• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1.7 Analisis Usaha

Keuntungan yang dihasilkan dari perlakuan padat penebaran 10, 20, 30 dan 40 ekor/liter pada benih ikan bawal yang dipelihara dalam sistem resirkulasi dengan asumsi volume aktif yang digunakan adalah 1000 liter memberi hasil yang berbeda (Tabel 7).

Tabel 7. Rata-rata total produksi, total penjualan, biaya produksi, dan keuntungan dari hasil penjualan benih ikan bawal Colossoma macropomum yang dipelihara dalam sistem resirkulasi dengan kepadatan 10, 20, 30 dan 40 ekor/liter

Padat Penebaran (ekor/liter) Uraian

10 20 30 40

Total produksi (ekor) 9595 19249 28871 36329

Rata-rata total penjualan (Rp) 1.271.340 2.048.279 2.514.146 2.922.275 Biaya produksi (Rp) 1.407.100 1.820.116 2.260.823 2.644.095

Keuntungan (Rp) -135.761 228.163 253.323 439.929

R/C ratio 0,90 1,12 1,11 1,11

HPP (Rp/ekor) 147 95 78 73

Keterangan : R/C ratio adalah perimbangan penerimaan, HPP (Harga Pokok Penjualan).

Keuntungan yang diperoleh dari perlakuan padat penebaran 10, 20, 30, dan 40 ekor/liter, berkisar antara Rp –135.761 sampai Rp 439.929. Keuntungan tertinggi adalah perlakuan padat penebaran 40 ekor/liter.

4.2 Pembahasan

Kelangsungan hidup pada penelitian pemeliharaan benih ikan bawal dalam sistem resirkulasi ini tergolong baik yaitu berkisar antara 99,07% hingga 95,41%. Pada Lampiran 2 ditunjukkan, bahwa perlakuan padat penebaran mempengaruhi kelangsungan hidup (P<0,05). Hal ini dapat dilihat pada Gambar 1 yang menunjukkan, bahwa semakin tinggi padat penebaran maka kelangsungan hidup semakin kecil.

Kematian pada ikan diduga disebabkan oleh ruang gerak ikan semakin sempit menyebabkan terjadi persaingan hidup dan mencari makan, sehingga berpotensi terjadi stres. Ciri-ciri ikan mati yaitu badan dalam keadaan tidak lengkap, karena dimakan oleh ikan bawal yang lainnya. Menurut Handajani (2002) bahwa peningkatan kepadatan mempengaruhi proses fisiologi dan tingkah laku ikan terhadap ruang gerak yang pada akhirnya dapat menurunkan kondisi kesehatan dan fisiologis ikan. Hal ini didukung dengan sifat ikan bawal yang garang cenderung ganas dan buas, suka menyerang ikan-ikan yang lemah dan berukuran kecil.

Penurunan kualitas air juga dapat mempengaruhi kelangsungan hidup ikan. Menurut Stickney (1979) adanya peningkatan padat penebaran dalam suatu wadah yang terbatas dan pada kondisi padat penebaran ikan semakin tinggi maka konsumsi oksigen dan akumulasi bahan buangan metabolik ikan akan semakin tinggi. Menurut Rostim (2001) tingkat konsumsi oksigen ikan bawal air tawar lebih besar daripada ikan tawes yaitu 373.96 mgO2/kg/jam. Batas minimum kadar oksigen terlarut yang bisa mematikan kehidupan ikan bawal air tawar adalah 1,24 mg/liter. Dalam budidaya ikan bawal air tawar harus dipertahankan diatas 1,41 mg/liter. Kadar oksigen terlarut selama pemeliharaan paling rendah sebesar 2.2 mg/liter (Lampiran 15). Mengingat penelitian ini adalah budidaya intensif maka kadar oksigen sebesar 2.2 mg/liter cukup membahayakan bagi kehidupan ikan, sehingga disarankan kadar oksigen terlarut harus di atas 5 mg/liter.

