• Tidak ada hasil yang ditemukan

APLIKASI PANDUAN AUDIT CPMEB PADA UNIT PENYEDIA MAKANAN ENTERAL DI RSPAD GATOT SOEBROTO DITKESAD

Dalam dokumen IV. HASIL DAN PEMBAHASAN (Halaman 37-44)

JAKARTA.

Evaluasi kesesuaian dilakukan menggunakan panduan audit sarana produksi pada unit penyedia makanan enteral di rumah sakit draf 2 seperti yang tercantum pada Lampiran 4. Hasil evaluasi dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil evaluasi aplikasi panduan audit CPMEB pada dapur sonde di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta.

No ASPEK/PARAMETER HASIL PENILAIAN HA

P1 P2 P3 P4

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

I BANGUNAN DAN FASILITAS

1.Kontruksi lantai B/3 B/3 B/3 B/3 2.Kebersihan lantai B/3 B/3 B/3 B/3 3.Kontruksi dinding B/3 B/3 B/3 B/3 4.Kebersihan dinding B/3 B/3 B/3 B/3 5.Kontruksi langit-langit B/3 B/3 B/3 B/3 6.Kebersihan langit-langit B/3 B/3 B/3 B/3

7.Kontruksi pintu, jendela, dan lubang angin

B/3 C/2 B/3 B/3

8.Kebersihan pintu, jendela dan lubang angin

B/3 B/3 B/3 B/3

Huruf mutu/nilai rata-rata B/ 3 B/ 2,9 B/3 B/3 B/3 II RUANG PRODUKSI

1. Luas ruangan B/3 B/3 B/3 B/3

2. Kondisi ruangan B/3 B/3 C/ 2 B/3

3. Letak ruangan B/3 B/3 B/3 B/3

4. Penerangan B/3 B/3 B/3 B/3

Huruf mutu/nilai rata-rata B/ 3 B/ 3 B/ 2,8 B/3 B/3 III. PERALATAN PRODUKSI

1. Peralatan produksi B/3 B/3 B/3 B/3

2. Penyimpanan peralatan C/2 C/2 C/2 C/2

3. Pemeliharaan kebersihan dan sanitasi B/3 B/3 B/3 C/2 4. Prosedur penanganan sanitasi blender B/3 B/3 B/3 C/2

Huruf mutu/nilai rata-rata B/ 2,8 B/ 2,8 B/ 2,8 C/2,3 B/2.7 IV. FASILITAS SANITASI

1. Penggunaan air B/3 B/3 B/3 B/3

2. Tempat sampah B/3 B/3 B/3 B/3

3. Tempat cuci tangan B/3 B/3 B/3 B/3

4. Tempat cuci bahan baku dan peralatan B/3 B/3 B/3 B/3

5. Alat cuci/pembersih B/3 B/3 B/3 B/3

6. Jadwal kegiatan sanitasi B/3 B/3 B/3 B/3

Tabel 6. Hasil evaluasi aplikasi panduan audit CPMEB pada dapur sonde di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta (lanjutan).

