• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANATOMI PENAMPANG LINTANG BATANG 9 JENIS BAMBU

Abstrak

Ketersediaan bambu yang melimpah serta keterbatasan pemanfaatan bambu mendorong dilakukannya penelitian dasar di bidang anatomi untuk memperoleh landasan ilmiah mengenai karakter bambu yang dapat digunakan untuk mengarahkan pemanfaatan bambu secara optimum. Metode analisis adalah pendekatan regresi dengan peubah boneka dengan melibatkan faktor jenis, posisi bambu secara vertikal (pangkal, tengah, dan ujung), posisi bambu secara horizontal (tepi, tengah, pusat dan dalam), serta pola ikatan pembuluh bambu (pola 1, 2, 3, dan 4). Hasil penelitian ini menetapkan bahwa setiap spesies bambu memiliki pola ikatan pembuluh dari pola 1 sampai pola 4, baik itu pola tunggal ataupun pola kombinasi. Dendrocalamus strictus, bagian ujung batang, bagian tepi penampang lintang, dan pola ikatan pembuluh 1 memiliki nilai kerapatan ikatan pembuluh tertinggi dan berbeda nyata jika dibandingkan dengan lainnya. Bambu Cephalostachyum pergracile memiliki nilai panjang serabut terendah dibandingkan dengan spesies bambu lain. Panjang serabut tertinggi dimiliki oleh bambu-bambu yang memiliki pola 4. Persen serabut tertinggi pada penampang lintang batang ada pada bagian tepi. Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa pola ikatan pembuluh mempunyai nilai penting untuk membedakan jenis bambu juga dapat digunakan untuk menentukan arah penggunaan bambu.

Kata kunci: kerapatan ikatan pembuluh, pola, persentase serabut, panjang serabut, penampang lintang

Abstrak

Abundant availability of bamboo and limitations in the use of bamboo encourage basic research in the field of anatomy. The study is expected to provide a scientific basic for the character of bamboo that can be used to direct the optimum utilization of bamboo. The research method is the approach of regression with dummy variables which involved factors of bamboo species, position of bamboo vertical (base, middle, and top), bamboo horizontal position (edge, middle, center, inner) and bamboo patterns (1, 2, 3 and 4 ). The result of this study is that every bamboo species has vascular bundle pattern from 1 to 4 as well as the single patern and the combination pattern. Dendrocalamus strictus species, the culm top, edges of the cross section, vascular bundle pattern 1 have the highest vascular bundle density values andsignificantly different with others. Cephalostachyum pergracile fiber length has the lowest compared to other species of bamboo but pattern 4 has the highest fiber length. The highest percent of fibers in the cross section of the stem is at the edge. The conclusion of this study is the vascular bundle patterns have important value for distinguishing species of bamboo and they can also be used to determine the direction of

bamboo’s utilization.

Key word : vascular bundle density, pattern, fibre percentage, fibre length, cross section

Pendahuluan

Bambu merupakan tanaman monokotil yang tersedia melimpah di Indonesia bahkan di dunia, yang digunakan untuk berbagai tujuan walaupun dalam hal ini tidak semua spesies sesuai untuk tujuan tertentu. Bambu mempunyai sifat-sifat fisik dan mekanik yang berbeda sehingga menghasilkan produk dengan mutu yang berbeda pula. Pengetahuan mengenai komponen anatomi bambu memegang peranan penting bahkan diperlukan dalam penemuan suatu produk baru. Dengan demikian, riset dasar sangat penting untuk mendapatkan suatu karakterisasi bambu. Menurut American Bamboo Society (1999), riset pada sifat-sifat dasar akan membawa kepada penggunaan yang lebih baik dan peningkatan nilai tambah produk. Untuk penggunaan yang lebih optimum diperlukan kriteria tertentu yang sesuai dan sering terkait dengan struktur sel (anatomi) dan sifat-sifat pada bambu (Liese 1987). Gritsch dan Murphy (2005) menyatakan bahwa struktur anatomi bambu menentukan sifat dasar terutama sifat fisik dan mekanik.

