BAB 2 TENG GER: LATAR BELAKANG KERUANGAN
B. Manusia Tengger
B.3 Asal Mula Nama Tengger
Dahulu kala, Raja Majapahit yang bemama Prabu Brawijaya melari
kan diri bersama para pengikutnya ke daerah pegunungan Tengger. Hal
ini disebabkan ia merasa terdesak oleh pasukan Raden Patah, putranya
sendiri yang telah memeluk agama Islam. Dikarenakan Raja Brawijaya
tidak berkenan untuk memeluk agama Islam, ia melarikan diri ke Palaran,
sebuah tempat peristirahatan yang berada di sekitar pegunungan Teng
ger. Namun demikian, raja Brawijaya belum merasa aman. Dikarenakan
kekhawatiran beliau terhadap Raden Patah yang mungkin akan menyu
sulnya. Sebagaimana dikatakan oleh Waluyo (1993) berikut ini:
" . . . Raja Brawijaya bersama para pengikut yang masih rela meneruskan
perjalanan ke tempat yang aman di daerah Banyuwangi, menyeberang
ke Pulau Bali, lalu men
etap di situ, diikuti keluargaraja, pujangga, dan
para pendeta. Sedang pengikutnya yang lain tetap tinggal di Pegunun
gan Tengger, yakni rakyat kebanyakan yang hidup bercocok tanam . . . .
"Sejak pasukan Belanda melakukan ekspedisi ke daerah Pas
uruanpada ta
hun 1707 M, Malang pada tahun 1723 M, dan Tosari pada tahun 1785 M sam
pai saat
ini,komunitas Tengger tersebar di wilayah Kabupaten Probolinggo,
KabupatenMalang, Kabupaten Pasuruan, dan Kabupaten Lumajang. Seluruh
nya itu berada
didalam wilayah administratif Provinsi Jawa Timur.
Raja Brawijaya memiliki putri yang cantik jelita bemama Rara Anteng
(Widyaprakosa 1994). Situasi kerajaan yang tenteram dan aman kemudian
16I
/. NICOL.MS WAROUW, DKK.berubah memburuk sehingga membuat
pinisepuhkerajaan menyarankan
Rara Anteng untuk mencari tempat aman. Atas nasehat tersebut, Rara An
teng menuju pegunungan Tengger bersama para punggawanya. Rara An
teng bersama pengikutnya singgah di Desa I<rajan selama satu windu. Ke
mudian ia melanjutkan petjalanan ke Desa Penanjakan, menetap di sana
sambil bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Suatu
ketika Rara Anteng bertemu dengan Pendeta Rsi Dadap Putih yang kernu
dian menjadi bapak angkatnya.
Sementara itu, Kediri juga dalam keadaan kacau akibat dari situasi
politik di Majapahit. Jaka Seger yang merupakan putra seorang Brahmana
pergi mengasingkan diri ke Desa Keduwung sarnbil mencari pamannya
yang tinggal dekat Gunung Bromo. Di desa
ini,Jaka Seger mendapat infor
masi dari penduduk bahwa ada sejumlah orang dari Majapahit yang me
netap di Penanjakan. Jaka Seger kemudian meneruskan petjalanannya ke
Desa Penanjakan.
Ketika Rara Anteng sedang mencari air, dia bertemu dengan Jaka
Seger yang meminta pertolongan karena tersesat. Rara Anteng kemudian
mengajak Jaka Seger pulang ke pondoknya. Para pinisepuh yang melihat
kedatangan Rara Anteng bersama Jaka Seger menuduh mereka telah mela
kukan hal yang tidak semestinya. Jaka Seger yang merasa hal itu tidak
benar kemudian membela Rara Anteng dan menjelaskan yang sebenarnya
tetjadi. Jaka Seger disini juga mengutarakan keinginannya untuk melamar
Rara Anteng dan lamaran ini pun diterima. Resi Dadap Putih, ayah ang
kat dari Rara Anteng berperan sebagai pendeta yang mengesahkan perka
winan mereka sesuai dengan agama mereka.
