• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DAFTAR PUSTAKA

2.6 Analisis Statistik

Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan berupa Rancangan Acak Lengkap dengan tiga ulangan. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan SPSS 16.0. Dilakukan analisis ragam dengan tingkat kepercayaan 95%. Kemudian untuk melihat perbedaan perlakuan maka dilakukan uji lanjut dengan uji Duncan.

9

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Hasil pengujian kecernaan berupa kecernaan total dan protein dari pakan dan DDGS pada ikan gurame disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil perlakuan uji kecernaan DDGS pada ikan gurame

Perlakuan Kecernaan Total (%) Kecernaan Protein (%) Kecernaan Total DDGS (%) Kecernaan Protein DDGS (%) RD 63,95 84,42 55,16 85,35 TD 61,31 84,70

Kecernaan total DDGS pada ikan gurame berdasarkan Tabel 4 diketahui sebesar 55,16% dan kecernaan protein DDGS sebesar 85,35%. Nilai kecernaan total dan protein dari DDGS ini diperoleh setelah dilakukan perhitungan terhadap kecernaan total dan protein pakan perlakuan. Nilai kecernaan total RD adalah sebesar 63,95% sedangkan nilai kecernaan total TD sebesar 61,31%. Kemudian untuk kecernaan protein RD dan TD secara berurutan adalah sebesar 84,42% dan 84,70%.

Penambahan DDGS pada pakan uji dengan kadar yang berbeda yaitu 0%, 10%, 20%, dan 30% yang diberikan selama 40 hari, menunjukkan pertumbuhan ikan gurame. Hal ini ditandai dengan peningkatan bobot ikan gurame pada setiap perlakuan. Peningkatan bobot tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Peningkatan bobot rata-rata ikan gurame yang diberi pakan perlakuan DDGS dengan kadar yang berbeda.

4,71 4,74 4,64 4,82 14,37 14,41 14,61 16,72 0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00 16,00 18,00 20,00 0 10 20 30 B ob ot r at a -r at a ik an ( gr am ) Perlakuan (%)

10 Peningkatan bobot ikan gurame berdasarkan Gambar 2 menunjukkan perlakuan DDGS 30% memiliki nilai peningkatan yang paling besar dibandingkan perlakuan lainnya yaitu sebesar 346%, sehingga bobot akhir rata-rata ikan gurame menjadi 16,72 gram. Kemudian untuk ketiga perlakuan lainnya yaitu perlakuan DDGS 0%, 10%, dan 20% secara berturut-turut terjadi peningkatan bobot tubuh ikan sebesar 305%, 304%, dan 315%.

Tabel 5. Jumlah konsumsi pakan (JKP), retensi protein (RP), retensi lemak (RL), laju pertumbuhan harian (LPH), kelangsungan hidup (SR), dan efisiensi pakan (EP) ikan gurame selama perlakuan

Parameter Uji Penggunaan DDGS (%)

0 10 20 30 JKP (gram) 141,08 ± 4,41a 139,07 ± 6,77a 140,06 ± 16,42a 159,22 ± 21,15a RP (%) 25,02 ± 1,71a 23,07 ± 0,88ab 22,24 ± 1,12b 16,29 ± 1,05c RL (%) 31,36 ± 0,05c 47,28 ± 0,38b 52,26 ± 1,30a 53,32 ± 1,30a LPH (%) 2,82 ± 0,20a 2,82 ± 0,15a 2,90 ± 0,32a 2,91 ± 0,29a SR (%) 100 ± 0,00a 100 ± 0,00a 100 ± 0,00a 100 ± 0,00a EP (%) 68,36 ± 4,45ab 69,46 ± 2,16ab 71,05 ± 2,08a 64,52 ± 2,02b Keterangan: Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata ± standar deviasi. Huruf super skrip yang

sama dalam satu baris menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Data selengkapnya disajikan pada Lampiran 3-5. Kemudian untuk analisis statistik pada Lampiran 6-11.

