• Tidak ada hasil yang ditemukan

3) Status metabolisme feritin serum

4.2 Proses pembuatan formula biskuit

4.2.3 Analisis sifat kimia formula biskuit

Analisis sifat kimia pada formula biskuit dilakukan terhadap kedua jenis formula biskuit dari dua bahan baku utama yaitu tepung kepala dan tepung badan ikan lele. Proses pengukuran sifat kimia pada formula biskuit menggunakan metode : (1) Analisis proksimat dan (2) Analisis kandungan energi pada formula biskuit.

4.2.3.1 Analisis proksimat

Analisis proksimat yang diuji dalam penelitian ini meliputi : (a) kadar air; (b) kadar lemak; (c) kadar abu; (d) kadar protein dan (e) kadar karbohidrat. Hasil uji proksimat pada formula biskuit dapat dilihat pada Tabel 23.

Tabel 23 Hasil uji proksimat pada formula biskuit Bahan Baku Biskuit Jumlah kadar (%)

Air Abu Lemak Protein Karbohidrat Tepung Kepala 5,13 10,55 20,49 18,05 45,78 Tepung Badan 5,14 3,85 21,34 15,15 54,52 Standar Pakan Ikan* ≤ 12 ≤ 15 ≥ 5 ≥ 25 ≥ 43 Standar Biskuit ** ≤ 5 ≤ 1,6 ≥ 9,5 ≥ 9 ≥ 70

Sumber : * BSNI (2006)

** BSNI (1992)

Pada di atas menunjukkan hasil analisis proksimat dari kedua jenis formula biskuit dengan bahan baku tepung kepala dan tepung badan ikan lele. Pada Tabel 25 juga terdapat standar pembanding yang merupakan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-7242-2006) yang merupakan standar nasional untuk produk pakan ikan dengan pemeliharaan intensif, sedangkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2973-1992) merupakan standar nasional untuk produk biskuit. Dari kedua data SNI tersebut diharapkan dapat menggambarkan standar kualitas dari produk yang diolah dalam bentuk formula biskuit yang menggunakan komposisi produk biskuit.

1. Kadar air

Proses pengurangan kadar air pada saat pengolahan formula biskuit terjadi pada tahapan pengeringan menggunakan oven pada suhu 800C selama kurun waktu 12 jam. Kadar air pada produk pangan berpengaruh pada daya simpan dan kerenyahan produk, dimana semakin kecil kadar air maka produk tersebut memiliki daya simpan yang lebih baik, begitu juga terhadap kerenyahan produk tersebut. Kadar air yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan nilai 5,13 untuk formula biskuit dengan bahan dasar tepung kepala dan 5,14 untuk formula biskuit dengan bahan dasar tepung badan. Kedua jenis formula biskuit ini dapat dikatakan tidak memiliki perbedaan yang signifikan untuk nilai kadar air. Jika ditinjau dari standar yang ditetapkan SNI sebesar maksimal 12%, kedua jenis formula biskuit ini dapat dikategorikan memiliki kualitas yang baik. Diagram hasil analisis kadar air pada pakan dapat dilihat pada Gambar 16.

Tetapi jika dibandingkan dengan SNI untuk produk biskuit, kedua produk ini telah melampaui batas maksimal yaitu 5 %. Biskuit relatif memiliki kadar air yang lebih rendah dibandingkan dengan formula biskuit dalam bentuk pelet, hal ini dipengaruhi oleh proses pengolahan biskuit melalui tahap pemanggangan dengan suhu yang sangat tinggi yang mencapai 150 0C (Mervina, 2009) sedangkan pengolahan formula biskuit ini menggunakan suhu 80 0C.

2. Kadar abu

Pada dasarnya, kadar abu merupakan unsur mineral yang merupakan sisa yang tertinggal setelah bahan dibakar sampai bahan bebas dari unsur karbon. Kadar abu juga dapat dikatakan sebagai komponen yang tetap

5,13 5,14 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5 5,5 p e rsen

tinggal yang tidak mudah menguap dalam pembakaran dan pemijaran senyawa organik.

Data analisis yang diperoleh menunjukkan nilai kadar abu pada formula biskuit dengan bahan dasar tepung kepala ikan adalah sebesar 10,55%, sedangkan nilai kadar abu pada formula biskuit dengan bahan dasar tepung badan ikan adalah sebesar 3,85 %. Perbedaan yang cukup signifikan ini tidak terlepas dari kadar abu bahan dasar yang digunakan, dimana kadar abu tepung kepala sebesar 26,99 % sedangkan kadar abu tepung badan hanya sebesar 6,58 %. Diagram hasil analisis kadar abu pada pakan dapat dilihat pada Gambar 17.

Kadar abu pada formula biskuit ternak yang disyaratkan SNI 2006 adalah maksimal 15%, dengan demikian produk formula biskuit yang dihasilkan dalam penelitian ini masuk dalam kategori bermutu baik menurut standar SNI 2006. Tetapi jika dibandingkan dengan standar SNI 1992 untuk biskuit yang bernilai 1,6% produk yang dihasilkan masuk dalam kategori kurang baik, hal ini tentunya dipengaruhi oleh bahan baku tepung yang digunakan, dimana pada pembuatan biskuit dominan menggunakan tepung terigu, sedangkan proses pembuatan formula biskuit ini menggunakan bahan yang didominasi oleh tepung ikan yang pada dasarnya memiliki kadar abu tinggi terutama pada tepung kepala.

