• Tidak ada hasil yang ditemukan

6 Laporan arus kas kondisi pengembangan 46

7 Analisis sensitivitas pendekatan pengembangan gabungan 47

8 Analisis sensitivitas skenario 1 48

9 Analisis sensitivitas skenario 2 50

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Susu merupakan salah satu komoditi hasil peternakan dengan tingkat konsumsi mencapai 11,09 liter per kapita pada tahun 2011 dan meningkat menjadi 14,6 liter per kapita pada tahun 2012. Tingkat konsumsi ini terus meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk, namun kenaikan tingkat konsumsi susu tidak diimbangi dengan kontribusi produksi susu domestik. Tahun 2012, susu domestik hanya mampu memenuhi 30% kebutuhan nasional, sedangkan sisanya dipenuhi melalui susu impor (Ditjen PKH 2012). Data pada tabel 1 menunjukan perbandingan antara tingkat konsumsi dengan produksi susu nasional pada tahun 2008-2012.

Tabel 1 Perbandingan tingkat konsumsi dan produksi susu nasional (000 ton)

Tingkat- Tahun

2008 2009 2010 2011 2012

Konsumsi 2.125,3 2.277,2 2506,4 2672,69 3.573,64

Produksi 647,0 827,2 909,5 974,7 1.017,9

Gap (1.478,3) (1450,0) (1596,9) (1697,99) (2555,74)

Sumber : Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (data diolah, 2013)

Kontribusi susu domestik dalam memenuhi kebutuhan susu nasional mayoritas berasal dari Pulau Jawa. Namun dengan jumlah penduduk yang tinggi, Pulau Jawa juga menjadi daerah dengan tingkat konsumsi susu tertinggi. Hal ini mengakibatkan terjadinya kesenjangan antara konsumsi dan produksi susu di setiap provinsi di Pulau Jawa. Data dari Departemen Pertanian menunjukan kesenjangan yang terjadi dalam kurun waktu tiga tahun. Data pada tabel 2 menunjukan gap antara produksi dan konsumsi di Pulau Jawa.

Tabel 2 Perbandingan nilai produksi dan konsumsi susu di Pulau Jawa (ton)

Provinsi 2008 2009

Produksi Konsumsi Gap Produksi Konsumsi Gap

D.K.I Jakarta 6,388 252,714 (246,326) 5,723 294,706 (288,983) Jawa Barat 225,212 355,850 (130,638) 255,348 488,947 (233,599) Jawa Tengah 89,748 230,588 (140,840) 91,762 388,012 (296,250) D.I Yogyakarta 7,083 26,946 (19,863) 5,038 58,700 (53,662) Jawa Timur 312,270 401,929 (89,659) 461,880 502,780 (40,900) Banten 0 86,509 (86,509) 0 212,739 (212,739)

Sumber : Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (data diolah, 2013)

Berdasarkan Tabel 2, nilai kesenjangan yang terjadi antara produksi dan konsumsi susu mengalami kenaikan tiap tahunnya. Di Provinsi Jawa Barat, gap yang terjadi selama 3 tahun terakhir, mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini menandakan belum terpenuhinya kebutuhan masyarakat dalam mengkonsumsi susu.

Lanjutan Tabel 2 Perbandingan nilai produksi dan konsumsi susu di Pulau Jawa (ton)

Sumber : Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (data diolah, 2013)

Konsekuensi akibat tingginya kesenjangan produksi dan konsumsi susu adalah ketergantungan terhadap impor dalam memenuhi permintaan susu dalam negeri. Hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi ketergantungan impor, yaitu dengan menggiatkan produksi susu nasional melalui usaha sapi perah (Siregar 2004). Sudono dalam Adi (2005) menjelaskan beberapa keuntungan beternak sapi perah dibandingkan usaha ternak lainnya, yaitu : (1) usaha ternak sapi perah merupakan suatu usaha yang tetap; (2) jaminan pendapatan yang tetap; (3) penggunaan tenaga kerja yang tetap; (4) dapat menggunakan berbagai macam hijauan yang tersedia atau sisa hasil pertanian; (5) kesuburan tanah dapat dipertahankan. Menurut Yusdja (2005) struktur produksi sapi perah terdiri dari usaha skala besar (UB) dengan kepemilikan sapi lebih dari 100 ekor, usaha menengah (UM) dengan kepemilikan sapi sebanyak 30-100 ekor, usaha kecil (UK) dengan kepemilikan sapi sebanyak 10-30 ekor dan usaha rakyat (UR) dengan kepemilikan sapi sebanyak 1-9 ekor.