Bambu dikenal sebagai salah satu tanaman cepat tumbuh sehingga dapat menjadi alternatif terbaik pengganti kayu di masa datang. Tidak seperti kayu, bambu hanya memerlukan 3-4 tahun untuk siap tebang dan digunakan (Wahab et al. 2009). Jenis-jenis bambu yang tumbuh di Indonesia sangat banyak dan belum dimanfaatkan secara optimum. Dengan demikian, terbuka peluang untuk memanfaatkan lebih banyak jenis-jenis bambu yang ada.

Untuk mengenal seluruh jenis bambu relatif sulit karena banyak bambu yang belum dikenal di masyarakat. Perlu dicari upaya lain agar dapat mengenal dalam konteks menggunakan bambu secara tepat dengan lebih mudah. Penelitian ini mencoba untuk mengamati secara mendalam sifat anatomi penampang lintang bambu dengan memperhatikan berbagai informasi yang muncul dari penampang lintang bambu-bambu yang diujikan. Penelitian pada bidang anatomi sebaiknya dikembangkan untuk menggali potensi yang dimiliki bambu sehingga hasilnya dapat dipergunakan terutama dalam memanfaatkan bambu secara optimum (Lwin etal. 2007).

Seperti halnya tanaman monokotil lain, anatomi batang bambu tersusun selain oleh parenkim sebagai jaringan dasar juga oleh ikatan pembuluh yang tertanam dalam parenkim (Londono et al. 2002). Keragaman di antara genus dan

spesies bambu terkait dengan jenis pola ikatan pembuluh (Grosser dan Liese 1971). Tampilan pola ikatan pembuluh itu sendiri akan dapat dilihat dengan jelas pada penampang melintang bambu (Lwin et al. 2007). Bambu memiliki 4 pola ikatan pembuluh yaitu tipe 1 yang terdapat pada genus Leptomorph seperti Arundinaria, tipe 2 terdapat pada genus Melocanna dan Cephalostachyum, sedangkan tipe 3 dan 4 muncul pada genus Dendrocalamus dan Gigantochloa. Perbedaan struktur anatomi yang mendasar antara keempat pola mempengaruhi sifat-sifat kerapatan, kekuatan, dan kelenturan (Grosser dan Liese 1971). Dengan demikian, melalui penelitian sifat anatomi diharapkan akan dapat diketahui sifat- sifat struktural dan hubungan dengan sifat dasar lainnya secara lengkap.

Penetapan pola ikatan pembuluh dilakukan pada 9 jenis bambu. Pada proses selanjutnya sampel bambu yang diambil hanya 8 jenis bambu (tanpa Gigantochloa atroviolacea) karena setiap pola cukup terwakili oleh 2 jenis bambu. Diharapkan melalui kegiatan penelitian ini akan diperoleh informasi secara lengkap mengenai sifat anatomi penampang lintang batang bambu.

Bahan dan Metode Bahan

Bahan penelitian adalah 9 jenis bambu yang telah berumur 3-4 tahun serta memiliki pola ikatan pembuluh 1-4 yang ditentukan berdasarkan panduan penetapan pola ikatan pembuluh bambu oleh Grosser dan Liese (1971) (Lampiran 1) dengan ulangan 3 kali. Bambu-bambu tersebut terdiri atas Arundinaria hundsii Munro (Ah), Arundinaria javonica (Aj), Melocanna baccifera (Mb), Cephalostahyum pergracile (Munro)(Cp), Dendrocalamus giganteus (Wallich ex

Munro (Dg/sembilang), Dendrocalamus strictus (Roxb.) Nees (Ds),

Dendrocalamus asper (Schultes f.) (Da/betung/petung), Gigantochloa atroviolacea (Widjaja) (Gat/hitam atau pring wulung), dan Gigantochloa apus (J.A. & J.H. Schultes) Kurz (Ga/tali) dengan lokasi pengambilan 6 jenis bambu pertama di Kebun Raya Bogor, sedangkan lokasi pengambilan 3 jenis bambu yang terakhir dari daerah di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Penentuan sifat anatomi

Variabel pengamatan adalah tipe dan kerapatan ikatan pembuluh, panjang serabut dan persentase serabut. Sampel uji ditetapkan pada penampang lintang ruas tengah bagian pangkal, tengah, dan ujung batang bambu, sedangkan pada posisi horizontal (penampang lintang batang), sampel uji ditetapkan pada bagian tepi, tengah, pusat, dan dalam. Maserasi menggunakan metode Schultze, sedangkan pembuatan preparat sayatan mengacu kepada Sass (1951).