Pernikahan Jaka Seger dengan Rara Anteng
initidak kunjung dikaru
niai anak meskipun pernikahan mereka sudah berusia delapan tahun. Se
telah merasa putus asa dalam penantian, mereka memutuskan untuk ber
semedi. Menurut cerita yang beredar di wilayah Tengger, sepasang suami
istri
inibersemedi selama enam tahun dengan selalu berganti arah setiap
tahunnya (timur, selatan, barat, utara, bawah dan atas).
Keinginan Rara Anteng dan Jaka Seger kemudian didengar oleh Sang
Hyang Widhi
Wasasehingga dari puncak Bromo keluar semburan cahaya
yang menyusup ke dalam jiwa Rara Anteng dan Jaka Seger. Di sini seakan
ada getaran gaib (wisik) sebagai pertanda dikabulkannya permohonan
mereka, dengan syarat anak bungsunya nanti harus rela dijadikan
ban (tumbal) dengan dijerumuskan ke kawah Gunung Bromo. Setelah itu,
mereka berdua pulang ke pondoknya dan hidup aman, tentram, damai,
dan sejahtera. Singkat cerita, mereka kemudian dikarunia putra sebanyak
25 orang. Nama-namanya adalah sebagai berikut::
" . . . anak pertama bernama Tumenggung Klewung yang moksa di Gu
nung Ringgit,
HintaWiji di Gunung Widangan,
KiBam Klinthing di
Lemah Kuning,
KiRawit di lemah Sumber Semani, Jinthing Jinah
diGu
nung Jemahan, kal di Gunung Ranten, Prabu Siwah di Gunung Ling
gah, Cokro Pranoto di Gunung Gandera, Tunggul Wulung di Cemoro
Lawang, Tumenggung Klinter di Gunung Penanjakan, K. Baguswaris
di Watu Batang, Kaki Dukun di Watu Wungkuk,
KiPranoto di Poten,
Kaki Perniti di Gunung Bayangan, Tunggul Ametung di Tunggukan, R.
Wingit di Gunung Bathok, Puspo
KiGanteng di Gunung Widodaren,
KakiTeku Nini Teku di Guyangan, Ki Dadung Kawuk di Banurahing,
KiDumeling di Pusang Lingker,
KiSindhu Jaya di Wonongkoro, R.
Sapujagat di Pundak Lembu,
KiJenggot di Keramat Rujak, Demang
Diningrat di Gunung Semem, dan anak bungsu R. Kusuma moksa di
Gunung Bromo . . . .
"Bertahun-tahun kemudian Gunung Bromo bergoncang dan mengelu
arkan semburan api sebagai isyarat sudah saatnya janji mereka hams dipe
nuhi. Rara Anteng dan Jaka Seger menyadari peringatan tersebut, namun
sebagai orang tua mereka tidak rela jika hams mengorbankan anaknya.
Dengan demikian, mereka menyembunyikan anak bungsu mereka itu di
sekitar Desa Ngadas. Hal tersebut tidak lantas menyelamatkan Raden Ku
suma, tiba-tiba semburan api gunung tersebut sampai di tempat persem
bunyian R. Kusuma hingga korban tertarik(kcserct)
sampai ke kawah Gunung Bromo. Dari dalam kawah Gunung Bromo seakan terdengar suara
sayup-sayup supaya senantiasa menjaga kemkunan dalam hidup, seba
gaimana dikatakan oleh seorang informan berikut:
". . . R. Kusuma rela mewakili saudara-saudaranya dan masyarakat
setempat, berkorban demi kesejahteraan, kedamaian orangtua dan
saudara-saudaranya. Selanjutnya ia berpesan bahwa setiap tanggal 14
Kasada minta upeti hasil bumi. Konon, saudara-saudara R. Kusuma di
anggap sebagai penjaga (mbahureksa) tempat-tempat lainnya . . .
"Foto 3: Kawah Gunung Bromo sebagai tempat menghilangnya Raden Kusuma (Sumber: koleksi Aprilia)
Dalam dokumen
DESA NGADISARI KECAMATAN SUKAPURA KABUPATEN PROBOLINGGO JAWA TIMUR
(Halaman 33-36)