C. METODE ANALISIS
3. Analisis Sifat Kimia
Kadar Air, Metode Oven (AOAC, 1995)
Kadar air diukur dengan metode oven biasa karena kandungan bahan volatil pada sampel rendah dan sampel tidak terdegradasi pada suhu 100ºC. Cawan alumunium kosong dikeringkan dalam oven suhu 105°C selama 15 menit lalu didinginkan dalam desikator selama 5 menit atau sampai tidak panas lagi. Cawan ditimbang dan dicatat beratnya. Lalu ditimbang sampel sebanyak 5 gram di dalam cawan tersebut. Dikeringkan sampel dalam oven sampai beratnya konstan (perubahan berat tidak lebih dari 0.003 gram). Setelah itu didinginkan cawan yang berisi sampel kering di dalam desikator. Ditimbang berat akhirnya. Dihitung kadar air dengan persamaan sebagai berikut:
Kadar air (% bb) 100% a) -(x y) -(x × = Keterangan:
x = berat cawan dan sampel sebelum dikeringkan (g) y = berat cawan dan sampel setelah dikeringkan (g) a = berat cawan kosong (g)
Kadar Abu, Metode Oven (AOAC, 1995)
Cawan porselin dibakar dalam tanur selama 15 menit kemudian didinginkan di dalam desikator. Setelah dingin ditimbang. Sampel sebanyak 5 g ditimbang di dalam cawan lalu diabukan di dalam tanur hingga diperoleh abu berwarna putih dan beratnya tetap. Pengabuan dilakukan dilakukan dalam 2 tahap yaitu tahap pertama suhu 400°C lalu dilanjutkan pada suhu 550°C, kemudian didinginkan di dalam desikator lalu ditimbang.
Perhitungan: Kadar abu (% bb) 100% W W 1 2 × =
Keterangan:
W1 = Berat sampel (g) W2 = Berat abu (g)
Kadar Protein, Metode Mikro-Kjeldahl (AOAC, 1995)
Sampel sebanyak ± 0.1 g (kira-kira membutuhkan 3-10 ml HCl 0.01N/0.02N) ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 30 ml. Lalu ditambahkan 1.9 gram K2SO4, 40 mg HgO, 2 ml H2SO4 pekat. Sampel didekstruksi (dididihkan) selama 1-1.5 jam hingga jernih, lalu didinginkan.
Sampel didinginkan dan ditambah sejumlah kecil air secara perlahan-lahan, kemudian didinginkan kembali. Isi tabung dipindahkan ke alat destilasi dan labu dibilas 5-6 kali dengan 1-2 ml air. Air cucian dipindahkan ke labu distilasi. Erlenmeyer 125 ml berisi 5 ml larutan H3BO3 dan 2 tetes indikator (campuran 2 bagian merah metil 0.2 % dalam alkohol dan 1 bagian metilen blue 0.2% dalam alkohol) diletakkan di bawah kondensor. Ujung tabung kondensor harus terendam di bawah larutan H3BO3. Ditambah larutan NaOH-Na2S2O3 sebanyak 8-10 ml, kemudian didestilasi dalam erlenmeyer.
Tabung kondensor dibilas dengan air dan bilasannya ditampung dalam erlenmeyer yang sama. Isi erlenmeyer diencerkan sampai kira-kira 50 ml, kemudian dititrasi dengan HCl 0.02 N Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari hijau menjadi abu-abu. Prosedur yang sama dilakukan juga untuk penetapan blanko.
Perhitungan: Kadar N (% bb) 100% W 14,007 C Vb) -(Vs × × × =
Kadar protein (% bb) = % N x faktor konversi (6,25) Keterangan:
Vs = Volume HCl untuk titrasi sampel (ml) Vb = Volume untuk titrasi blanko (ml)
C = Konsentrasi HCl (N) W = Berat sampel (mg)
Kadar Lemak, Metode Soxhlet (AOAC, 1995)
Labu lemak yang telah bebas lemak dikeringkan di dalam oven kemudian ditimbang setelah dingin. Sampel sebanyak 5 g dibungkus dalam kertas saring kemudian ditutup kapas yang bebas lemak. Sampel dimasukkan ke dalam alat ekstraksi soxhlet, kemudian pasang kondensor dan labu pada ujung-ujungnya. Pelarut heksana dimasukkan ke dalam alat lalu sampel direfluks selama 5 jam (minimum).