Kerapatan ikatan pembuluh ditentukan berdasarkan perhitungan jumlah pola ikatan pembuluh untuk setiap luasan tertentu. Persentase serabut ditentukan dengan menghitung luasan serabut untuk setiap luasan tertentu dalam satuan persen. Kerapatan ikatan pembuluh dan persentase serabut diukur dengan alat stereo discovery V8 merk Zeiss dengan kamera Axio Cam M Rc 5 yang dihubungkan komputer dengan perangkat lunak Axio Vision Rel. 4.6. Sementara pengukuran panjang serabut dilakukan dengan mikroskop. Dokumentasi foto mikro bambu dilakukan dengan bantuan mikroskop dengan pembesaran 40 kali.

Analisis data

Data dianalisis dengan pendekatan regresi dengan peubah boneka. Peubah boneka dalam analisis ini adalah 8 (delapan) jenis bambu yang terwakili dalam peubah X1-X7; 3 (tiga) posisi vertikal yaitu pangkal, tengah, dan ujung yang

terwakili dalam peubah X8 dan X9; 4 (empat) posisi horizontal yaitu tepi, tengah,

pusat, dan dalam yang terwakili dalam X10-X12; 4 (empat) pola bambu yang

terwakili dalam X13- X15. Dalam penentuan panjang serabut hanya ada 12 peubah

boneka (dummy) karena tidak ada peubah untuk posisi horizontal. Kontribusi keseluruhan peubah akan dianalisis dalam persamaan regresi.

Hasil dan Pembahasan

Deskripsi pola ikatan pembuluh bambu

Pengamatan pola ikatan pembuluh pada 9 jenis bambu memberikan hasil berupa penetapan pola ikatan pembuluh. Penetapan pola ikatan pembuluh

dilakukan dengan pengamatan bentuk pola pada bagian pusat (setelah bagian tengah) penampang lintang batang karena bentuk dan ukuran pola telah mencapai diferensiasi optimum (Londono et al. 2002). Pada bagian tengah batang bambu, Arundinaria hundsii dan Arundinaria javanica memiliki ikatan pembuluh pola 1, sedangkan Melocanna baccifera dan Cephalostahyum pergracile baik bagian pangkal, tengah, dan ujung memiliki pola 2. Demikian pula Dendrocalamus giganteus dan Dendrocalamus strictus memiliki pola 3 pada keseluruhan bagian batang (pangkal, tengah, dan ujung). Namun, pola pada bambu Dendrocalamus asper berbeda dengan spesies bambu sebelumnya, yaitu pada bagian pangkal memiliki pola 4, sedangkan pada bagian tengah dan ujung mempunyai pola 3. Bambu Gigantochloa atroviolacea dan Gigantochloa apus pada bagian pangkal dan tengah mempunyai pola 4, sedangkan pada bagian ujung mempunyai pola 3. Selanjutnya, akan diuraikan deskripsi pola ikatan pembuluh untuk setiap jenis bambu.

Arundinaria hundsii

A. hundsii adalah bambu yang termasuk kelompok bambu monopodial. Umumnya, ketinggian batang 3 m. Bambu ini memiliki dinding batang tipis dibandingkan dengan spesies bambu lain, yaitu tebal dinding batang bagian pangkal rata-rata 0.6 cm, sedangkan bagian ujung rata-rata 0.4 cm. Bentuk pola pada penampang lintang bambu dapat diamati secara jelas pada bagian tengah dan bagian dalam yang berbentuk pola 1. Bentuk pola pada bagian tepi belum terlihat jelas karena rantai pembuluh pusat masih bergabung dengan rantai serabut. Sementara itu, bentuk pola pada bagian tengah dan dalam terlihat jelas. Selubung sklerenkim pada bagian tengah lebih tebal dibandingkan dengan bagian dalam. Adapun gambaran tanaman bambu secara utuh dan sayatan pola ikatan pembuluh pada penampang lintang bambu A. hundsii selengkapnya pada Gambar 3 dan sketsa pola ikatan pembuluh pada tipe 1 pada Gambar 4.