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

V. PENYIMPANAN BAHAN BAKU

1. Penyimpanan bahan baku B/3 B/3 B/3 B/3

2. Tata cara penyimpanan B/3 B/3 B/3 B/3

Huruf mutu/nilai rata-rata B/3 B/3 B/3 B/3 B/3 VI. PENGENDALIAN PROSES

1. Penetapan spesifikasi bahan baku B/3 B/3 B/3 B/3 2. Proses produksi makanan enteral B/3 B/3 B/3 B/3

3. Jenis wadah B/3 B/3 B/3 K/1

4. Volume wadah B/3 B/3 B/3 C/2

5. Keterangan produksi B/3 B/3 B/3 C/2

6. Penyimpanan makanan enteral B/3 B/3 B/3 K/1

Huruf mutu/nilai rata-rata B/ 3 B/3 B/3 C/ 2 B/2.8 VII. MANAJEMEN PENGAWASAN

1. Penanggung jawab proses produksi B/3 B/3 B/3 B/3 2. Pengawasan proses produksi dan

higiene sanitasi B/3 B/3 B/3 B/3

Huruf mutu/nilai rata-rata B/3 B/3 B/3 B/3 B/3

VIII PENGENDALIAN HAMA

1. Pencegahan masuknya hama B/3 B/3 B/3 B/3

2. Pemberantasan hama B/3 B/3 B/3 B/3

3. Penyimpanan bahan pemberantas hama

B/3 B/3 B/3 B/3

Huruf mutu/nilai rata-rata B/3 B/3 B/3 B/ 3 B/3 IX. HIGIENE KARYAWAN

1.Kebersihan karyawan B/3 B/3 B/3 B/3

2.Kebersihan tangan B/3 B/3 B/3 B/3

3.Pemeriksaan kesehatan B/3 B/3 B/3 B/3

4.Kesehatan karyawan B/3 B/3 B/3 B/3

5.Perilaku karyawan B/3 B/3 B/3 B/3

6.Perhiasan dan asesoris lainnya B/3 B/3 B/3 B/3

Huruf mutu/nilai rata-rata B/3 B/3 B/3 B/3 B/3

X. PENYALURAN MAKANAN

1.Kondisi makanan saat penyaluran B/3 B/3 K/1 K/1

2.Kondisi alat penyaluran B/3 B/3 B/3 B/3

Huruf mutu/nilai rata-rata B/3 B/3 C/2 C/2 C/2,5 XI. PELATIHAN

1.Pengetahuan karyawan B/3 B/3 C/2 C/2

Huruf mutu/nilai rata-rata B/3 B/3 C/2 C/2 C/2,5 XII. PEMBERIAN MAKANAN ENTERAL

KEPADA PASIEN

1. SOP pemberian makanan enteral

kepada pasien B/3 B/3 B/3 B/3

Tabel 6. Hasil evaluasi aplikasi panduan audit CPMEB pada dapur sonde di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta (lanjutan).

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

XIII PENCATATAN DAN DOKUMENTASI

1. Pelaksanaan pencatatan dan dokumentasi

B/3 B/3 B/3 B/3

2. Penyimpanan catatan B/3 B/3 B/3 B/3

Huruf mutu/nilai rata-rata B/3 B/3 B/3 B/3 B/3 Total nilai 38,8 38,7 36,6 35,3 37,5 Keterangan : P1, P2 dan P3 : penilai dari rumah sakit B : Baik

P4 : peneliti C : Cukup

HA : hasil akhir evaluasi K : Kurang

Berdasarkan data yang tercantum pada Tabel 6 rata-rata hasil penilaian akhir adalah 37,5 dengan sebaran nilai aspek 4B dan 7B-2C dan dikategorikan baik (B). Namun demikian masih ada beberapa aspek yang perlu disempurnakan untuk mencapai persyaratan yang maksimal. Hal ini ditunjukkan oleh kategori B untuk beberapa aspek tapi nilai belum mencapai 3 (tiga) atau bahkan masuk ke kategori C. Aspek yang dimaksud adalah aspek peralatan produksi untuk parameter penyimpanan peralatan, pemeliharaan kebersihan dan sanitasi, serta prosedur penanganan sanitasi blender; aspek pengendalian proses untuk parameter jenis wadah, volume wadah, keterangan produksi, dan penyimpanan makanan enteral; aspek penyaluran makanan untuk parameter kondisi makanan saat penyaluran; dan aspek pelatihan.

1. Peralatan produksi.

Peralatan produksi makanan enteral disimpan pada rak piring terbuka. Rak piring ditempatkan di ruang cuci bahan baku dan peralatan yang lebih sering tertutup. Walaupun ruangan tertutup tetapi memungkinkan terjadi kontaminasi yaitu berasal dari udara disekitarnya. Oleh karena itu untuk mencegah terjadinya kontaminasi mikroba dari udara sekitar ke peralatan yang akan digunakan untuk mengolah makanan enteral, sebaiknya digunakan rak piring tertutup.

