• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Teknoekonomi Aspek Teknis dan Teknologis

Aspek teknis dan teknologis terdiri dari spesifikasi bahan baku, penentuan kapasitas produksi, pemilihan teknologi proses serta mesin, peralatan dan kemasan.

a. Spesifikasi Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan minuman emulsi minyak sawit adalah minyak sawit mentah (Crude Palm Oil). Spesifikasi CPO merujuk pada SNI 01-2901-2006 pada Tabel 3.

Kriteria uji Persyaratan mutu Warna Jingga kemerah-merahan

Kadar air (%) 0.5 maks

Asam lemak bebas (%) 0.5 maks Bilangan iod (g yodium/100 g) 50-55

Selanjutnya, akan dilakukan proses pemurnian (refining) terhadap CPO yang meliputi proses degumming, deasidifikasi, deodorisasi dan fraksinasi. Fraksi olein hasil fraksinasi selanjutnya akan menjadi bahan pembuatan minuman emulsi minyak sawit.

b. Penentuan kapasitas produksi

Penentuan kapasitas produksi dilakukan dengan memperhatikan pasar, bahan baku dan kemampuan investasi (Sari 2013). Sedangkan menurut Sutojo (2000), kapasitas produksi ditentukan berdasarkan perpaduan hasil penelitian berbagai macam komponen evaluasi yaitu perkiraan jumlah penjualan produk di masa mendatang atau kemungkinan pasar yang akan diraih, kemungkinan pengadaan bahan baku, bahan pembantu dan tenaga kerja serta tersedianya mesin dan peralatan di pasar sesuai teknologi yang diterapkan. Produk minuman emulsi minyak sawit merupakan produk yang tergolong baru di pasar. Sehingga, Tabel 3 SNI 01-2901-2006

16

ditetapkan kapasitas industri minuman emulsi minyak sawit dalam penelitian ini adalah 1 ton CPO/hari atau 300 ton CPO/tahun.

c. Pemilihan teknologi proses

Proses pembuatan minuman emulsi minyak sawit terdiri dari dua tahap yaitu tahap pemurnian CPO dan pembuatan minuman emulsi dari fraksi olein minyak sawit. Proses pemurnian CPO umumnya terdiri dari tahap degumming, deasidifikasi, bleaching, deodorisasi dan fraksinasi (Kusnandar 2010). Namun pada penelitian ini tidak dilakukan proses bleaching karena sekitar 80% kadar karotenoid dalam CPO akan hilang selama proses bleaching (Helena 2003). Proses degumming bertujuan untuk memisahkan getah atau lendir yang terdiri dari fosfatida, protein, residu, karbohidrat, air dan resin tanpa mengurangi asam lemak bebas dalam minyak. Dari proses degumming akan diperoleh minyak sawit yang berwarna merah, lebih homogen dan tidak ada lagi endapan (Ketaren 2005). Proses degumming pada penelitian ini dilakukan dengan menambahkan asam fosfat 85% sebanyak 0.15% dari bobot CPO beserta pengadukan secara perlahan dan pemanasan pada suhu 80℃ selama 15 menit. Tahap selanjutnya adalah proses netralisasi atau deasidifikasi. Netralisasi bertujuan memisahkan senyawa-senyawa terlarut seperti asam lemak bebas, fosfatida dan hidrokarbon. Pada dasarnya netralisasi merupakan proses memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau lemak dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun (Winarno 2008). Pada penelitian ini, proses netralisasi dilakukan dengan mereaksikan asam lemak bebas dengan NaOH pada suhu 59±2℃ selama 25 menit sehingga membentuk sabun (Widarta 2008). Sabun yang terbentuk akan membantu pemisahan kotoran dengan cara membentuk emulsi. Sabun dan emulsi dipisahkan dengan sentrifugasi menggunakan spinner. Sentrifugasi dilakukan dengan kecepatan tinggi untuk pemisahan fase berat dan ringan berdasarkan densitas (Ketaren 2005).

