• Tidak ada hasil yang ditemukan

waktu hingga mencapai mutu kadaluwarsa. Pada umumnya metode ini diterapkan untuk produk yang memiliki masa kadaluarsa kurang dari tiga bulan. Metode ini sangat akurat dan tepat, namun pelaksanaannya memerlukan waktu yang cukup lama (Arpah 2001). Selama penyimpanan tempe bacem kemas vakum dan non-vakum, dilakukan analisis sensori dengan uji rating hedonik, analisis pH, warna, tekstur, total mikroba (TPC), dan total koliform.

1. Analisis Sensori

Analisis sensori pada tempe bacem selama masa penyimpanan dilakukan dengan uji rating hedonik. Tempe bacem yang dikemas non-vakum dan disimpan pada suhu ruang (26-30oC), dianalisis sensori setiap hari. Tempe bacem yang dikemas non-vakum dan disimpan dalam suhu refrigerator (10oC), dianalisis sensori setiap dua hari. Tempe bacem dengan perlakuan pengemasan vakum yang disimpan dalam kondisi suhu ruang (26-30oC) dan refrigerator (10oC), dianalisis sensori setiap tiga hari selama masa penyimpanan. Pengujian akan dihentikan ketika panelis memberikan nilai di bawah 4, yang berarti panelis tidak dapat lagi menerima produk tempe bacem yang disimpan. Hasil analisis sensori tempe bacem yang dikemas non-vakum selama penyimpanan ditunjukkan pada Tabel 5. Tabel 5 Analisis sensori tempe bacem kemasan non-vakum selama penyimpanan

suhu ruang dan refrigerator

Hari ke-penyimpanan Atribut Non-vakum

Ruang Refrigerator 0 Warna 6.0 6.0 Aroma 6.6 6.6 Tekstur 5.7 5.7 Rasa 6.3 6.3 Overall 6.2 6.2 2 Warna 4.7 5.6 Aroma 6.1 5.6 Tekstur 5.2 5.4 Rasa 5.7 5.7 Overall 5.5 5.5 6 Warna - 5.1 Aroma - 5.5 Tekstur - 5.2 Rasa - 5.0 Overall - 5.3

Keterangan : - tidak dilakukan pengujian

Berdasarkan Tabel 5, tempe bacem yang dikemas non-vakum pada penyimpanan suhu ruang hanya bertahan sampai hari ke-2 penyimpanan. Pada hari ke-3, panelis memberikan nilai di bawah 4 untuk semua parameter, yang berarti tidak dapat lagi menerima penurunan mutu tempe bacem. Sehingga uji lanjut (uji pH, analisis warna, tekstur dan mikrobiologi) dihentikan.

Pada produk tempe bacem yang dikemas secara non-vakum dan disimpan dalam refrigerator, panelis masih dapat menerima mutu sensori produk pada hari

ke-6. Akan tetapi pada hari ke-8 penyimpanan, panelis tidak dapat lagi menerima penurunan mutu sensori pada produk dengan memberikan nilai di bawah 4 dan uji lanjut (uji pH, analisis warna, tekstur, dan mikrobiologi) dihentikan. Penurunan mutu utama yang terdeteksi pada tempe bacem yang dikemas secara non-vakum pada penyimpanan suhu ruang adalah timbulnya aroma asam pada produk. Aroma asam dapat terjadi karena adanya gas dan asam pada produk sebagai akibat aktifitas mikroba,seperti bakteri koliform yang bersifat aerobik dengan suhu optimal pertumbuhannya adalah suhu ruang (30-370C) (BPOM 2008). Hasil analisis sensori tempe bacem yang dikemas vakum selama penyimpanan ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6 Analisis sensori tempe bacem kemasan vakum selama penyimpanan suhu ruang dan refrigerator

Hari ke-penyimpanan Atribut Vakum

Ruang Refrigerator 0 Warna 6.0 6.0 Aroma 6.6 6.6 Tekstur 5.7 5.7 Rasa 6.3 6.3 Overall 6.2 6.2 3 Warna 5.4 5.5 Aroma 4.9 5.1 Tekstur 5.2 5.5 Rasa 4.2 5.2 Overall 4.1 5.5 18 Warna - 4.8 Aroma - 4.9 Tekstur - 4.9 Rasa - 4.5 Overall - 4.8

Keterangan : - tidak dilakukan pengujian

Hasil analisis sensori seperti yang ditunjukkan pada Tabel 6, tempe bacem yang dikemas vakum dengan penyimpanan suhu ruang, bertahan sampai hari ke-3 penyimpanan. Pada hari ke-6, mutu tempe bacem tidak dapat lagi diterima panelis dengan memberikan nilai di bawah 4 untuk semua parameter pengujian. Sehingga uji lanjut (uji pH, analisis warna, tekstur dan mikrobiologi) dihentikan.

