• Tidak ada hasil yang ditemukan

Anaslisis Panjang Tip Penetrasi

Dalam dokumen BAB I PENDAHULUAN. serta polusi udara (Halaman 51-59)

Kesimpulan Hasil

DATA PENELITIAN

6.1 Anaslisis Panjang Tip Penetrasi

Dari tabel 5.1 pada Bab 5 diatas di ketahui bahwa panjang tip penetrasi semprotan untuk masing – masing pengujian memiliki kecendrungan yang serupa yaitu memiliki panjang lebih dari 200 mm, hal ini dapat di akibatkan oleh tekanan pada pompa injeksi yang memiliki perbedaan yang cukup besar bila dibandingkan dengan tekanan ruang pengujian. Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa untuk campuran 5% BD jarak 0,2 m tercapai dalam waktu 0,0196 s sehingga kecepatan tip penetrasinya adalah 8,73 m/s sedangkan untuk solar murni (100%D) jaraknya 0,2 m tercapai hanya dalam waktu 0,0082 s sehingga kecepatan tip penetrasinya 19,13 m/s.

Terlihat dari tabel tersebut bahwa semakin besar kandungan persentase biodiesel pada campuran akan berdampak pada penurunan kecepatan tip penetrasi. kecepatan tip penetrasi yang paling kecil terdapat pada minyak biodiesel murni 100%BD dimana nilai kecepatan tip penetrasinya tersebut hanya sekitar 5,65 m/s jauh lebih kecil dari nilai kecepatan pada minyak solar murni (100%D). Hal tersebut sangat di pengaruhi oleh kekentalan (viskositas) dari minyak biodiesel yang lebih besar dari pada minyak solar murni sehingga untuk dapat tercapainya tip penetrasi tersebut membutuhkan waktu yang lebih lama. Terbentuknya panjang tip penetrasipun memiliki nilai yang berbeda – beda untuk setiap pengujian yaitu pada pada 5%BD : 211,46x10-3, 10%BD : 231,13x10-3, 15%BD : 246x10-3, dan 20%BD 231,79x10-3

Sedangkan secara teoritis, panjang tip penetrasi ini juga dapat diperkirakan dengan menggunakan persamaan pada bab 2 diatas.

Secara teoritis panjang tip penetrasi ini juga dapat diperkirakan dengan menggunakan persamaan 2.12. Dengan nilai Lb dapat dihitung melalui rumus seperti pada persamaan 2.14. Dimana diketahui bahwa dari data pada tabel pengujian dan tabel propertis minyak solar murni 100% D didapat :

ΔPinj = 150 bar = 1,5 x 107 pa t = 16.00 ms = 0,016s ρL = 840 kg/m3

ρa = 1,2 kg/m3, dan do = 0,2 mm

52 sehingga panjang Lb :

Dan panjang tip penetrasi, L :

Melalui mekanisme perhitungan yang sama dengan di atas, selanjutnya di dapat data panjang tip penetrasi untuk campuran yang lain. Berikut ini merupakan tabel perbandingan panjang tip penetrasi yang didapat melalui eksperimen dengan panjang tip penetrasi secara teoritis untuk tiap campuran biodiesel.

Tabel 6.1 perbedaan panjang tip penetrasi hasil pengujian dengan hasil perhitungan teoritis

No

%

Jarak

Aktual Waktu Jarak Teoritis

Campuran (mm) ms s (mm) 1 5%BD 211,46 29,2 0,0029 213 2 10% BD 231,13 39,00 0,0039 284 3 15% BD 246,64 38,00 0,0038 277 4 20% BD 237,21 44,00 0,0044 321 5 100% BD 245,00 54,00 0,0054 394 6 100% D 205,28 16,00 0,0016 232

Panjang tip penetrasi yang didapat melalui perhitungan memiliki perbedaan dengan panjang tip penetrasi yang di dapat dengan pengujian, hal tersebut dapat diakibatkan oleh keterbatasan pada penelitian ini baik dari sisi alat pengujian, software, maupun tingkat ketepatan skala pada pengolahan data pengujian yang dilakukan secara manual.