Peralatan yang dipergunakan untuk mengolah makanan enteral terbuat dari bahan yang tidak bereaksi dengan produk (inert). Pencucian menggunakan bahan pembersih yang memadai yaitu menggunakan sabun cuci piring dan dibantu dengan sabut cuci piring. Pencucian blender juga sudah dilakukan sebagaimana

mestinya yaitu dengan cara membongkar peralatan untuk memastikan seluruh bagian permukaan yang kontak dengan produk tercuci dengan bersih. Akan tetapi sanitasi peralatan yang kontak dengan produk, termasuk blender belum dilakukan sebagaimana mestinya. Sanitasi dilakukan dengan cara membilas peralatan dengan air panas mendidih. Demikian juga sanitasi yang dilakukan terhadap blender. Menurut Haryadi dan Dewanti-Haryadi (2011) yaitu bahwa secara umum, pemanasan yang baik untuk sanitasi alat dilakukan hingga permukaan alat mencapai suhu ≥ 82 0C selama beberapa menit. Pembilasan dengan air mendidih tidak akan membuat permukaan alat bersuhu ≥ 82 0C. Sebaiknya alat yang permukaannya kontak langsung dengan makanan enteral dan sesudah itu tidak ada perlakuan selanjutnya terhadap makanan enteral yang dapat membunuh mikroba, peralatan tersebut direbus terlebih dahulu sebelum dipergunakan agar permukaan alat dapat mencapai suhu ≥ 82 0C. Penanganan ini seperti yang dianjurkan pada CPPOB Formula bayi-2011 terhadap botol susu bayi yang akan digunakan.

Dalam ruang produksi makanan enteral RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta, tidak terdapat kompor. Kebutuhan air panas diambil dari dapur gizi yang berarti harus keluar ruang produksi dan membutuhkan waktu untuk mendapatkan air panas. Hal ini akan menyebabkan suhu air turun pada saat akan dipergunakan untuk membilas peralatan. Jika peralatan yang dibawa ke tempat sumber air panas, perjalanan dari tempat bilas ke ruang produksi setelah mensanitasi peralatan, membutuhkan waktu yang akhirnya berpeluang terjadi kontaminasi silang yang berasal dari debu ruangan.

Dalam ruang cuci bahan baku dan peralatan sebetulnya tersedia aliran pipa gas yang saat ini tidak difungsikan. Pengaktifan pipa gas dan atau penambahan kompor gas akan dapat mengatasi hal tersebut. Apabila diadakan kompor gas perlu dilengkapi dengan pengisap asap kompor karena tidak ada ventilasi di ruang cuci bahan baku dan peralatan. Pada kran tempat pencucian bahan baku dan peralatan menurut informasi juga sebetulnya difasilitasi dengan pipa air panas tetapi saat ini dalam keadaan rusak. Perbaikan alat ini juga dapat mengatasi pananganan sanitasi yang belum memadai.

2. Pengendalian proses

Tersedia alur proses produksi yang baku dan dituangkan dalam SOP. Diantara prosedur makanan cair yang ada, terdapat salah satu prosedur yang perlu mendapat perhatian yaitu prosedur pembuatan makanan cair rumah sakit. Proses tersebut tidak melalui perebusan hanya menambahkan air mendidih ke dalam campuran bahan kering meskipun salah satu bahan bakunya adalah kuning telur. Menurut Blackburn et al. (2003) salah satu mikroba patogen yang dikhawatirkan berada dalam telur adalah Salmonella Enteritidis. Keberadaan mikroba tersebut berasal dari induknya, menerobos dan menjalar ke jaringan reproduksi unggas akhirnya dapat menembus telur dan anak ayam. Penambahan air mendidih ke dalam campuran bahan baku makanan enteral tanpa dilakukan perebusan hanya akan meningkatkan suhu sampai dengan 40-50 0C. Menurut Jay et al (2005) Amerika telah merekomendasi untuk menghindari konsumsi telur mentah atau setengah matang terutama pada anak-anak, orang tua dan orang sakit. Telur harus direbus pada suhu ≥ 63 0C selama 15 detik atau sampai kuning telur dan putihnya menggumpal. Jika telur akan disimpan dilakukan pada suhu ≤ 7,2 0C.

