3 BAHAN DAN METODOLOGI
3.11 Prosedur Analisis
3.11.1 Analisis sifat fisikokimia dan fungsional tepung walur
1. Bentuk, ukuran dan sifat birefrigence granula pati dengan mikroskop polarisasi cahaya dan Scanning Electron Microscope (SEM)
Suspensi tepung dalam air diamati dibawah mikroskop polarisasi cahaya dan SEM. Bentuk dan sifat birefringence granula pati dapat langsung dilihat dibawah mikroskop dengan perbesaran 400 x (mikroskop polarisasi cahaya) dan 1000 x (SEM). Ukuran granula pati ditentukan berdasarkan rata-rata dan kisaran dari granula pati yang didokumentasikan dengan kamera.
Gula halus, margarin, susu skim, kuning telur
Pencampuran 1 (10 menit) Pencampuran 1 (10 menit) Tepung dengan formula substitusi tepung walur : 0%, 25%, 50%, 75% dan 100% Garam dan soda kue Pencetakan
Pemanggangan pada suhu 150 oC (selama 10 – 15 menit)
21
2. Analisis proksimat
a. Kadar Air (AOAC 2005)
Cawan aluminium dikeringkan dalam oven selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator selama 10 menit dan ditimbang (A). Sampel ditimbang sebanyak ± 2 g dalam cawan (B). Cawan beserta isi dikeringkan dalam oven 100 oC selama 6 jam. Cawan dipindahkan ke dalam desikator lalu didinginkan dan ditimbang. Cawan beserta isinya dikeringkan kembali sampai diperoleh berat konstan (C).
Perhitungan : Kadar Air (% bb) = ( ) x100% B A C B
b. Kadar abu (AOAC 2005)
Disiapkan cawan untuk melakukan pengabuan, kemudian dikeringkan dalam oven selama 15 menit lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang (A). Sampel ditimbang sebanyak ± 3 g dalam cawan (B), kemudian dibakar dalam ruang asap sampai tidak mengeluarkan asap lagi. Selanjutnya dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu 400-600 oC selama 4-6 jam sampai terbentuk abu berwarna putih atau memiliki berat yang tetap. Abu beserta cawan didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang (C).
Perhitungan : Kadar Abu (% bb) = x100% B A C
c. Kadar protein metode mikro kjeldahl (Fardiaz et al. 1989)
Sampel sebanyak ± 100 mg ditimbang (A) dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 30 ml. Ditambahkan 1,9 ± 0,1 g K2SO4, 40 ± 10 mg HgO, dan 3,8 ± 0,1 ml H2SO4. Ditambahkan batu didih pada labu lalu sampel dididihkan selama 1-1,5 jam sampai cairan menjadi jernih. Labu beserta sampel dididihkan dan dibilas dengan air dingin. Dipindahkan isi labu dan air bekas pembilasnya ke dalam alat destilasi. Labu erlenmeyer 125 ml diisi dengan 5 ml larutan H3BO4 dan ditambahkan dengan 4 tetes indikator, kemudian diletakkan di bawah kondensor dengan ujung kondensor terendam baik dalam larutan H3BO4. Larutan
NaOH-Na2S2O3 sebanyak 8-10 ml ditambahkan ke dalam alat destilasi dan dilakukan destilasi sampai didapat destilatnya ± 15 ml dalam erlenmeyer. Destilat dalam erlenmeyer tersebut kemudian dititrasi dengan larutan HCl 0,02 N hingga terjadi perubahan warna hijau menjadi biru. Dilakukan perhitungan jumlah nitrogen setelah sebelumnya diperoleh jumlah volume (ml) blanko.
Perhitungan : Jumlah N (%) = A x x mlblankoxN mlHCl HCl 14.007 100
Kadar Protein (%) = jumlah N x faktor koreksi (5.83)
d. Kadar lemak (AOAC 2005)
Labu lemak disediakan sesuai dengan ukuran alat ekstraksi soxhlet yang digunakan. Labu dikeringkan dalam oven dengan suhu 105-110 oC selama 15 menit, kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang (A). Ditimbang sebanyak ± 5 g sampel (B) dalam kertas saring, kemudian ditutup dengan kapas bebas lemak. Kertas saring beserta isinya dimasukkan ke dalam ekstraksi soxhlet dan dipasang pada alat kondensor. Pelarut heksan dituangkan ke dalam labu soxhlet secukupnya. Dilakukan refluks selama 5 jam sampai pelarut yang turun kembali menjadi bening. Pelarut yang tersisa dalam labu lemak didestilasi dan kemudian labu dipanaskan dalam oven pada suhu 105 oC. Setelah dikeringkan sampai berat tetap dan didinginkan dalam desikator kemudian labu beserta lemak ditimbang (C) dan dilakukan perhitungan kadar lemak.