Tempe bacem yang dikemas vakum dan disimpan pada refrigerator, panelis masih dapat menerima produk hingga hari ke-18. Pada hari ke-21 penyimpanan, terjadi penurunan mutu pada produk sehingga panelis memberikan nilai di bawah 4 yang menandakan bahwa produk tidak dapat lagi diterima oleh panelis dan uji lanjut (uji pH, analisis warna, tekstur dan mikrobiologi) dihentikan . Kombinasi pengemasan vakum dan penyimpanan pada suhu dingin (refrigerator), terbukti mampu mempertahankan mutu tempe bacem sehingga dapat memperpanjang umur simpan produk selama masa penyimpanan. Penampakan tempe bacem kemas yang dikemas vakum dengan kondisi masih baik terlihat pada Gambar 1, dan penampakan tempe bacem yang dikemas non-vakum dengan kondisi telah rusak terlihat pada Gambar 2.

14

2. pH

Analisis pH dilakukan pada empat jenis perlakuan produk tempe bacem, di antaranya: a) Tempe bacem yang dikemas non-vakum penyimpanan suhu ruang (26-300C); b) Tempe bacem yang dikemas non-vakum penyimpanan suhu

refrigerator (100C); c) Tempe bacem yang dikemas vakum penyimpanan suhu ruang (26-300C); dan d) Tempe bacem yang dikemas vakum penyimpanan suhu

refrigerator (100C).

Analisis pH tempe bacem kemas dimulai pada saat H-0 (sebelum tempe bacem diberikan perlakuan) dan dihentikan ketika panelis tidak dapat lagi menerima penurunan mutu produk berdasarkan uji sensori. Hasil analisis pH tempe bacem kemas selama penyimpanan, dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Perubahan pH tempe bacem selama penyimpanan

pH hari ke

Non-vakum Vakum pH tempe

mentah Ruang Refrigerator Ruang Refrigerator

0 5.7+0.1a 5.7+0.1a 5.7+0.1a 5.7+0.1a 6.5+ 0.1 1 5.6+0.0a - - - 2 5.5+0.1a 5.6+0.0a - - 3 - - 5.6+0.0a 5.7+0.1a 4 - 5.6+0.0a - - 6 - 5.7+0.1a - 5.8+0.1a 8 - - - - 9 - - - 5.8+0.1a 12 - - - 5.7+0.0a 15 - - - 5.8+0.1a 18 - - - 5.8+0.1a

Keterangan : - tidak dilakukan analisis pH

Angka-angka sekolom yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0.05)

Dari Tabel 7 terlihat bahwa nilai pH yang terukur pada semua perlakuan produk tempe bacem kemas relatif stabil, yang berkisar antara 5.5-5.8 dan tidak

Gambar 1 Tempe bacem kemas vakum kondisi baik

Gambar 2 Tempe bacem kemas non-vakum kondisi rusak

terjadi kenaikan pH yang signifikan selama masa penyimpanan. Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 7) dan ditunjukkan pada Tabel 7, perlakuan pengemasan dan kondisi penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai pH tempe bacem. Nilai pH tempe bacem tidak nyata secara statistik seiring dengan lamanya penyimpanan. Tempe bacem yang dikemas non-vakum dalam penyimpanan suhu ruang, memiliki nilai pH yang berkisar antara 5.5-5.7 selama dua hari penyimpanan. Tempe bacem yang juga dikemas secara non-vakum tetapi disimpan dalam suhu refrigerator 100C, memiliki nilai pH yang berkisar antara 5.6-5.7 selama 6 hari penyimpanan. Pada perlakuan tempe bacem yang dikemas vakum dengan pengukuran setiap 3 hari selama penyimpanan, nilai pH yang terukur dalam penyimpanan suhu ruang adalah 5.7 (H-0) dan 5.6 (H-3). Sedangkan tempe bacem yang dikemas vakum dalam penyimpanan suhu

