• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.1. Hasil Estimasi Analisis Total Faktor Produktivitas Tanaman Pangan Di Indonesia Periode 1985-2004

5.1.1. Uji Ekonometrika

Terjadinya multikolinearitas dapat dideteksi dengan melihat correlation matrix, jika korelasi antar variabel bebas dalam persamaan regresi kurang dari |0.8| (rule of thumbs) maka disimpulkan bahwa dalam persamaan regresi tidak terjadi gejala multikolinearitas dan sebaliknya jika coefficient matrix > dari |0.8| maka disimpulkan pada persamaan regresi terjadi gejala multikolinearitas. Namun menurut Uji Klein dalam Gujarati (1978) bahwa gejala multikolinearitas dimana coefficient matrix > rule of thumbs dapat diabaikan jika koefisien determinasi > dari koefisien matriknya. Dari tabel 5.1 dapat dilihat bahwa ada coefficient matrix yang lebih besar dari rule of thumbs namun lebih kecil dari koefisien determinasi model sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa model tersebut tidak mengalami masalah multikolinearitas.

Tabel 5.1. Uji Multikolinieritas

Q K P L

Q 0.515565 0.100271 1.000000 0.576778 K 0.852339 1.000000 0.100271 0.345218 P 1.000000 0.852339 0.515565 0.586557 L 0.586557 0.345218 0.576778 1.000000

Autokorelasi merupakan pelanggaran asumsi klasik yang menyatakan bahwa dalam pengamatan yang berbeda tidak terdapat korelasi antar error term. Uji Autokorelasi dapat dilihat pada Tabel 5.2. pengujian autokorelasi pada perangkat Eview’s 4 dapat diketahui melalui serial correlation Lagrange

29

Multiplier Test, dimana nilai probability obs*R-squared harus lebih besar dari derajat bebas (α). Nilai probability obs*R-squared pada model persamaan adalah 0,138839 yang artinya bernilai lebih besar dari α = 1 persen. Oleh karena itu, model persamaan yang digunakan dalam penelitian ini tidak mempunyai masalah autokorelasi.

Tabel 5.2. Uji Autokorelasi

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 1.722135 Probability 0.214450 Obs*R-squared 3.948885 Probability 0.138839

Pengujian heteroskedastisitas bertujuan untuk melihat apakah variabel pengganggu memiliki varians yang sama (homoskedastisitas) atau dapat juga dikatakan apakah dalam sebuah model regresi berganda terjadi ketidaksamaan varians residual dari suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Hal ini dapat diketahui melalui uji white heteroskedasticity, dimana nilai probability obs*R- squared pada model persamaan adalah 0.023215 yang artinya bernilai lebih besar dari α = 1 persen. Oleh karena itu, model persamaan yang digunakan dalam penelitian ini tidak mempunyai masalah heteroskedastisitas. Pengujian heteroskedastisitas dapat dilihat pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3. Uji Heteroskedastisitas White Heteroskedasticity Test:

F-statistic 5.923794 Probability 0.003594 Obs*R-squared 14.64390 Probability 0.023215

Uji normalitas perlu dilakukan jika data time series n < 30. pengujian ini bertujuan untuk menguji apakah error term terdistribusi secara normal. Uji ini disebut uji Jarque-Bera Test, dimana jika nilai probability Jarque-Bera pada model lebih besar dari taraf nyata 1 persen yang digunakan maka disimpulkan

30

bahwa model memiliki error term terdistribusi normal. Sebaliknya jika probability Jarque-Bera lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan maka persamaan memiliki error term yang tidak terdistribusi normal.

0 1 2 3 4 5 6 7 -0.10 -0.05 0.00 0.05 0.10 Series: Residuals Sample 1985 2004 Observations 20 Mean 2.37E-16 Median 0.005804 Maximum 0.081143 Minimum -0.103012 Std. Dev. 0.040163 Skewness -0.513170 Kurtosis 3.740693 Jarque-Bera 1.334999 Probability 0.512990

Gambar 5.1. Uji Normalitas

Dari Gambar 5.1. diperoleh bahwa probability Jarque-Bera > taraf nyata yang digunakan. Sehingga disimpulkan bahwa error term terdistribusi secara normal.