Arundinaria javonica

Seperti halnya spesies bambu sebelumnya, bambu A. javonica adalah bambu yang termasuk kelompok monopodial yang berasal dari negara Jepang (Botanic Garden of Indonesia 2001). Ketinggian batang bambu ini rata-rata 4 m dengan tebal dinding batang bagian pangkal rata-rata adalah 0.6 cm dan bagian ujung adalah 0.4 cm. Umumnya, dinding batang hanya terbagi atas 3 bagian saja yaitu bagian tepi, tengah, dan bagian dalam. Bentuk pola ikatan pembuluh antara bagian tengah dan dalam hampir sama, tetapi ada sedikit perbedaan dalam selubung serabut, yaitu pada bagian dalam ukurannya lebih kecil. Bentuk pola terlihat jelas pada bagian tengah yaitu membentuk pola 1. Tampilan bambu secara utuh dan sayatan penampang lintang A. javonica dapat dilihat pada Gambar 5, sedangkan sketsa pola ikatan pembuluh tercantum pada Gambar 6.

Gambar 3. (a). Bentuk pohon bambu A. hundsii secara utuh, (b). Sayatan mikro pada penampang lintang bambu (pembesaran 40x)

parenkim metaxilem

ruang antar sel

sklerenkim

jar. floem

Gambar 4. Sketsa pola ikatan pembuluh tipe 1 pada A. hundsii

kulit dalam

(a)

Melocanna baccifera

Bambu M. baccifera berasal dari negara Banglades, Burma, dan India, tetapi telah menyebar luas ke seluruh dunia ( Dransfield dan Widjaja 1995). Bambu ini termasuk kelompok simpodial. Di Kebun Raya Bogor, bambu ini tumbuh dengan tinggi batang rata-rata 8 m dan tebal dinding batang pangkal adalah 0.7 cm dan bagian ujung 0.3 cm. Tampilan secara utuh pohon bambu Melocanna baccifera terlihat pada Gambar 7. Uraian sifat anatomi berdasarkan bagian pada batang, yaitu pada pangkal, tengah, dan ujung.

Gambar 7. Bentuk pohon bambu M. baccifera secara utuh

Gambar 5. (a). Bentuk pohon bambu A. javonica secara utuh, (b). Sayatan pada penampang lintang bambu (pembesaran 40x)

parenkim metaxilem

ruang antar sel sklerenkim

jar. floem

Gambar 6. Sketsa pola ikatan pembuluh tipe 1 pada A. javonica

kulit dalam

(a)

Pangkal

Pola ikatan pembuluh pada bambu M. baccifera merupakan pola 2 yang terlihat jelas pada bagian tengah penampang lintang batang. Pada bagian tepi penampang lintang, selubung serabut masih menyatu dengan rantai pembuluh pusat. Sementara itu, pada bagian tengah penampang lintang batang, bentuk pola sudah jelas terlihat. Pada bagian dalam, gambaran pola tidak sempurna karena perluasan selubung sklerenkim pada ruang antar sel sangat sedikit (Gambar 8).

Tengah

Seperti pada bagian pangkal, pola ikatan pembuluh bambu M. baccifera bagian tepi penampang lintang batang belum memberikan gambaran pola yang jelas. Pada bagian tengah penampang lintang batang, gambaran pola sudah terbaca berupa pola 2 dan bentuk pola yang tidak sempurna muncul pada bagian dalam seperti yang tertera pada Gambar 9.

