• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Terhadap Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Undang-undang No. 2 Tahun 2004

2004 DI PT. KARYA TOHA PUTRA SEMARANG

A. Analisis Terhadap Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Undang-undang No. 2 Tahun 2004

Undang-undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang dibuat untuk mewujudkan suasana ketenagakerjaan yang kondusif. Tujuan utama yang termuat dalam Undang-undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial adalah terciptanya suatu penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang cepat, tepat, adil, dan murah.

Karakteristik yang terdapat dalam Undang-undang No. 2 Tahun 2004 yang terdiri atas VIII (delapan) bab, yang mana segala aspek yang berada/terangkum dalam keseluruhan bab diharapkan mampu mengakomodasi segala perkembangan-perkembangan yang terjadi, karena hak-hak pekerja/buruh perseorangan belum terakomodasi untuk menjadi pihak dalam perselisihan hubungan industrial.

Pembagian materi undang-undang yang terbagi dalam VIII bab tersebut juga memiliki nilai yang cukup positif yang bisa diandalkan. Setidaknya inventarisasi masalah yang berkaitan dengan perselisihan hubungan industrial antara majikan/pengusaha dengan buruh/pekerja, dapat terselesaikan melalui bab-bab tersebut.

Jika dibandingkan dengan karakteristik Undang-undang No. 22 Tahun 1957 yang sebelumnya digunakan sebagai dasar hukum dalam penyelesaian perselisihan perburuhan, maka Undang-undang No. 2 Tahun 2004 lebih luas cakupannya.

Dalam Undang-undang No. 2 Tahun 2004 pasal 1 ayat 1 yang dimaksud dengan perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.1 Berdasarkan pada pengertian tersebut maka suatu perselisihan dibagi menjadi 4 (empat) macam yaitu:

1. Perselisihan hak

2. perselisihan kepentingan

3. perselisihan pemutusan hubungan kerja

4. perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh

Dari pengertian perselisihan hubungan industrial dalam Undang-undang No. 2 Tahun 2004, dari pihak buruh yang boleh menjadi pihak dalam penyelesaian perselisihan di samping organisasi buruh juga sejumlah pekerja/buruh yang tidak terikat pada suatu organisasi. Dari pengertian di atas juga dapat diketahui bahwa adanya perselisihan dalam suatu perusahaan dikarenakan adanya suatu ketidakpuasan terhadap

1

Himpunan Perundang-undangan Republik Indonesia Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) Undang-undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 2004 Beserta Penjelasannya, Bandung: Nuansa Aulia, cet-1, 2005, hlm. 11

keputusan/kebijakan-kebijakan yang telah diberikan perusahaan kepada keryawannya. Dan ini tidak terjadi karena adanya satu persoalan saja, tetapi banyak persoalan-persoalan yang bisa menyebabkan terjadinya perselisihan.

Terjadinya perselisihan-perselisihan dalam bidang ketenagakerjaan ini biasanya berpokok pangkal pada adanya ketidakpuasan para buruh terhadap kebijakan-kebijakan yang ditetapkan perusahaan.

Yang menjadi pokok pangkal adanya ketidakpuasan itu umumnya meliputi: 1. Pengupahan

2. Jaminan sosial

3. Perilaku penugasan yang kadang-kadang dirasakan kurang sesuai dengan kepribadian

4. Daya kerja dan kemampuan kerja yang dirasakan kurang sesuai dengan pekerjaan yang harus diemban

5. Adanya masalah pribadi.2

Untuk menghindari adanya ketidakpuasan tersebut, maka sebelum dilakukan hubungan kerja dalam suatu perusahaan, dibuat suatu perjanjian kerja, yang mana perjanjian kerja ini dapat digunakan sebagai tolak ukur jiak dalam suatu perusahaan terjadi suatu konflik.

Dalam hubungan ketenagakerjaan, baik pekerja/buruh ataupun pengusaha tidak menginginkan adanya suatu perselisihan-perselisihan. Yang mana karena adanya perselisihan akan mengakibatkan kerugian-kerugian pada berbagai pihak, pekerja/buruh, pengusaha, sampai masyarakat umum juga

2

Gunawi Kartasapoetra dkk. Hukum Perburuhan di Indonesia Berlandaskan Pancasila, Jakarta: Sinar Grafika, cet-4, 1994, hlm. 247

akan merasa dirugikan. Adanya perselisihan juga akan mengakibatkan hubungan antara pekerja/buruh dengan pengusaha menjadi renggang.

Undang-undang No. 2 Tahun 2004 yang merupakan dasar hukum untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha mengupayakan adanya penyelesaian perselisihan hubungan industrial, yaitu dengan melalui 5 (lima) cara, yaitu melalui perundingan bipartit, mediasi, konsiliasi, Pengadilan Hubungan Industrial, dan melalui lembaga arbitrase.

Adanya beberapa jalan untuk menyelesaikan pewrselisihan dalam suatu perusahaan ini menandakan bahwa suatu perselisihan biasanya tidak langsung dapat terselesaikan melaalui jalan musyawarah untuk mufakat saja, tetapi juga melalui beberapa jalan.

Perundingan bipartit adalah perundingan antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial.3 Penyelesaian melalui perundingan bipartit dilakukan dengan cara musyawarah untuk mufakat.