5.2. Estimasi Model Analisis Total Faktor Produktivitas Tanaman Pangan di Indonesia Periode 1985-2004

Penelitian ini membahas tentang analisis total faktor produktivitas tanaman pangan yang diolah dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Faktor-faktor produksi yang diduga berpengaruh terhadap produksi tanaman pangan (padi, jagung, dan kedelai) adalah input produksi (K) yang berupa bibit, pupuk dan pestisida, luas areal panen (P) dan tenaga kerja (L). Faktor-faktor

31

produksi yang sudah disebutkan di atas merupakan variabel atau peubah bebas (Xn). Sedangkan peubah tak bebasnya adalah output produksi (Q).

Tabel 5.5. Hasil Analisis Total Faktor Produktivitas Tanaman Pangan di Indonesia Periode 1985-2004

Keterangan : * Signifikan pada taraf nyata 1 persen (α = 1%)

Berdasarkan Tabel 5.1, Tabel 5.2, Tabel 5.3 dan Tabel 5.4 dapat dilihat bahwa metode tingkat analisis total faktor produktivitas tanaman pangan di Indonesia periode 1985-2004 tersebut bebas dari masalah multikolinieritas, autokorelasi, heteroskedastisitas dan uji normalitas sehingga menghasilkan koefisien dugaan terbaik (BLUE).

5.2.1. Uji Statistik

Uji statistik model digunakan untuk mengetahui kelayakan suatu model dan untuk mangetahui apakah model tersebut baik untuk digunakan pada penelitian. Pengujian statistik ini dilakukan dengan tiga metode pengujian yaitu uji koefisien determinasi (R2), uji t-statistik dan uji F-statistik.

Variabel terikat Q

Jumlah observasi 20 dari tahun 1985 sampai tahun 2004

Variabel Koefisien Probabilitas

C 172.9929 0.0514 K 0.494481 0.0000* P 0.153933 0.0005* L 0.032630 0.3124 R-squared 0.918864 Durbin-Watson statistik 1.600048 Prob(F-statistik) 0.000000

32

5.2.1.1.Uji Koefisien Determinasi (R2)

Berdasarkan hasil estimasi model penelitian pada Tabel 5.5 diperoleh nilai koefisien determinasi (R-squared) sebesar 0.918864. Uji koefisien determinasi dengan nilai R2 sebesar 91.886 persen menunjukkan bahwa uji ketepatan perkiraan (goodness of fit) dari model persamaan adalah baik. Hal ini berarti 91.886 persen keragaman tingkat analisis total faktor produktivitas tanaman pangan di Indonesia periode 1985-2004 dapat dijelaskan oleh hubungan linier dengan variabel-variabel independennya. Sisanya (8.114 persen) dijelaskan oleh variabel lain di luar model.

5.2.1.2.Uji F-Statistik

Uji-F dilakukan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen secara serentak berpengaruh pada variabel dependennya. Nilai F-statistic 60.40031 dengan probabilitas F sebesar 0,000000. Ini menunjukkan hasil yang baik karena pada tingkat signifikansi 1 persen, nilai probabilitas F-hitung lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan. Hal ini menunjukkan keabsahan model yang dibentuk dapat diterima (signifikan).

5.2.1.3.Uji t-Statistik

Uji t-statistik dilakukan dengan melihat nilai probabilitas dari masing- masing variabel bebas, dimana jika nilai probabilitas variabel bebas < taraf nyata yang digunakan maka disimpulkan variabel bebas signifikan mempengaruhi variabel tak bebasnya. Demikian sebaliknya jika probabilitas variabel bebas > taraf nyata yang digunakan maka disimpulkan variabel bebas tidak signifikan berpengaruh terhadap variabel tak bebasnya pada taraf nyata yang digunakan.