Rekomendasi Chantarapanont et al. (2000) tentang cara merebus telur sehingga dapat menginaktifkan Samonella Enteritidis yaitu masukkan telur dalam

air sampai dengan telur tersebut terendam oleh air, dipanaskan sampai air mendidih (100 0C), dipertahankan pada suhu tersebut selama 15 menit.

Perebusan dengan cara seperti ini, akan meningkatkan suhu kuning telur mencapai 62,3 ± 2 0C. Jika tidak akan dilakukan perebusan pada proses pembuatan makanan cair rumah sakit, telur dapat diganti dengan tepung telur yang telah tersertifikasi.

Wadah yang dipergunakan untuk makanan enteral antara lain rantang dengan bahan baku stainless steel, mangkok dengan bahan baku kaca, kemasan plastik kedap udara dengan bahan baku plastik jenis LDPE dan botol dengan bahan baku kaca. Ditinjau dari bahan bakunya, semua wadah yang digunakan tidak mudah bereaksi dengan produk tetapi salah satu wadah tersebut yaitu mangkok tidak mudah disanitasi. Mangkok terbuat dari bahan yang tidak tahan panas sehingga berisiko pecah pada saat dilakukan perebusan.

Permasalahan lain berkaitan dengan wadah yaitu wadah disiapkan oleh petugas dari ruang rawat inap. Sanitasi dilakukan di masing-masing ruang rawat

inap dengan cara dibilas air panas, kemudian dibawa ke dapur sonde. Di dapur sonde tidak dilakukan sanitasi ulang. Tenggang waktu antara sanitasi dan pengisian maupun perjalanan dari ruang rawat inap ke dapur sonde berpeluang terjadi kontaminasi silang dari lingkungan sekitarnya. Sebaiknya wadah disanitasi di dapur sonde agar dapat segera dilakukan pengisian setelah wadah disanitasi.

Wadah disyaratkan mempunyai volume satu porsi dengan tujuan agar tidak sering dilakukan penuangan. Menurut Oliveira et al. (2000) kontaminasi proses rekonstitusi makanan enteral dapat terjadi pada saat persiapan, penyimpanan, penuangan dan saat pemberian kepada pasien. Hal ini didukung oleh penelitian Beattie dan Anderton (2001) bahwa penuangan makanan enteral dari blender secara tidak kontinyu akan meningkatkan jumlah mikroba dari ≤ 20 CFU/mL menjadi 1,8 X 103 sampai 9,3 X 103 CFU/mL. Wadah makanan enteral yang dipergunakan di dapur sonde mempunyai volume bervariasi mulai dari satu sampai dengan tiga porsi. Mangkok mempunyai volume satu porsi, kemasan plastik kedap udara 1–2 porsi , rantang dan botol 2-3 porsi. Wadah yang bervolume besar seandainya diisi sedikit akan tersisa ruang kosong yang cukup banyak berarti banyak udara yang terperangkap dan udara tersebut dapat menjadi sumber kontaminasi. Seandainya dipergunakan untuk mewadahi dua atau tiga porsi berarti diperlukan tahapan tambahan berupa pemorsian dan penuangan ke tempat lain saat akan menyajikan. Permasalahan lain sehubungan dengan risiko penuangan terhadap kontaminasi yaitu bahwa wadah yang dipergunakan bukan wadah yang digunakan untuk penyajian sehingga perlu penuangan ke dalam wadah penyajian. Hal ini juga memberikan peluang terjadinya kontaminasi. Oleh karena itu berkaitan dengan wadah sebaiknya wadah mudah untuk disanitasi, volume wadah hanya untuk satu porsi dan dapat langsung dipergunakan sebagai wadah penyajian.

