• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Terhadap Faktor-Faktor Yang Melatarbelakangi Masyarakat di Dusun Godongan Kidul Purworejo Geger Madiun

ANALISIS PENETAPAN AWAL BULAN QAMARIYAH DENGAN SISTEM ABOGE DI DUSUN GODONGAN KIDUL PURWOREJO GEGER

B. Analisis Terhadap Faktor-Faktor Yang Melatarbelakangi Masyarakat di Dusun Godongan Kidul Purworejo Geger Madiun

Menggunakan Perhitungan Aboge.

81 Ali Akbar, Hasil Wawancra, 16 April 2018.

82 Ahmad Izzuddin, Penelitian Hisab Rukyah Islam Kejawen (Studi Atas Metode Hisab Rukyah Sistem Aboge) (UIN Semarang : 2008) 133.

77

Ada beberapa faktor yang menyebabkan masyarkat dusun Godongan

Kidul Purworejo Geger Madiun masih menggunakan sistem hisab Aboge,

berdasarkan penelitian yang penulis temukan, faktor-faktor tersebut

adalah:

1. Kepercayaan Masyarakat

Keyakinan ataupun kepercayaan masyarakat yang mengiktuti hisab

Jawa Islam Aboge di dusun Godongan Kidul masih sangat kental,

seperti penjelasan di bab sebelumnya bahwa masyarakat desun

Godongan Kidul sngat yakin dan percaya dengan perhitungan hisab

tersebut, keyakinan mereka muncul yang disebabkan dari ajaran

thoriqoh Satariyah yang didapat dari guru besar dari Ngawi yang

mereka anggap sebagai guru yang maksum, kenyakinan tersebut

semakin kuat dengan adanya masukan-masukan yang datang dari luar,

masukan tersebut sulit untuk diterima oleh masyarakat, masukan

tersebut berasal dari MWC NU Kecamatan Geger, menurut penuturan

bapak Zarnuzi,83 yang selama ini sudah pernah memberikan sosialisasi

terkait penentuan awal bulan Qamariyah, khususnya mengenai hari

besar Islam seperti Ramad{a>n, Shawa>l, dan Dhu>lhijah, sebaiknya persoalan awal bulan dibedakan antara tradisi dan agama, karena salah

satu dari tokoh Aboge sendiri adalah anggota ormas NU di Kecamatan

Geger kenapa penetapannya tidak sesuai dengan yang diikuti NU

sendiri, dan jawaban yang dilontarkan adalah mereka mengikuti guru

thoriqoh Satariyah mursyid yang ada di Ngawi dan mereka juga sudah

yakin betul dengan perhitungan tersebut. Namun demikian, bapak

Zarnuzi sebagai warga NU menanggapinya sebagai toleransi dalam

menyikapi perbedaan dalam penentuan awal bulan Qamariyah.

Penggunaan hisab Jawa Aboge sebagai penentuan awal bulan

Qamariyah merupakan salah satu dari pemanfaatan hisab Jawa Aboge

tersebut. Hisab Jawa juga digunakan dalam penentuan hari

menyangkut adat-istiadat yang mereka pegangi, seperti suranan,

sedekah bumi, dan juga meyangkut petangan Jawa yang berhubungan

dengan penentuan hari tertentu yang dianggap hari baik atau

buruk.84 Namun demikian, keyakinan dan kepercayaan yang

menyangkut tradisi hendaknya dibedakan dengan keyakinan yang

menyangkut ibadah. Hal inilah yang telah dilakukan oleh Kraton

Yogyakarta yang notabenenya merupakan pusat budaya Jawa. Pihak

Kraton lebih tepat mengambil sikap dengan membedakan dan

menempatkan antara budaya dan agama.85 Jika pihak Kraton yang

menjadi pusat peradaban Jawa telah berubah dan juga mengikuti

pemerintah dalam penentuan awal bulan Qamariyah dalam hal ibadah,

masyarakat yang mengikuti Aboge di dusun Godongan Kidul masih

benar- benar yakin terhadap perhitungan Jawa priode Aboge yang

seharusnya telah berganti ke Asapon.

84 Purwandi, Sejarah Sultan Agung, 123.

85 Anifatul Kiftiyah, Skirpsi “Penggunaan Penanggalan Jawa Islam Dalam Pelaksanaan Ibadah Di Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat”, 69.

79

Keyakinan mereka terhadap perhitungan Aboge dapat dilihat juga

dari praktek kejawen yang mereka lakukan dalam kehidupan

sehari-hari, seperti perhitungan-perhitungan tentang hari-hari baik yang

saat ini masih diamalkan, mulai dari pendirian Rumah, memulai

menanam, menetukan hari pernikahan, membeli sepeda motor,

menempati rumah, membangun rumah, saat bepergian yang tepat,

jodoh yang cocok, hampir seluruh aktifitas masyarakat yang

menyangkut hari selalu diperhitungkan dengan perhitungan kejawen.

2. Kurangnya solialisasi Kalender Jawa.

Minimnya sosialisasi penanggalan Jawa sangatlah mempengaruhi

penggunaan hisab Jawa Aboge di dusun Godongan saat ini.

Masyarakat hanya mengenal hisab Jawa Aboge saja. Perubahan tahun

dalam hisab Jawa sama sekali tidak diketahui oleh mereka.

Masyarakat Aboge di dusun Godongan Kidul memang tidak

mengetahui adanya perubahan tahun Jawa. Seperti telah diuraikan

dalam bab sebelumnya, penganut Aboge di desa dusun Godongan tidak

mengetahui jika ada tahun Ajumgi, yang selanjutnya berganti ke

Amiswon, Aboge, dan Asapon.