Nurtini (2011) menyatakan bahwa usaha peternakan sapi perah Indonesia dibedakan menjadi dua jenis : (1) Usaha peternakan sapi perah rakyat, yaitu usaha rakyat berskala keluarga yang tergabung dalam wadah koperasi unit desa (KUD) sebagai pengumpul susu. Usaha sapi perah rakyat merupakan pemasok utama bahan baku susu segar bagi industri pengolahan susu (IPS). Jumlah sapi yang dikelola usaha sapi perah rakyat sekitar 3 ekor/peternak; (2) Perusahaan peternakan sapi perah, yaitu sebuah perusahaan yang berlokasi di sekitar kota, memiliki izin usaha, merupakan pemasok utama konsumsi susu segar bagi masyarakat perkotaan, kepemilikan sapi sekurang-kurangnya 10 ekor dengan kepemilikan rata-rata sekitar 28 ekor/perusahaan.

Sebagian besar, susu yang diproduksi dalam negeri berasal dari usaha peternakan sapi perah rakyat. Kontribusi usaha sapi perah rakyat bagi produksi susu nasional adalah sebesar 90%. Jawa Barat sebagai provinsi yang menempati urutan kedua dalam produksi dan konsumsi susu memiliki potensi pengembangan usaha susu sapi yang cukup baik. Salah satu wilayah di Jawa Barat yang memiliki potensi dalam pengembangan usaha susu sapi adalah Bogor. Jumlah penduduk yang semakin bertambah serta struktur geografis yang didominasi oleh dataran tinggi memungkinkan terjadinya penggalian potensi daerah. Kabupaten Bogor memiliki potensi yang baik apabila dilihat dari perkembangan produksi susu sapi perah. Tabel 3 menunjukan perkembangan produksi susu dalam kurun waktu tujuh tahun.

Provinsi 2010

Produksi Konsumsi Gap

D.K.I Jakarta 6,346 276,178 (269,832) Jawa Barat 262,177 715,350 (453,173) Jawa Tengah 100,150 351,344 (251,194) D.I Yogyakarta 4,989 50,915 (45,926) Jawa Timur 528,100 508,781 19,319 Banten 0 216,321 (216,321)

Tabel 3 Perkembangan produksi susu sapi perah di Bogor (kg) Wilayah Tahun 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Kotamadya 3.508 2.263 1.432 1.782 1.965 2.059 2.072 1.813 Kabupaten 11.656 11.828 11.149 11.464 12.855 15.518 15.860 19.499 Jumlah 15.164 14.091 12.581 13.246 14.820 17.577 17.932 21.312

Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2013)

Adapun perkembangan produksi susu di Kotamadya dan Kabupaten Bogor dari tahun 2002-2011 dijelaskan pada Gambar 1 di bawah ini.

Gambar 1 Perkembangan produksi susu (kg) periode 2002-2011 (data diolah, 2013)

Berdasarkan Gambar 1, perkembangan produksi susu didominasi oleh Kabupaten Bogor. Peningkatan produksi di Kabupaten Bogor mengalami kenaikan yang signifikan dari tahun 2007-2011. Hal ini disebabkan oleh ketersediaan lahan yang cukup dibandingkan dengan Kotamadya. Salah satu daerah di Kabupaten Bogor yang merupakan kawasan peternakan adalah KUNAK. Kawasan usaha peternakan (KUNAK) sapi perah terletak di Kabupaten Bogor. Tepatnya di Kecamatan Cibungbulang di Desa Situ Udik, Desa Pamijahan, Desa Pasarean dan Desa Ciasihan. KUNAK memiliki lahan total dengan luas 121.06 hektar dengan total kavling sebanyak 181. Setiap kavling memiliki luas tanah rata-rata 5000 m2 yang terdiri dari rumah tipe 21 m2, kandang dengan kapasitas 12 ekor dan lahan untuk menanam rumput. KUNAK terbagi menjadi tiga lokasi, yaitu KUNAK I, KUNAK II dan KUNAK III. Daerah KUNAK III yang berupa lereng terjal dan curam menyebabkan daerah ini sulit diakses dan terbengkalai. Daerah yang masih bertahan yakni KUNAK I dan KUNAK II. Daerah KUNAK I, terletak di Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang dan sebagian lagi terletak di Desa Pasarean, Kecamatan Pamijahan. KUNAK I memiliki ketinggian 350-415 m dpl, suhu rata-rata 15-31˚C dan curah hujan sebesar 2000-3000 mm. Struktur daerah ini berupa perbukitan dengan produktivitas tanah cukup subur. Kelompok peternakan yang terdapat di daerah ini, yaitu kelompok tertib, kelompok segar dan

