Dalam penelitian ini digunakan beberapa kriteria suhu perairan untuk menentukan kondisi perairan, kriteria tersebut adalah :
1. Penentuan kondisi perairan berdasarkan pada Kepmen LH No. 51 Tahun 2004 tentang baku mutu air laut yang menetapkan diperbolehkannya terjadi perubahan suhu sampai dengan <2o
2. Penentuan kondisi perairan berdasarkan kenaikan suhu perairan dan hasil analisis dampak kenaikan suhu akibat adanya buangan air pendingin dari PT. Badak NGL terhadap fitoplankton dan terumbu karang.
C dari suhu alami, baik untuk perairan pelabuhan, wisata bahari maupun untuk biota laut.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Oseanografi Wilayah Penelitian 4.1.1 Kondisi Pasang Surut
Hasil pengamatan pasang surut di Perairan Bontang yang dilakukan selama 29 hari (29 piantan) sejak 13 September 2008-11 Oktober 2008 di Pelabuhan Sekangat dengan pencatatan setiap jam dapat dilihat pada Lampiran 1, sementara pola sinusoidal disajikan pada Gambar 16.
Gambar 16 Data elevasi muka laut hasil pengukuran di Pelabuhan Baltim.
Berdasarkan analisis data hasil pengamatan diketahui bahwa perbedaan kedudukan air tinggi dengan air rendah atau tunggang air (range of tide) mencapai 2.37 m, dimana air tinggi (high water) mencapai puncaknya pada kedudukan 1.32 m dari muka air rata-rata (mean sea level) pada saat bulan purnama sementara kedudukan terendah (low water) berada di titik 1.07 m dari mean sea level juga tercatat pada saat bulan purnama.
Penelitian ini menggunakan Metode Admiralty dalam menentuan muka laut rata-rata pasang surut di wilayah penelitian, dimana permukaan air laut rata-rata diperoleh dengan menghitung komponen harmonik pasut. Adapun hasil perhitungan komponen harmonik pasut dengan menggunakan Metode Admiralty disajikan dalam Tabel 7 berikut.
Tabel 7 Karakter komponen harmonik pasut di Pelabuhan Sekangat, Kota Bontang, 13 September 2008-11 Oktober 2008
So M2 S2 N2 K2 K1 O1 P1 M4 MS4
A cm 206.9 55.3 36.7 8.5 8.4 21.2 13.1 7.0 1.3 0.5
G 157.6 206.2 150.6 206.2 276.2 256.0 276.2 350.5 114.6
Sumber : Hasil analisis (2008) Keterangan :
A : Amplitudo G : Beda fase
M2 : Komponen utama bulan (pasut ganda) P1 : Komponen utama bulan harian
S2 : Komponen utama matahari (pasut ganda) K2 : Komponen luni bulan ganda
N2 : Komponen eliptik besar bulan (pasut ganda) K1 : Komponen luni bulan harian
M4 : Komponen utama perempat harian
MS4 : Komponen perairan dangkal bulan-matahari perempat harian O1 : Komponen utama matahari harian
Tabel di atas menunjukkan bahwa komponen harmonik pasut dominan adalah M2 (principal lunar) (Pond and Pickard, 1981). Adapun klasifikasi sifat pasut di lokasi tersebut ditentukan dengan menggunakan rumus Formzahl, sebagaimana diberikan pada persamaan (3.1).
Dengan memasukkan nilai amplitudo komponen pasut kedalam persamaan (3.1), maka diperoleh nilai F = 0.37. Nilai ini menunjukkan bahwa tipe pasut di perairan Bontang adalah tipe pasang campuran (ganda dominan) dimana pasang surut dalam waktu 24 jam terjadi dua kali air tinggi dan dua kali air rendah (semi diurnal tide). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Wirtky 1961.