Proses berikutnya adalah deodorisasi. Tujuan dari tahap ini adalah menghilangkan bau dan rasa (flavor) yang tidak enak dalam minyak. Prinsip dari proses deodorisasi ini yaitu penyulingan minyak dengan uap panas dalam tekanan atmosfer atau keadaan vakum (Winarno 2008). Proses deodorisasi dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan penelitian Riyadi (2009) yang dilakukan dengan homogenisasi minyak dalam tangki deodorizer selama 10 menit pada suhu 46±2℃. Selanjutnya, dilakukan pemanasan pada suhu 140℃ selama 1 jam dalam kondisi vakum dengan laju alir N2 20 L per jam. Selanjutnya, minyak sawit didinginkan pada kondisi vakum pada suhu 70℃. Selanjutnya dilakukan proses fraksinasi yang bertujuan untuk memisahkan fraksi cair (olein) dan fraksi padat (stearin). Proses fraksinasi dilakukan sesuai dengan metode Widarta (2008) yang didahului dengan pemanasan sampel sampai dengan suhu 70℃. Kemudian, dilakukan penurunan suhu secara bertahap 5℃ per 60 menit sampai dengan suhu 20℃. Terakhir, tahap separasi dilakukan menggunakan membran filter press. Fraksi padat (stearin) akan tertahan pada membran filter press. Sedangkan, fraksi cair (olein) akan mengalir melalui pipa. Selanjutnya, fraksi cair (olein) akan digunakan sebagai bahan pembuatan minuman emulsi.

17

Menurut Sari (2013), proses pemurnian CPO akan menghasilkan fraksi olein sebesar 72.40% dan stearin 23.10%. Selain itu, menurut Lai et al. (2012) fraksinasi minyak sawit akan menghasilkan fraksi olein sebanyak 70-80% dan fraksi stearin sebanyak 20-30%. Namun, proses fraksinasi yang dilakukan pada penelitian ini kurang optimal sehingga hanya menghasilkan rendemen fraksi olein sebesar 47.94% dan fraksi stearin sebesar 52.06%. Meskipun rendemen fraksi olein yang dihasilkan pada penelitian ini kurang optimal, hal ini tidak berpengaruh signifikan terhadap karakteristik mutu fraksi olein. Karena, perbedaan metode atau kondisi fraksinasi minyak sawit yang diterapkan terutama mempengaruhi karakteristik fraksi stearin. Seperti yang terjadi pada penelitian ini yaitu fraksi stearin yang bersifat kurang padat dan lembek dikarenakan masih mengandung fraksi olein didalamnya akibat proses pemisahan fraksi olein dan stearin yang dilakukan kurang optimal. Dengan mengubah metode dan kondisi fraksinasi, akan didapatkan berbagai variasi stearin dengan sifat fisik dan kimia yang berbeda. Namun, perbedaan sifat fisik dan kimia fraksi olein sangat minimal (Basiron 2005). Selain itu, berdasarkan nilai parameter kritis pada minuman emulsi di penelitian ini yaitu kadar β-karoten sebesar 399.07 ppm, masih mendekati kadar

β-karoten minuman emulsi yang dibuat dengan olein hasil fraksinasi skala industri pada penelitian Surfiana (2002) sebesar 310.87 ppm (kisaran 300 ppm). Hal ini disebabkan karena perlakuan utama pada proses fraksinasi ialah proses kristalisasi melalui penurunan suhu yang tidak menyebabkan degradasi komponen β-karoten secara signifikan seperti pada proses pemanasan. Oleh sebab rendemen fraksi olein yang dihasilkan di penelitian ini kurang optimal, proses perhitungan rendemen olein akan didasarkan pada penelitian Sari (2013). Selanjutnya, diagram alir proses pemurnian CPO berdasarkan penelitian Sari (2013) dapat dilihat pada Lampiran 2.

Tahap selanjutnya adalah proses pembuatan minuman emulsi minyak sawit. Pembuatan minuman emulsi dilakukan dengan menggunakan formula modifikasi hasil penelitian Surfiana (2002) yang terdiri dari rasio olein minyak sawit dan air 7:3, emulsifier tween 80 1%, dan bahan tambahan high fructose syrup 15%, flavor

melon 1.5%, pengawet natrium benzoat 0.2%, BHT 200 ppm dan EDTA 200 ppm dengan proses homogenisasi menggunakan homogenizer ultra-turrax kecepatan 8000 rpm selama 1, 3 dan 4 menit. Modifikasi yang dilakukan ialah penggantian flavor jeruk dengan flavor melon karena berdasarkan penelitian Pramesti (2014), flavor melon lebih disukai panelis dibandingkan flavor jeruk. Pertimbangan pemilihan rasio olein minyak sawit:air ,emulsifier, BTP,waktu dan kecepatan homogenisasi dilakukan berdasarkan formulasi dengan kestabilan emulsi terbaik dan kandungan β-karoten tertinggi pada penelitian Surfiana (2002) dan Saputra (1996).