Perhitungan :
Kadar Lemak (%) = x100%
B A C
e. Kadar karbohidrat (by different)
Karbohidrat dihitung berdasarkan metode by difference dengan perhitungan :
Dimana : P = kadar protein (% bb) A = kadar air (% bb) Ab = kadar abu (% bb) L = kadar lemak (% bb)
23
2. Kadar oksalat (Modifikasi Savage et al. 2000)
Sebanyak 5 g sampel umbi yang telah dihaluskan atau 10 g sampel tepung ditimbang lalu dilarutkan dalam 50 mL HCl 2 M. Campuran tersebut dimasukkan ke dalam water bath 80 oC selama 15 menit. Ekstrak yang diperoleh kemudian didinginkan lalu dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL dan volumenya ditepatkan dengan menggunakan HCl 2 M. Setiap sampel dilakukan tiga kali ekstraksi. Oksalat larut air diekstraksi dengan metode yang sama dengan menggunakan 50 mL air deionisasi.
Larutan kemudian disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 3000 rpm dan bagian filtratnya dikumpulkan kemudian disaring dengan menggunakan membran selulosa asetat 0,45 μm. Sebanyak 5 μL sampel kemudian diinjeksikan ke dalam sistem HPLC dengan detektor uv/vis yang diset pada 210 nm. Pemisahan dilakukan dengan metode RP-HPLC menggunakan isokratik elution pada 0,5 mL/menit dengan 0,0125 M asam sulfat sebagai fase geraknya. Kandungan asam oksalat dalam setiap sampel dianalisis dengan menggunakan kurva standar asam okasalat (0-500 ppm). Semua sampel diekstrakasi dan dianalisis secara triplo.
3. Derajat putih tepung
Pengukuran derajat putih tepung dilakukan dengan menggunakan alat Kett Whitteness Meter. Sampel dimasukkan ke dalam alat pada tempat yang sudah disediakan. Sebelum pengukuran, dilakukan dulu kalibrasi dengan standar barium sulfit yang memiliki derajat putih 86,1 %. Nilai derajat putih dapat dilihat pada monitor dan derajat putih sampel semakin tinggi dengan semakin besarnya nilai.
� � � ℎ % =derajat putih sampel
86,1 x100%
4. Analisis total pati (BSN 1992)
Metode yang digunakan untuk analisis total pati adalah berdasarkan SNI 01-2892-1992 (BSN 1992). Sebanyak 1 g sampel ditambahkan dengan larutan HCl 3% sebanyak 200 mL lalu dipanaskan dengan menggunakan pendingin tegak selama 2,5 jam. Setelah dingin, sampel dinetralkan pH-nya dengan menggunakan larutan NaOH 40% dan selanjutnya dimasukkan ke dalam labu takar 250 mL dan
ditera dengan menggunakan akuades. Sebanyak 10 mL dari latutan tersebut dimasukkan ke dalam erlenmeyer basah dan ditambahkan 25 mL pereaksi luff schrool lalu dipanaskan kembali menggunakan pendingin tegak selama 10 menit dimulai dari gelembung pertama.
Setelah mencapai suhu ruang, ke dalam larutan tersebut ditambahkan 25 mL asam sulfat 25% dan diikuti dengan 20 mL larutan KI 20%. Selanjutnya, larutan harus langsung dititrasi dengan menggunakan larutan tiosulfat dengan pereaksi kanji 0,5 % hingga warna berubah menjadi putih susu. Prosedur analisis yang sama dilakukan terhadap blanko. Perhitungan kadar pati sampel ditentukan berdasarkan kadar glukosa yang terkuantifikasi pada titrasi sampel. Kadar glukosa dihitung berdasarkan volume dan normalitas larutan Na2S2O3 yang digunakan, sebagai berikut:
Na2S2O3 yang digunakan = (Vb-Vs) x N Na2S2O3 x 10
Keterangan: Vb = volume Na2S2O3 yang digunakan untuk titrasi blanko Vs = volume Na2S2O3 yang digunakan untuk titrasi
sampel
N Na2S2O3 = konsentrasi Na2S2O3 yang digunakan untuk titrasi Jumlah (mg) gula yang terkandung untuk mL Na2S2O3 yang digunakan ditentukan dengan daftar Luff Schrool. Dengan datar tersebut dapat diketahui hubungan antara volume Na2S2O3 0.1 N yang digunakan dengan jumlah glukosa yang ada pada sampel yang dititrasi. Kadar glukosa dan kadar pati dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
=
1 100 P = G x 0,90 Keterangan: G = Kadar glukosa sampel (%)
W = Glukosa yang terkandung untuk mL Na2S2O3 yang dipergunakan (mg)
w1 = Bobot sampel (mg) Fp = Faktor pengenceran P = Kadar pati (%)
25
5. Kadar amilosa (Apriyantono et al. 1989)
Pembuatan kurva standar amilosa
Sebanyak 40 mg amilosa murni dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL, ditambahkan 1 mL etanol 95% dan 9 mL larutan NaOH 1 N ke dalam labu. Labu takar lalu dipanaskan ke dalam penangas air pada suhu 95 °C selama 10 menit. Setelah didinginkan, larutan gel pati ditambahkan air destilata sampai tanda tera sebagai larutan stok standar.