Tabel 5 menunjukkan penggunaan DDGS pada pakan dengan kadar yang berbeda memberikan pengaruh jumlah konsumsi pakan yang tidak berbeda nyata dengan kontrol (DDGS 0%), demikian juga dengan laju pertumbuhan harian, efisiensi pakan, dan kelangsungan hidup (P>0,05). Efisiensi pakan tertinggi terdapat pada perlakuan DDGS 20%, sedangkan efisiensi pakan terendah pada perlakuan DDGS 30% (P>0,05) .

Nilai retensi menggambarkan banyaknya protein dan lemak yang tersimpan di dalam tubuh ikan uji. Nilai retensi protein DDGS 10% tidak berbeda nyata dengan perlakuan kontrol (P>0,05), namun perlakuan DDGS 20% dan DDGS 30% berbeda nyata dengan perlakuan kontrol (P<0,05). Berdasarkan Tabel 5 juga diketahui nilai retensi protein semakin menurun dengan semakin besarnya penambahan DDGS pada pakan, yaitu kontrol (DDGS 0%) memiliki nilai retensi protein tertinggi dan nilai retensi protein terendah pada perlakuan DDGS 30%. Sebaliknya, nilai retensi lemak semakin tinggi dengan semakin besarnya jumlah

11 DDGS pada pakan serta nilai retensi lemak semua perlakuan berbeda nyata dengan perlakuan kontrol (P<0,05).

3.2 Pembahasan

Hasil penelitian penggunaan DDGS sebagai sumber protein nabati pada pakan benih ikan gurame menunjukkan peningkatan kinerja pertumbuhan ikan yang meliputi retensi protein, retensi lemak, laju pertumbuhan harian, kelangsungan hidup, dan efisiensi pakan (Tabel 5). Jumlah konsumsi pakan menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata untuk setiap perlakuan (P>0,05; Lampiran 6). Hal ini menandakan bahwa pakan memiliki nilai palatabilitas dan energi yang relatif sama yaitu sekitar 4814,98-4982,74 kkal/kg pakan. Palatabilitas merupakan faktor yang sangat penting untuk menentukan tingkat konsumsi pakan. Menurut NRC (1993) palatabilitas dipengaruhi oleh bau,warna, ukuran, dan rasa.

Pakan yang dimakan kemudian akan dicerna menjadi komponen yang lebih sederhana sehingga dapat diserap dan dimanfaatkan oleh tubuh. Nilai kecernaan pakan menggambarkan bahwa nutrien dan energi dari pakan yang diberikan dapat diserap dan tidak diekskresikan melalui feses. Faktor yang mempengaruhi kecernaan yaitu sifat kimia air, suhu air, jenis pakan, ukuran dan umur ikan, kandungan gizi pakan, frekuensi pemberian pakan, sifat fisika dan kimia pakan, serta jumlah dan macam enzim pencernaan yang terdapat disaluran pencernaan ikan (NRC, 1993). Berdasarkan Tabel 4 diketahui kecernaan total DDGS pada benih ikan gurame yaitu sebesar 55,16%. Kecernaan total menggambarkan kecernaan nutrien sumber energi. Rendahnya kecernaan total DDGS disebabkan oleh serat kasar yang cukup tinggi yaitu sebesar 10,9% (Hertrampf dan Pascual, 2000). Serat kasar merupakan unsur tanaman yang tidak dapat dicerna seperti selulosa, hemiselulosa, lignin, pentosan, dan karbohidrat kompleks lainnya yang ditemukan dalam bahan pakan (NRC, 1993). Kandungan serat kasar dalam jumlah sedikit dapat meningkatkan gerak peristaltik usus, namun apabila jumlahnya berlebih maka penyerapan makanan menjadi tidak efisien (Guillaume et al., 1999). Sementara itu kecernaan protein dari DDGS cukup tinggi yaitu sebesar 85,35% (Tabel 4). Hal ini diduga disebabkan oleh sebagian protein dari DDGS

12 berasal dari ragi Saccharomyces cerevisiae yang merupakan protein sel tunggal, karena DDGS diperoleh setelah jagung yang telah digiling dan difermentasikan oleh ragi Saccharomyces cerevisiae mengalami proses destilasi. Residu tersebut kemudian dipadatkan dan dikeringkan hingga menjadi 75% dari bobot awal (Hertrampf dan Pascual, 2000). Oleh sebab itu protein DDGS lebih mudah dicerna oleh ikan.