Proses termal yang diterapkan pada proses pembuatan minuman emulsi adalah proses pasteurisasi pada suhu 70ºC selama 10 menit. Pemilihan proses termal pasteurisasi didasari karakteristik minuman emulsi yang memiliki pH < 4.6 dan sensitif terhadap perlakuan panas tinggi yang dapat menyebabkan kerusakan mutu seperti komponen bioaktif β-karoten yang dapat rusak karena pemanasan tinggi (Nollet 1992) dan sifat stabilitas emulsi yang dipengaruhi oleh

18

suhu (Rita 2011). Selain itu, pemilihan suhu dan waktu pasteurisasi juga didasari penelitian Rita (2011) bahwa perlakuan pasteurisasi pada suhu 70ºC selama 10 menit untuk minuman emulsi minyak sawit menghasilkan kestabilan emulsi terbaik (97.81%) dan jumlah mikroba yaitu 4X101 koloni/g, jauh dibawah batas maksimum SNI 01-3816-1995 mengenai santan cair yaitu 1X105 koloni/g.

d. Mesin, peralatan dan kemasan

Proses pembuatan minuman emulsi membutuhkan beberapa mesin diantaranya adalah mesin pemurnian CPO untuk produksi secara kontinu (boiler,

degumming tank, deacidification machine, deodorizer machine, fractionation tank, membrane filter press), homogenizer dan pasteurizer. Sedangkan, peralatan yang digunakan adalah timbangan dan tangki penyimpanan stok CPO dan olein. Mesin dan peralatan yang digunakan disesuaikan dengan kapasitas produksi, input dan output masing-masing alat dan akan mempengaruhi harga pembelian mesin dan peralatan tersebut (Christdianti 2015). Minuman emulsi minyak sawit akan dikemas dengan botol kaca gelap untuk melindungi komponen beta karoten yang sensitif terhadap pengaruh cahaya. Spesifikasi mesin, peralatan dan kemasan dapat dilihat pada Lampiran 3. Sedangkan diagram alir proses dan kapasitas alat dapat dilihat pada Lampiran 4.

Aspek Finansial

a. Asumsi perhitungan finansial

Asumsi – asumsi yang digunakan dalam analisis finansial industri minuman emulsi minyak sawit adalah sebagai berikut:

1. Umur ekonomis proyek selama 10 tahun, berdasarkan umur ekonomis mesin dan peralatan yang digunakan

2. Kapasitas produksi adalah 1000 kg CPO (Crude Palm Oil) per hari.

3. Produksi pada tahun pertama sebesar 80%, pada tahun ke-2 sebesar 90%, dan pada tahun ke-3 sampai tahun ke-10 sebesar 100%

4. Jumlah hari kerja dalam setahun adalah 300 hari, 25 hari dalam satu bulan, dan 12 bulan dalam satu tahun.

5. Nilai sisa mesin dan peralatan adalah 10% dari nilai awal, biaya pemeliharaan mesin adalah 10% dari nilai awal, bunga modal 12% dan biaya asuransi sebesar 0.5% dari nilai awal.

6. Umur ekonomis mesin dan peralatan adalah 10 tahun. 7. Discount factor diasumsikan 12%

8. Besarnya pajak dihitung berdasarkan Undang-Undang PPh Nomor 36 tahun 2008, pajak penghasilan untuk perusahaan sebesar 25%

9. Pembayaran kredit investasi menggunakan metode flat rate

10.Nilai tukar dolar terhadap rupiah adalah 1U$ = Rp 13,500.00 b. Biaya investasi

Biaya investasi merupakan biaya yang dibutuhkan untuk mendirikan industri minuman emulsi minyak sawit. Biaya investasi dibagi menjadi dua yaitu biaya investasi tetap dan biaya modal kerja. Biaya investasi tetap meliputi biaya untuk pembelian mesin dan perakitan produksi serta biaya untuk pemasangan

19

fasilitas penunjang. Biaya modal kerja adalah biaya yang diperlukan untuk melaksanakan operasional awal industri yang disesuaikan dengan kebijakan perusahaan. Asumsi yang digunakan untuk menentukan modal kerja pada penelitian ini adalah account receivable 25 hari, inventory 10 hari dan account payable 25 hari. Account receivable dan account payable diasumsikan 25 hari sebagai biaya operasional untuk 1 bulan, sedangkan inventory diasumsikan 10 hari sebagai persediaan bahan baku (Christdianti 2015).