Gambar 9. (a) M. baccifera bagian tengah (pembesaran 40x) (b) sketsa pola ikatan pembuluh 2 pada M. baccifera

parenkim metaxilem jar. floem sklerenkim ruang antar sel parenkim metaxilem

ruang antar sel

sklerenkim jar. floem

Gambar 8. (a) M. baccifera bagian pangkal dengan pembesaran 40x (b). Sketsa pola ikatan pembuluh2 pada M. baccifera

kulit dalam

kulit dalam

(a)

(b)

Ujung

Pola ikatan pembuluh pada bagian ujung sama seperti pada bagian pangkal dan tengah, tetapi ukurannya lebih kecil. Pada bagian tepi penampang lintang batang, gambaran pola tidak jelas terlihat. Pola ikatan pembuluh terlihat jelas hanya pada bagian tengah. Bagian dalam disusun oleh pola-pola yang tidak sempurna (Gambar 10).

Cephalostachyum pergracile

Bambu C.pergracile adalah kelompok bambu simpodial yang berasal dari India, Nepal, Burma, Thailand, dan China ( Dransfield dan Widjaja 1995). Bambu ini tumbuh di Kebun Raya Bogor dengan tinggi batang rata-rata 14 m. Ketebalan dinding batang pada bagian pangkal rata-rata 1.4 cm, sedangkan bagian ujung adalah 0.6 cm. Tampilan pohon bambu secara utuh dapat diamati pada Gambar 11. Pembahasan selanjutnya adalah uraian sifat anatomi berdasarkan bagian batang, yakni pangkal, tengah, dan ujung.

Gambar 10. (a). Penampang lintang M. baccifera bagian ujung (pembesaran 40x), (b). Sketsa pola ikatan pembuluh 2 pada M. baccifera

(pola 2)

kulit dalam

parenkim metaxilem

ruang antar sel

sklerenkim

jar. floem

(b) (a)

Pangkal

Pada bagian tepi penampang lintang batang, rantai pembuluh pusat dikelilingi oleh selubung serabut sehingga belum dapat ditentukan bentuk polanya. Pada bagian tengah penampang lintang terlihat perluasan selubung serabut dekat ruang antar sel sehingga bakal pembentukan pola 2 sudah mulai terlihat. Demikian pula pada bagian pusat, bentuk pola ikatan hampir sama dengan bagian tengah, tetapi perluasan selubung serabutnya agak memanjang. Namun, pada bagian dalam, perluasan selubung serabut pada ruang antar sel tidak seluas seperti pada bagian tepi, tengah, dan pusat (Gambar 12).

Gambar 12. (a) Tampilan penampang lintang bambu C. pergracile bagian pangkal l dengan pembesaran 40x, (b) Sketsa 1 pola ikatan pembuluh 2 pada C. pergracile

Tengah

Pada bagian tepi penampang lintang batang, selubung serabut mengelilingi seluruh rantai pembuluh pusat. Bagian tengah penampang lintang berbeda dengan bagian tepi karena perluasan selubung sudah mulai terlihat. Hal yang sama terjadi pada bagian dalam penampang lintang batang. Dengan demikian, pada bagian tengah dan bagian dalam, bentuk pola ikatan pembuluh sudah terlihat jelas, yaitu pola 2 (Gambar 13).

Gambar 11. Bentuk pohon bambu C. pergracile

parenkim metaxilem

ruang antar sel

sklerenkim

jar. floem

kulit dalam

(a)

Ujung

Pada bagian tepi penampang lintang batang, rantai pembuluh pusat seluruhnya dikelilingi oleh selubung serabut dengan bagian yang agak menonjol pada bagian ruang antar sel. Bentuk pola ikatan pada bagian tengah penampang lintang adalah pola 2. Pada bagian dalam penampang lintang batang, bentuk pola ikatan pembuluh ada yang tidak sempurna (Gambar 14).

Gambar 13. (a). Penampang lintang bambu C. pergracile bagian tengah (pembesaran 40x), (b) Sketsa pola ikatan pembuluh 2 pada C. pergracile

Gambar 14. (a). Penampang lintang bambu C. pergracile bagian ujung dengan pembesaran 40x, (b) Sketsa pola ikatan pembuluh 2 pada C. pergracile

parenkim metaxilem

ruang antar sel

sklerenkim

jar. floem

parenkim

metaxilem

ruang antar sel

sklerenkim jar. floem kulit dalam kulit dalam (a) (b) (a) (b)

Pengamatan pada susunan pola ikatan pembuluh pada posisi vertikal, pada bagian pangkal, jarak antara ikatan pembuluh agak renggang dan selubung serabut agak memanjang ke arah radial. Pada bagian tengah, selubung serabut relatif agak pendek. Pada bagian ujung, selubung serabut lebih tipis dengan tetap menunjukkan kekhasan pola 2-nya.

