• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS RUGI-RUGI PADA SISTEM TRANSMISI SERAT OPTIK

Bab ini menjelaskan tentang penganalisaan rugi-rugi pada sistem transmisi serat optik.

BAB V : PENUTUP

Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran yang didapat dari pembahasan dalam Tugas Akhir ini.

BAB II CAHAYA

2.1 Pendahuluan

Cahaya merupakan gelombang transversal yang termasuk gelombang elektromagnetik. Cahaya dapat merambat dalam ruang hampa dengan kecepatan 3 x 108 m/s. Sifat-sifat cahaya adalah[2] :

1. Dapat mengalami pemantulan (refleksi)

2. Dapat mengalami pembiasan (refraksi)

3. Dapat mengalami pelenturan (difraksi) 4. Dapat dijumlahkan (interferensi) 5. Dapat diuraikan (dispersi)

6. Dapat diserap arah getarnya (polarisasi) 7. Bersifat sebagai gelombang dan partikel

2.2 Gelombang Elektromagnetik

Gelombang elektromagnetik adalah gelombang yang dihasilkan dari perubahan medan magnet den medan listrik secara berurutan, dimana arah getar vektor medan listrik dan medan magnet saling tegak lurus. Terjadinya gelombang elektromagnetik yaitu pertama, arus listrik dapat menghasilkan (menginduksi) medan magnet. Ini dikenal sebagai gejala induksi magnet. Peletak dasar konsep ini adalah Oersted yang telah menemukan gejala ini secara eksperimen dan dirumuskan secara

Kedua, medan magnet yang berubah-ubah terhadap waktu dapat menghasilkan (menginduksi) medan listrik dalam bentuk arus listrik. Gejala ini dikenal sebagai gejala induksi elektromagnet. Konsep induksi elektromagnet ditemukan secara eksperimen oleh Michael Faraday dan dirumuskan secara lengkap oleh Joseph Henry. Hukum induksi elektromagnet sendiri kemudian dikenal sebagai Hukum Faraday-Henry[4].

Dari kedua prinsip dasar listrik magnet di atas dan dengan mempertimbangkan konsep simetri yang berlaku dalam hukum alam, James Clerk Maxwell mengajukan suatu usulan. Usulan yang dikemukakan Maxwell, yaitu bahwa jika medan magnet yang berubah terhadap waktu dapat menghasilkan medan listrik maka hal sebaliknya boleh jadi dapat terjadi. Dengan demikian Maxwell mengusulkan bahwa medan listrik yang berubah terhadap waktu dapat menghasilkan (menginduksi) medan magnet. Usulan Maxwell ini kemudian menjadi hukum ketiga yang menghubungkan antara kelistrikan dan kemagnetan. Jadi, prinsip ketiga adalah medan listrik yang berubah-ubah terhadap waktu dapat menghasilkan medan magnet. Prinsip ketiga ini yang dikemukakan oleh Maxwell pada dasarnya merupakan pengembangan dari rumusan hukum Ampere. Oleh karena itu, prinsip ini dikenal dengan nama Hukum Ampere-Maxwell[4].

Dari ketiga prinsip dasar kelistrikan dan kemagnetan di atas, Maxwell melihat adanya suatu pola dasar. Medan magnet yang berubah terhadap waktu dapat membangkitkan medan listrik yang juga berubah-ubah terhadap waktu, dan medan listrik yang berubah terhadap waktu juga dapat menghasilkan medan magnet. Jika proses ini berlangsung secara kontinu maka akan dihasilkan medan magnet dan medan listrik secara kontinu. Jika medan magnet dan medan listrik ini secara serempak

merambat (menyebar) di dalam ruang ke segala arah maka ini merupakan gejala gelombang. Gelombang semacam ini disebut gelombang elektromagnetik karena terdiri dari medan listrik dan medan magnet yang merambat dalam ruang[4].