Setelah itu pelarut didestilasi dan ditampung pada wadah lain. Labu lemak dikeringkan di dalam oven pada suhu 105°C sampai diperoleh berat tetap. Kemudian labu lemak dipindahkan ke desikator, lalu didinginkan dan ditimbang. Kadar lemak dihitung sebagai berikut: Kadar lemak (% bb) 100% W W 1 2 × = Keterangan: W1 = Berat sampel (g) W2 = Berat lemak (g)
Kadar Karbohidrat By Difference (AOAC, 1995)
Pengukuran kadar karbohidrat menggunakan metode by difference dilakukan dengan perhitungan sebagai berikut:
Kadar karbohidrat (% bb) = 100 % - (kadar air + abu + protein + lemak)
b. Analisis Nilai Energi (Almatsier, 2001)
Penentuan nilai energi makanan melalui perhitungan dapat dilakukan menurut komposisi karbohidrat, lemak, protein serta nilai energi makanan tersebut.
Nilai energi (Kkal) = (4 Kkal/g x kadar karbohidrat) + (4 Kkal/g x kadar protein ) + (9 Kkal/g x kadar lemak)
c. Kadar Amilosa (Metode Juliano, 1971 yang Dimodifikasi) Pembuatan Kurva Standar
Amilosa murni ditimbang sebanyak 40 mg kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan dengan 1 ml etanol 95 % dan 9 ml NaOH 1 N lalu didiamkan selama 24 jam dan ditepatkan sampai tanda tera dengan akuades. Selanjutnya larutan tersebut dipipet masing-masing sebanyak 1, 2, 3, 4, dan 5 ml lalu dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml. Ke dalam masing-masing labu takar tersebut ditambahkan asam asetat 1 N sebanyak masing-masing 0.2; 0.4; 0.6; 0.8 dan 1 ml, lalu ditambahkan larutan iod sebanyak 2 ml. Setelah itu, larutan ditepatkan sampai tanda tera dengan akuades, dikocok, lalu didiamkan selama 20 menit, dan diukur intensitas warna yang terbentuk dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm.
Penetapan Sampel
Sebanyak 100 mg sampel (tanpa lemak) dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, dan ditambahkan dengan 1 ml etanol 95 % dan 9 ml NaOH 1 N lalu didiamkan selama 24 jam dan ditepatkan sampai tanda tera dengan akuades. Pipet 5 ml larutan tersebut, lalu dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, dan ditambahkan 1 ml asam asetat 1 N dan 2 ml larutan iod. Setelah itu, larutan ditepatkan sampai tanda tera dengan akuades, dikocok, lalu didiamkan selama 20 menit, dan diukur intensitas warna yang terbentuk dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm. Kadar amilosa dihitung dengan persamaan:
Kadar amilosa (%) 100% W FP S A× × = Keterangan:
A = absorbansi sampel pada panjang gelombang 620 nm S = slope atau kemiringan pada kurva standar
FP = faktor pengenceran, yaitu 0,002 W = berat sampel tanpa lemak (gram)
d. Kadar Serat Pangan (Asp, Johnson, Hallmer & Sijestrin, 1983)
Sampel basah dihomogenisasi dan diliofilisasi kemudian diekstrak lemaknya dengan metode Soxhlet. Sebanyak 1 gram sampel tanpa lemak dimasukkan ke dalam erlenmeyer, ditambahkan 25 ml larutan buffer Na-fosfat 0.1 M pH 6 dan dibuat menjadi suspensi kemudian aduk. Selanjutnya ditambahkan 0.1 ml enzim termamyl, tutup erlenmeyer dengan aluminium foil dan diinkubasi dalam penangas air bersuhu 100°C selama 15 menit sambil sesekali diaduk.
Sampel diangkat dan didinginkan lalu ditambahkan 20 ml air destilata dan pHnya diatur menjadi 1.5 dengan menggunakan HCl 4 M. Selanjutnya ditambahkan 100 g enzim pepsin, tutup erlenmeyer dan diinkubasi dalam penangas air bergoyang bersuhu 40°C selama 60 menit. Selanjutnya ditambahkan 20 ml air destilata dan pHnya diatur menjadi 6.8 dengan menggunakan NaOH kemudian ditambahkan 100 mg enzim pankreatin ditambahkan, tutup erlenmeyer dan diinkubasi dalam penangas air bergoyang bersuhu 40°C selama 60 menit. Atur pHnya menjadi 4.5 dengan menggunakan HCl. Larutan sampel disaring melalui crucible kering yang telah ditimbang beratnya (porositas 2) dan ditambahkan 0.5 gram celite kering (berat tepat diketahui). Pada penyaringan dilakukan pencucian dengan 2 x 10 ml air destilata.