Setelah pakan mengalami proses pencernaan, nutrien yang terkandung di dalam pakan akan diserap oleh tubuh. Jumlah nutrien yang diserap dan disimpan di dalam tubuh ikan menunjukkan nilai retensi. Nilai retensi dinyatakan sebagai presentase dari nutrien yang disimpan di dalam tubuh (Halver dan Hardy, 2002). Pada penelitian ini dilakukan pengukuran retensi terhadap protein dan lemak.

Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa retensi protein perlakuan DDGS 10% tidak berbeda nyata dengan perlakuan DDGS 0%, sedangkan perlakuan DDGS 20% dan DDGS 30% berbeda nyata (P<0,05; Lampiran 7). Nilai retensi protein semakin kecil dengan peningkatan DDGS sampai 30%. Menurut Suprayudi et al. (1999) dan Suprayudi et al. (2000) perbedaan retensi protein terjadi karena kualitas protein tidak sama, khususnya profil asam amino, sehingga berdampak pada tingginya selisih antara asam amino di dalam pakan dengan asam amino tubuh ikan. Benih ikan gurame yang kekurangan asam amino akan menggunakan protein tubuh untuk memenuhi kekurangan tersebut.

Lim et al. (2009) menyatakan bahwa 40% DDGS dalam pakan juvenil channel catfish yang ditambahkan lisin dapat menggantikan kombinasi SBM (Soybean Meal) dan CM (Corn Meal), karena memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap pertumbuhan, efisiensi pakan, kadar protein dan kadar abu tubuh ikan, serta kelangsungan hidup dibandingkan kontrol. Hal ini juga diperkuat oleh Lim et al. (2007) yang menyatakan bahwa 40% DDGS dalam pakan ikan nila dengan penambahan lisin terjadi peningkatan bobot tubuh dan efisiensi pakan yang sebanding dengan kontrol.

Sementara itu retensi lemak berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa nilai retensi lemak semua perlakuan berbeda nyata (P<0,05; Lampiran 8). Lemak merupakan penyumbang energi paling besar dibandingkan dengan energi yang dikandung protein dan karbohidrat (NRC, 1993). Retensi lemak cenderung

13 meningkat dengan semakin banyaknya DDGS yang ditambahkan pada pakan perlakuan. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yaitu penggunan DDGS sampai 40% pada pakan chanel catfish (Lim et al.,2009) dan pakan ikan nila (Lim et al., 2007) menunjukkan adanya peningkatan kandungan lemak di dalam tubuh ikan. Kekurangan asupan asam amino yang berasal dari pakan akan dipenuhi dari protein jaringan tubuh melalui proses katabolisme (Halver dan Hardy, 2002). Katabolisme merupakan proses penguraian suatu senyawa menjadi molekul-molekul kecil yang disertai dengan pelepasan energi. Kelebihan energi akan disimpan dalam bentuk triasilgliserol di dalam jaringan adiposa (Lehningeret al., 2002), oleh karena itu penambahan DDGS akan berdampak pada peningkatan retensi lemak di dalam tubuh ikan.

Pertumbuhan merupakan peningkatan korelasi berat tubuh dalam interval waktu tertentu (Watanabe, 1988). Pertumbuhan akan terjadi apabila terdapat kelebihan energi setelah digunakan untuk aktivitas biologis, seperti bernafas, berenang, proses metabolisme, dan perawatan (maintanance). Kelebihan energi tersebut akan digunakan untuk membangun jaringan baru yang berakibat pada pertumbuhan (Rosmawati, 2005).