Biaya investasi untuk industri minuman emulsi minyak sawit adalah sebesar Rp 7,875,271,500.00 dan biaya modal kerja untuk 25 hari sebesar Rp 1,242,501,714.06. Perhitungan biaya investasi dapat dilihat pada Tabel 4. Rincian lengkap biaya investasi dapat dilihat pada Lampiran 5. Perhitungan modal kerja dapat dilihat pada Tabel 5.

No Deskripsi Hari Total (Rp)

1 Account receivable 25 1,402,095,575.31

2 Inventory 10 106,395,907.50

3 Account payable 25 (265,989,768.75)

Modal kerja 1,242,501,714.06

Angsuran biaya investasi adalah sebesar Rp 787,527,150.00 per tahun dengan bunga sebesar 12% per tahun dari sisa angsuran. Angsuran modal kerja adalah sebesar Rp 414,167,238.02 per tahun dengan bunga sebesar 12% per tahun dari sisa angsuran. Rincian pembayaran biaya investasi dan modal kerja dapat dilihat pada Lampiran 6 dan Lampiran 7. Sumber pendanaan menggunakan asumsi 100% berasal dari pinjaman bank dengan bunga kredit 12% per tahun. Periode pembayaran biaya investasi adalah 10 tahun dan periode pembayaran modal kerja adalah 3 tahun dengan metode flat rate.

c. Biaya pemeliharaan, biaya penyusutan, biaya bunga modal dan asuransi

Biaya pemeliharaan didefinisikan sebagai biaya yang diperlukan untuk menjaga peralatan produksi berfungsi sebagaimana mestinya selama umur ekonomis. Menurut Pramudya (2010), biaya pemeliharaan meliputi biaya penggantian bagian yang telah aus, upah tenaga kerja terampil untuk perbaikan khusus, pembersihan/pencucian dan perbaikan-perbaikan karena faktor yang tak terduga. Diasumsikan umur ekonomis mesin dan peralatan adalah 10 tahun dan biaya pemeliharaan 10% dari harga awal/ Sehingga, biaya pemeliharaan industri minuman emulsi minyak sawit adalah Rp 783,303,000.00 per tahun .Sedangkan,

No Deskripsi Total harga (Rp) 1 Mesin dan alat 7,833,030,000.00 2 Fasilitas penunjang 42,241,500.00 Total investasi 7,875,271,500.00

Tabel 4 Perhitungan biaya investasi

20

biaya penyusutan adalah penurunan nilai dari suatu alat/mesin akibat dari pertambahan umur pemakaian (waktu). Hal-hal yang menyebabkan nilai suatu mesin/alat berkurang menurut Pramudya (2010) adalah:

1. Adanya bagian-bagian yang rusak atau aus karena lamanya waktu pemakaian sehingga alat tersebut tidak bisa bekerja dengan kemampuan seperti sebelumnya. Yang dimaksud dengan bagian mesin/alat disini adalah bagian utama yang tidak ekonomis lagi bila diganti. Misalnya kerangka utama dari mesin yang sudah lama dan tidak sempurna lagi kerjanya sehingga kapasitas mesin menjadi berkurang,

2. Adanya peningkatan biaya operasi dari sejumlah unit output yang sama bila dibandingkan pada mesin yang masih baru. Peningkatan biaya ini misalnya karena penambahan biaya pemeliharaan dan penambahan tenaga. Penambahan biaya operasi ini menunjukkan merosotnya nilai alat/mesin tersebut,

3. Karena perkembangan teknologi akan selalu muncul alat/mesin yang lebih praktis dan lebih efisien sehingga alat/mesin lama nilainya akan merosot. Alat-alat yang lama walaupun masih cukup baik untuk dioperasikan tidak ekonomis lagi kalau terus dipergunakan., sehingga orang cenderung berpikir untuk mengganti alat/mesin yang baru yang lebih praktis dan lebih efisien,

4. Adanya pengembangan perusahaan. Dengan adanya perkembangan perusahaan, maka alat/mesin yang dipergunakan harus diganti disesuaikan dengan perkembangannya. Sehingga alat-alat yang lama nilainya akan menurun.