Tahun Jawa Aboge yang seharusnya sudah berakhir pada tahun

1936 M namun masih digunakan oleh masyarakat Aboge dusun

Godongan Kidul desa Purworejo Geger Madiun, kurangnya sosialisasi

tersebut karena saat itu masih dijajah oleh Belanda 3,5 abad dan

informasi tentang perubahan dari Aboge ke Asapon. Perubahan

tersebut sesuai dengan pengumuman serat kekancingan Kraton no 54

tanggal 5 Pebruari tahun 1933 M yakni perubahan Aboge atau ke

Asapon.86

Penduduk Jawa hanya mengenal penanggalan Jawa sampai kurup

Aboge, karena pada saat itu negara Indonesia masih mengalami

penderitaan, sehingga tidak sampai memikirkan tentang kalender Jawa

apalagi sampai menginformasikan kepada seluruh penduduk Jawa,

sejalan dengan itu seiring berjalannya waktu peran dari Kraton dalam

kehidupan masyarakat mulai melemah. Padahal, pelaksanaan kalender

apapun butuh otoritas untuk menentukan berlakunya sebuah kalender

86 Slamet Waluyo, Cakra Manggiling Penetapan Tahun Jawa Sultan Agung Hanyokrokusumo 1555 Saka (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyumas 2009), 3.

81

BAB V

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

1. Dalam penetapan awal bulan Qamariyah penganut Aboge di dusun

Godongan Kidul desa Purworejo Geger Madiun tidak melakukan

musyawarah, isbat, pengumuman. Tidak ada pedoman khusus yang

digunakan, patokan mereka adalah almanak tahun Huruf atau Aboge dan kalender yang mereka beli di daerah Ponorogo. Perhitungan yang

digunakan tetap menggunakan penetapan sistem Aboge tanpa adanya

perubahan ke Asapon. Sebagaimana Kraton Yogyakarta menggunakan

Asapon, dan mengikuti pemerintah dalam penentuan awal bulan

Qamariyah yang menyangkut ibadah.

2. Faktor-faktor yang melatarbelakangi digunakannya hisab Jawa Aboge

di dusun Godongan Kidul desa Purworejo Geger Madiun adalah:

Pertama, keyakinan mereka terhadap hisab jawa Aboge. Menurut mereka hisab tersebut berasal dari guru thoriqoh Satariyah yang

mursyid (seorang ahli thoriqoh) yang berasal dari Ngawi. Mereka sangat menghormati dan siap melaksanakan apa yang diperintahnya,

selain itu mereka sendiri sangat menyakininya.

Kedua, Minimnya sosialisasi penanggalan Jawa merupakan faktor yang sangat signifikan, penjajahan Belanda dan Jepang merupakan

penanggalan Jawa sistem Aboge. Asapon dan penanggalan

sebelumnya tidak dikenal.

B. Saran

1. Kepada pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama

s ekiranya dapat memberikan sosialisasi tentang penentuan awal bulan

Qamariyah kepada masyarakat yang saat ini masih mengikuti

perhitungan Jawa dalam penentuan awal bulan Qamariyah, khususnya

bulan-bulan ibadah, yakni Ramad{a>n, Shawa>l, danDhu>lhijah.

2. Kepada para pengamal hisab Jawa Aboge, sekiranya hisab ini dapat dibedakan dalam implementasinya. Jika menyangkut tradisi

maka menggunakan hisab Jawa, sedangkan yang menyangkut ibadah

hendaknya mengikuti ketetapan pemerintah. Sebagaimana yang telah

dilakukan oleh Kraton Yogyakarta sebagai sentral peradaban dan

kebudayaan Jawa.

3. Kepada pihak Kraton Yogyakarta dan Surakarta sebagai pihak yang paling bertanggungjawab dalam hisab Jawa, sekiranya

dapat memberikan sosialisasi hisab Jawa kepada penganut Aboge di

seluruh Indonesia khususnya di dusun Godongan Kidul Purworejo

Geger Madiun, bahwa yang berlaku saat ini adalah hisab Jawa

dengan sistem Asapon. Sosialisasi dari pihak Kraton diasumsikan

akan mendapat perhatian yang lebih dari masyarakat.

4. Perhitungan Jawa atau Kalender Jawa merupakan salah satu kekayaan intelektual yang dimiliki oleh bangsa Indonesia, yang telah

83

diwariskan oleh Sultan Agung Hayokrokusumo sehingga harus tetap

dilestarikan. Saat ini hanya sedikit orang yang mempelajarinya.

C. Penutup

Alhamdulillah, segala puji dan syukur selalu penulis panjatkan

kepada sang pencipta Allah Swt. yang telah memberikan kekuatan,

petunjuk, dan kemampuan kepada penulisan skripsi ini. Shalawat salam

selalu terlimpahkan kepada baginda Nabi Muhammad Saw. yang telah

memberikan tauladan dalam mengarungi kehidupan. Terimakasih yang tak

terhingga kepada ibu dan bapak yang selalu memberikan dukungan dan

do’a.

Meskipun telah berusaha optimal, penulis menyadari dalam skripsi

ini masih banyak kekurangan, sehingga jauh dari kesempurnaan. Sehingga

saran dan kritik yang konstruktif sangat penulis nantikan. Untuk

kemajuan dan kesempurnaan dalam penulisan-punulisan selanjutnya.

Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan

Dokumen terkait