Hasil penelitian penambahan DDGS pada pakan ikan gurame ini menunjukkan adanya pertumbuhan pada ikan yang dipelihara. Hal ini terlihat dari peningkatan bobot tubuh, serta nilai laju pertumbuhan harian yang cukup besar pada semua perlakuan yaitu 2,82-2,91% (Tabel 5). Peningkatan bobot tubuh ikan dari awal sampai akhir pemeliharaan adalah sebesar 304-346% (Gambar 2). Hal ini menunjukkan pakan berbasis DDGS dapat dimanfaatkan serta memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ikan, yang dibuktikan dengan LPH setiap perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05; Lampiran 9). Hertrampf dan Pascual (2000) menyatakan bahwa secara umum DDGS dapat digunakan dalam pakan ikan sebanyak 10-35%.

Tingkat kelangsungan hidup (Survival Rate) ikan gurame pada semua perlakuan ialah sebesar 100% (Tabel 5). Kelangsungan hidup 100% menandakan bahwa DDGS dapat digunakan sebagai sumber protein nabati dalam pakan ikan gurame. Selain itu, ikan juga berada dalam kondisi sehat dan lingkungan yang baik.

14 Efisiensi pakan merupakan persentase pertambahan bobot ikan dibagi dengan jumlah konsumsi pakan. Parameter ini digunakan untuk melihat seberapa efisien pakan tersebut digunakan untuk pertumbuhan pada kegiatan budidaya. Nilai efiseiensi pakan pada penelitian ini berkisar antara 64,52%-71,05%. Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 5) diketahui bahwa efisiensi pakan perlakuan DDGS 10%, 20%, dan 30% tidak berbeda nyata dengan perlakuan DDGS 0% (P>0,05; Lampiran 11). Akan tetapi nilai efisiensi pakan tertinggi terdapat pada perlakuan DDGS 20%. Kondisi ini disebabkan oleh JKP pada perlakuan DDGS 20% lebih rendah akan tetapi menghasilkan nilai LPH cukup tinggi, sehingga nilai efisiensi pakan menjadi lebih tinggi.

15

IV. KESIMPULAN

Penggunaan jumlah DDGS sebagai sumber protein nabati dengan kadar yang berbeda pada pakan benih ikan gurame sampai 30% tidak memberikan pengaruh terhadap laju pertumbuhan harian, dan kelangsungan hidup ikan. Penggunaan DDGS 20% memiliki nilai efisiensi pakan tertinggi.

16

DAFTAR PUSTAKA

Abidin H. 2011. Penggunaan Distillers Dried Grains With Solubles (DDGS) dan Hominy feed pada pakan ikan kerapu bebek Cromileptes altivelis [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut pertanian Bogor.

Guillaume J, Kaushik S, Bergot P, Metailler R. 1999. Nutrition and Feeding of Fish and Crustaceans. Springer-Praxia Book in Aquaculture and Fisheries, UK.

Halver JE, 1989. Fish Nutrition. Second Edition. Academy Press Inc, New York.

Halver JE, Hardy RW. 2002. Fish Nutrition.Third Edition. Academy Press Inc, New York.

Hertrampf JW, Pascual FP. 2000. Handbook on Ingredients for Aquaculture Feed. Kluwer Academic Publishers, London.

Lehninger AL. 2002. Dasar-Dasar Biokimia. Jilid 1. Maggy Thenawijaya, penerjemah. Jakarta, Erlangga. Terjemahan dari: Principles of Biochemistry.

Lim C, Aksoy MY, Klesius PH. 2009. Growth response and resistance to Edwardsiella ictaluri of channel catfish (Ictalurus punctatus) fed diets

containing distiller’s dried grains with solubles. World Aquaculture Society

40,182-193.