Penghitungan biaya penyusutan menggunakan metode garis lurus dengan asumsi nilai sisa mesin dan peralatan adalah 10% dari harga awal. Sehingga, biaya penyusutan mesin dan alat industri minuman emulsi minyak sawit adalah Rp 704,972,700.00 per tahun. Biaya bunga modal sebesar 12% dan asuransi sebesar 0,5% sehingga didapatkan total biaya bunga modal dan asuransi sebesar Rp 538,520,812.50 per tahun. Rincian biaya pemeliharaan, penyusutan, bunga modal dan asuransi dapat dilihat pada Lampiran 8.

d. Biaya produksi dan harga produk

Biaya produksi adalah biaya keseluruhan yang dibutuhkan untuk kelancaran produksi sehingga dapat menghasilkan produk usaha. Biaya produksi dikeluarkan secara berkala selama usaha tersebut berjalan. Biaya produksi terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap merupakan biaya yang jumlahnya akan selalu tetap walaupun intensitas volume kegiatan berubah, sedangkan biaya variabel merupakan biaya yang jumlahnya akan berubah dengan perubahan intensitas volume kegiatan. Biaya tetap meliputi, gaji tenaga kerja tak langsung, biaya pemeliharaan, biaya penyusutan, biaya bunga modal dan asuransi. Biaya variabel meliputi, gaji tenaga kerja langsung,biaya bahan baku, biaya kemasan, dan biaya utilitas (Christdianti 2015).

Total biaya tetap per tahun industri minuman emulsi minyak sawit sebesar Rp 2,170,796,512.50 dan total biaya variabel per tahun sebesar Rp 7,726,348,725.00. Komponen biaya variabel yang paling tinggi adalah kemasan botol kaca gelap dan bahan baku CPO masing-masing per tahun sebesar Rp 3,098,371,500.00 dan Rp 1,768,800,000.00. Total biaya produksi yang dibutuhkan untuk industri minuman emulsi minyak sawit dalam satu tahun adalah sebesar Rp 9,897,145,237.50. Rincian biaya produksi dapat dilihat pada Tabel 7. Sedangkan rincian biaya produksi dapat dilihat pada Lampiran 9.

21

No Deskripsi Biaya Total per Tahun (Rp) 1 Biaya tetap

Gaji tenaga kerja tak langsung 144,000,000.00 Biaya pemeliharaan 783,303,000.00 Biaya penyusutan 704,972,700.00 Biaya bunga modal dan asuransi 538,520,812.50 Subtotal 2,170,796,512.50 2 Biaya variable

Gaji tenaga kerja langsung 270,000,000.00 Biaya bahan baku dan bahan

pembantu 3,191,877,225.00 Biaya kemasan 3,754,111,500.00 Biaya utilitas 510,360,000.00 Subtotal 7,726,348,725.00 Total biaya 9,897,145,237.50

Produksi minuman emulsi minyak sawit dengan bahan baku 1000 kg CPO per hari menghasilkan 1,457.308 L minuman emulsi per hari atau 7286 botol (200 ml) per hari atau 2,185,800 botol (200 ml) per tahun. Total biaya produksi selama setahun sebesar Rp 9,897,145,237.50 sehingga didapatkan biaya pokok produksi sebesar Rp 4,527.93 per botol (200 ml) minuman emulsi. Persentase keuntungan ditetapkan sebesar 70% sehingga harga jual produk adalah Rp 7,697.48 ditambah PPN 10% sehingga harga jual produk+PPN adalah sebesar Rp 8,500.00. Minuman emulsi minyak sawit memiliki keunggulan baik dari segi harga jual maupun kandungan nutrisi dibandingkan dengan produk sejenis yang ada di pasaran. Perbandingan minuman emulsi dengan produk sejenis yang ada di pasaran dapat dilihat pada Lampiran 17.