4.1.2 Hasil Pengukuran Suhu 4.1.2.1 Suhu Permukaan
Hasil pengukuran suhu permukaan pada beberapa stasiun pengamatan menunjukkan adanya kenaikan suhu perairan akibat adanya buangan air pendingin PT. Badak NGL dengan pola sebaran yang berbeda pada saat air pasang dan saat air surut baik pada pasut purnama maupun pasut perbani. Dalam hal ini sebagian stasiun menunjukkan suhu yang lebih tinggi pada saat purnama dibanding saat perbani,
sementara pada beberapa stasiun lainnya menunjukkan sebaliknya. Fenomena ini menunjukkan bahwa kondisi pasang surut sangat menentukan pola sebaran suhu di Perairan Bontang akibat adanya buangan air pendingin dari perusahaan tersebut.
Suhu yang lebih tinggi pada saat air pasang dibanding saat air surut ditemukan di Pelabuhan Baltim (Stasiun 3), Sekambing Bulu (Stasiun 5), Sekambing Muara 1 (Stasiun 10) dan Sekambing Muara 2 (Stasiun 11). Tingginya suhu pada saat air pasang dibanding saat air surut di Stasiun 3 dan 5 disebabkan oleh adanya gerakan massa air dari laut ke dalam kolam pendingin sehingga massa air panas yang keluar dari outfall terdorong ke stasiun tersebut. Adapun kenaikan suhu pada Stasiun 10 dan 11 disebabkan oleh adanya dorongan massa air yang keluar dari muara kanal pendingin ke arah stasiun tersebut akibat air pasang.
Stasiun lainnya mengalami peningkatan suhu yang lebih tinggi pada saat air surut disebabkan aliran massa air pendingin yang keluar dari outfall bergerak ke stasiun-stasiun tersebut mengikuti air yang sedang surut. Dalam hal ini luas perairan yang mengalami kenaikan suhu yang lebih tinggi terjadi pada saat air surut. Hasil pengukuran suhu permukaan dan hasil simulasi dapat dilihat pada Lampiran 2.
4.1.2.2 Suhu Arah Vertikal
Hasil pengukuran suhu arah vertikal di Stasiun 8 menunjukkan adanya lapisan terstratifikasi di lokasi ini, dimana suhu pada lapisan permukaan lebih tinggi daripada suhu di lapisan bawahnya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wu
et al. 2001, yang didasari oleh teori bahwa air dengan densitas lebih rendah berada di atas massa air yang berdensitas lebih tinggi. Suhu pada setiap lapisan juga senantiasa berubah menurut kondisi pasang surut dengan fenomena suhu lebih tinggi pada saat air surut dan lebih rendah pada saat air pasang. Suhu arah vertikal hasil pengukuran dapat dilihat pada Lampiran 3.
4.1.3 Kondisi Sungai di Wilayah Penelitian
Hasil pengukuran menunjukkan bahwa kondisi kelima sungai yang bermuara ke daerah model memiliki karakteristik yang hampir sama dalam hal debit dan suhu air baik untuk musim hujan maupun musim kemarau. Hal ini disebabkan selain
karena sungai-sungai tersebut memiliki luas penampang yang kecil, juga karena kondisi hulu dari sungai-sungai tersebut relatif sama. Tabel 8 di bawah menunjukkan suhu dan debit sungai rata-rata untuk musim kemarau dan musim hujan.
Tabel 8 Suhu dan debit rata-rata beberapa sungai yang bermuara ke lokasi penelitian pada musim hujan dan musim kemarau
St. Muara Sungai
Musim Hujan Musim Kemarau
Suhu rata-rata (o Debit C) rata-rata (m3 Suhu /det) rata-rata (o Debit C) rata-rata (m3/det) s1 s2 s3 s4 s5 Baltim Muara Sekambing Sekangat Nyerakat Selangan 25.05 25.00 25.10 25.00 25.10 0.50 1.00 1.10 1.00 1.00 25.10 25.00 25.05 25.10 25.20 0.20 0.50 0.50 0.20 0.50
Sumber : Hasil pengamatan (2008)