Dendrocalamus giganteus

D. giganteus adalah bambu simpodial dengan asal yang belum diketahui secara pasti, tetapi kemungkinan berasal dari Burma dan Thailand (Dransfield dan Widjaja 1995). Di Kebun Raya Bogor, tinggi batang bambu ini rata-rata 24 m. Rata-rata tebal dinding batang bagian pangkal adalah 2.4 cm, sedangkan pada bagian ujung adalah 0.6 cm. Adanya perbedaan yang mencolok dari ketebalan dinding batang juga terlihat dari perbedaan diameter batang antara bagian pangkal dan bagian ujung (Gambar 15). Selanjutnya, diuraikan sifat anatomi pada bagian pangkal, tengah, dan ujung bambu.

Pangkal

Pada bagian tepi penampang lintang batang, sebagian besar sudah terlihat cikal bakal munculnya pola 3, yaitu dengan adanya rantai serabut, sedangkan pada bagian tengah penampang lintang sudah memunculkan bentuk pola 3 dengan bentuk rantai serabut yang membulat. Bentuk pola yang hampir sama juga ada pada bagian pusat dengan rantai serabut yang lebih pipih dan memanjang. Pada bagian dalam, bentuk pola ikatan pembuluhnya tidak sempurna.

Gambar 15. Tampilan utuh bambu D. giganteus

rantai serabut parenkim metaxilem

ruang antar sel

sklerenkim jar. floem

Tengah

Pada bagian tepi penampang lintang batang, bentuk pola tidak terlihat karena pembuluh pusat dan rantai serabut masih menyatu. Pada bagian tengah penampang lintang, bentuk pola sudah terlihat jelas dengan rantai serabut yang bulat dan agak runcing pada bagian ujungnya. Pada bagian pusat, bentuk pola hampir sama dengan tengah penampang lintang, tetapi bentuk rantai serabut ramping. Bentuk yang hampir sama ditemukan pada bagian dalam, tetapi dikombinasikan juga dengan adanya pola yang tidak sempurna karena tidak mengandung rantai serabut (Gambar 17).

Ujung

Bentuk pola pada seluruh bagian penampang lintang bambu bagian ujung hampir sama dengan bagian tengah dengan ukuran yang lebih kecil. Pada bagian tepi penampang lintang batang, bentuk pola belum terlihat. Pada bagian tengah, bentuk pola sudah terlihat, yaitu pola 3. Pada bagian dalam penampang lintang, bentuk pola tidak sempurna ( Gambar 18).

Gambar 16. (a) Penampang lintang bambu D. giganteus bagian pangkal (pembesaran 40x), (b) Sketsa pola ikatan pembuluh 3 pada D. giganteus

Gambar 17. (a) Penampang lintang bambu D. giganteus bagian tengah (pembesaran 40x), (b) Sketsa pola ikatan pembuluh 3 pada D. giganteus

rantai serabut parenkim metaxilem ruang antar sel

sklerenkim jar. floem

rantai serabut parenkim metaxilem ruang antar sel

sklerenkim jar. floem kulit dalam kulit dalam (a) (b) (a) (b)

Susunan pola pada berbagai posisi vertikal terlihat berbeda. Pada bagian pangkal bentuk rantai serabut ramping agak melengkung ke arah tangensial. Sementara pada bagian tengah rantai serabut membulat agak melengkung walaupun sebagian kecil berbentuk lurus (tidak melengkung). Pada bagian ujung bentuk rantai serabut membulat dengan ukuran yang lebih kecil dibandingkan bagian pangkal dan tengah.