Lim C, Garcia JC, Aksoy MY, Klesius PH, Shoemaker CA, Evans JJ. 2007. Growth response and resistance to Streptococcus iniae of Nile tilapia, Oreochromis niloticus, fed diets containing distiller’s dried grains with

solubles. Journal of the World Aquaculture Society 38, 231–237.

Maina JG, Beames RM, Higgs D, Mbuguana PN, Iwama G, Kisian SM. 2002. Digestibility and feeding value of some feed ingredients fed to tilapia Oreochromis niloticus (L.). Aquaculture Research 33, 853-862.

National Research Council (NRC). 1993. Nutrient Requirements of Fish. National Academy of Sciences, Washington DC.

Rosmawati. 2005. Hidrolisa pakan buatan oleh enzim pepsin dan pangkreatin untuk meningkatkan daya cerna dan pertumbuhan benih ikan gurame (Osphronemus gouramy Lac.) [Tesis]. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Silmina D. 2011. Pemanfaatan Distillers Dried Grains With Solubles (DDGS) pada pakan terhadap pertumbuhan ikan mas Cyprinus carpio [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut pertanian Bogor.

17 Steffens W, 1989. Principle of fish Nutrition. Ellis Horwood Limited, England.

Suprayudi MA, Bintang M, Takeuchi T, Mokoginta I, Sutardi T. 1999. Defatted soybean meal as an alternative source to subtitute fish meal in the feed of giant gouramy Osphronemus gouramy Lac..Suisanzoshoku 47, 551-557.

Suprayudi MA, Takeuchi T, Mokoginta I, Kartikasari AT. 2000. The effect of aditional arginine in the high defated soybean meal diet on the growth of giant gouramy Osphronemus gouramy Lac. Fisheries Science 66, 807-811.

Suprayudi MA. 2010. Bahan baku pakan lokal: tantangan dan harapan aquaculture indonesia. Abstrak. Simposium Nasional Bioteknologi Akuakultur III. IPB International Covention Center, Bogor, 07 Oktober 2010, 31

Watanabe T, 1988. Fish Nutrition and Mariculture. Department of Aquatic Biosience. Tokyo University of Fisheries, JICA.

18

19 Lampiran 1. Prosedur analisis Cr2O3

Persamaan hubungan Cr2O3 dengan absorbansi adalah sebagai berikut: y = 0,2089x + 0,0032

Keterangan: x = Cr2O3 (mg) y = nilai absorbansi

Bahan ditimbang 0,1 g Dimasukkan dalam Labu Kjeldahl

Diencerkan hingga volume 100 ml

Diukur nilai absorban bahan dengan

spektrofotometer λ = 350 nm (Y)

Dipanaskan kembali hingga berwarna jingga Ditambahkan 3 ml HClO4

Dipanaskan hingga larutan tersisa ± 1 ml Ditambahkan 5 ml HNO3

Didinginkan

20 Lampiran 2. Prosedur analisis proksimat

Lampiran 2.1. Prosedur analisis kadar air

Cawan porselen dipanaskan pada suhu 105-110oC selama 1 jam, didinginkan dalam desikator, dan timbang (X1)

Cawan dan bahan dipanaskan selama 4 jam pada suhu 105-110oC, didinginkan dan ditimbang (X2)

21 Lampiran 2.2. Prosedur analisis kadar serat kasar

Bahan ditimbang 0,5 g (A), lalu dimasukkan

ke dalam erlenmeyer 250 ml

Ditambahkan 50 ml H2SO4 0,3 N lalu dipanaskan di atas hotplate

Setelah 30 menit ditambahkan 25 ml NaOH 1,5 N, lalu dipanaskan kembali selama 30 menit

Kertas saring dipanaskan pada labu Buchner yang telah terhubung dengan

vacuum pump

Kertas saring dipanaskan dalam oven, didinginkan, dan ditimbang (X1)

Dilakukan penyaringan larutan bahan dengan pembilasan secara berurutan sebagai berikut: 50 ml air panas, 50 ml H2SO4 0,3 N, 50 ml air panas, dan 25 ml Aceton.

