• Tidak ada hasil yang ditemukan

Arti dan Maksud

Dalam dokumen rumah melayu (Halaman 53-67)

Semut dianggap sebagai binatang yang baik, rukun, dan penuh kegotongroyongan. Pengertian lainnya adalah bahwa semut mendatangkan rezeki. Semakin banyak semut, bertambah banyak pula rezeki bagi pemilik rumah itu.

Lebah adalah binatang yang mendatangkan manfaat bagi manusia. Madunya amat berguna untuk kesehatan tubuh. Di dalam menumbai, yakni upacara mengambil madu

lebah, lebah dianggap sebagai "putri" yang amat cantik, baik hati, dan mendatangkan kebahagiaan bagi penduduk. Karena itu pada waktu upacara berlangsung, sang Kemantan menyanyikan tumbainya (pantun puji-pujian) untuk membujuk lebah itu supaya jangan menyakiti manusia.

Itik lambang kerukunan dan ketertiban. Mereka akan serentak ke kandang di waktu senja, dan serentak keluar di pagi hari. Ini adalah teladan yang baik bagi manusia, supaya seia sekata dalam mencari kehidupannya.

Ular-ularan melambangkan kesuburan dan kemakmuran. Ular biasa melambangkan kecerdikan saja, sedangkan ular naga melambangkan kecerdikan dan kekuasaan. Oleh karena itu ukiran ular naga lazimnya hanya dipergunakan oleh

raja-Ragam Hias Naga Berjuang pada Lambang Kerajaan Pelalawan lOOp? ! Rumah Melayu: Memangku Adat Menjemput Zaman

raja (di antaranya Sultan Kerajaan Siak dan Sultan Kerajaan Pelalawan yang memakai simbol Naga pada mahkotanya).

Ragam hias ukiran Melayu yang mengambil motif fauna lainnya adalah ragam hias Naga Berjuang dan Roda Bunga dan Burung.

Ragam hias Naga Berjuang berbentuk dua ekor naga yang berhadapan dalam bentuk setengah lingkaran.

Menurut beberapa pendapat bentuk ragam hias Naga Berjuang ini hanya dipergunakan sebagai lambang. Walaupun bentuk yang digambarkan tidak berupa naga, melainkan sulur-suluran dengan bunga dalam bentuk simetris, ragam hias seperti ini bisa digolongkan ke dalam Naga Berjuang. Mengingat di Indonesia tidak ada naga, maka besar kemungkinan ragam hias ini berasal dari atau mendapat pengaruh dari Cina.

Lambang Kerajaan Siak Sri Indrapura

Karena luasnya kandungan makna dan fungsi bangunan dalam kehidupan orang Melayu, yang akan menjadi kebanggaan dan memberikan kesempurnaan hidup, bangunan sebaiknya didirikan melalui tata cara pembuatan yang sesuai dengan ketentuan adat. Dengan memakai tata cara yang tertib, barulah sebuah bangunan dapat disebut "Rumah sebenar Rumah".

Iklim setempat turut menentukan bentuk/arsi-tektur tradisional rumah Melayu. Hal ini terlihat pada kampung Melayu yang berbentuk meman-jang, berbanjar mengikuti jalur sungai atau jalur jalan. Pada umumnya rumah Melayu memiliki halaman yang luas dan ditumbuhi dengan pohon buah-buahan. Sirkulasi udara dan cahaya matahari harus cukup memasuki setiap ruangan rumah, se-hingga penghuni merasa segar dan nyaman.

Berdasarkan iklim ini pula maka bentuk

arsi-tektur rumah Melayu baik Salah Satu Rumah Melayu Lama di Pekanbaru di darat maupun dekat

dengan sungai dan pantai pada dasarnya berkolong atau berpanggung dan bertiang tinggi. Bentuk rumah panggung ini sangat berguna untuk penyelamatan dari bahaya banjir dan ancaman binatang buas, mengatasi kelembapan udara, dan merupakan tempat kerja darurat serta menyimpan perkakas kerja.

Dalam membangun rumah tradisional Melayu syariat agama Islam sangat diperhatikan. Letak ruang kaum lelaki berbeda dengan ruang para wanita. Ragam hias ukiran jarang dibuat dengan motif hewan ataupun manusia. Tetapi dengan

Ragam hias Roda Bunga dan Burung berbentuk roda bunga dengan burung-burung yang sedang mengisap madu pada bu-nga. Ragam hias ini berbentuk bunga dengan sulur-suluran daun, dengan burung di sebelah kanan dan kiri serta dibatasi dengan bingkai yang berbentuk setengah lingkaran di dalam sebuah empat persegi panjang.