Laju pertumbuhan spesifik benih ikan bawal mengalami penurunan dengan bertambahnya kepadatan ikan. Laju pertumbuhan spesifik tertinggi terdapat pada perlakuan 10 ekor/liter yaitu sebesar 7,53±0,17% dan terendah pada perlakuan 40 ekor/liter yaitu sebesar 4,94±0,30% (Tabel 5). Penurunan laju pertumbuhan

spesifik diduga dipengaruhi oleh ruang gerak yang semakin sempit, sehingga peluang memperoleh pakan akan semakin kecil, walaupun pakan tersedia tetapi ikan tidak dapat menjangkau pakan karena keterbatasan ruang (Lampiran 17), sehingga akan menyebabkan ikan stres dan akan mengurangi nafsu makan ikan. Hal ini diperkuat berdasarkan data konsumsi pakan harian pada semua perlakuan semakin menurun dengan bertambahnya kepadatan ikan (Lampiran 16). Hal ini sesuai dengan pernyataan Handajani (2002) bahwa peningkatan kepadatan mempengaruhi proses fisiologi dan tingkah laku ikan terhadap ruang gerak yang pada akhirnya dapat menurunkan kondisi kesehatan dan fisiologis ikan. Hal ini menyebabkan pemanfaatan makanan, pertumbuhan, dan kelangsungan hidup mengalami penurunan.

Efisiensi pemberian pakan benih ikan bawal pada perlakuan 10 sampai 40 ekor/liter berkisar antara 77,46% sampai 87,98% (Tabel 5). Nilai efisiensi pemberian pakan ini cukup tinggi, yaitu semakin besar nilai efisiensi pakan maka, pakan yang dimakan oleh ikan dapat dimanfatkan secara efisien. Berdasarkan hasil analisis ragam, peningkatan padat penebaran tidak mempengaruhi efisiensi pakan (P>0,05) (Lampiran 10). Hal ini dikarenakan pakan diberikan secara ad satiation, sehingga diharapkan pakan yang diberikan efisien. Selain itu didukung pula dengan kualitas pakan cukup bagus (kadar protein 40%).

Pada umumnya, peningkatan padat penebaran akan menghasilkan keragaman ukuran dalam suatu populasi. Berdasarkan analisis ragam, koefisien keragaman antar perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05). Nilai koefisien keragaman panjang pada perlakuan berkisar antara 16,48% sampai 19,71%. Nilai ini berada di bawah 20%, sehingga perlakuan padat penebaran benih ikan bawal air tawar 10 sampai 40 ekor/liter dalam sistem resirkulsi masih dianggap seragam. Keragaman ukuran ikan sangat penting dalam menentukan harga benih ikan bawal, karena ukuran yang tidak seragam akan menurunkan harga jual benih ikan bawal.

Koefisien keragaman panjang diduga disebabkan oleh kompetisi mencari makan, yaitu ikan yang berukuran lebih besar berpeluang mendapatkan pakan yang lebih banyak dibandingkan ikan yang lebih kecil. Kompetisi ini menyebabkan perbedaan ukuran tubuh antar ikan. Hal ini diperkuat dengan sifat

ikan bawal yang cenderung ganas dan suka menyerang ikan lain yang lemah dan berukuran lebih kecil (Djarijah, 2001). Perbedaan ukuran tubuh antar ikan dapat dilihat pada hasil pengukuran persentase keragaman yang didapat dalam satu perlakuan (Lampiran 19).

Kadar amoniak untuk perlakuan 10, 20, 30 dan 40 ekor/liter selama pemeliharaan berkisar antara 0,002-0,116 mg/liter (Lampiran 15). Meningkatnya kadar amoniak disebabkan oleh sisa pakan yang tidak dikonsumsi dan tidak dicerna (feses) akan mengalami pembusukan oleh bakteri pengurai. Produk utama dari perombakan bahan organik tersebut adalah amoniak (NH3) dimana pada konsentrasi 0,2 mg/liter akan bersifat toksik terhadap jenis ikan rainbow trout (Zonneveld, 1991).