e. Proyeksi laba rugi

Proyeksi laba rugi digunakan untuk mengetahui tingkat keuntungan atau laba rugi suatu usaha. Laba rugi merupakan selisih antara penerimaan hasil penjualan produk dengan total pengeluaran. Laba bersih diperoleh dari pengurangan laba kotor dengan pajak (Christdianti 2015). Pajak yang digunakan yaitu sebesar 25% berdasarkan Undang-Undang No.36 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan. Proyeksi laba rugi dapat dilihat pada Lampiran 10. Berdasarkan laporan laba rugi, pada tahun ke-1 industri minuman emulsi minyak sawit memperoleh laba bersih Rp 3,831,181,522.88, pada tahun ke-2 laba bersih sebesar Rp 4,513,591,386.28 dan pada tahun ke-3 sampai dengan tahun ke-10 laba bersih sebesar Rp 5,196,001,249.69. Perbedaan laba bersih pada tahun ke-1, ke-2 dan tahun ke-3 sampai dengan tahun ke-10 disebabkan adanya peningkatan kapasitas yaitu 80% pada tahun pertama, 90% pada tahun ke-2 dan 100% pada tahun ke-3 sampai dengan tahun ke-10.

22

f. Break Even Point (BEP)

Analisis break even adalah suatu teknik analisis untuk mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya variabel keuntungan dan volume kegiatan yang terjadi di suatu perusahaan. Sementara yang dimaksud dengan break even adalah suatu keadaan di mana total revenue persis sama dengan total cost. Dengan demikian, dalam kondisi break even perusahaan tidak memperoleh keuntungan dan tidak pula menderita kerugian (Halim 2012). Nilai BEP industri minuman emulsi minyak sawit adalah 521,489.42 botol atau 23.86% total kapasitas produksi (2,185,800 botol) atau setara dengan pendapatan Rp 4,014,153,243.48. per tahun. Rincian perhitungan BEP dapat dilihat pada Lampiran 11.

g. Kriteria kelayakan investasi

Kriteria kelayakan investasi digunakan untuk menilai kelayakan suatu proyek atau membuat peringkat (ranking) beberapa proyek yang harus dipilih (Pramudya 2010). Kriteria kelayakan investasi dapat dihitung setelah proyeksi arus kas ditentukan (Christdianti 2015). Proyeksi arus kas dapat dilihat pada Lampiran 12. Kriteria kelayakan investasi yang digunakan untuk menilai kelayakan proyek industri minuman emulsi minyak sawit adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) dan

Pay Back Period (PBP). Hasil perhitungan kriteria kelayakan investasi dapat dilihat pada Tabel 7. Perhitungan kriteria kelayakan investasi dapat dilihat pada Lampiran 13. Parameter Nilai NPV (Rp) 8,154,083,367.42 IRR (%) 23,54 Net B/C 2,04 PBP (tahun) 3,39

Net Present Value (NPV) merupakan perbedaan nilai investasi sekarang dari keuntungan dan biaya di masa yang akan datang (Sari 2013). Perhitungan angka yang dihasilkan menunjukkan besarnya penerimaan bersih setelah dikalikan dengan discount factor yang dihitung pada masa kini (Christdianti 2015). Nilai NPV yang diperoleh adalah sebesar Rp 8,154,083,367.42. Dengan nilai NPV yang lebih besar dari 0, dapat disimpulkan bahwa industri minuman emulsi minyak sawit layak didirikan.

Internal Rate of Return (IRR) adalah bilangan yang menunjukkan tingkat pengembalian modal suatu proyek yang dinyatakan dalam % per tahun. Nilai IRR industri minuman emulsi minyak sawit adalah 23,54%. Dengan nilai IRR yang lebih besar dari interest rate (12%), dapat disimpulkan bahwa industri minuman emulsi minyak sawit layak didirikan.

23

Kriteria selanjutnya adalah Net Benefit Cost Ratio (Net B/C). Net B/C merupakan perbandingan dari nilai present value yang positif dengan nilai present value yang negatif. Nilai Net B/C industri minuman emulsi minyak sawit adalah 2,04. Hal ini menunjukkan bahwa proyek layak dilaksanakan karena nilai Net B/C lebih dari 1.

Pay Back Period (PBP) adalah bilangan yang menyatakan jangka waktu pengembalian modal investasi suatu proyek yang dinyatakan dalam tahun. Nilai PBP berbanding terbalik dengan NPV. Semakin besar nilai NPV maka nilai PBP akan semakin kecil dan sebaliknya. Nilai PBP industri minuman emulsi minyak sawit berdasarkan perhitungan adalah 3,39 tahun atau 3 tahun 5 bulan.

h. Analisis sensitivitas

Analisis sensitivitas bertujuan untuk mengetahui berbagai faktor terhadap kemampuan proyek mencapai jumlah hasil, penjualan dan keuntungan. Analisis sensitivitas diperlukan apabila terjadi suatu kesalahan dalam menilai biaya atau manfaat serta untuk mengantisipasi kemungkinan terjadi perubahan suatu unsur harga pada saat proyek tersebut dilaksanakan (Sutojo 2000).