Setiap muatan listrik yang memiliki percepatan memancarkan radiasi elektromagnetik. Waktu kawat (atau panghantar seperti antena) menghantarkan arus bolak-balik, radiasi elektromagnetik dirambatkan pada frekuensi yang sama dengan arus listrik. Bergantung pada situasi, gelombang elektromagnetik dapat bersifat seperti gelombang atau seperti partikel. Sebagai gelombang, dicirikan oleh kecepatan (kecepatan cahaya, panjang gelombang, dan frekuensi. Kalau dipertimbangkan sebagai partikel, mereka diketahui sebagai foton, dan masing-masing mempunyai energi berhubungan dengan frekuensi gelombang ditunjukan oleh hubungan :

Ep = H x f……… (2.1)

di mana :

Ep adalah energi foton;

H ialah konstanta Planck = 6.626 × 10 −34 J·s ; dan

f adalah frekuensi gelombang.

Propagasi gelombang elektromagnetik biasanya terdiri dari frekuensi, panjang gelombang, dan cepat rambat gelombang.

2.2.1 Prinsip Gelombang Elektromagnetik

Sekitar abad ke 19, Maxwell menyatakan persamaannya yang cukup mengejutkan dunia Fisika. Salah satunya menyatakan adanya gelombang

elektromagnetik. Namun, saat itu belum dapat dibuktikan. Karna itu, Heinrich Hertz

mencoba untuk membuktikan keberadaan gelombang elektromagnetik itu[5].

Secara teori, Hertz menyadari bahwa gelombang elektromagnetik yang dinyatakan Maxwell merupakan gabungan dari gelombang listrik dan gelombang magnetik secara saling tegak lurus. Begitu pula dengan arah geraknya. Karena gelombang tersebut menggantung gelombang listrik, maka Hertz mencoba membuktikan keberadaan gelombang elektromagnetik tersebut melalui keberadaan gelombang listriknya yang diradiasikan oleh rangkaian pemancar[5].

Hertz mencoba membuat rangkaian pemancar sederhana dengan bantuan trafo untuk memperkuat tegangan dan kapasitor sebagai penampung muatannya. Karena ada arus pergeseran pada gap pemancar, diharapkan ada radiasi gelombang elektromagnetik yang akan dipancarkan. Karena secara teori, dari percikan yang muncul akan dihasilkan gelombang elektromagnetik. Alhasil, pada rangkaian loop penerima yang hanya berupa kawat berbentuk lingkaran yang tanpa diberikan sumber tegangan apapun, ternyata muncul percikan listrik pada gap-nya. Ini membuktikan ada listrik yang mengalir melalui radiasi suatu benda.yang akhirnya terhantarkan ke loop. Karena merasa belum puas, Hertz mencoba untuk menghitung frekuensi pada loop[5].

Ternyata frekuensi yang dihasilkan sama dengan frekuensi pemancar. Ini artinya listrik pada loop berasal dari pemancar itu sendiri. Dengan ini terbuktilah adanya radiasi gelombang elektromagnetik Maxwell. Percobaan Hertz ini juga memicu penemuan telegram tanpa kabel dan radio oleh Marconi. Rangkaian ini ada dalam kaca quartz untuk menghindari sinar UV[5].

Susunan semua bentuk gelombang elektromagnetik berdasarkan panjang gelombang dan frekuensinya disebut spektrum elektromagnetik. Gambar 2.1 spektrum elektromagnetik disusun berdasarkan panjang gelombang (diukur dalam satuan meter) mencakup kisaran energi yang sangat rendah, dengan panjang gelombang tinggi dan frekuensi rendah, seperti gelombang radio sampai ke energi yang sangat tinggi, dengan panjang gelombang rendah dan frekuensi tinggi seperti radiasi X-ray dan Gamma Ray[6].

Gambar 2.1 Spektrum Gelombang Elektromagnetik Contoh spektrum gelombang elektromagnetik adalah[5] :

1.Gelombang Radio

Gelombang radio dikelompokkan menurut panjang gelombang atau frekuensinya. Jika panjang gelombang tinggi, maka pasti frekuensinya rendah atau sebaliknya. Frekuensi gelombang radio mulai dari 30 kHz ke atas dan dikelompokkan berdasarkan lebar frekuensinya. Gelombang radio dihasilkan oleh muatan-muatan listrik yang dipercepat melalui kawat-kawat penghantar. Muatan-muatan ini dibangkitkan oleh rangkaian elektronika yang disebut osilator. Gelombang radio ini dipancarkan dari antena dan diterima oleh antena pula. Kamu tidak dapat mendengar radio secara langsung, tetapi penerima radio akan mengubah terlebih dahulu energi gelombang menjadi energi bunyi.