refrigerator, nilai pH pada produk berkisar antara 5.7-5.8 selama 18 hari penyimpanan. Nilai pH tempe bacem yang berkisar antara 5.5-5.8 juga lebih rendah dibandingkan nilai pH tempe mentah yakni 6.5. Penambahan bumbu yang di antaranya adalah asam jawa pada formula tempe bacem, diduga berperan terhadap cukup rendahnya nilai pH produk yang terukur. Selain itu faktor pengemasan dan kondisi penyimpanan produk selama penyimpanan berperan dalam menjaga kualitas tempe bacem kemas sehingga tidak terjadi perubahan pH yang signifikan selama masa penyimpanan. Fungsi utama pengemasan adalah untuk melindungi dan menjaga produk dari kontaminasi. Termasuk didalamnya memperlambat terjadinya kerusakan produk, memperpanjang umur simpan, menjaga kualitas dan keamanan produk yang dikemas (Aaron et al. 2008).

3. Warna

Pengukuran warna dilakukan dengan chromameter skala Hunter L, a, b. Pengukuran dimulai pada H-0 (tempe bacem sebelum diberikan perlakuan) dengan parameter yang diamati adalah kecerahan warna (L) dan dihentikan ketika panelis tidak dapat menerima penurunan mutu yang terjadi pada produk. Semakin tinggi nilai L, menunjukkan bahwa warna tempe bacem semakin cerah.

Hasil pengukuran warna tempe bacem yang diperoleh selama masa penyimpanan, ditunjukkan pada Tabel 8.

16

Tabel 8 Perubahan kecerahan warna (L) tempe bacem selama penyimpanan

Kecerahan warna pada

hari ke

Non-vakum Vakum

Ruang Refrigerator Ruang Refrigerator

0 35.9+4.8a 35.9+4.8a 35.9+4.8a 35.9+4.8a 1 32.4+4.1a - - - 2 31.7+3.7a 33.7+6.0a - - 3 - - 34.0+4.7a 35.4+4.6a 4 - 31.4+5.0a - - 6 - 32.8+6.2a - 34.2+4.0a 8 - - - - 9 - - - 32.7+5.3a 12 - - - 31.8+3.7a 15 - - - 36.9+3.1a 18 - - - 37.2+2.9a

Keterangan : - tidak dilakukan pengukuran warna

Angka-angka sekolom yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0.05)

Tempe bacem memiliki warna kecoklatan, sebagai akibat dari terjadinya reaksi Maillard selama proses pengolahan. Reaksi Maillard merupakan reaksi pencoklatan non enzimatis antara gugus aldehid dari gula pereduksi dengan gugus amina dari asam amino. Reaksi Maillard terjadi akibat penggunaan suhu tinggi selama proses pengolahan bahan pangan (Kusnandar 2010). Berdasarkan Tabel 8, terlihat bahwa kecerahan warna yang terukur pada semua perlakuan produk tempe bacem berkisar antara 31.4-37.2 dan tingkat kecerahan warna tempe bacem pada semua jenis perlakuan tidak nyata secara statistik seiring dengan lamanya penyimpanan. Pengemasan yang dilakukan terhadap produk tempe bacem berperan dalam menjaga kualitas warna tempe bacem kemas selama masa penyimpanan.

4. Tekstur

Pengukuran tekstur tempe bacem selama masa penyimpanan menggunakan texture analyzer dengan parameter yang diamati adalah kekerasan tempe. Pengukuran dimulai pada H-0 (tempe bacem sebelum diberikan perlakuan) dan dihentikan saat panelis tidak dapat lagi menerima penurunan mutu produk. Hasil pengukuran tekstur tempe bacem selama masa penyimpanan ditunjukkan pada Tabel 9.

Tabel 9 Perubahan tekstur tempe bacem (gram force) selama penyimpanan

Tekstur

pada hari ke

Non-vakum Vakum

Ruang Refrigerator Ruang Refrigerator

0 2848.5+37.5b 2848.5+37.5c 2848.5+37.5b 2848.5+37.5c 1 2716.9+2.7ab - - - 2 2498.5+137.8a 2622+12.4b - - 3 - - 2649+24.0a 2722.9+76.2bc 4 - 2522.6+7.6b - - 6 - 2318.5+91.2a - 2670.9+29.8ab 8 - - - - 9 - - - 2651.4+47.2a 12 - - - 2614+29.6a 15 - - - 2569+69.3a 18 - - - 2563.8+33.7a

Keterangan : - tidak dilakukan pengukuran tekstur

Angka-angka sekolom yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0.05)

Analisis ragam (Lampiran 9 dan 9b) menunjukkan bahwa perlakuan pengemasan non-vakum pada tempe bacem, berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap perubahan tekstur tempe bacem selama penyimpanan suhu ruang dan refrigerator. Analisis lanjut dengan uji beda Duncan (Lampiran 9a dan 9c) dan ditunjukkan pada Tabel 9, tingkat kekerasan tekstur tempe bacem pada perlakuan kemas non-vakum berbeda nyata secara statistik seiring dengan lamanya penyimpanan pada suhu ruang dan refrigerator.

