Jawa Timut tidak jauh beda dengan respons Lembaga Falakiyah PWNU Jawa Timur yaitu mengapresiasi hasil Rekomendasi Jakarta 2017 dengan beberapa catatan. Seperti yang disampaikan oleh Akh. Mukarram, bahwa penerimaan terhadap hasil Kongres dan Rekomendasi tidak serta merta menerima, akan tetapi tetap membutuhkan kajian dan pemikiran ulang.

Fathurrahman berpendapat bahwa kriteria Rekomendasi Jakarta 2017 sudah bisa dibilang moderat atau jalan tenggah antara mazhab hisab dan rukyat. Meskipun begitu tentunya membutuhkan pengkajian lebih dalam dan proses yang panjang. Jika saja hasil Rekomendasi diterima secara organisasi oleh Muhammadiyah tentunya akan dilakukan Munas lanjutan dengan merevisi hasil Munas sebelumnya dan memerlukan proses yang tidak mudah.

84

B. Analisis Peluang dan Tantangan Terhadap Implementasi Rekomendasi

Dokumen terkait