1. Residu (Serat Tidak larut)
Cuci dengan 2x10 ml etanol 95 % dan 2x10 ml aseton, dikeringkan pada suhu 105oC sampai mencapai berat konstan (semalam), ditimbang setelah didinginkan dalam desikator (D1). Abukan pada suhu 550oC selama 5 jam, ditimbang setelah didinginkan dalam desikator (I1).
2. Filtrat (Serat Larut)
Atur volume filtrat menjadi 100 ml, ditambahkan 400 ml etanol 95 % hangat (60oC), dibiarkan mengendap selama 1 jam, disaring dengan crucible kering yang telah ditimbang beratnya (porositas 2) dan ditambahkan 0.5 gram celite kering (berat tepat diketahui).
Cuci dengan 2x10 ml etanol 78 %, 2x10 ml etanol 95 % dan 2x10 ml aseton, dikeringkan pada suhu 105oC sampai mencapai berat konstan (semalam), ditimbang setelah didinginkan dalam desikator (D2). Abukan pada suhu 550oC selama 5 jam, ditimbang setelah didinginkan dalam desikator (I2).
3. Blanko
Blanko untuk serat tidak larut dan serat larut diperoleh dengan cara seperti prosedur untuk sampel tetapi tanpa sampel (B1 dan B2).
Perhitungan:
% serat tidak larut (IDF) = (D1-I1- B1) x 100% Berat sampel
% serat larut (SDF) = (D2-I2- B2) x 100% Berat sampel
% total serat (TDF) = (SDF+IDF) (%) Keterangan:
D = Berat setelah pengeringan (g) I = Berat setelah pengabuan (g)
B = Berat blanko bebas abu (g) = (D-I) blanko
e. Daya Cerna Pati In Vitro (Muchtadi et al.,1992 yang Dimodifikasi)
Enzim α-amilase dilarutkan di dalam buffer Na-Fosfat 0.05 M pH 7. Pereaksi dinitrosalisilat dibuat dengan melarutkan 1 gram 3,5-dinitrosalisilat, 30 gram Na-K tartarat dan 1,6 gram NaOH dalam 100 ml aquades. Larutan maltosa standar yang digunakan adalah 0-10 mg masing-masing dalam 10 ml aquades.
Sampel (tanpa lemak) dibuat suspensi dalam aquades (1 %), kemudian dipanaskan dalam penangas air selama 30 menit pada suhu 90°C kemudian didinginkan. Sebanyak 2 ml sampel dalam tabung ditambahkan 3 ml aquades dan 5 ml buffer Na-Fosfat 0.1 M, pH 7. Lalu diinkubasikan pada suhu 37°C selama 15 menit. Selanjutnya ditambahkan larutan enzim α-amilase dan diinkubasi lagi pada suhu 37°C selama 30 menit.
Sebanyak 1 ml sampel dipipet ke dalam tabung reaksi lain, ditambah 2 ml pereaksi dinitrosalisilat. Lalu dipanaskan pada suhu 100°C selama 10 menit. Warna merah oranye yang terbentuk diukur absorbansinya pada panjang gelombang 520 nm. Kadar maltosa campuran reaksi dihitung dengan menggunakan kurva standar maltosa murni yang diperoleh dengan mereaksikan larutan maltosa standar dengan pereaksi dinitrosalisilat menggunakan prosedur seperti di atas. Blanko dibuat untuk menghitung kadar maltosa awal (bukan hasil hidrolisis enzim). Prosedur pembuatan blanko sama seperti prosedur untuk sampel hanya saja tanpa sampel dan tidak ditambahkan larutan enzim α-amilase. Sebagai gantinya untuk blanko diganti buffer Na-fosfat 0.1 M pH 7.
%DC pati = (kadar maltosa sampel-kadar maltosa blanko sampel) x100% (kadar maltosa pati murni-kadar maltosa blanko pati murni)