2.Gelombang Mikro

Gelombang mikro (microwaves) adalah gelombang radio dengan frekuensi paling tinggi yaitu diatas 3 GHz. Jika gelombang mikro diserap oleh sebuah benda,

maka akan muncul efek pemanasan pada benda itu. Jika makanan menyerap radiasi gelombang mikro, maka makanan menjadi panas dalam selang waktu yang sangat singkat. Proses inilah yang dimanfaatkan dalam microwave oven untuk memasak makanan dengan cepat dan ekonomis. Gelombang mikro juga dimanfaatkan pada pesawat RADAR (Radio Detection and Ranging). RADAR berarti mencari dan menentukan jejak sebuah benda dengan menggunakan gelombang mikro. Pesawat radar memanfaatkan sifat pemantulan gelombang mikro. Cepat rambat gelombang elektromagnetik (c) sebesar 3 x 108 m/s.

3.Sinar Inframerah

Sinar inframerah meliputi daerah frekuensi 1011Hz sampai 1014 Hz atau daerah panjang gelombang 10-4 sampai 10-1 m. Jika spektrum yang dihasilkan oleh sebuah lampu pijar dengan detektor yang dihubungkan pada miliamperemeter, maka jarum amperemeter sedikit diatas ujung spektrum merah. Sinar tidak dapat dilihat tetapi dapat dideteksi di atas spektrum merah itu disebut radiasi inframerah. Sinar infamerah dihasilkan oleh elektron dalam molekul-molekul yang bergetar karena benda diipanaskan. Jadi setiap benda panas pasti memancarkan sinar inframerah. Jumlah sinar inframerah yang dipancarkan bergantung pada suhu dan warna benda.

4.Cahaya Tampak

Cahaya tampak sebagai radiasi elektromagnetik yang paling dikenal oleh kita dapat didefinisikan sebagai bagian dari spektrum gelombang elektromagnetik yang dapat dideteksi oleh mata manusia. Panjang gelombang tampak nervariasi tergantung

warnanya mulai dari panjang gelombang kira-kira 4x10-7m untuk cahaya violet (ungu)

sampai 7x10-7m untuk cahaya merah. Kegunaan cahaya salah satunya adalah

5.Sinar Ultraviolet

Sinar ultraviolet mempunyai frekuensi dalam daerah 1015 Hz sampai 1016 Hz atau dalam daerah panjang gelombang 10-8m-10-7m. Gelombang ini dihasilkan oleh atom dan molekul dalam nyala listrik. Matahari adalah sumber utama yang memancarkan sinar ultraviolet dipermukaan bumi sedangkan lapisan ozon yang ada dalam lapisan atas atmosfer berfungsi menyerap sinar ultraviolet dan meneruskan sinar ultraviolet yang tidak membahayakan kehidupan makluk hidup di bumi.

6.Sinar X

Sinar X mempunyai frekuensi antara 10 Hz sampai 10 Hz, panjang gelombangnya sangat pendek yaitu 10 cm sampai 10 cm. meskipun seperti itu tapi sinar X mempunyai daya tembus kuat, dapat menembus buku tebal, kayu tebal beberapa sentimeter dan pelat aluminium setebal 1 cm.

2.2.3 Spektrum Elektromagnetik

Spektrum optik (cahaya atau spektrum terlihat atau spektrum tampak) adalah bagian dari spektrum elektromagnetik yang tampak oleh mata manusia. Radiasi elektromagnetik dalam rentang panjang gelombang ini disebut sebagai cahaya tampak atau cahaya saja. Tidak ada batasan yang tepat dari spektrum optik; mata normal manusia akan dapat menerima panjang gelombang dari 400 sampai 700 nm, meskipun beberapa orang dapat menerima panjang gelombang dari 380 sampai 780 nm (atau dalam frekuensi 790-400 terahertz). Mata yang telah beradaptasi dengan cahaya biasanya memiliki sensitivitas maksimum di sekitar 555 nm, di wilayah hijau dari

spektrum optik. Warna pencampuran seperti pink atau ungu seperti pada Gambar 2.2 tidak terdapat dalam spektrum ini karena warna-warna tersebut hanya akan didapatkan

dengan mencampurkan beberapa panjang gelombang[6].