Analisis ragam (Lampiran 10 dan 10b) menunjukkan bahwa perlakuan pengemasan vakum pada tempe bacem, berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap perubahan tekstur tempe bacem selama penyimpanan suhu ruang dan refrigerator. Analisis lanjut dengan uji beda Duncan (Lampiran 10a dan 10c) dan ditunjukkan pada Tabel 9, tingkat kekerasan tekstur tempe bacem pada perlakuan kemas vakum berbeda nyata secara statistik seiring dengan lamanya penyimpanan pada suhu ruang dan refrigerator.

Berdasarkan hasil pengukuran tekstur tempe bacem seperti yang terlihat pada Tabel 9, penurunan nilai tekstur tempe bacem kemas terjadi pada semua perlakuan selama masa penyimpanan. Nilai tekstur yang semakin rendah selama masa penyimpanan menunjukkan bahwa tempe bacem mengalami pelunakan. Tempe bacem pada hari ke-0 (sebelum mengalami perlakuan) memiliki nilai kekerasan tekstur sebesar 2848.5 gram force. Produk pangan yang mengalami penyimpanan dapat mengalami kerusakan secara fisik, kimia, biologis dan mikrobiologi. Kerusakan secara mikrobiologi yang terjadi pada tempe bacem, diduga menyebabkan terjadinya pelunakan tekstur seiring dengan lamanya penyimpanan. Beberapa faktor yang mendukung pertumbuhan dan aktivitas mikroba di antaranya adalah tersedianya substrat yang cukup dan kondisi lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhannya. Sebagai salah satu produk pangan basah dengan kadar karbohidrat yang tinggi (66% bk), mikroba yang terdapat pada produk seperti bakteri dapat mendegradasi makromolekul-makromolekul seperti karbohidrat menjadi gula sederhana dan pemecahan lebih lanjut dari gula

18

menjadi asam. Terpecahnya salah satu komponen makromolekul seperti karbohidrat, dapat berpengaruh terhadap pelunakan tekstur produk (Muchtadi dan Ayustaningwarno 2010).

5. Mikrobiologi

Analisis mikrobiologi dilakukan untuk mengetahui mutu dan keamanan pangan produk tempe bacem. Pemeriksaan TPC dan total koliform produk tempe bacem dimulai pada hari ke-0 (sebelum tempe bacem diberikan perlakuan) dan pengujian dihentikan ketika panelis tidak dapat menerima penurunan mutu produk berdasarkan hasil uji sensori. Hasil pengujian total mikroba (TPC) pada tempe bacem selama masa penyimpanan, ditunjukkan pada Tabel 10 dan Tabel 11. Tabel 10 Total mikroba (TPC) (CFU/g) tempe bacem kemasan non-vakum selama

penyimpanan suhu ruang dan refrigerator

Total mikroba pada hari ke Non-vakum Ruang Refrigerator 0 1.8x103+0.1 x103 a 1.8x103+0.1x103 a 1 2.4x103+0.1 x103 b -2 4.1x103+0.1 x103 c 1.6 x103+0.4x103a 3 - -4 - 3.2x103+1.6x103 a 6 - 2.4x103+0.4 x103 a 8 -

-Keterangan : - tidak dilakukan pengujian

Angka-angka sekolom yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0.05)

Tabel 11 Total mikroba (TPC) (CFU/g) tempe bacem kemasan vakum selama penyimpanan suhu ruang dan refrigerator

Total mikroba pada hari ke Vakum Ruang Refrigerator 0 1.8x103+0.1x103 a 1.8x103+0.1 x103 a 3 2.0x103+0.2 x103 a 1.8x103+0.1 x103 a 6 - 1.8x103+0.2 x103 a 9 - 2.6x103+1.4 x103 a 12 - 2.0x103+0.4 x103 a 15 - 2.2x103+0.4 x103 a 18 - 2.2 x103+0.1 x103 a