Keterangan produksi atau dalam hal ini label yang berisi minimal keterangan nama pasien, umur, jenis kelamin, jenis diet, ruang dan kamar pasien sangat diperlukan untuk menghindari salah sasaran. Penggunaan wadah seperti yang sekarang digunakan tidak mudah untuk menempelkan label, sehingga kadang-kadang tidak ditempel keterangan produksi.

Sebetulnya RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta saat ini tidak melakukan penyimpanan makanan enteral. Pada saat lemari penyimpanan hot & cool thermobox berfungsi, makanan enteral disimpan di bagian yang panas (hot) apabila belum segera dikonsumsi (seperti yang tercantum pada SOP makanan enteral formula rumah sakit diet rendah laktosa pada Lampiran 11). Makanan enteral dapat diproduksi sekaligus untuk dua atau tiga frekwensi jika tersedia lemari penyimpanan yang dapat mempertahankan suhu makanan enteral di luar “danger zone”. Saat ini karena thermobox rusak, tidak dilakukan penyimpanan. Akan tetapi ada perlakuan menyimpan makanan enteral untuk mengatasi pesanan yang mendadak karena penambahan pasien. Dapur sonde selalu menyediakan cadangan makanan saring tanpa susu sebanyak 2-3 porsi. Proses pembuatan makanan saring tanpa susu yaitu perebusan, pemblenderan dan penyaringan. Blender yang tersedia di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta tidak dapat digunakan untuk meblender bahan dalam keadaan panas (70-80 0C), oleh karena itu bahan makanan saring tanpa susu yang telah direbus diturunkan suhunya menjadi sekitar 40 0C sebelum diblender. Waktu tunggu penurunan suhu sekitar satu jam. Setelah pemblenderan, dilakukan penyaringan dan selanjutnya makanan enteral yang digunakan sebagai cadangan ditempatkan dalam teko plastik, ditutup wrapping film dan disimpan pada suhu ruang selama 2-3 jam. Jika tidak ada pesanan, setelah 2-3 jam kemudian, makanan enteral tersebut dibuang.

Waktu tunggu berisiko meningkatkan pertumbuhan mikroba karena berada pada zona berbahaya. Oleh karena itu tahap tersebut seharusnya dihindari dengan cara langsung dilakukan pemblenderan setelah perebusan Hal ini dapat dilakukan jika blender yang digunakan tahan terhadap panas. Perbaikan thermobox juga diperlukan agar penyimpanan makanan enteral dapat diterapkan sebagaimana mestinya sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroba. . Disamping itu juga perbaikan thermobox akan dapat mengurangi jumlah makanan yang terbuang.

3. Penyaluran makanan.

Penyaluran makanan enteral dari dapur sonde ke ruang rawat inap menggunakan troly. Troly selalu bersih sehingga terjamin tidak akan terjadi kontaminasi silang. Jarak antara dapur sonde ke ruang rawat inap paling pendek

kurang lebih 50 meter dan paling jauh 400 meter dengan waktu tempuh kurang lebih antara 5 sampai dengan 25 menit. Waktu tempuh yang lama akan menyebabkan suhu makanan turun dan menyebabkan suhu makanan berada pada “danger zone”. Hal ini akan memberikan peluang besar terjadinya peningkatan pertumbuhan mikroba. Menurut Rahayu (2010) satu diantara delapan prinsip penanganan pangan siap saji yang dapat diaplikasikan untuk menjaga keamanan pangannya yaitu mempertahankan suhu pangan panas pada suhu sama atau lebih dari 60 0 C atau suhu pangan dingin pada 5 0 C atau lebih rendah.

4. Pelatihan karyawan

Pemahaman tentang pentingnya prinsip-prinsip serta praktek higiene sanitasi serta proses pengolahan makanan enteral harus dimiliki oleh penanggungjawab dan pelaksana (penjamah) unit penyedia makanan enteral. Di

Dalam dokumen IV. HASIL DAN PEMBAHASAN (Halaman 37-44)

Dokumen terkait