Dari larutan stok dipipet 1, 2, 3, 4 dan 5 mL, dipindahkan masing-masing ke dalam labu takar 100 mL. Ke dalam masing-masing labu takar tersebut kemudian ditambahkan 0,2, 0,4, 0,6, 0,8 dan 1,0 mL larutan asam asetat 1 N. Ditambahkan 2 mL larutan iod (0,2 g I2 dan 2 g KI dilarutkan dalam 100 mL air destilata) ke dalam setiap labu, lalu diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm. Kurva standar merupakan hubungan antara kadar amilosa dan absorbansi.
Analisis sampel
Sebanyak 100 mg sampel tepung walur dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL. Kemudian ditambahkan 1 mL etanol 95% dan 9 mL larutan NaOH 1 N ke dalam labu. Labu takar lalu dipanaskan dalam penangas air pada suhu 95°C selama 10 menit. Setelah didinginkan, larutan gel pati ditambahkan air destilata sampai tanda tera dan dihomogenkan. Dipipet 5 mL larutan gel pati dan dipindahkan ke dalam labu takar 100 mL. Ke dalam labu takar tersebut kemudian ditambahkan 1,0 mL larutan asam asetat 1 N dan 2 mL larutan iod, lalu ditera dengan air destilata. Larutan dibiarkan selama 20 menit, lalu diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm. Kadar amilosa ditentukan berdasarkan persamaan kurva standar yang diperoleh.
6. Analisis serat kasar (SNI 01-2891 1992)
Sebanyak 2-4 g sampel dihilangkan lemaknya dengan cara ekstraksi soklet atau dengan cara mengaduk dan mengendaptuangkannya dalam pelarut organik. Sampel lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 mL dan ditambahkan 50 mL H2SO4 1,25% dan didihkan selama 30 menit dengan menggunakan pendingin tegak. Selanjutnya, sebanyak 50 mL NaOH 3,25% ditambahkan ke dalam larutan dan dididihkan kembali selama 30 menit. Dalam keadaan panas, larutan tersebut
disaring dengan menggunakan corong Bunchner yang berisi kertas saring tak berabu yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Endapan yang terdapat pada kertas saring selanjutnya dicuci berturut-turut dengan larutan H2SO4 1,25 % panas, air panas dan etanol 95%. Kertas saring beserta isinya lalu dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui bobotnya dan dikeringkan pada suhu 105 oC lalu didinginkan dan ditimbang sampai bobotnya tetap.
Perhitungan:
% � � � = � −�
� 100% Keterangan: Wo = Berat kertas saring
Wi = Berat kertas saring + residu setelah dikeringkan Ws = Berat contoh
7. Kerapatan tumpukan (Bulk Density) (Khalil 1999)
Tepung walur dimasukkan ke dalam gelas ukur 10 ml yang sudah diketahui beratnya sampai volume tertentu, kemudian ditimbang kembali sehingga diperoleh berat produk. Kerapatan tumpukan ditentukan dengan cara membagi berat sampel dengan volume ruang yang ditempatinya dan dinyatakan dalam kg/m3.
8. Sudut tumpukan
Pengukuran sudut tumpukan dilakukan dengan menggunakan Flodex Powder Flowability Test Instrument. Bahan sebanyak 100 ml dijatuhkan dengan ketinggian 15 cm melalui corong secara perlahan-lahan dan kecepatan konsisten dengan tujuan meminimalisasi pengaruh tekanan dan kecepatan laju aliran bahan. Pengukuran diameter (d) dilakukan sebanyak dua kali ulangan dengan sisi yang sama, sedangkan pengukuran tinggi (t) tumpukan dilakukan pada puncak tumpukan dengan menggunakan jangka sorong.