0 5000 10000 15000 20000 25000 2 0 0 2 2 0 0 3 2 0 0 4 2 0 0 5 2 0 0 6 2 0 0 7 2 0 0 8 2 0 0 9 2 0 1 0 2 0 1 1 P ro du k si Su su (k g ) Tahun Kabupaten Kotamadya

kelompok bersih. Sementara itu, KUNAK II, terletak di Desa Pamijahan, Kecamatan Pamijahan dan sebagian lagi berada di Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang. Daerah ini memiliki ketinggian 350-415 m dpl dengan suhu rata-rata 15-31˚C. Curah hujan sebesar 2000-3000 mm dengan struktur daerah berbukit yang subur. Kelompok peternak yang terdapat di KUNAK II, yaitu kelompok indah, kelompok aman dan kelompok mandiri. Salah satu peternak yang masih bertahan di kelompok mandiri adalah usaha ternak kavling 176. Usaha ini telah berdiri sejak awal peresmian daerah KUNAK. Peran studi kelayakan usaha menjadi faktor penting sebagai rekomendasi kepada pemilik usaha untuk menjaga keberlangsungan usaha. Studi kelayakan usaha menentukan kelayakan suatu usaha untuk dijalankan atau dikembangkan. Studi tersebut akan memberikan gambaran tentang manfaat, keuntungan, dan prospek usaha yang diperoleh. Pemaparan di atas menjadi dasar dilakukannya penelitian tentang studi kelayakan usaha ternak sapi perah kavling 176.

Perumusan Masalah

Usaha ternak kavling 176 yang terletak di Desa Pamijahan Kecamatan Pamijahan merupakan kawasan peternakan sapi perah di Kabupaten Bogor. Usaha ini memiliki prospek usaha di masa mendatang karena letaknya yang strategis yakni di dataran tinggi dengan iklim sejuk sesuai dengan kondisi untuk beternak sapi perah. Namun, lokasi yang strategis tidak menjadi aspek tunggal yang mempengaruhi keberhasilan suatu usaha. Beberapa aspek lainnya seperti aspek pasar, hukum, teknis, manajemen, ekonomi, sosial, lingkungan dan keuangan juga memiliki andil penting dalam keberhasilan usaha. Berdasarkan uraian tersebut dapat dirumuskan beberapa masalah yang menjadi latar belakang penelitian, yaitu :

1. Bagaimana kondisi saat ini dari usaha peternakan kavling 176 di Desa Pamijahan, Bogor dilihat dari aspek non financial?

2. Bagaimana pengembangan usaha yang mungkin dilakukan peternakan kavling 176 di Desa Pamijahan, Bogor dilihat dari aspek financial?

3. Bagaimana analisis sensitivitas usaha peternakan sapi perah terhadap kemungkinan terjadinya kenaikan harga input dan penurunan harga output?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisis kondisi saat ini dari usaha peternakan kavling 176 di Desa Pamijahan, Bogor dilihat dari aspek non financial

2. Menganalisis pengembangan usaha yang mungkin dilakukan peternakan kavling 176 di Desa Pamijahan, Bogor dilihat dari aspek financial.