Ragam hias Naga Berjuang diletakkan pada lubang angin di atas pintu depan. Ragam hias Roda

Bunga dan Burung dapat diletakkan pada lubang angin pintu depan ataupun di atas sebuah jendela. Juga ragam hias tumbuh-tumbuhan dan burung diletakkan di atas daun pintu atau jendela yang berfungsi sebagai lubang angin.

Ragam hias Naga Berjuang mengandung arti kemampuan dan keberanian. Dengan demikian hiasan ini dipakai oleh penduduk yang serba kecukupan, berani, kaya, dan terpandang.

Ragam hias Roda Bunga dan Burung melambangkan kemakmuran. Jika diteliti, kedua ragam hias ini mirip dengan bunga balai, yaitu bunga yang dibuat dari kertas dengan telur yang dibungkus, ter-gantung pada seuntai benang. Benang ini terikat pada tangkai yang dibuat dari kertas kuning yang melambangkan kea-gungan. Jadi dapat disim-Lubang Angin dengan Motif Naga Berjuang pulkan bentuk ragam hias lOOp? ! Rumah Melayu: Memangku Adat Menjemput Zaman

Lubang Angin dengan Motif Roda Bunga dan Burung-burung

Roda Bunga dan Burung ini mengangkat bentuk bunga balai, diterapkan dalam bentuk tebukan pada lubang angin.

Ragam hias Roda Bunga dan Burung dimaksudkan agar pemilik rumah memperoleh berkah dan keagungan dalam hidup dan kehidupan. Demikian pula dengan ragam hias tumbuh-tumbuhan dan burung. Memiliki makna kemakmuran dan kebahagiaan bagi pemilik rumah.

Motif alam tidak banyak dipergunakan. Yang agak mendekati bentuk alam adalah ukiran bintang-bintang, sedangkan ukiran Awan Larat hanya namanya saja yang dari alam (awan) sedangkan bentuknya tidak mirip dengan awan. Motif Bintang-bintang dinamakan demikian karena bentuknya agak menyerupai bintang yang bersinar.

Bintang-bintang berbentuk seperti bintang dengan segi ganjil atau genap. Jumlah seginya tidak terbatas. Motif ini dapat dibuat berlapis-lapis (saling bertindihan) semakin ke atas semakin kecil. Sudutnya boleh sejajar dan boleh bersilangan. Bentuk sudutnya dapat berupa segitiga, tetapi dapat pula berupa daun-daunan. Bagian tengahnya boleh berbentuk segi empat, bulat, atau oval, tetapi dapat pula berupa bunga dengan kelopak terbuka, separuh terbuka, atau kuntum.

Ukiran Motif Bintang-bintang Rumah Melayu Tradisional I <i| 99

Bentuk ukiran Awan Larat tidak terikat, tetapi pola dasarnya berupa garis-garis lemas dan lengkung. Hiasannya berupa daun-daunan, bunga dan kuntum. Ukiran ini hampir sama dengan ukiran Kaluk Pakis. Ukiran Bintang-bintang umumnya berwarna putih, kuning, dan keemasan. Sedangkan Awan Larat lazimnya berwarna hijau, biru, merah, kuning, putih. Cara membuatnya sama seperti membuat ukiran lainnya.

Ukiran Bintang-bintang lazim ditempelkan pada loteng sebagai tempat tali gantungan lampu. Tempat lainnya adalah hiasan pada panel daun pintu dan daun jendela. Ukiran Awan Larat ditempatkan pada bidang memanjang, bersegi atau bulat, jadi tidak terikat pada bagian tertentu.

Ukiran Bintang-bintang mengandung makna keaslian, kekuasaan Tuhan dan sumber sinar dalam kehidupan manusia. Oleh karenanya ukiran ini biasanya ditempatkan di loteng sebagai tempat gantungan lampu. Ukiran Awan Larat, melambangkan kelemahlembutan dalam pergaulan dan dapat ditempatkan dimana saja, serta dapat masuk kemana saja. Ukiran ini tidak mempengaruhi ruangan dimana ia ditempatkan, tetapi menyesuaikan dirinya dengan tempat dimana ia berada.