Kertas saring hasil penyaringan dimasukkan ke dalam cawan porselen

Dipanaskan pada suhu 105-110oC selama 1 jam, didinginkan, dan ditimbang (X2)

Dipanaskan dalam tanur pada suhu 600oC hingga berwarna putih, didinginkan, dan ditimbang (X3)

Cawan porselen dipanaskan pada suhu 105-110oC

selama 1 jam, lalu didinginkan

22 Lampiran 2.3. Prosedur analisis kadar protein

Tahap oksidasi

Tahap destruksi

Tahap Titrasi

Keterangan:

Vb = ml 0,05 N titran NaOH untuk blanko Vs = ml 0,05 N titran NaOH untuk sampel A = bobot sampel (g)

* = setiap 0,05 NaOH ekivalen dengan 0,0007 g N ** = Faktor nitrogen

Bahan ditimbang 0,5 g (A) Katalis ditimbang 3 g H2SO4 pekat 10 ml

Dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl dan dipanaskan hingga berwarna hijau bening, didinginkan, dan diencerkan hingga volume

100 ml

Hasil destruksi dititrasi dengan NaOH 0,05 N

Dititrasi hingga 1 tetes setelah larutan menjadi bening

ml titran dicatat (V)

BLANKO

SAMPEL

2-3 tetes indikator Phenolphthalein 10 ml H2SO4 0,05 N

Dimasukkan ke dalam erlenmeyer 5 ml larutan hasil oksidasi dimasukkan

ke dalam labu destilasi

23 Lampiran 2.4. Prosedur analisis kadar lemak

Lampiran 2.5. Prosedur analisis kadar abu

Labu dipanaskan pada suhu 104-110oC selama 1 jam, didinginkan dalam desikator, dan timbang (X1)

Dimasukkan ke dalam tabung Soxhlet dan beri 100-150 ml N-Hexan hingga selongsong terendam. Sisa N-Hexan dimasukkan ke dalam labu

Bahan ditimbang 2-3 g (A) lalu dimasukkan ke dalam selongsong

Labu dipanaskan di atas hotplate hingga larutan perendam selongsong dalam Soxhlet berwarna bening

Labu dan lemak yang tersisa dipanaskan dalam oven selama 15 menit, didinginkan, lalu ditimbang (X2)

Cawan dipanaskan pada suhu 105-110oC selama 1 jam, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang (X1)

Bahan ditimbang 2-3 g (A), lalu dimasukkan ke dalam cawan

Cawan dan bahan dipanaskan di dalam tanur dengan suhu 600oC, didinginkan dan ditimbang (X2)

24 Lampiran 3. Data jumlah konsumsi pakan (JKP), laju pertumbuhan harian (LPH),

survival rate (SR), dan efisiensi pakan (EP)

Parameter Ulangan Perlakuan (% DDGS)

0 10 20 30 Biomassa Awal (g) 1 47,35 47,19 44,86 46,95 2 48,34 48,12 48,92 48,24 3 45,74 46,96 45,54 48,05 Rata-rata 47,14±1,31 47,42±0,61 46,44±2,17 47,75±0,70 Biomassa Akhir (g) 1 144,79 152,44 147,92 151,18 2 136 138,66 133,21 167,2 3 150,19 141,26 157,31 133,85 Rata-rata 143,66±7,16 144,12±7,32 146,15±12,15 150,74±16,68 JKP (g) 1 138,5 146,84 142,05 159,61 2 138,58 134,42 122,74 180,18 3 146,17 135,96 155,39 137,88 Rata-rata 141,08±4,41 139,07±6,77 140,06±16,42 159,22±21,15 SR (%) 1 100 100 100 100 2 100 100 100 100 3 100 100 100 100 Rata-rata 100±0,00 100±0,00 100±0,00 100±0,00 LPH (%) 1 2,83 2,97 3,03 2,97 2 2,62 2,68 2,54 3,16 3 3,02 2,79 3,15 2,59 Rata-rata 2,82±0,20 2,82±0,15 2,90±0,32 2,91±0,29 EP (%) 1 70,35 71,68 72,55 65,30 2 63,26 67,36 68,67 66,02 3 71,46 69,36 71,93 62,23 Rata-rata 68,36±4,45 69,46±2,16 71,05±2,08 64,52±2,02