Gambar 2.2 Spektrum Gelombang[6]

Meskipun spektrum optik adalah spektrum yang kontinu sehingga tidak ada batas yang jelas antara satu warna dengan warna lainnya, Tabel 2.1 berikut ini memberikan batas kira-kira untuk warna-warna spektrum.

Tabel 2.1 Spektrum dan Panjang Gelombang[6]

No. Warna Panjang Gelombang

1. ungu 380-450 nm 2. biru 450-495 nm 3. hijau 495-570 nm 4. kuning 570-590 nm 5. jingga 590-620 nm 6. merah 620-750 nm 2.3 Cahaya Optik

Cahaya yang dipancarkan sumber cahaya akan merambat ke segala arah dengan lurus. Karena cahaya merambat lurus, dan mengenai benda, maka dibelakang benda tidak akan terkena cahaya dan gelap. Ruang gelap di belakang benda yang

terkena cahaya disebut bayang. Bayang-bayang ada dua jenis, yaitu bayang-bayang gelap (inti / umbra) dan bayang-bayang-bayang-bayang kabur (penumbra) seperti ditunjukkan pada Gambar 2.3[3].

Gambar 2.3 Cahaya merambat kesegala arah dengan lurus[3]

2.3.1 Dispersi Cahaya

Dispersi cahaya adalah penguraian warna-warna cahaya. Suatu berkas sinar putih bila melalui prisma akan terurai menjadi warna merah, jingga, kuning, hijau, biru dan ungu seperti pada Gambar 2.4[7].

Gambar 2.4 Dispersi Cahaya[7]

Adapun penyebab dispersi cahaya adalah karena setiap warna cahaya memiliki panjang gelombang yang berbeda sehingga sudut biasnya berbeda-beda. Cahaya putih terdiri dari gabungan beberapa warna, yaitu merah, hijau dan biru. Putih disebut warna polikromatik, yaitu warna cahaya yang masih bisa diuraikan lagi menjadi warna-warna dasar. Merah, hijau dan biru merupakan warna dasar atau warna monokromatik, yaitu warna cahaya yang tidak dapat diuraikan kembali.

2.3.2 Difraksi

Jika muka gelombang bidang tiba pada suatu celah sempit (lebarnya lebih kecil dari panjang gelombang), maka gelombang ini akan mengalami lenturan sehingga terjadi gelombang-gelombang setengah lingkaran yang melebar di belakang celah tersebut. Peristiwa ini dikenal dengan difraksi. Pada Gambar 2.5 terlihat bahwa difraksi merupakan pembelokan cahaya di sekitar suatu penghalang /suatu celah[1].

2.4 Pemantulan Cahaya

Cahaya sebagai gelombang dapat memantul bila mengenai suatu benda.

Pemantulan cahaya dibedakan menjadi 2, yaitu[10] :

1. Pemantulan teratur, yaitu bila cahaya mengenai permukaan yang datar seperti ditunjukkan pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Pemantulan Teratur

2. Pemantulan baur, yaitu bila cahaya mengenai permukaan yang tidak rata seperti ditunjukkan pada Gambar 2.7.

2.4.1 Hukum Pemantulan Cahaya

Bila sinar datang dari medium rapat ke medium kurang rapat maka sinar dibiaskan menjauhi garis normal. Sudut i merupakan sudut kritis, yaitu sudut datang yang menyebabkan sudut bias 90º terhadap garis normal. Bila sudut datang lebih besar dari sudut kritis, cahaya tidak dibiaskan melainkan dipantulkan dengan sempurna. Adapun hukum dari pemantulan cahaya yang dikemukakan oleh Snellius adalah[10] :