3. Menganalisis sensitivitas usaha peternakan sapi perah terhadap kemungkinan terjadinya kenaikan harga input dan penurunan harga output.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diberikan dari penelitian studi kelayakan usaha pada usaha ternak kavling 176 di KUNAK II di Desa Pamijahan, yaitu :

Sebagai bahan evaluasi usaha dan bahan pertimbangan dalam upaya pengembangan usaha peternakan sapi perah kavling 176 di Desa Pamijahan. 2. Bagi peneliti

Sebagai media untuk melihat masalah yang terjadi pada usaha peternakan sapi perah.

3. Bagi akademisi

Sebagai informasi dan bahan rujukan penelitian bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian difokuskan pada studi pengembangan usaha dari aspek non financial dan financial pada usaha ternak sapi perah kavling 176 di daerah KUNAK II, Desa Pamijahan. Penelitian akan dilakukan terhadap pemilik usaha sekaligus peternak yang secara langsung terlibat dalam usahanya. Peternak yang dipilih, yaitu peternak dengan skala usaha besar dan dikategorikan sukses seperti usaha ternak sapi perah kavling 176 yang telah berdiri selama 16 tahun.

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Studi Kelayakan Usaha

Studi kelayakan usaha (feasibility study) adalah suatu studi untuk melakukan penilaian terhadap instansi pada proyek tertentu yang sedang atau akan dilaksanakan. Studi ini digunakan untuk memberikan arahan apakah investasi pada proyek tertentu layak dilaksanakan atau tidak, atas dasar risk and uncertainty dimasa yang akan datang. Studi kelayakan usaha bersifat multidisipliner yang artinya untuk melakukan studi ini melibatkan teamwork dari berbagai disiplin ilmu seperti managerial skill, rekayasa teknologi, hukum, ekonomi, policy maker, akuntan, psikologi kesehatan dan ilmu-ilmu lain yang berkaitan dengan investasi proyek tertentu. Apabila feasibility study dilaksanakan pada investasi proyek dengan social oriented, maka akan dilakukan studi tentang layak atau tidaknya investasi tersebut secara sosial dengan pertimbangan benefit sosial ekonomis. Sementara itu, untuk investasi proyek dengan profit oriented, maka feasibility study dilakukan untuk penilaian layak atau tidaknya investasi proyek tersebut dengan pertimbangan benefit ekonomi (Primyastanto, 2011)

Studi kelayakan usaha ditujukan untuk mengidentifikasi kondisi dan situasi dari usaha yang akan dilaksanakan. Hasil kajian tersebut nantinya akan menjadi bahan masukan dan rekomendasi yang membantu dalam proses pengambilan keputusan. Iman Soeharto dalam Irham (2009) menyatakan bahwa studi kelayakan usaha adalah pengkajian yang bersifat menyeluruh dan mencoba menyoroti segala aspek kelayakan proyek atau investasi. Ibrahim (2009) menyatakan bahwa studi kelayakan usaha merupakan gambaran kegiatan usaha yang direncanakan sesuai dengan kondisi, potensi serta peluang yang tersedia dari berbagai aspek. Untuk memahami secara lebih dalam tentang studi kelayakan, dibutuhkan pemahaman

terhadap tujuan yang hendak dicapai dari dilakukannya studi kelayakan tersebut. Tujuan studi kelayakan tidak terlepas dari cita-cita dan harapan pihak-pihak berkepentingan. Kasmir dan Jakfar dalam Irham (2009) mengemukakan lima tujuan mengapa sebelum usaha atau proyek dijalankan perlu dilakukan studi kelayakan, yaitu : (1) menghindari risiko kerugian; (2) memudahkan perencanaan; (3) memudahkan pelaksanaan pekerjaan; (4) memudahkan pengawasan; dan (5) memudahkan pengendalian. Sementara itu, adapun beberapa pihak yang berkepentingan terhadap studi kelayakan usaha, yaitu :

1. Investor, merupakan pihak yang menempatkan sejumlah dana pada sebuah usaha dengan harapan akan memperoleh keuntungan, dengan begitu informasi yang diperoleh dari studi kelayakan dapat membantu investor dalam mengambil keputusan.

2. Kreditur, yaitu pihak yang memberikan pinjaman baik dalam bentuk uang (money), barang (goods), maupun jasa (service). Pihak kreditur melakukan pengecekan terhadap studi kelayakan usaha yang dilakukan calon debitur untuk mengetahui apakah pinjaman yang dilakukan dapat direalisasikan. Hal tersebut berkaitan dengan kemampuan debitur dalam mengembalikan pinjaman secara tepat waktu.