Keterangan : - tidak dilakukan pengujian

Angka-angka sekolom yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0.05)

Analisis ragam (Lampiran 11) menunjukkan bahwa perlakuan pengemasan non-vakum pada tempe bacem, berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap total mikroba tempe bacem selama penyimpanan suhu ruang. Analisis lanjut dengan uji beda Duncan (Lampiran 11a) dan ditunjukkan pada Tabel 10, total mikroba tempe bacem pada perlakuan kemas non-vakum berbeda nyata secara statistik seiring

dengan lamanya penyimpanan pada suhu ruang. Dari Tabel 10 terlihat bahwa tempe bacem pada saat hari ke-0 (sebelum diberikan perlakuan) mengandung total mikroba sebesar 1.8x103 cfu/g. Pengujian TPC pada produk tempe bacem yang dikemas non-vakum dalam kondisi penyimpanan suhu ruang, dilakukan sampai pada hari ke-2 masa penyimpanan dengan total mikroba yang terkandung sebesar 4.1x103 cfu/g. Berdasarkan Tabel 11, total mikroba tempe bacem pada perlakuan pengemasan vakum tidak nyata secara statistik seiring dengan lamanya penyimpanan. Selama masa penyimpanan produk, total mikroba pada tempe bacem tetap berkisar pada angka 103 cfu/g pada semua jenis perlakuan pengemasan maupun penyimpanan.

Tempe bacem merupakan salah satu produk pangan olahan tempe yang identik dengan rasanya yang manis akibat adanya penambahan bumbu selama proses pengolahan. Bumbu merupakan campuran rempah-rempah dengan atau tanpa penambahan bahan lain seperti gula, garam atau asam yang ditambahkan selama proses pengolahan untuk meningkatkan cita rasa produk pangan (Budijanto et al. 2010). Rempah-rempah adalah tanaman atau bagian tanaman yang dapat dimanfaatkan dalam bentuk segar maupun dalam bentuk kering. Menurut Rahayu (2010), beberapa rempah-rempah yang digunakan dalam pengolahan makanan sehari-hari memiliki senyawa antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba dalam produk pangan. Beberapa jenis rempah-rempah yang diketahui memiliki aktivitas antimikroba yang cukup kuat dan terdapat pada bumbu tempe bacem diantaranya adalah bawang merah, bawang putih, dan lengkuas.

Allicin (diallythiosulphinate) merupakan senyawa aktif antimikroba yang terkandung dalam bawang putih (Allium sativum Linn). Proses ekstraksi bawang putih menyebabkan enzim allinase menjadi aktif dan menghidrolisis allin

menghasilkan senyawa intermediet asam allil sulfonat. Kondensasi asam tersebut menghasilkan allicin (Syifa et al. 2013). Allicin memiliki permeabilitas tinggi dalam menembus dinding sel bakteri sehingga mampu merusak dinding sel dan menghambat sintesis protein. Senyawa antimikroba Allicin dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif dan Gram negatif, Staphylococcus aureus, Salmonella typhi, Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli dan Proteus sp (Srinivasan et al. 2009). Bawang merah (Allium cepa L) merupakan salah satu jenis rempah-rempah yang dapat bersifat sebagai antibakteri. Menurut Shinkafi dan Dauda (2013), Allicin merupakan komponen utama yang yang juga terdapat pada ekstrak bawang merah segar dan dapat menghambat pertumbuhan

Escherichia coli, Salmonella typhi, Bacillus subtilis, Streptococcus pneumoniae. Rempah-rempah lainnya yang terdapat dalam bumbu tempe bacem sekaligus memiliki senyawa sebagai antimikroba adalah lengkuas. Menurut Siripon et al. (2011), Lengkuas (Alpinia galanga) yang diekstrak dalam ethanol, memiliki aktivitas antimikroba yang kuat dalam menghambat pertumbuhan bakteri Gram negatif dan Gram positif. Senyawa 1,8-cineole yang terdapat dalam ekstrak lengkuas merupakan senyawa antimikroba utama yang memiliki kemampuan dalam merusak membran sel bakteri. Senyawa 1,8-cineole memiliki sifat antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli (Mayachiew dan Devahastin 2007). Faktor senyawa antimikroba yang terkandung pada beberapa rempah-rempah inilah yang diduga menghambat pertumbuhan mikroba selama masa penyimpanan tempe bacem.