1. Sinar datang, garis normal, dan sinar pantul terletak pada satu bidang datar. 2. Sudut datang (i) = sudut pantul (r)

Seperti ditunjukkan pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Pemantulan Cahaya[10]

2.4.2 Sudut Kritis

Sudut perambatan sinar cahaya akan bertambah jika sinar memasuki sebuah bahan dengan indeks bias yang lebih kecil. Jika sudut datang sinar (di dalam bahan pertama) menuju bidang perbatasan terus diperbesar, akan tercapai suatu titik dimana sudut bias menjadi 900 dan sinar akan merambat sejajar dengan bidang perbatasan di dalam bahan kedua. Sudut datang yang menyebabkan terjadinya hal ini disebut sebagai sudut kritis[18].

Sudut kritis dapat dihitung dengan mengambil nilai sudut bias sebesar 900 dan

memasukkannya ke dalam persamaan Hukum Snellius[18] : n1 sin θ1 =

n2 sin 900 ... (2.2)

Karena nilai sin 900 adalah 1, maka dapat disusun kembali persamaan diatas untuk

mendapatkan sin θ1 dan kemudian nilai sudut θ1 (yang dalam kasus ini adalah sudut kritis yang dibicarakan)[18] :

θkritis = arcsin     1 2 n n ... (2.3) Contoh :

Seberkas sinar cahaya bergerak di dalam suatu bahan transparan yang memiliki indeks bias 1,51 dan datang mendekati bidang perbatasan menuju bahan kedua yang memiliki indeks bias 1,46. Hitunglah sudut kritis untuk sinar agar arah rambatnya di dalam bahan kedua menjadi sejajar bidang perbatasan.

Dengan menggunakan rumus untuk sudut kritis yang baru saja diturunkan

diatas : kritis θ = arcsin     1 2 n n

Kemudian, mensubstitusikan nilai-nilai indeks bias yang diketahui :

kritis θ = arcsin       51 , 1 46 , 1

Lalu, menyederhanakan pembagian diatas :

kritis

Sehingga menghasilkan :

kritis

θ = 75,20

2.4.3 Pemantulan Internal Sempurna

Sudut kritis diberi nama demikian karena sudut ini memang berperan sangat

penting (kritis) di dalam prinsip kerja serat optik. Jika cahaya merambat dengan sudut datang yang kurang dari sudut kritis, maka cahaya akan dibiaskan keluar dari bahan pertama. Akan tetapi, jika cahaya merambat menuju bidang perbatasan dengan sudut datang yang lebih besar dari sudut kritis, maka cahaya tersebut akan dipantulkan kembali (oleh bidang perbatasan) ke dalam bahan pertama. Dalam kasus ini bidang perbatasan hanya berperan sebagai sebuah bidang pantul (cermin). Efek semacam ini disebut sebagai pemantulan internal sempurna (total internal reflection/TIR). Gambar 2.9 menunjukkan terjadinya efek ini[18].

Pemantulan sempurna terjadi bila[18] :

1. Sinar datang dari medium rapat ke medium kurang rapat maka sinar dibiaskan menjauhi garis normal.

2. Sudut i merupakan sudut kritis, yaitu sudut datang yang menyebabkan sudut bias 90º terhadap garis normal.

3. Sudut datang lebih besar dari sudut kritis, cahaya tidak dibiaskan melainkan dipantulkan dengan sempurna.

2.4.4 Pemantulan Total

Cahaya sebagai gelombang dapat memantul bila mengenai suatu benda. Pemantulan total dapat terjadi jika[10] :

1. Cahaya masuk ke medium yang lebih renggang (dari yang lebih rapat), maka akan dibiaskan menjauhi garis normal.

2. Sudut datangnya makin besar, maka sudut biasnya juga semakin besar; sehingga suatu saat akan didapatkan sudut biasnya 900 .

3. Sudut datang diperbesar lagi, maka akan terjadi pemantulan total.

2.5 Pembiasan Cahaya

Pembiasan cahaya adalah pembelokan arah rambat cahaya. Pembiasan cahaya terjadi jika cahaya merambat dari suatu medium menembus ke medium lain yang

N

memiliki kerapatan yang berbeda. Misalkan dari udara ke kaca, dari air ke udara dan dari udara ke air seperti pada Gambar 2.10[2].

