• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

3.2 Analisis Sistem

3.2.1 Prapengolahan citra ( Image Processing )

Data citra akan diproses melalui prapengolahan citra. Tahap prapengolahan citra dapat dilihat pada gambar 3.3

normal

grayscalling

resizing

normalisasi

thinning

Tahap pertama dalam pengolahan citra adalah mengubah citra warna menjadi citra keabuan. Tahap selanjutnya adalah mengubah ukuran citra menjadi sama atau seragam yakni menjadi ukuran 60 x 90 pixel. Citra yg telah di resizing dan normalisasi kemudian akan mengalami proses thinning yang bertujuan untuk mendapatkan kerangka dari objek kata yang dimana citra hasil dari thinning akan digunakan untuk ekstraksi fitur. Ekstraksi fitur yang digunakan setelah proses prapengolahan citra adalah Diagonal Based Featured Extraction.

3.2.1.1 Proses pembentukan citra keabuan ( Grayscalling )

Tahap pertama dalam melakukan prapengolahan citra yaitu proses mengubah citra warna menjadi citra keabuan. Proses grayscale dilakukan dengan cara mengambil semua piksel pada gambar kemudian warna tiap piksel akan diambil informasi mengenai tiga warna dasar yaitu merah, hijau, dan biru (RGB), dimana ketiga warna dasar ini akan dijumlahkan kemudian dibagi tiga sehingga akan didapatkan nilai rata-rata. Nilai rata-rata inilah yang akan dipakai untuk memberikan warna piksel pada gambar sehinggal warna akan menjadi keabuan (grayscale), tiga warna dasar dari sebuah piksel akan di set menjadi nilai rata-rata ( Santi, 2011 ). Proses mengubah citra warna (RGB) menjadi citra keabuan (grayscale) dapat dihitung dengan rumus :

grayscale = 0.299R + 0,587G + 0,114B... (1) atau

grayscale = 0,333R + 0,333G + 0,333B... (2)

Perhitungan nilai grayscale yang sebenarnya adalah menggunakan persamaan yang pertama. Untuk lebih mudah digunakan untuk perhitungan manual dan mudah diingat digunakan persamaan yang kedua. Hasil citra grayscalling dapat dilihat pada gambar 3.4

3.2.1.2 Resizing

Setelah didapat citra hasil dari grayscalling, kemudian citra akan diubah ukurannya sesuai dengan standar pengenalan dari proses prapengolahan citra. Tujuan dari resizing dalam prapengolahan citra ini adalah untuk mengubah resolusi atau ukuran vertikal dan horizontal dari suatu citra tersebut. Adapun pada proses prapengolahan citra ini, semua citra diseragamkan menjadi 150 x 150 piksel dengan tujuan agar memudahkan pemrosesan dari prapengolahan citra. Hasil citra resizing dapat dilihat pada gambar 3.5

Gambar 3.5 Hasil citra resizing 3.2.1.3 Normalisasi

Normalisasi adalah suatu bagian dari koreksi radiometrik, yaitu untuk menghilangkan perbedaan antara dua atau lebih citra yang berbeda waktu atau lokasi dengan mengaju pada satu citra yang dianggap paling baik dan benar. Dengan kata lain fungsi dari normalisasi adalah untuk mendapatkan data dengan mean nol dan standar deviasi sama dengan satu. Pada proses prapengolahan citra ini, normalisasi bertujuan untuk menyeragamkan nilai piksel dari setiap citra menjadi satu standar untuk di ekstraksi dalam tahap ekstraksi fitur. Hasil citra normalisasi dapat dilihat pada gambar 3.6

Gambar 3.6 Hasil citra normalisasi 3.2.1.4 Thinning

Setelah mengalami proses normalisasi, kemudian data citra akan masuk dalam tahap Thinning. Thinning adalah suatu operasi morfologi yang digunakan untuk menghapus piksel foreground yang terpilih dari gambar biner. Biasanya digunakan untuk proses

mencari tulang dari sebuah objek ( Skeletonization). Thinning bertujuan untuk mereduksi ukuran dari suatu image dengan tetap mempertahankan nilai atau karakteristik dari image tersebut. Proses nya yaitu menggunakan nilai baru bagi tiap piksel dihasilkan dari nilai piksel pada iterasi sebelumnya. Hasil citra thinning dapat dilihat pada gambar 3.7

Gambar 3.7 Hasil citra thinning 3.2.2 Ekstraksi Fitur

Setelah dilakukan proses prapengolahan citra, kemudian dilakukan tahap ekstraksi fitur. Ekstraksi fitur yang digunakan adalah Diagonal Based Extraction Featured. Ekstraksi fitur dilakukan bertujuan untuk mendapatkan nilai fitur sebagai masukan bagi lapis masukan Recurrent Neural Network. Diagonal Based Feature Extraction adalah proses untuk mengenali karakter tulisan dengan metode offline di dalam pengerjaannya (Pradeep, et.al, 2011). Setiap citra karakter berukuran 60 x 90 piksel kemudian dibagi menjadi 54 zona yang sama, dan masing – masing zona berukuran 10 x 10 piksel.