Jika dibandingkan dengan penelitian – penelitian yang telah dilakukan sebelumnya juga terdapat perbedaan yang relative besar tentang kecepatan tercapainya tip penetrasi ini. Waktu yang diperlukan untuk tercapainya panjang tip

53 penetrasi penuh berkisar antara rentang waktu 16,00 – 54,00 ms ( 16,00ms untuk 100%D, dan 54,00 ms untuk 100%BD). Sedangkan hasil yang didapat pada pengujian yang sama dengan tekanan injector yang sama pula sekitar 150 bar, waktu yang diperlukan untuk tercapainya tip penetrasi tersebuthanya berkisar pada nilai 1,2 ms saja (Liguan2007). Terjadinya perbedaan yang cukup jauh, ini besar dipengaruhi oleh alat (kamera) dan program yang digunakan untuk pengolahan data yang tidak memiliki spesifikasi yang memadai. High speed kamera yang digunakan pada penelitian sebelumnya telah menggunakan kamera yang memiliki nilai fps (fram per second) yang cukup tinggi yaitu sekitar 10000 fps (Yuan Gao et al, 2005) sedangkan high speed kamera yang digunakan pada penelitian ini hanya memiliki kemampuan 50 fps saja (NIKON D5200 series). Sehingga dapat dirasa wajar jika terjadi perbedaan dan masih cukup jauh dari hasil – hasil yang telah di peroleh pada penelitian sebelumnya.

Pada tabel 5.1 juga di dapatkan nilai kecepatan tip semprotan yang terjadi berkisar 19,13 m/s yang terjadi pada minyak diesel murni (100%D). sedangkan untuk minyak biodiesel murni (100%BD) nilai kecepatan semprotan paling rendah yaitu hanya sekitar 5,65 m/s. Nilai kecepatan semprotan ini dapat diperkirakan secara teoritis dengan menggunakan persamaan 2.21.

Dimana :

Cd = 0,8 (asumsi) ρL = 840 kg/m3

ΔPinj = 150 bar =1,5 x 107Pa

Sehingga nilai kecepatan semprotan ini adalah :

= 151,2 m/s

Nilai ini sangat berbeda jauh dengan nilai hasil pengujian pada minyak solar murni yang hanya sekitar 19,13 m/s. Besarnya nilai error tersebut dapat diakibatkan oleh kesalahan pada saat olah gambar dengan menggunakan program tertentu.

54 6.2 Analisa Sudut Semprotan

Dari data yang terdapat pada tabel 5.1 pada bab 5 diatas terlihat bahwa tidak ada perbedaan yang berarti dari semua semprotan yang terbentuk baik untuk tiap campuran biodiesel maupun dengan minyak solar murni 100% D. Untuk campuran biodiesel 5% BD, 10% BD, dan 15% BD memiliki sudut yang mendekati dengan solar murni 100% D yaitu 9,04o hingga 9,50o. perbedaan sudut jelas terlihat pada campuran 100% BD dan 100%D. Campuran 100% BD memiliki sudut yang lebih kecil dari solar murni 100% D, yaitu 7,77o, sedangkan campuran 100% D memiliki sudut yang lebih besar yaitu sebesar 10,59o. Ini berarti dapat dikatakan bahwa kecendrungan penambahan persentase biodiesel pada solar akan berakibat pada sudut semprotannya menjadi lebih kecil daripada minyak solar murni itu sendiri. Hal ini dikarenakan kekentalan minyak biodiesel yang relative lebih besar, sehingga memiliki hambatan yang besar pada semprotannya sehingga pola semprotan cendrung melancip dengan hasil semprotan kabut yang kurang homogen.

Penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan oleh beberapa penelitian menunjukkan bahwa sudut yang dibentuk oleh semprotan biodiesel dan campurannya dengan solar, memiliki sudut dengan kisaran nilai antara 15o sampai 25o (Liguan, 2007). Hal ini berarti memang sudah sesuai antara hasil pengujian pada penelitian ini, dengan hasil yang didapat pada penelitian – penlitian sebelumnya.

Sedangkan untuk besarnya sudut semprotan secara teoritis, dapat menggunakan rumus pada persamaan 2.16.