Gambar 2.10 Pembiasan Cahaya[2]

Arah pembiasan cahaya dibedakan menjadi dua macam yaitu[2] : a. Mendekati garis normal

Cahaya dibiaskan mendekati garis normal jika cahaya merambat dari medium optik kurang rapat ke medium optik lebih rapat, contohnya cahaya merambat dari udara ke dalam air seperti pada Gambar 2.11.

udara air

Gambar 2.11 Cahaya Mendekati Garis Normal b. Menjauhi garis normal

N

Cahaya dibiaskan menjauhi garis normal jika cahaya merambat dari medium optik lebih rapat ke medium optik kurang rapat, contohnya cahaya merambat dari dalam air ke udara seperti pada Gambar 2.12.

air udara

Gambar 2.12 Cahaya Menjauhi Garis Normal

Syarat-syarat terjadinya pembiasan adalah sebagai berikut : 1. Cahaya harus melalui dua medium yang berbeda kerapatan optiknya;

2. Cahaya datang tidak tegak lurus terhadap bidang batas (sudut datang lebih kecil dari 900)

Pembiasan cahaya dapat terjadi dikarenakan perbedaan laju cahaya pada kedua medium. Laju cahaya pada medium yang rapat lebih kecil dibandingkan dengan laju cahaya pada medium yang kurang rapat.

2.5.1 Indeks Bias

Terdapat suatu pandangan yang keliru bahwa cahaya selalu bergerak dengan kecepatan yang sama di dalam segala situasi. Hal ini sekali lagi bukan merupakan sebuah fakta yang akurat. Kecepatan cahaya bergantung pada bahan tempat

dimana ia merambat. Di dalam ruang hampa, cahaya merambat pada kecepatan maksimumnya yang mendekati 300 juta meter per detik atau hampir delapan kali mengelilingi Bumi dalam satu detik[11].

Ketika cahaya merambat di dalam suatu bahan yang jernih, kecepatannya akan turun sebesar suatu faktor yang dinamakan indeks bias. Sebagian besar bahan yang digunakan untuk membuat serat optik memiliki indeks bias sekitar 1,5[18].

Sehingga : Indeks bias (n) =

( )

( )

v bahan dalam di cahaya kecepa c hampa ruang di cahaya kecepa tan tan ... (2.4)

Dimana besar kecepatan cahaya di ruang hampa 3 x 108 m/s.

Hubungan antara sudut bias dengan beda / perubahan kelajuannya adalah[18]:

2 2 1 1 sin sin v v θ θ = ... (2.5)

Karena indeks bias sebenarnya merupakan nilai perbandingan (rasio) antara kecepatan cahaya di dalam ruang hampa terhadap kecepatan cahaya di dalam bahan, maka besaran indeks bias tidak memiliki satuan.

Dengan menggunakan indeks bias sebesar 1,5 maka dapat dihitung kecepatan cahaya di dalam bahan sebesar 200 juta meter per detik. Dengan indeks bias berperan sebagai faktor pembagi dalam menentukan kecepatan cahya di dalam suatu bahan. Hal ini berarti bahwa semakin rendah nilai indeks bias maka semakin tinggi kecepatan cahaya di dalam bahan terkait.

Indeks bias tidak pernah lebih kecil dari 1 dan nilai indeks bias untuk beberapa zat ditampilkan pada Tabel 2.2[11].

Medium n = c / v Udara Hampa 1,0000 Udara (pada STP) 1,0003 Air 1,333 Es 1,31 Alkohol Etil 1,36 Gliserol 1,48 Benzena 1,50

Kaca Kuarsa Lebur 1.46

Kaca Korona 1,52

Perhatikan seberkas sinar cahaya yang bergerak dari sebuah bahan dengan indeks bias bernilai tinggi ke bahan lainnya dengan indeks bias yang lebih rendah. Di dalam bahan kedua, cahaya akan bergerak lebih cepat dari sebelumnya (di dalam bahan pertama), sehigga dapat diketahui bahwa jarak antara muka-muka gelombang yang berurutan atau panjang gelombangnya akan menjadi lebih besar di dalam bahan kedua[18].