25 Lampiran 4. Data retensi protein ikan uji

Parameter Ulangan Perlakuan (% DDGS)

0 10 20 30 Biomassa Ikan Awal (g) 1 47,35 47,19 44,86 46,95 2 48,34 48,12 48,92 48,24 3 45,74 46,96 45,54 48,05 Rata-rata 47,14±1,31 47,42±0,61 46,44±2,17 47,75±0,70 Biomassa Ikan Akhir (g) 1 144,79 152,44 147,92 151,18 2 136,00 138,66 133,21 167,20 3 150,19 141,26 157,31 133,85 Rata-rata 143,66±7,16 144,12±7,32 146,15±12,15 150,74±16,68 Protein Tubuh Awal (%) 16,55 16,55 16,55 16,55 Protein Tubuh Akhir (%) 15,60 14,28 13,64 12,22

Bobot Protein Tubuh Total Awal (g)

1 7,84 7,81 7,42 7,77

2 8,00 7,96 8,10 7,98

3 7,57 7,77 7,54 7,95

Rata-rata 7,80±0,22 7,85±0,10 7,69±0,36 7,90±0,12

Bobot Protein Tubuh Total Akhir (g)

1 22,59 21,77 20,18 18,47

2 21,22 19,80 18,17 20,43

3 23,43 20,17 21,46 16,36

Rata-rata 22,41±1,12 20,58±1,05 19,93±1,66 18,42±2,04

Jumlah Protein yang Disimpan (g) 1 14,75 13,96 12,75 10,70 2 13,22 11,84 10,07 12,45 3 15,86 12,40 13,92 8,40 Rata-rata 14,61±1,33 12,73±1,10 12,25±1,97 10,52±2,03 JKP (g) 1 138,50 146,84 142,05 159,61 2 138,58 134,42 122,74 180,18 3 146,17 135,96 155,39 137,88 Rata-rata 141,08±4,41 139,07±6,77 140,06± 16,42 159,22±21,15 Kadar Protein Pakan (%) 41,35 39,63 39,18 40,32

Jumlah protein pakan yang dikonsumsi (g) 1 57,27 58,19 55,66 64,35 2 57,30 53,27 48,09 72,65 3 60,44 53,88 60,88 55,59 Rata-rata 58,34±1,82 55,11±2,68 54,88±6,43 64,20±8,53 Retensi Protein (%) 1 25,76 23,99 22,91 16,63 2 23,06 22,22 20,95 17,13 3 26,24 23,01 22,86 15,12 Rata-rata 25,02±1,71 23,07±0,88 22,24±1,12 16,29±1,05

26 Lampiran 5. Data retensi lemak pakan uji

Parameter Ulangan Perlakuan (% DDGS)

0 10 20 30 Biomassa Ikan Awal (g) 1 47,35 47,19 44,86 46,95 2 48,34 48,12 48,92 48,24 3 45,74 46,96 45,54 48,05 Rata-rata 47,14±1,31 47,42±0,61 46,44±2,17 47,75± 0,70 Biomassa Ikan Akhir (g) 1 144,79 152,44 147,92 151,18 2 136,00 138,66 133,21 167,20 3 150,19 141,26 157,31 133,85 Rata-rata 143,66±7,16 144,12±7,32 146,15±12,15 150,74± 16,68 Lemak tubuh awal (%) 5,65 5,65 5,65 5,65 Lemak Tubuh Akhir (%) 6,04 8,67 9,04 10,57