Dimana : ΔPinj = 150 bar = 1.5 x 107 Pa υL = 5 x 10-7 m2/s υL2 = 25 x 10-14 m2/s ρL = 840 kg/m3 ; dan do = 0.2 mm Sehingga :

Nilai ini sudah hampir sesuai dengan sudut semprotan yang terjadi pada hasil pengujian ini yang sebesar 9o – 11o ( nilai rata – rata sebagian besar semprotan yang terjadi).

55 6.3 Analisis Distribusi Diameter Butiran

Terlihat dari tabel 5.3 dan 5.4 pada bab 5 diatas, bahwa jumlah butiran yang ada pada semprotan akan semakin berkurang seiring dengan bertambahnya persentase campuran biodiesel. Untuk campuran 5%BD jumlah total butirannya mencapai 2677 butiran, sementara 10% BD, 15% BD, 20% BD dan, 100% BD jumlah butirannya masing – masing adalah 2596 butir, 2266 butir, 2342 butir, dan 3177 butir, namun demikian terdapat kesamaan dalam hal persentase ukuran diameter butiran yang paling dominan. Ukuran diameter butiran yang paling mendominasi pada tiap semprotannya adalah butiran dengan ukuran diameter 2.31 – 2.36 µm. Ukuran diameter yang paling dominan pada semprotan 5% BD sampai 100% BD adalah sekitar 2.31 – 2.36 µm dengan persentase rata – rata sekitar 50% dari jumlah butiran yang ada. Sedangkan pada minyak solar murni 100%D, diameter yang paling dominan adalah berukuran 1.49 µm dengan persentase 52.21%, jauh lebih besar nilainya dari semua nilai persentase pada biodiesel dan campurannya. Sehingga dapat dikatakan bahwa penambahan persentase biodiesel pada solar murni akan mengakibatkan jumlah partikel yang lebih kecil akan berkurang persentasenya seiring dengan meningkatnya persentase biodiesel pada solar tersebut.

Jika dibandingkan dengan penelitian – penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, terdapat banyak perbedaan tentang distribusi ukuran diameter butiran ini. Penelitian sebelumnya dengan metode dan variable yang sama, didapatkan hasil diameter semprotan yang paling mendominasi adalah butiran dengan ukuran diameter sekitar 10 – 25 µm saja seperti terlihat pada gambar 6.1 diatas (Liguan, 2007). Hal ini kemungkinan terjadi dikarenakan oleh adanya kebocoran pada sisi lubang nozzle injector yang mengakibatkan semburannya makin banyak sehingga panjang tip penetrasinya lebih panjang dan juga butiran yang terjadi pada semprotannya menjadi lebih besar ukuran diameternya daripada ukuran seharusnya.

Sedangkan pada tabel 5.4 pada bab 5 diatas juga didapatkan nilai diameter rata – rata yang terjadi pada semprotan dengan minyak solar (100% D), didapatkan diameter rata – ratanya adalah sekitar 60 µm dan yang paling besar adalah terjadi pada campuran minyak biodiesel 20% dimana, di dapatkan nilai diameter rata – rata sebesar 82 µm. Sementara nilai diameter rata – rata dari semprotan yang terjadi ini dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Sauter Mean Diameter (SMD) berikut, seperti pada persamaan 2.23.

56 Dimana dari data – data sifat minyak biodiesel murni (100% BD) yang ada pada lampiran didapat : σ = 35 dyne / cm = 0.035 N/m ρL = 736 kg/m3 υa = 103.55 m/s µL = 55 mm2/s AFR = 10

Sehingga nilai teoritis dari diameter rata – rata untuk semprotan pada minyak 100% BD tersebut adalah sbb:

Nilai ini lebih kecil dari pada nilai yang di dapat dari hasil pengujian yang diameter rata – ratanya berkisar pada nilai 1.49 – 11.81 µm.