Fitur yang akan di ekstraksi dari setiap zona piksel dengan bergerak secara diagonal dari tiap zona yang masing – masing berukuran 10 x 10 piksel. Setiap zona memiliki 19 garis diagonal dan foreground pixel yang ada disetiap baris diagonal dan dijumlahkan untuk mendapatkan sub-fitur tunggal. Kemudian, nilai dari 19 sub-fitur ini dibagi rata untuk mendapatkan satu nilai fitur dan ditempatkan di zona yang sesuai. Prosedur ini dilakukan berulang secara berurutan di semua zona. Apabila ada suatu zona yang garis diagonal nya bernilai kosong, maka nilai fitur yang sesuai dengan zona tersebut adalah 0. Proses ekstraksi fitur menggunakan metode diagonal based feature extraction dapat dijelaskan melalui alur pada gambar 3.8

Bagi citra menjadi 6 kolom dan 9 baris dengan ukuran setiap

zona 10 x 10 piksel

Hitung histogram diagonal setiap

zona

Hitung rata – rata histogram setiap

zona

Hitung rata – rata zona per kolom Hitung rata – rata

zona per baris

Nilai fitur = rata – rata histogram zona, rata – rata

zona per baris, rata – rata zona per kolom

Gambar 3.8 Diagram Ekstraksi Fitur Diagonal Based Feature Extraction

Adapun penjelasan dari diagram pada gambar 3.8 adalah sebagai berikut :

5. Hitung histogram diagonal setiap zona. Histogram diagonal adalah banyaknya piksel hitam setiap diagonal pada satu zona. Setiap zona memiliki 19 nilai histogram diagonal yang disebut Histds, dimana 1 ≤ d ≤ 19. Secara jelas dapat dilihat pada gambar 3.9

6. Hitung nilai fitur setiap zona, yaitu rata-rata histogram setiap zona, disebut Zn dimana 1 ≤ n ≤ 54.

Zn =

19

7. Hitung rata-rata zona setiap baris, disebut Bi, dimana 1 ≤ i ≤ 9. Bi = 6 Baris 1 = (Z1+Z2+Z3+Z4+Z5+Z6) /6 Baris 2 = (Z7+Z8+Z9+Z10+Z11+Z12) /6 Baris 3 = (Z13+Z14+Z15+Z16+Z17+Z18) /6 Baris 4 = (Z19+Z20+Z21+Z22+Z23+Z24) /6 Baris 5 = (Z25+Z26+Z27+Z28+Z29+Z30) /6 Baris 6 = (Z31+Z32+Z33+Z34+Z35+Z36) /6 Baris 7 = (Z37+Z38+Z39+Z40+Z41+Z42) /6 Baris 8 = (Z43+Z44+Z45+Z46+Z47+Z48) /6 Baris 9 = (Z49+Z50+Z51+Z52+Z53+Z56) /6

8. Hitung rata-rata zona setiap kolom, disebut Kj, dimana 1 ≤ j ≤ 6 Kj = 9 Kolom 1 = (Z1+Z7+Z13+Z19+Z25+Z31+Z37+Z43+Z49) /9 Kolom 2 = (Z2+Z8+Z14+Z20+Z26+Z32+Z38+Z44+Z50) /9 Kolom 3 = (Z3+Z9+Z15+Z21+Z27+Z33+Z39+Z45+Z51) /9 Kolom 4 = (Z4+Z10+Z16+Z22+Z28+Z34+Z40+Z46+Z52) /9 Kolom 5 = (Z5+Z11+Z17+Z23+Z29+Z35+Z41+Z47+Z53) /9 Kolom 6 = (Z6+Z12+Z18+Z24+Z30+Z36+Z42+Z48+Z54) /9

3.2.3 Recurrent Neural Network

Pada bagian ini akan dijabarkan proses mengklasifikasi citra tulisan yang sudah di ekstraksi nilai fiturnya dengan menggunakan Recurrent Neural

Network. Adapun diagram alur dari Recurrent Neural Network yang telah dibuat dapat dilihat pada gambar 3.10

start Input  masukan Input state  vektor Hitung bobot dari input  masukan Hitung bobot dari input  masukan Hitung nilai sigmoid ø danᵟ Hitung keluaran jaringan If error input ≠error  state vector stop yes no

Gambar 3.10 Diagram alur Recurrent Neural Network Penjelasan dari gambar 3.10 adalah sebagai berikut :

1. Input masukanberupa akusisi citra dari tahapan prapengolahan citra dan sudah diambil nilai fitur ekstraksinya

2. Input state vector. State Vector berupa target yang ingin dicapai dari citra latih dan citra uji. Melakukan perhitungan state vector dapat dihitung dengan rumus :

x(k) n

4. Melakukan perhitungan nilai hidden layer, dengan rumus :

5. Melakukan perhitungan nilai ø dan ơ dengan menggunakan fungsi sigmoid, adapaun fungsi sigmoid yang digunakan adalah :

6. Menentukan nilai keluaran jaringan, dengan rumus :

3.3Perancangan Sistem

Dokumen terkait