Agama Islam dianut oleh sebagian besar masyarakat Melayu sehingga pengaruh Islam sangat menonjol. Pengaruh kebudayaan Islam antara lain tampak pada bentuk kubah masjid yang diterapkan pada ragam hias Pucuk Rebung, ataupun ragam hias Gigi Belalang. Kepercayaan yang merupakan tradisi turun-temurun umumnya tidak terlalu menonjol karena sudah tergambar dalam bentuk-bentuk ukiran flora, fauna, dan alam. Pengaruh Islam terlihat pada motif ukiran kaligrafi Arab yang lazim disebut kalimah, maupun ragam hias ukiran dengan pola-pola geometris.

Bentuk kaligrafi adalah huruf-huruf Arab yang dibuat dalam berbagai variasi. Tulisan ini adalah kalimat-kalimat yang terdapat dalam kitab suci Al Qur'an atau lazim disebut ayat-ayat Al Qur'an. Jalinan huruf-huruf itu dibentuk menyerupai burung, orang, dan sebagainya. Secara pasti belum diketahui siapa yang membawa ukiran ini. Tetapi karena ukiran ini berbentuk kaligrafi, tidak mustahil masuknya akibat pengaruh Islam, terutama di zaman kerajaan-kerajaan Melayu Riau masih jaya.

Bentuk tulisan tidak menunjukkan asal-usul kaligrafi, karena umumnya gaya tulisan kaligrafi yang ditemukan adalah gaya tulisan biasa (yang lazim dipergunakan di dalam kitab Alquran), sedangkan gaya tulisan Arab lainnya belum dijumpai. Ayat-ayat yang lazim dipergunakan adalah Ayat Qursi, Fatihah, Surat Ikhlas, Allah, Muhammad, Bismillahirrahmanirrahim, Allahu Akbar, dan ayat-ayat lainnya yang pendek-pendek.

Prinsip pembuatan kaligrafi sama seperti membuat ukiran lainnya. Keahlian khu-sus yang harus dimiliki pembuatnya adalah teknik menulis Arab dengan berbagai bentuk hurufnya. Variasinya dapat berupa jalinan terpadu antara huruf (khat) itu dengan daun-daunan, bunga, dan kuntum, tidak boleh ada hewan. Kalau ayat itu ditulis khusus, "bingkainya dapat dibuat ukiran lainnya.

Ukiran ini biasanya ditempatkan pada tempat ketinggian, terutama di atas ambang pintu. Karena hiasan ini umumnya diambil dari ayat-ayat suci, maka amatlah pantang terlangkahi. Di rumah tempat tinggal, ukiran ini biasanya ditempatkan di ruang muka dan ruang tengah, sedangkan di rumah ibadah (masjid atau surau), terutama diletakkan di mimbar dan dinding.

Kaligrafi dipakai sebagai alat pendidikan agama Islam di dalam keluarga. Penghuni rumah diajarkan membaca ayat-ayat tersebut, kemudian secara berangsur-angsur diberikan penjelasan apa makna dan hakikat ayat itu.

Di kalangan umat Islam di daerah Riau terdapat kepercayaan, bahwa ayat-ayat kitab suci itu mengandung "khasiat" tertentu. Pemilihan ayat-ayat biasanya dilakukan oleh orang yang ahli, kemudian barulah diukir oleh pengukir. Di antara ayat-ayat itu adalah Surat Ikhlas, Qursi, Fatihah, dan ratusan ayat lainnya.

Di dalam Islam terdapat larangan untuk membuat hiasan makhluk bernyawa, seperti binatang ataupun manusia. Akan tetapi dengan adanya perkembangan zaman, bertambahnya pengalaman putra-putra Melayu yang merantau, dimana setelah pulang ke kampung pengaruh dari daerah-daerah yang dilihatnya di perantauan diterapkan di kampungnya.

Oleh karena itu, pada perkembangannya muncul ragam hias yang bermotifkan hewan berupa burung, ikan-ikan, ular naga, dan lain-lain. Tentu saja tidak semudah yang bisa dilihat saat ini. Motif-motif hewan ini tentu saja menjadi perdebatan sengit di antara keluarga dan masyarakat. Namun dengan prinsip bahwa gambar hewan tersebut bukan untuk disembah, melainkan hanya sebagai hiasan, maka pada saat sekarang ini sudah banyak terdapat ragam hias yang bermotifkan hewan.