57 BAB VII

KESIMPULAN

7.1 Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan adalah sebagai berikut, yaitu :

 Dari semprotan biodiesel minyak alpukat terlihat bahwa panjang tip penetrasi campuran biodiesel minyak alpukat dari masing – masing campuran 5%BD - 20%BD mengalami peningkatan 211,46x10-3 – 231,13x10-3 dimana untuk solar murni sendiri panjang tip penetrasinya adalah 205,28x10-3. Kecepatan semprotan dari msing – masing campuran bahan bakar biodiesel tersebut adalah 5%BD : 8.73m/s, 10%BD : 6.32 m/s, 15%BD : 8.43m/s, 20%BD : 7.14 m/s. Jadi dari masing – masing campuran bahan bakar tersebut yang paling mendekati untuk panjang tip penetrasi adalah campuran biodiesel dengan komposisi 5%BD yang memiliki panjang 211.46x10-3 dimana kecepatan dari pembentukan semprotan juga yang paling mendekati dari solar murni

 Karakteristik distribusi butiran pada semprotan yang terbentuk pada pengujian campuran minyak biodiesel (5%BD, 10 %BD, 15%BD, dan 20%BD) diameter yang paling mendominasi adalah butiran dengan ukuran 2.20 µm. persentase diameter yang dominan tersebut berkisar pada nilai 58.87%, sedangkan untuk minyak solar murni, persentase diameter butiran yang dominan tersebut berkisar pada nilai 66.97%, jauh lebih besar dari pada minyak biodiesel alpukat dan campurannya

7.2 Saran

Mengingat dengan segala keterbatasan dalam penelitian ini, sangat di mungkinkan terdapat benyak kekurangan dalam penelitian ini, untuk semakin baiknya penelitian yang dilakukan sangat diharapkan berbagai saran yang membangun, sehingga akan di dapatkan hasil penelitian semakin baik di kemudian harinya.

58 DAFTAR PUSTAKA

Daryanto dan Setyabudi, I., 2013, Teknik Motor Diesel, Alfabeta, Bandung Manai, S., 2010, Membuat Sendiri Biodiesel, Lyly publisher, Jakarta

Yuan Gao1, Jun Deng2, Chunwang Li3, Fengling Dang4, Zhuo Liao5, Zhijun Wu6, Liguang Li7, 2007, Experimental study of the spray characteristics of biodiesel based on inedible oil.

I.G.B.W Kusuma, 2003 Pembuatan biodiesel dan pengujian terhadap prestasi kinerja mesin diesel. Journal poros, V 6 (4).

Rabiman, A.Z., 2011, Sistem Bahan Bakar Motor Diesel, edisi pertama – Yogyakarta, Graham Ilmu.

Pudjanarsa, Astu1., Nursuhud, Djati2., MSME, 2006, Mesin konversi energi.

Park, Su Han1, Hyun Kyu Suh2, Chang Sik Lee3, 2009. Nozzle flow and atomization characteristics of ethanol blended biodiesel fuel. Journal home page: Available online: www.elsevier.com/locate/renene.

Borman, G.L1., Ragland, Kennth W2 1998, Combustion Engineering International Editions. Oxford, USA.

Ghurri, A,1, Kim Jae-duk2, Song Kyu-Keun3, Jung Jae-Youn4 and Kim Hyung Gon5, Qualitative and quantitative analysis of spray characteristics of dieseland biodiesel blend on common-rail injection system. Journal of Mechanical science and Thecnology Available From : URL: http://www.springerlink.com/content.

Liguang Li (Dong and Liu, and Senatore et al: (2007): Experimental study of the spray characteristic of biodiesel based on inedible oil.(Biotechnology Advances 27 (2009) 616-624.Journal homepage:

www.elsevier.com/locate/biotechad

Viriato1, Pedro Andrade2 and Maria da Gracea Carvalho3, 1996. Spray Characterization: numerical prediction of sauter mean diameter and droplet size distribution. Departemento de Engeharia Mechanical, Instituto Superior Tecnic, Universidade Tecnico de Lisboa, Portugal.

59 Dong, Quan1, Wuqiang Long2, Tsuneaki Ishima3, Hisanobu Kawashima4, 2012. Spray characteristic of V-type intersecting hole nozzle for diesel engines. Journal home page : Available online : www.elsevier.com/locate/fuel.

Havendri, A., 2008. Kaji eksperimental perbandingan prestasi dan emisi gas buang motor bakar diesel menggunakan bahan bakar campuran solar dengan biodiesel cpo, minyak jarak dan minyak kelapa. No.29 Vol.1 Thn. XV April 2008. ISSN: 0854-8471. Jurusan Teknik Mesin – Fakultas Teknik Universitas Andalas.

Dalam dokumen BAB I PENDAHULUAN. serta polusi udara (Halaman 51-59)

Dokumen terkait