3. Pemasok (supplier), merupakan pihak yang menerima order untuk memasok setiap kebutuhan perusahaan mulai dari hal-hal kecil hingga besar yang dihitung dengan menggunakan skala financial. Tentunya dari setiap barang yang dipasok terdapat barang yang dibayar dimuka ataupun barang yang pelunasannya dibayar dalam kurun waktu tertentu. Hal ini meyebabkan pihak supplier merasa berkepentingan terhadap studi kelayakan usaha dalam memastikan kelancaran pembayaran yang dilakukan kemudian hari.

4. Asosiasi perdagangan, pihak asosiasi memiliki pengaruh dalam memberikan rekomendasi dan juga keputusan lainnya yang berhubungan dengan keberadaan usaha yang dijalankan. Oleh karena itu, studi kelayakan yang dibuat akan menjadi bahan pertimbangan bagi pihak asosiasi untuk menyetujui pengusaha sebagai anggota organisasi mereka.

5. Pihak akademis, yaitu pihak yang melakukan research terhadap sebuah usaha, sehingga kebutuhan akan studi kelayakan dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan.

6. Pemerintahan pusat dan daerah, yaitu pihak yang mempunyai hubungan kuat dengan kajian akan lahirnya peraturan daerah yang berkaitan dengan berbagai aspek seperti aspek lingkungan dan keuangan,

7. Organisasi internasional adalah pihak yang turut andil dalam usaha menciptakan tatanan dunia baru, seperti IMF, World bank, Asian Development Bank, ASEAN dan PBB. World bank pernah memberikan bantuan keuangan saat musibah tsunami Aceh 2004. Untuk membangun kembali tatanan kehidupan masyarakat dibutuhkan bantuan dana, salah satunya dalam bentuk bantuan dana bagi pengembangan usaha masyarakat.

Aspek-aspek Studi Kelayakan Usaha

Menurut Primyastanto (2011), studi kelayakan usaha dilakukan untuk evaluasi terhadap proyek. Namun dalam evaluasi proyek, aspek yang diteliti tidaklah seluruhnya. Adapun beberapa aspek utama yang harus diteliti adalah : Aspek Non Financial

1. Aspek Hukum

Aspek hukum mengkaji tentang legalitas usaha proyek yang akan dibangun atau yang sedang dilaksanakan. Hal ini menandakan bahwa proyek tersebut harus memenuhi peraturan dan hukum yang berlaku di wilayah tertentu. 2. Sosial Ekonomi

Aspek ekonomi adalah aspek yang menentukan besar atau kecilnya sumbangan suatu proyek terhadap pembangunan ekonomi secara keseluruhan seperti meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar. Sedangkan aspek sosial mengkaji tentang dampak keberadaan proyek terhadap kehidupan masyarakat terutama masyarakat setempat dari sisi sosial seperti mengurangi pengangguran.

3. Aspek Pemasaran

Aspek pemasaran mengkaji tentang strategi pemasaran usaha seperti upaya yang dilakukan oleh calon investor atau pengusaha dalam mempengaruhi keputusan konsumen untuk melakukan pembelian hasil produksi.

4. Aspek Teknis

Aspek teknis merupakan aspek yang berkenaan dengan teknis dan pengoperasiannya setelah proyek tersebut selesai dibangun beberapa variabel yang perlu mendapat perhatian dalam penentuan aspek teknis adalah :

a. Ketersediaan bahan mentah b. Letak pasar yang dituju c. Tenaga listrik

d. Ketersediaan air e. Supply tenaga kerja

f. Fasilitas-fasilitas lain yang terkait. 5. Aspek Manajemen

Pada aspek manajemen terdapat beberapa fungsi, sebagai bagian dari proses manajemen, yaitu ;

a. Fungsi Perencanaan (Planning)

Fungsi ini merupakan tindakan untuk menentukan sasaran dan arah yang dipilih. Dalam perencanaan dituntut adanya kemampuan untuk meramalkan, mewujudkan, dan melihat ke depan dengan dilandasi tujuan-tujuan tertentu.