Penghitungan sudut tumpukan :
tg α = t / (0.5 d) tg α = 2t / d α = Arc-tg (2t / d)
9. Analisis profil gelatinisasi dengan Rapid Visco Analyzer (Collado et al.
1999)
Analisis profil gelatinisasi tepung dilakukan dengan menggunakan alat
27
dalam 25 g akuades, kemudian dilakukan siklus pemanasan dan pendinginan dengan pengadukan konstan. Sampel dipanaskan hingga suhu 50 oC dan suhu 50
o
C dipertahankan selam 1 menit. Sampel dipanaskan dari 50 oC hingga 95 oC dengan kecepatan 6 oC/menit, lalu suhu 95 oC dipertahankan selama 5 menit. Sampel didinginkan hingga suhu 50 oC dengan kecepatan 6 oC/menit, kemudian suhu 50 oC dipertahankan selama 5 menit.
Hasil pengukuran dengan alat ini diantaranya adalah Pasting Temperatur
atau suhu awal gelatinisasi (PT), Peak Viscosity atau viskositas maksimum (PV), viskositas akhir saat suhu dipertahankan 95 oC atau Hot Paste Viscosity (HPV),
breakdown atau perubahan viskositas selama pemanasan, viskositas akhir pada saat suhu dipertahankan 50 oC atau Cold Paste Viscosity (CPV), dan Setback atau perubahan viskositas selama pendinginan. PT adalah suhu pada saat kurva mulai naik atau mulai terbentuknya viskositas yang menandakan pati atau tepung mulai menyerap air. PV adalah viskositas pada puncak gelatinisasi atau menunjukkan pati tergelatinisasi. Breakdown merupakan selisih antara PV dangan HPV atau menunjukkan kestabilan viskositas terhadap panas. Setback merupakan selisih antara CPV dengan HPV atau menunjukkan kemampuan untuk meretrogradasi.
10. Analisis kemampuan pengembangan dan kelarutan (Collado and Corke 1999; Singh et al. 2005)
Sebanyak masing-masing 0,35 g tepung dimasukkan ke dalam tabung sentrifuse berukuran 12,5 x 16 mm. Sebanyak 12,5 ml aquades ditambahkan ke dalam tabung kemudian disetimbangkan selama 5 menit. Tabung dipanaskan pada penangas dengan suhu 92,5 oC selama 30 menit sambil sesekali dikocok. Sampel didinginkan pada air es selama 1 menit, didiamkan pada suhu ruang selama 5 menit kemudian disentrifugasi pada 3500 ppm selam 30 menit. Tinggi gel yang diperoleh diukur kemudian dikonversi menjadi volume gel per g sampel yang kemudian dinyatakan sebagai swelling power. Supernatan yang ada pada bagian atas tabung disaring melalui kertas saring yang telah diketahui beratnya dan filtrat yang diperoleh ditampung dengan cawan yang telah diketahui beratnya pula. Kertas saring dan cawan dikeringkan pada suhu 110 oC selama satu malam. Sampel yang tertinggal pada kertas saring merupakan berat tepung yang tersuspensi di dalam supernatan dan sampel yang tertinggal pada cawan
merupakan tepung yang terlarut. Persentase tepung yang tersuspensi dan terlarut dihitung berdasarkan perbandingan beratnya terhadap berat kering sampel awal.
11. Kekuatan gel (Herawati 2009)
Tepung dibuat suspensi dengan konsentrasi padatan kering sebanyak 6%. Suspensi dipanaskan sampai mencapai suhu gelatinisasinya. Pasta pati dituang ke dalam tabung plastik (diameter 4 cm dan tinggi 5 cm) sampai penuh. Tabung disimpan pada suhu 4 oC selama 24 jam. Pengukuran kekuatan gel dilakukan dengan menggunakan tekstur analizer pada kondisi sebagai berikut mode: kekuatan gel Test mode and option measure force in compression, pre test speed: 0,2 mm/detik, test speed:0,2 mm/detik, post test speed: 0,2 mm/detik, distance: 4,0 mm, tipe: Auto, force: 4 g, dan acessory: 0,5 radius cylinder (P/0,5 R). Penentuan kekuatan gel didasarkan pada maksimum gaya (nilai puncak) pada tekanan/kompresi pertama dengan satuan gf (gram force).