20

Indikator keamanan produk pangan secara mikrobiologi lainnya adalah total koliform yang terkandung. Koliform merupakan suatu grup bakteri yang identik berasal dari kotoran hewan maupun manusia, sehingga dipakai sebagai indikator dari kontaminasi kotoran pada produk pangan (Yunita dan Dwipayanti 2010). Kontaminasi koliform tidak hanya berasal dari air atau kotoran manusia dan hewan, tetapi dapat juga karena terjadinya kontaminasi silang secara langsung (melalui tangan) dan tidak langsung (melalui air) yang digunakan selama pengolahan pangan (Yunita dan Dwipayanti 2010). Uji koliform dengan metode MPN pada tempe bacem dimulai pada hari ke-0 (sebelum tempe bacem diberikan perlakuan) dan pengujian dihentikan pada saat panelis tidak dapat lagi menerima penurunan mutu produk berdasarkan hasil uji sensori. Hasil pengujian total koliform pada tempe bacem selama masa penyimpanan, ditunjukkan pada Tabel 12.

Tabel 12 Total koliform (APM/g) tempe bacem selama penyimpan

Total koliform

pada hari ke

Non-vakum Vakum

Ruang Refrigerator Ruang Refrigerator

0 <3.0+0.0 <3.0+0.0 <3.0+0.0 <3.0+0.0 1 3.6+0.0 - - -2 9.2+0.0 3.6+0.0 - -3 - - <3.0+0.0 <3.0+0.0 4 - 9.2+0.0 - -6 - 9.2+0.0 - <3.0+0.0 8 - - - -9 - - - <3.0+0.0 12 - - - <3.0+0.0 15 - - - <3.0+0.0 18 - - - <3.0+0.0

Keterangan: - tidak dilakukan pengujian

Menurut SNI Nomor 7388:2009 tentang batas maksimum cemaran mikroba dalam pangan, batas maksimum cemaran total koliform untuk produk olahan tempe sebesar 10 APM/g. Pada hari ke-0, total koliform yang terkandung sebesar <3.0 APM/g. Tempe bacem yang dikemas secara non-vakum dengan penyimpanan kondisi suhu ruang mengalami peningkatan selama masa penyimpanan. Total koliform produk pada hari ke-2 masa penyimpanan sebesar 9.2 APM/g dan mutu produk tidak dapat diterima lagi secara sensori pada hari ke-3 masa penyimpanan. Tempe bacem yang dikemas secara non-vakum dan disimpan dalam kondisi suhu refrigerator, tetap mengalami peningkatan koliform pada awal masa penyimpanan (hari ke-2). Akan tetapi pada akhir masa penyimpanan, yakni hari ke-6 dan hari ke-8, tidak terjadi peningkatan total koliform pada produk dengan nilai total koliform sebesar 9.2 APM/g. Hasil berbeda ditunjukkan pada tempe bacem yang dikemas secara vakum, baik yang disimpan dalam kondisi suhu ruang maupun refrigerator. Total koliform pada produk sebesar <3.0 APM/g dan tidak terjadi peningkatan jumlah koliform selama masa penyimpanan.

Beberapa faktor yang mendukung pertumbuhan mikroba di antaranya adalah tersedianya substrat yang cukup dan kondisi lingkungan yang sesuai untuk

pertumbuhannya. Golongan bakteri koliform merupakan bakteri yang bersifat aerob dan anaerob fakultatif, berbentuk batang, Gram negatif, tidak membentuk spora serta dapat memfermentasi laktosa dengan memproduksi gas dan asam pada suhu 37oC (BPOM 2008). Pengemasan yang dilakukan secara vakum mampu mendukung terciptanya kondisi anaerob di dalam kemasan, sehingga berperan dalam menghambat pertumbuhan bakteri koliform dalam tempe bacem. Pengemasan yang dilakukan secara non-vakum, membuat kondisi dalam kemasan masih mengandung oksigen (aerob) dan sesuai untuk pertumbuhan bakteri koliform pada produk. Kondisi lingkungan yang optimal untuk pertumbuhan bakteri koliform adalah suhu ruang (37oC). Oleh karena itu, kombinasi pengemasan secara vakum dan penyimpanan pada suhu refrigerator sangat efektif dalam menghambat kerusakan secara mikrobiologi oleh bakteri koliform pada tempe bacem.

Dokumen terkait