Dendrocalamus strictus

Bambu D. strictus termasuk ke dalam bambu simpodial yang berasal dari negara India, Nepal, Banglades, Burma dan Thailand (Dransfield danWidjaja 1995). Di kebun raya Bogor, bambu ini tumbuh dengan rata-rata tinggi batang adalah 9 m dengan rata-rata tebal dinding batang bagian pangkal adalah 1.5 cm (Gambar 19). Pada bagian ujung, penampang lintang batang berbentuk solid (tidak berongga). Tahapan selanjutnya adalah uraian sifat anatomi pada pangkal, tengah dan ujung batang.

Pangkal

Gambar 18. (a) Penampang lintang bambu D. giganteus bagian ujung (pembesaran 40x), (b) Sketsa pola ikatan pembuluh 3pada D. giganteus

Gambar 19. Bentuk pohon bambu D. strictus secara utuh

kulit dalam

Pola ikatan pembuluh bambu D. strictus bagian pangkal adalah pola 3 yang tampak jelas pada bagian tengah penampang lintang batang dengan rantai serabut berbentuk setengah bulatan. Pada bagian dalam, bentuk pola tampak tidak sempurna karena hanya terdiri atas rantai pembuluh pusat (Gambar 20).

Tengah

Pola ikatan pembuluh pada bagian tengah mempunyai bentuk yang sama dengan bagian pangkal dan ujung, hanya ukuran dan kerapatannya saja yang berbeda. Bentuk rantai serabut berupa setengah bulatan yang kelihatan jelas pada bagian tengah dan pusat penampang lintang batang sementara pada bagian tepi rantai serabut masih bergabung dengan dengan rantai pembuluh pusat sementara pada bagian dalam bentuk pola tidak sempurna karena rantai serabut tidak ada lagi (Gambar 21).

Gambar 20. (a). Penampang lintang Dendrocalamus strictus bagian pangkal (pembesaran 40x) (b). Sketsa pola ikatan pembuluh 3 pada D. strictus

rantai serabut sklerenkim metaxilem

ruang antar sel

parenkim jar. floem

rantai serabut parenkim metaxilem

ruang antar sel

sklerenkim jar. floem kulit dalam kulit dalam (a) (b) (a) (b)

Ujung

Bentuk pola ikatan pembuluh pada bagian ujung agak berbeda dibandingkan dengan bagian pangkal dan tengah karena bentuknya ramping. Rantai serabut setengah bulatan yang lonjong yang terlihat jelas polanya pada bagian tengah. Perubahan bentuk pola yang sangat mendadak terlihat antara bagian tepi dengan tengah yang diduga terjadi karena dinding batang yang sempit (Gambar 22).

Dendrocalamus asper

Bambu D. asper adalah bambu kelompok simpodial yang berasal dari Jawa dan Malaysia (Botanic Garden of Indonesia 2001). Tingggi batang bambu rata- rata 21 m dengan diameter batang pada bagian pangkal sebesar 1.8 cm sedangkan ketebalan batang pada bagian ujung adalah 0.8 cm. Tampilan bambu D. asper secara utuh dapat diamati pada Gambar 23. Uraian sifat anatomi pada berbagai posisi vertikal dijelaskan pada uraian selanjutnya.

Gambar 21. (a) Penampang lintang D. strictus bagian tengah dengan pembesaran 40x, (b) Sketsa pola ikatan pembuluh 3 pada D. strictus

Gambar 22. (a) Penampang melintang D. strictus bagian ujung dengan pembesaran 40x, (b) Sketsa pola ikatan pembuluh 3 pada D. strictus

rantai serabut sklerenkim metaxilem

ruang antar sel parenkim

jar. floem

kulit dalam

Pangkal

Pada bagian tepi penampang lintang batang, bentuk pola ikatan pembuluh tampak terdiri atas 2 bagian yaitu rantai pembuluh pusat dan rantai serabut. Ukuran rantai serabut lebih besar dibandingkan rantai pembuluh pusat. Pada bagian tengah penampang lintang, sudah terlihat bentuk pola yaitu pola 4 dengan bentuk rantai serabut agak membulat dan tebal. Demikian pula pada bagian pusat

Dokumen terkait