Selain ragam hias seperti yang telah dibahas terdahulu, masih ada lagi beberapa ragam hias yang termasuk dalam khazanah perbendaharaan Melayu. Ragam hias itu antara lain adalah

a. Jala-jala,

b. Terali Biola, dan c. Ricih Wajid.

Ragam hias Jala-jala berbentuk belah ketupat, dengan cara penyusunan kayu yang sejajar dan saling berlawanan arah. Ragam hias Terali Biola berbentuk lekuk-lekuk tebukan yang disesuaikan dengan bentuk biola, yang terbentuk dari kepingan papan yang diukir kemudian disatukan. Ragam hias Ricih Wajid atau disebut juga Gigi Belalang, berbentuk potongan wajid, yaitu sejenis makanan yang terbuat dari beras pulut. Ter-bentuk dari kepingan papan yang diukir kemudian disatukan.

Ragam hias Jala-jala hanya berwarna kecokelat-cokelatan atau warna putih kapur saja. Ragam hias ini sangat sederhana, namun banyak dipakai. Ragam hias Terali Biola berwarna keemasan, kuning putih ataupun hijau dan warna kayu saja.

Ragam hias Jala-jala paling mudah dibuat, yaitu dengan cara menyilangkan beberapa papan kecil, sehingga terbentuk lubang-lubang berbentuk belah ketupat. Ragam hias Terali Biola dibuat dari kepingan papan yang diukir menurut pola biola kemudian digergaji pada tepi kanan dan kiri papan dan ditebuk pada bagian tengah papan. Selanjutnya semua papan yang telah diukir tersebut disatukan. Cara membuat ragam hias Ricih Wajid sama dengan ragam hias Terali Biola.

Motif Jala-jala Rumah Melayu Tradisional I

Ragam hias Jala-jala ter-dapat pada bagian atas jen-dela, pintu ataupun lubang angin di dapur. Ragam hias Terali Biola terdapat pada jerajak atau teralis beranda, teralis jendela, ataupun sebagai hiasan pada lis-plang.

Ricih Wajid dapat juga dibuat bertingkat, ditem-patkan pada bagian bawah tepi lantai, sehingga fung-sinya sebagai hiasan pada tutup angin atau ikat ping-gang.

Ragam hias Jala-jala tidak memiliki arti apa-apa, hanya berfungsi sebagai ventilasi dan keindahan. Ragam hias Terali Biola juga tidak memiliki arti apa-apa, hanya berfungsi sebagai pagar beranda atau jendela. Ragam hias Ricih Wajid (Gigi Belalang) adalah lam-bang pemersatu pada ma-syarakat Melayu.

Motif Terali Biola

Motif Ricih Wajid lOOp? ! Rumah Melayu: Memangku Adat Menjemput Zaman

Masjid Lama Senapelan, Pekanbaru

Masjid Syeh Abdurrahman Siddicj Al Masjid Lama Sultan Kadriah, Banjari, di Sapat, Indragiri Hilir, Riau Pontianak, Kalbar

160 Rumah Melayu: Memangku Adat Menjemput Zaman Masjid Sultan Riau, Pulau

Masjid Kampung Keling Melaka

Masjid Raya Siak, Riau

Masjid Tinggi di Bagan Serai, Perak

Masjid Lama Majlis Agama Islam Perak Masjid Jamik Airtiris, Kabupaten Kampar

Istana Siak Sri Indrapura, Siak

Istana Raja Ali Haji di Pulau

Penyengat, Tanjung Pinang Istana Sultan Langkat "Darul Aman", Tanjungpura

Istana Kerajaan Rokan, di Rokan IV

Koto, Kabupaten Rokan Hulu Balai Kerapatan Kerajaan Deli lOOp? ! Rumah Melayu: Memangku Adat Menjemput Zaman

masuknya pengaruh kebudayaan timur jauh dan negara-negara tetangga, serta motif-motif yang diperoleh pengukir-pengukir Melayu dari perantauan, maka muncullah ukiran-ukiran yang bermotifkan margasatwa, berupa gambar naga, ikan, burung, atau binatang lain. Motif-motif ini sudah barang tentu telah disesuaikan dengan iklim, adat resam, dan syariat agama Islam.

Dalam dokumen rumah melayu (Halaman 53-67)

Dokumen terkait