Sekarang perhatikan pula bahwa arah kedatangan cahaya menuju ke bidang perbatasan antara kedua bahan juga sangat penting. Dalam Gambar 2.13 dijelaskan bahwa cahaya datang ke bidang perbatasan dengan arah rambatan yang membentuk sudut tegak lurus terhadap bidang tersebut[18].

Gambar 2.13 Cahaya Berubah Kecepatannya[18]

Kemudian diperhatikan pula sinar lainnya yang datang ke bidang perbatasan dengan arah rambatan yang membentuk sudut berbeda (tidak tegak lurus). Saat cahaya menyeberangi bidang perbatasan dan masuk ke dalam bahan kedua, bagian sinarnya yang berada di dalam bahan kedua akan bergerak lebih cepat daripada bagian sinarnya yang masih berada di dalam bahan pertama. Sehingga muka-muka gelombang cahaya akan bergerak maju lebih cepat di dalam bahan kedua dibandingkan dengan di dalam bahan pertama. Hal ini mengakibatkan arah pergerakan sinar berbelok secara tajam (patah) di bidang perbatasan antara kedua bahan. Setelah memasuki bahan kedua, sinar kembali merambat mengikuti sebuah garis lurus meskipun dengan sudut (arah) dan kecepatan yang berbeda seperti ditunjukkan pada Gambar 2.14[18].

Gambar 2.14 Cahaya Mengalami Pembiasan ( Patah )[18]

Besarnya pembelokan yang terjadi pada sinar cahaya dan karenanya arah rambatnya yang baru ditentukan oleh rasio indeks bias relatif antara kedua bahan dan oleh sudut datang sinar menuju bidang perbatasan.

2.5.2 Hukum Pembiasan Cahaya ( Hukum Snellius )

Sudut atau arah perambatan sinar cahaya diukur dengan mengacu ke garis normal bidang perbatasan antara kedua bahan. Garis normal adalah sebuah garis yang mengarah tegak lurus terhadap permukaan bidang perbatasan. Sudut yang dibentuk oleh arah sinar datang ke bidang perbatasan (terhadap garis normal) dan sudut yang dibentuk oleh arah sinar meninggalkan bidang perbatasan (terhadap garis normal) secara berturut-turut disebut sebagai sudut datang dan sudut bias sinar cahaya. Kedua istilah ini dijelaskan secara illustratif dalam Gambar 2.15. Perhatikan bahwa sudut bias akan lebih besar dari sudut datang ketika cahaya merambat dari bahan yang berindeks bias besar ke bahan lainnya yang berindeks bias lebih kecil[18].

Gambar 2.15 Penjelasan Istilah-Istilah[18]

Willebrord Snellius, seorang astronom berkebangsaan Belanda yang hidup di abad ke-17, menemukan bahwa terdapat suatu hubungan matematis antara indeks bias kedua bahan dengan nilai sinus dari sudut-sudut sinar. Ia merumuskan hukum matematika ini pada tahun 1621.

Hukum Snellius menyatakan bahwa[2] :

2 2 1 1 sinθ n sinθ n = ... (2.6) Dimana :

n1 adalah nilai indeks bias bahan pertama n2 adalah nilai indeks bias bahan kedua

1

θ adalah sudut datang

2

θ adalah sudut bias

Terdapat empat variabel matematika di dalam persamaan di atas, sehingga dengan mengetahui tiga diantaranya saja dapat ditentukan nilai variabel yang keempat. Dengan demikian, besarnya pembiasan (pembelokan arah cahaya) yang terjadi dapat dihitung dengan menggunakan Hukum Snellius.

BAB III

SINGLE MODE FIBER

3.1 Pendahuluan

Serat optik single mode/monomode mempunyai diameter inti (core) yang sangat kecil 3 – 10 mm, sehingga hanya satu berkas cahaya saja yang dapat

Dokumen terkait