3. Kadar lemak

Lemak merupakan salah satu unsur penting dalam proses pembuatan formula biskuit, fungsi utama lemak dalam pengolahan ini adalah sebagai pengemulsi, selain itu lemak juga berfungsi sebagai pembentuk rasa serta pembentuk tekstur. Lemak dalam formula biskuit dominan dihasilkan dari

10,55 3,85 0 2 4 6 8 10 12 p e rsen

bahan dasar tepung ikan dan margarin. Hasil analisis kadar lemak pada formula biskuit dicantumkan dalam Gambar 18.

Hasil analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa kedua jenis formula biskuit memiliki kadar lemak diatas standar minimum yang ditetapkan dalam SNI 2006 yaitu sebesar minimum 5%. Sementara hasil yang diperoleh pada formula biskuit berbahan dasar tepung kepala ikan sebesar 20,49% dan formula biskuit dengan bahan dasar tepung badan ikan sebesar 21,43%. Menurut LIPI (1999) kadar lemak suatu produk pangan yang ideal berkisar antara maksimal 8-12 %. Hasil uji terhadap tepung ikan lele menunjukkan nilai diatas standar SNI 2006 maupun (LIPI 1999) Kondisi ini menunjukkan bahwa formula biskuit hasil olahan baik yang berbahan dasar tepung kepala maupun tepung badan memiliki kualitas yang kurang baik terutama terhadap daya simpan.

4. Kadar protein

Protein merupakan zat gizi yang penting bagi tubuh, dimana zat ini selain berfungsi sebagai penghasil energi, juga berfungsi sebagai zat pengatur dan pembangun. Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pembentuk jaringan baru dalam tubuh.

Hasil analisis menunjukkan kadar protein yang diperoleh adalah sebesar 18,05% pada formula biskuit dengan bahan dasar tepung kepala ikan, dan 15,15% untuk formula biskuit dengan bahan tepung badan ikan, sedangkan stadar minimum yang ditetapkan oleh SNI 2006 sebagai syarat minimum produk pakan berkualitas baik memiliki kadar protein minimal 25%. Standar nasional untuk produk biskuit mensyaratkan minimal 9% produk biskuit dikategorikan berkualitas baik. Hasil analisis kadar protein dapat dilihat pada Gambar 19. 20,49 21,34 20 20,2 20,4 20,6 20,8 21 21,2 21,4 21,6 p e rsen

5. Kadar karbohidrat

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI SNI 01-7242-2006) standar minimal untuk kadar karbohidrat suatu produk pakan adalah sebesar 43 persen. Menurut SNI 01-2973-1992, standar minimal kandungan karbohidrat untuk produk biskuit adalah sebesar minimal 70%. Berikut adalah hasil analisis kadar karbohidrat sebagaimana tercantum dalam Gambar 20.

Hasil analisis kadar karbohidrat pada formula biskuit dengan menggunakan metode by-difference menunjukkan kadar karbohidrat pada formula biskuit dengan bahan dasar tepung kepala adalah sebesar 45,78% dan kadar karbohidrat pada formula biskuit dengan bahan dasar tepung badan ikan sebesar 54,52%, angka ini menunjukkan bahwa formula biskuit telah memenuhi standar SNI 2006 untuk produk pakan. Untuk standar SNI 1992 biskuit yang mensyaratkan minimum 70%, jadi kadar protein formula biskuit masih dibawah standar yang ditetapkan. Kondisi ini dipengaruhi oleh bahan baku utama pada biskuit adalah tepung terigu yang memiliki kadar karbohidrat yang sangat tinggi, sedangkan pada pembuatan formula biskuit ini menggunakan bahan baku utama tepung ikan yang tinggi lemak dan protein. 18,05 15,15 13 14 15 16 17 18 19 P er sen 45,78 54,52 40 42 44 46 48 50 52 54 56 P e rsen

Gambar 19 Diagram analisis kadar protein pada pakan Kepala Badan.

4.2.3.2 Kandungan energi formula biskuit

Proses penghitungan kandungan energi pada formula biskuit dengan bahan baku tepung ikan lele ini dilakukan dengan metode mengkonversi kandungan protein, lemak dan karbohidrat kedalam satuan energi. Lemak merupakan sumber enegi paling besar, dimana 1 gram lemak dikonversi menjadi 9 kkal, sedangkan protein dan karbohidrat memiliki porsi yang sama, yaitu 1 gram karbohidrat/protein dikonversi menjadi 4 kkal (fennema 1996).

Standar nasional produk biskuit (SNI 01-2973-1992), mensyaratkan kandungan energi minimum dalam 100 gram biskuit adalah sebesar 400 kkal. Sedangkan hasil yang diperoleh menunjukkan kandungan energi yang dihasilkan dari formula biskuit dengan bahan baku tepung kepala ikan adalah sebesar 439,73 kkal, dan formula biskuit dengan bahan baku utama tepung badan ikan memiliki kandungan kalori sebesar 470,74%. Jika ditinjau dari standar minimal yang ditetapkan, produk formula biskuit ini dapat dikatakan bermutu baik dalam pemenuhan kebutuhan energi.

Dokumen terkait