b. Fungsi Pengorganisasian (Organizing)

Fungsi ini merupakan tindakan membagi-bagi bidang pekerjaan antar kelompok yang ada serta menetapkan dan merinci hubungan-hubungan yang diperlukan.

c. Fungsi Penggerakan (Actuating)

Fungsi ini merupakan tindakan untuk merangsang anggota-anggota kelompok agar melaksanakan tugas yang telah dibebankan dengan baik dan antusias.

d. Fungsi pengawasan (Controlling)

Fungsi ini merupakan tindakan untuk mengawasi aktivitas agar dapat berjalan sesuai dengan rencana yang telah dibuat.

6. Aspek Dampak Lingkungan

Aspek lingkungan merupakan analisis yang paling dibutuhkan karena setiap proyek yang dijalankan akan sangat besar dampaknya terhadap lingkungan sekitar, baik terhadap darat, air, maupun udara yang pada akhirnya akan berdampak terhadap kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya. Pada usaha sapi perah, dibutuhkan pengelolaan limbah sapi berupa kotoran dan air seni untuk menjaga lingkungan.

Aspek Financial

Aspek financial adalah inti dari pembahasan keseluruhan aspek, karena studi kelayakan bertujuan untuk mengetahui potensi keuntungan dari usaha yang direncanakan. Aspek financial berkaitan dengan penentuan kebutuhan jumlah dana dan sekaligus pengalokasiannya serta mencari sumber dana yang bersangkutan secara efisien, sehingga memberikan tingkat keuntungan yang menjanjikan bagi investor. Aspek financial berkaitan dengan perbandingan antara pengeluaran uang dengan pemasukan uang (return) dalam suatu proyek. Penilaian aspek financial meliputi penilaian sumber-sumber pendanaan dan biaya investasi selama beberapa periode termasuk jenis-jenis dan jumlah biaya yang dikeluarkan selama umur investasi, proyeksi neraca dan laporan laba rugi untuk beberapa periode ke depan,kriteria penilaian investasi dan rasio keuangan yang digunakan untuk menilai kemampuan perusahaan.

Untuk mendanai suatu kegiatan investasi biasanya diperlukan dana yang relatif besar. Perolehan dana dapat dicari dari berbagai sumber dana yang ada seperti modal sendiri, modal pinjaman atau keduanya. Modal sendiri adalah modal yang diperoleh dari pemilik perusahaan, salah satunya dengan menerbitkan saham secara tertutup maupun terbuka. Sedangkan modal pinjaman (modal asing) adalah modal yang diperoleh dari pihak luar perusahaan dan biasanya diperoleh melalui pinjaman. Pilihan apakah menggunakan modal sendiri atau pinjaman ataupun keduanya tergantung dari jumlah modal yang dibutuhkan dan kebijakan dari pemilik usaha (Primyastanto, 2011).

Break Event Point

Rita (2009) menyatakan bahwa break event point adalah titik pulang pokok dimana total revenue (TR) sama dengan total cost (TC). Apabila suatu usaha masih berada di bawah break event, maka perusahaan masih mengalami kerugian. Semakin lama mencapai titik pulang pokok, semakin besar saldo rugi karena keuntungan yang diterima masih menutupi segala biaya yang dikeluarkan. Adapun tujuan menggunakan analisis titik impas adalah sebagai berikut ;

1. Untuk mengetahui berapa jumlah produk minimal yang harus diproduksi agar usaha tidak merugi.

2. Untuk mengetahui berapa harga terendah yang harus ditetapkan agar usaha tidak rugi.

Kriteria Investasi

Studi kelayakan usaha pada dasarnya bertujuan untuk menentukan kelayakan usaha berdasarkan kriteria investasi. Beberapa kriteria tersebut diantaranya adalah nilai bersih kini (Net Present Value = NPV), rasio manfaat biaya (Gross Benefit Cost Ratio = Gross B/C; Net Benefit Cost Ratio = Net B/C), tingkat pengembalian internal (Internal Rate of Return = IRR), dan jangka waktu pengembalian modal investasi (Payback Period = PBP). Kriteria kelayakan usaha di atas dapat dipakai sebagai pertimbangan dalam menentukan apakah suatu usaha layak atau tidak untuk dilaksanakan. Selain itu, setiap kriteria kelayakan dapat dipakai untuk menentukan urutan-urutan berbagai alternatif usaha dari investasi yang sama (Rita 2009).

Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas digunakan untuk melihat dampak dari suatu keadaan yang berubah-ubah terhadap hasil suatu analisis kelayakan. Tujuan analisis ini adalah untuk menilai apa yang akan terjadi dengan hasil analisis kelayakan suatu kegiatan investasi atau usaha apabila terjadi perubahan di dalam perhitungan biaya atau manfaat. Analisis sensitivitas dilakukan dengan cara mengubah besarnya variabel-variabel yang penting, kemudian dinilai seberapa besar sensitivitas perubahan variabel-variabel tersebut berdampak pada hasil kelayakan. Rita (2009) menyatakan bahwa perubahan-perubahan yang biasa terjadi dalam menjalankan usaha umumnya dikarenakan oleh : (1) Perubahan harga; (2) Keterlambatan pelaksanaan; (3) Kenaikan dalam biaya (cost over run); dan (4) Ketidaktepatan dan perkiraan hasil (produksi). Adapun teknik yang digunakan dalam melakukan analisis sensitivitas adalah :

1. Lakukan identifikasi faktor-faktor perubahan yang mungkin terjadi pada usaha.

2. Perubahan tersebut dianalisis seberapa besar pengaruhnya terhadap aliran kas perusahaan, apakah manfaat ataupun biayanya.

METODE

Kerangka Pemikiran Penelitian

Provinsi Jawa Barat merupakan pemasok susu terbesar untuk skala nasional. Produksi susu segar dari Jawa Barat per tahun mencapai 239 ribu ton, atau sekitar 41% dari total produksi susu se-Indonesia. Namun sebagian besar susu segar tersebut dihasilkan dari sapi perah di daerah Bandung (Willyanto 2011). Oleh karena itu, dibutuhkan pengembangan usaha sapi perah di daerah Jawa Barat lainnya agar pemenuhan permintaan dan distribusi susu segar bersifat merata. Salah satu wilayah yang memiliki potensi pengembangan usaha sapi perah, yaitu, Kabupaten Bogor yang memiliki kawasan peternakan sapi perah tersendiri.

Kawasan peternakan sapi perah KUNAK yang terletak di Kabupaten Bogor memiliki potensi untuk dikembangkan, terutama pengembangan pada KUNAK lokasi 1 dan lokasi 2. Penelitian difokuskan pada KUNAK lokasi 2 karena lokasi tersebut lebih aktif dibandingkan dengan lokasi 1. KUNAK II terletak di Kabupaten Bogor, tepatnya di Desa Pamijahan Kecamatan Pamijahan. Daerah KUNAK II memiliki prospek pengembangan usaha apabila dilihat dari lokasinya yang berada di dataran tinggi dengan suhu udara sejuk dan ketersediaan air langsung dari sumber mata air pegunungan, kawasan ini dapat dikatakan sesuai untuk pengembangan peternakan sapi perah. Daerah KUNAK II berpotensi untuk menjadi sentra usaha sapi perah di Bogor dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumsi susu terutama masyarakat Bogor.

Pengembangan usaha di daerah KUNAK II dapat memberikan manfaat sosial bagi peternak sekitar, pengusaha dan masyarakat sekitar. Pengembangan usaha juga memberikan manfaat usaha kepada investor yang ingin melakukan pengembangan, yaitu berupa tingkat pengembalian yang menguntungkan. Usaha ternak kavling 176 yang merupakan bagian dari daerah KUNAK II memiliki peluang pengembangan usaha. Usaha ini dikatakan memiliki peluang pengembangan karena usaha ini merupakan salah satu peternakan yang masih bertahan di KUNAK sejak pertama kali lokasi ini didirikan tahun 1997. Usaha ternak kavling 176 telah menjadi usaha dengan skala besar yang membutuhkan penanganan yang lebih efektif dan efisien dalam kegiatan operasinya. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu pengembangan usaha untuk membantu peternak dalam

Dokumen terkait