33

Dari hasil estimasi penelitian seperti terlihat pada Tabel 5.5 bahwa input produksi (K) yang berupa bibit, pupuk dan pestisida, luas areal panen (P) memiliki probabilitas yang lebih kecil dari taraf nyata 1 persen, sehingga dapat disimpulkan kedua variabel tersebut berpengaruh nyata terhadap variabel terikatnya pada taraf nyata 1 persen. Tenaga kerja (L) memiliki probabilitas yang lebih besar dari taraf nyata 1 persen, sehingga dapat disimpulkan variabel tenaga kerja (L) tidak berpengaruh pada variabel terikatnya pada taraf nyata 1 persen.

5.2.2. Interpretasi dan Uji Ekonomi 5.2.2.1.Input Produksi (K)

Berdasarkan hasil estimasi, variabel input produksi (K) yang berupa bibit, pupuk dan pestisida berpengaruh positif yang signifikan pada taraf nyata satu persen terhadap output produksi tanaman pangan (Q) dengan koefisien sebesar 0.494481 ≈ 0.494. Artinya adalah bahwa peningkatan sebesar satu persen input produksi (K) yang berupa bibit, pupuk dan pestisida akan meningkatkan sebesar 0.494 persen output produksi (Q) tanaman pangan Indonesia dan sebaliknya jika input produksi (K) yang berupa bibit, pupuk dan pestisida turun sebesar satu persen maka output produksi (Q) tanaman pangan Indonesia akan turun sebesar 0.494 persen, asumsi cateris paribus.

5.2.2.2.Luas Areal Panen (P)

Berdasarkan hasil estimasi, variabel luas areal panen (P) berpengaruh positif yang signifikan pada taraf nyata satu persen terhadap output produksi tanaman pangan (Q) dengan koefisien sebesar 0.153933 ≈ 0.153. Artinya adalah bahwa peningkatan sebesar satu persen luas areal panen (P) akan meningkatkan

34

sebesar 0.153 persen output produksi (Q) tanaman pangan Indonesia dan sebaliknya jika luas areal panen (P) turun sebesar satu persen maka output produksi (Q) tanaman pangan Indonesia akan turun sebesar 0.153 persen, asumsi cateris paribus.

5.2.2.3.Tenaga Kerja (L)

Berdasarkan hasil estimasi, variabel tenaga kerja (L) tidak berpengaruh pada taraf nyata satu persen terhadap output produksi tanaman pangan (Q). Tidak berpengaruhnya variabel tenaga kerja (L) terhadap output (Q) hal ini diduga karena (Husein, 1986) :

1. Adanya pergeseran kesempatan kerja di pertanian dan non pertanian secara makro.

2. Mulai berkembangnya pemakaian teknologi yang hemat tenaga di sektor pertanian. Penggunaan alat mekanis tersebut telah mensubstitusi tenaga kerja dengan mesin dan telah meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan mengurangi kebosanan kerja.

3. Diramalkan akan adanya perubahan pola tanam di daerah persawahan melalui perbaikan sistem irigasi dan pengolahan air yang baik, dan kebijaksanaan harga masukan dan keluaran.

4. Investasi besar-besaran di sektor pertanian di luar Jawa untuk mendukung program transmigrasi, khususnya pertanian tanaman komersial seperti kelapa sawit, karet, dan kelapa. Tanaman tersebut sedikit menyerap tenaga kerja, tetapi akan membuka kesempatan kerja yang lebih luas di sektor non pertanian seperti industri (hilir dan hulu).

35

5. Adanya daya tarik non pertanian di kota karena perbedaan tingkat upah ditambah lagi adanya kegiatan musiman atau terbatasnya lapangan kerja di desa.

6. Adanya struktur musiman dalam proses produksi pertanian terutama padi. 7. Di negara berkembang (Indonesia) juga belum mempunyai instrumen

kebijaksanaan yang dapat mempengaruhi tingkat upah di sektor pertanian khususnya atau di pedesaan pada umumnya. Upah minimun dan terbentuknya serikat buruh, umumnya terjadi di kota. Hal ini juga yang menyebabkan mengapa perbedaan upah antara desa dengan kota semakin lebar. Naiknya upah relatif di kota terhadap desa, telah mempercepat proses migrasi.

Dokumen terkait