Pada penelitian ini, analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel kenaikan harga kemasan botol kaca gelap, bahan baku CPO dan penurunan kapasitas produksi terhadap kriteria kelayakan investasi yaitu NPV, IRR, Net B/C dan PBP. Variabel kenaikan harga kemasan botol kaca gelap ditetapkan sebesar 10% dan 20%. Variabel kenaikan harga bahan baku CPO ditentukan berdasarkan pengamatan terhadap pergerakan harga CPO selama 5 tahun terakhir (2012-2016) yaitu sebesar 20% dan 30%. Sedangkan variabel penurunan kapasitas produksi ditetapkan sebesar 10% dan 20%. Grafik perubahan nilai NPV, IRR, Net B/C dan PBP terhadap kenaikan harga kemasan botol kaca gelap dapat dilihat pada gambar 3, 4, 5 dan 6. Grafik perubahan nilai NPV, IRR, Net B/C dan PBP terhadap kenaikan harga bahan baku (CPO) dapat dilihat pada gambar 7, 8, 9 dan 10. Grafik perubahan nilai NPV, IRR, Net B/C dan PBP terhadap penurunan kapasitas produksi dapat dilihat pada Gambar 11, 12, 13 dan 14. Sedangkan, hasil analisis sensitivitas terhadap variabel kenaikan harga botol kaca gelap, kenaikan harga bahan baku (CPO) dan variabel penurunan kapasitas produksi dapat dilihat pada Lampiran 14, 15 dan 16.

24 0 2 4 6 8 10 1400 1500 1600 1700 1800 M il y a r R upia h

Harga Botol Kaca Gelap (Ribu Rupiah)

NPV

NPV 20,50 21,00 21,50 22,00 22,50 23,00 23,50 24,00 1400 1500 1600 1700 1800 % per ta hu n

Harga Botol KacaGelap (Ribu Rupiah)

IRR

IRR 1,70 1,75 1,80 1,85 1,90 1,95 2,00 2,05 1400 1500 1600 1700 1800 Ra sio

Harga Botol Kaca Gelap (Ribu Rupiah)

Net B/C

Net B/C

Gambar 3 Grafik perubahan nilai NPV terhadap kenaikan harga botol kaca gelap

Gambar 4 Grafik perubahan nilai IRR terhadap kenaikan harga botol kaca gelap

25 3,38 3,40 3,42 3,44 3,46 3,48 3,50 3,52 3,54 3,56 1400 1500 1600 1700 1800 T a hu n

Harga Botol Kaca Gelap (Ribu Rupiah)

PBP (Tahun)

PBP (Tahun) 0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 M ily a r Rupi a h

Harga CPO (Ribu Rupiah)

NPV

NPV 21,00 21,50 22,00 22,50 23,00 23,50 24,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 % per ta hu n

Harga CPO (Ribu Rupiah)

IRR

IRR

Gambar 7 Grafik perubahan nilai NPV terhadap kenaikan harga CPO

Gambar 8 Grafik perubahan nilai IRR terhadap kenaikan harga CPO Gambar 6 Grafik perubahan nilai PBP terhadap kenaikan harga botol kaca gelap

26 1,75 1,80 1,85 1,90 1,95 2,00 2,05 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 R a sio

Harga CPO (Ribu Rupiah)

Net B/C

Net B/C 3,35 3,40 3,45 3,50 3,55 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 Ta hun

Harga CPO (Ribu Rupiah)

PBP (Tahun)

PBP (Tahun) (2,00) 0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 0 100 200 300 400 M ily a r Rupi a h

Kapasitas produksi (ton CPO/tahun)

NPV

NPV

Gambar 9 Grafik perubahan nilai Net B/C terhadap kenaikan harga CPO

Gambar 10 Grafik perubahan nilai PBP terhadap kenaikan harga CPO

27 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 0 100 200 300 400 % per ta hu n

Kapasitas produksi (ton CPO/tahun)

Dokumen terkait