Bobot Lemak Tubuh Total Awal (g)

1 2,68 2,67 2,53 2,65

2 2,73 2,72 2,76 2,73

3 2,58 2,65 2,57 2,71

Rata-rata 2,66±0,07 2,68±0,03 2,62±0,12 2,70±0,04

Bobot Lemak Tubuh Total Akhir (g)

1 8,75 13,22 13,37 15,98

2 8,21 12,02 12,04 17,67

3 9,07 12,25 14,22 14,15

Rata-rata 8,68±0,43 12,50±0,63 13,21±1,10 15,93±1,76

Jumlah Lemak yang Disimpan (g) 1 6,07 10,55 10,48 13,33 2 5,48 9,30 9,28 14,95 3 6,49 9,59 11,65 11,43 Rata-rata 6,01±0,50 9,82±0,65 10,59±1,20 13,24±1,76 JKP (g) 1 138,5 146,84 142,05 159,61 2 138,58 134,42 122,74 180,18 3 146,17 135,96 155,39 137,88 Rata-rata 141,08 ±4,41 139,07± 6,77 140,06±16,42 159,22±21,15 Kadar Lemak Pakan (%) 13,58 14,92 14,47 15,59

Jumlah Lemak Pakan yang Dikonsumsi (g) 1 18,81 21,91 20,55 24,88 2 18,82 20,06 17,76 28,09 3 19,85 20,29 22,48 21,50 Rata-rata 19,16± 0,06 20,75±1,01 20,27±2,38 24,82±3,30 Retensi Lemak (%) 1 32,27 48,16 52,72 53,56 2 29,14 46,39 52,24 53,21 3 32,68 47,30 51,80 53,19 Rata-rata 31,36±1,94 47,28±0,88 52,26±0,46 53,32±0,21

27 Lampiran 6. Hasil analisis statistik jumlah konsumsi pakan (JKP)

Anova

Sum of

Squares Df Mean Square F Sig.

Between

Groups 831.282 3 277.094 1.417 .307

Within Groups 1564.303 8 195.538

Total 2395.585 11

Lampiran 7. Hasil analisis statistik retensi protein (RP)

Anova

Sum of

Squares Df Mean Square F Sig.

Between

Groups 127.274 3 42.425 27.963 .000

Within Groups 12.138 8 1.517

Total 139.411 11

Duncan

Treatmen N Subset for alpha = 0.05

1 2 3 C 3 16.2933 B 3 22.2400 A 3 23.0733 23.0733 K 3 25.0200 Sig. 1.000 .431 .089

28 Lampiran 8. Hasil analisis statistik retensi lemak (RL)

Anova

Sum of

Squares Df Mean Square F Sig.

Between

Groups 925.660 3 308.553 257.778 .000

Within Groups 9.576 8 1.197

Total 935.236 11

Duncan

Treatmen N Subset for alpha = 0.05

1 2 3 K 3 31.3633 A 3 47.2833 B 3 52.2533 C 3 53.3200 Sig. 1.000 1.000 .267

Lampiran 9. Hasil analisis statistik laju pertumbuhan harian (LPH)

Anova

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Between

Groups .024 3 .008 .126 .942

Within Groups .500 8 .063

29 Lampiran 10. Hasil analisis statistik kelangsungan hidup (SR)

Anova

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Between

Groups .024 3 .008 .126 .942

Within Groups .500 8 .063

Total .524 11

Lampiran 11. Hasil analisis statistik efisiensi pakan (EP)

Anova Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Between Groups 69.694 3 23.231 2.828 .107 Within Groups 65.720 8 8.215 Total 135.414 11 Duncan

Treatmen N Subset for alpha = 0.05

1 2 C 3 64.5167 K 3 68.3567 68.3567 A 3 69.4667 69.4667 B 3 71.0500 Sig. .077 .302

PENGGUNAAN DISTILLERS DRIED GRAIN WITH

Dokumen terkait