Kadar pH selama masa pemeliharaaan berkisar antara 7,13-8,37. Kisaran pH berada pada kisaran optimal untuk ikan bawal dapat dilihat pada Tabel 1, sedangkan kadar alkalinitas selama pemeliharaan berkisar antara 51,74 – 99,50 mg/liter CaCO3. Menurut Effendi (2003), nilai alkalinitas yang baik berkisar antara 30-500 mg/l CaCO3 yang menujukkan alkalinitas dapat berperan sebagai sistem penyangga (buffer) terhadap perubahan pH. Kadar nitrit dalam wadah pemeliharan berkisar antara 0,077-1,369 mg/liter. Kadar nitrit tinggi terjadi pada awal penelitian sebelum ikan ditebar (Lampiran 15). Hal ini terjadi karena dalam sistem resirkulasi (Lampiran 20) terjadi penurunan konsentrasi amoniak akibat aktivitas bakteri Nitrosomonas diimbangi oleh peningkatan konsentrasi nitrit yang merupakan bentuk peralihan dari amoniak (Taufik et al, 2005). Kadar nitrit yang baik untuk ikan adalah maksimal 1 mg/liter (Effendi, 2003). Nilai kesadahan selama pemeliharaan berkisar antara 4,9 – 26 mg/liter. Nilai kesadahan ini berada < 50 mg/l sehingga termasuk dalam klasifikasi air lunak dan tidak berbahaya bagi organisme akuatik (Effendi, 2003).

Suhu selama pemeliharan berkisar antara 29 – 32 oC ditunjukkan pada Lampiran 15. Kisaran suhu ini termasuk dalam batas wajar untuk pemeliharaan benih ikan bawal air tawar. Suhu yang tinggi dapat menyebabkan laju metabolisme semakin cepat sehingga diharapkan pertumbuhan ikan juga semakin tinggi.

Salinitas selama pemeliharaan berkisar antara 0-3 ppt ditunjukkan pada Lampiran 15. Hal ini karena dalam wadah pemeliharaan diberikan garam untuk mencegah penyerangan parasit yang menyerang ikan bawal, karena pada pertengahan penelitian ditemukan beberapa ekor benih bawal terserang penyakit seperti jamur. Sebagai mencegah penularan jamur ini maka diberikan sejumlah garam krosok sampai dosis 3 ppt.

Produksi dalam hal ini adalah keuntungan yang diperoleh dipengaruhi oleh pertumbuhan dan kelangsungan hidup. Dengan bertambahnya kepadatan ikan maka, ukuran ikan yang dihasilkan cukup beragam (Lampiran 20). Pada perlakuan 10 dan 20 ekor/liter persentase ukuran ikan dominan berkisar antara 3,75-5 cm yaitu di atas 60%, sedangkan pada perlakuan 30 dan 40 ekor/liter ukuran ikan yang paling dominan adalah berkisar antara 2,5-3,75 cm yaitu diatas 75%. Hal ini mempertegas bahwa kepadatan mempengaruhi pertumbuhan, sehingga akan berpengaruh pula pada keuntungan yang diperoleh. Begitu pula pada kelangsungan hidup sangat berpengaruh pada keuntungan. Hal ini dapat dilihat pada Lampiran 21, bahwa kelangsungan hidup ikan mempengaruhi jumlah ikan yang dihasilkan. Pada perlakuan 10, 20, 30 dan 40 ekor/liter kelangsungan hidup ikan berkisar pada 94,41% sampai 99,07%. Nilai ini cukup tinggi sehingga meskipun pada perlakuan 30 dan 40 ekor/liter menghasilkan ukuran ikan lebih kecil dan harga ikan lebih murah, akan tetapi karena jumlah ikan yang dihasilkan lebih banyak maka keuntungan yang dihasilkan juga lebih tinggi daripada perlakuan 10 dan 20 ekor/liter dapat dilihat pada Tabel 7.

Harga benih ikan bawal ukuran 1-2 inci (2,5-3 cm) berkisar antara Rp 75-175/ekor (Anonim, 2002). Keuntungan yang diperoleh tertinggi adalah perlakuan 40 ekor/liter yaitu sebesar Rp 439.929, dan pendapatan paling rendah adalah perlakuan 10 ekor/liter yaitu sebesar Rp –135.761. Dengan demikian, padat penebaran 40 ekor/liter memberikan efisiensi usaha yang lebih tinggi bila dibandingkan perlakuan padat penebaran 10, 20 dan 30 (Tabel 7).

Dokumen terkait