Penyelesaian dengan jalan mediasi adalah penyelesaian yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral atau tidak memihak pada salah satu pihak, dimana seorang mediator menurut Undang-undang No. 2 Tahun 2004 harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; 2. Warga Negara Indonesia;

3

Undang-undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, pasal 1 ayat 10

3. Berbadan sehat menurut surat keterangan dokter;

4. Menguasai peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan; 5. Berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela;

6. Berpendidikan sekurang-kurangnya strata satu.

Penyelesaian melalui konsiliasi, adalah penyelesaian yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral atau tidak memihak pada salah pihak. yang mana konsiliator ini harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Beriman dan bertakwa Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

2. Warga Negara Indonesia;

3. Berumur sekurang-kurangnya 45 tahun; 4. Pendidikan minimal lulusan strata satu (S.1); 5. Berbadan sehat menurut surat keterangan dokter; 6. Berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela;

7. Memiliki pengalaman di bidang hubungan industrial sekurang-kurangnya 5 ( lima) tahun;

8. Menguasai peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan;

Syarat-syarat yang diajukan kepada seseorang untuk menjadi seorang perantara dalam menyelesaikan suatu perselisihan ini menandakan bahwa bukan semua orang bisa menjadi perantara, karena ini menyangkut hubungan antara pangusaha dan karyawan dalam suatu paerusahaan yang berkaitan

dengan jalannya perusahaan. Jika dalam perusahaan terjadi perselisihan maka secara otomatis jalannya perusahaan juga akan tersendat/tidak maksimal.

Penyelesaian perselisihan melalui Pengadilan Hubungan Industrial adalah penyelesaian perselisihan atas dasar pengajuan gugatan yang dilakukan oleh salah satu atau kedua belah pihak kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat bekerja atau buruh bekerja. Dalam Undang-undang No. 2 Tahun 2004 Pasal 100 disebutkan, dalam memberikan putusannya, majelis hakim harus mempertimbangkan hukum, perjanjian yang ada, kebiasaan dan juga keadilan.

Penyelesaian perselisihan melalui jalan arbitrase adalah penyelesaian perselisihan melalui seorang arbiter yang disetujui/yang ditunjuk oleh kedua pihak yang berselisih yang mana penyelesaian perselisihan melalui arbitrase ini merupakan alternatif penyelesaian perselisihan yang bersifat final/akhir.

Saat ini hampir di semua negara, problematika ketenagakerjaan selalu tumbuh dan berkembang. Hanya saja realitas tiap negara memberikan beragam problem riil sehingga terkadang memunculkan berbagai alternatif solusi dalam penyelesaiannya. Umumnya, negara maju berkutat pada problem ketenagakerjaan yang berkaitan dengan “mahalnya” gaji tenaga kerja dan bertambahnya pengangguran karena robotisasi, sementara di negara berkembang umumnya problem ketenagakerjaan berkait dengan sempitnya peluang kerja, tingginya angka pengangguran, rendahnya kemampuan SDM tenaga kerja, tingkat gaji yang rendah, dan jaminan sosial yang nyaris tidak ada.

Meski terlihat adanya “niat baik” dari setiap pemerintahan untuk menyelesaikan problem ketenagakerjaan, namun dalam kenyataannya seluruh kebijakan tersebut tidak menyentuh problema mendasar dari permasalahan-permasalahan. Solusi yang diberikan nyaris hanya sebagai upaya “tambal sulam”, yang tidak menyelesaikan persoalan secara mendasar, menyeluruh dan tuntas.

Persoalan buruh merupakan problem yang multidimensional, faktor yang mempengaruhi bisa saja dari ekonomi, politik, dan juga keamanan sosial bahkan intervensi negara-negara besar. Karena itu penyelesaiannya membutuhkan kebijakan yang komprehensif dan mendasar.

Undang-undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial merupakan Undang-undang yang diharapkan mampu menjadi alternative penyelesaian perselisihan hubungan industrial secara cepat, tepat, adil dan murah.

Sesungguhnya, problematika hubungan antara pekerja/buruh dengan pengusaha/majikan telah mendapatkan perhatian yang mendasar dalam agama Islam. Islam sebagai ajaran yang sempurna, telah menciptakan keseimbangan dan keadilan dalam pola hubungan di antara keduanya. Islam tidak ingin salah satu pihak diperlakukan secara dzalim dan tidak adil. Interaksi keduanya haris berjalan seimbang berdasarkan prinsip keadilan dan kebersamaan, karena hal tersebut diyakini akan membawa keberkahan dan mendorong pada peningkatan produktifitas umat.

Oleh karena itulah, pemerintah dituntut untuk menjamin terciptanya keselarasan dalam hubungan ketenagakerjaan tersebut. Pemerintah dituntut bertindak secara arif dan bijaksana di dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang menjadi potensi terjadinya konflik kedua belah pihak tersebut.

Berdasarkan analisa di atas, penulis mengambil kesimpulan bahwa dalam proses menyelesaikan perselisihan hubungan industrial yang terdapat dalam Undang-undang No. 2 Tahun 2004 sudah sesuai dengan yang diharapkan. Meskipun dalam prakteknya masih ada penyelewengan untuk keuntungan pribadi dan golongan. Jika hubungan kerja yang terjalin antara pekerja/buruh dengan pengusaha disesuaikan dengan syari’at Islam, maka akan tercipta suatu hubungan kerja yang harmonis tanpa ada perpecahan yang menimbulkan kerugian-kerugian.

B. Analisis Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Penyelesaian Perselisihan