• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab III Merupakan bab yang memuat hasil penelitian untuk menjawab pertanyaan yang peneliti rumuskan, melalui bab ini akan diketahui

TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Hukum Jaminan

2. Asas-Asas Hukum Jaminan

jaminan ini dapat dinilai dengan uang (jaminan materiil). Ketiga adalah

timbulnya jaminan karena adanya perikatan antara kreditur dengan debitur.

Istilah yang digunakan oleh M. Bahsan adalah jaminan. Ia

berpendapat bahwa jaminan adalah segala sesuatu yang diterima oleh

kreditur dan diserahkan debitur untuk menjamin sesuatu utang piutang

dalam msyarakat. Alasan-alasan digunakan istilah jaminan yang pertama

kerena telah lazim digunakan dalam bidang ilmu hukum dalam hal ini

berkaitan dengan penyebutan-penyebutan, seperti hukum jaminan, lembaga

jaminan, jaminan kebendaan, jaminan perorangan, hak jaminan, dan

sebagainya. Yang kedua karena telah digunakan dalam beberapa peraturan

perundang-undangan tentang lembaga jaminan, seperti yang tercantum

dalam undang-undang hak tanggungan dan jaminan fidusia.

Pada prinsipnya penulis sepakat dengan apa yang dikemukakan

oleh M. Bahsan, bahwa istilah yang lazim digunakan dalam kajian teoritis

adalah jaminan. Istilah ini, mencangkup jaminan materiil dan jaminan

perorangan.21

2. Asas-Asas Hukum Jaminan

Berdasarkan hasil analisis terhadap berbagai peraturan

perundang-undangan yang mengatur tentang jaminan maupun kajian terhadap berbagai

literatur tentang jaminan, maka ditemukan 5 (lima) asas penting dalam

hukum jaminan, yaitu :22

21 Salim, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2014), h. 22

22

Salim, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2014), h. 9

25

a. Asas publicitet, yaitu asas bahwa semua hak, baik hak tanggungan, hak

fidusia, dan hipotek harus didaftarkan. Pendaftaran ini dimaksudkan

supaya pihak ketiga dapat mengetahui bahwa benda jaminan tersebut

sedang dilakukan pembebanan jaminan.

b. Asas specialitet, yaitu bahwa hak tanggungan, hak fidusia, dan hipotek

hanya dapat dibebankan atas persil atau atas barang-barang yang sudah

terdaftar atas nama orang tertentu.

c. Asas tak dapat dibagi-bagi, yaitu asas dapat dibaginya hutang tidak dapat

mengakibatkan dapat dibaginya hak tanggungan, hak fidusia, hipotek,

dan hak gadai walaupun telah dilakukan pembayaran sebagian.

d. Asas inbezittstelling, yaitu barang jaminan (gadai) harus berada pada

penerima gadai.

e. Asas horizontal, yaitu bangunan dan tanah bukan merupakan satu

kesatuan. Hal ini dapat dilihat dalam penggunaan hak pakai, baik tanah

negara maupun tanah hak milik. Bangunannya milik dan yang

bersangkutan atau pemberi tanggungan, tetapi tanahnya milik orang lain,

berdasarkan hak pakai.

Mariam Darus Badrulzaman mengemukakan asas-asas hukum

jaminan ini meliputi, asas-asas filosofis, asas konstitusional, asas politis, dan

asas oprasional (konkret) yang bersifat umum. Asas oprasional dibagi

menjadi asas sistem tertutup, asas absolut, asas mengikuti benda, asas

publisitas, asas spesialitet, asas totalitas, asas asessi perlekatan, asas

26

Pemaparan asas-asas hukum yang dikemukakan oleh Mariam

Darus tidak diberikan pengertian, namun penulis sendiri mencoba untuk

menjelaskan dan mengartikan asas-asas yang berkaitan dengan asas

filosofis, konstitusional, politis, dan oprasiona. Keempat asas itu di sajikan

berikut ini:23

a. Asas filosofis, yaitu asas dimana semua peraturan perundang-undangan

yang berlaku di Indonesia harus didasarkan pada falsafah yang dianut

oleh bangsa Indonesia, yaitu pancasila.

b. Asas konstitusional, yaitu asas dimana semua peraturan

perundang-undangan dibuat dan disahkan oleh pembentukan undang-undang harus

didasarkan pada hukum dasar (konstitusi). Hukum dasar yang berlaku di

Indonesia yaitu UUD 1945. Apakah undang-undang yang dibuat dan

disahkan tersebut bertentangan dengan konstitusi, undang-undang

tersebut harus dicabut.

c. Asas politis, yaitu asas dimana segala kebijakan dan teknik di dalam

penyusunan perundang-undang diasarkan pada tap MPR.

d. Asas oprasional (konkrit) yang bersifat umum merupakan asas yang

dapat digunakan dalam pelaksanaan pembebanan jaminan.

Untuk tiap-tiap asas-asas hukum tersebut, dapat dilihat pada

bab-bab yang berkaitan dengan hak tanggungan, jaminan fidusia, gadai, dan

hipotik kapal laut.

23

27 3. Sumber Hukum Jaminan

Pada dasarnya sumber hukum jaminan dapat dibedakan menjadi

dua macam, yakni sumber hukum materiil dan sumber hukum formal.

Sumber hukum materiil ialah tempat materi hukum itu diambil. Sumber

hukum materiil ini merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum,

misalnya hubungan sosial, kekuatan politik, situasi sosial ekonomi, tradisi

(pandangan keagamaan dan kesusilaan), hasil penelitian ilmiah,

perkembangan internasional, dan keadaan geografis. Sumber hukum formal

merupakan tempat memperoleh kekuatan hukum. Ini berkaitan dengan

bentuk atau cara yang menyebabkan perturan hukum formal itu berlaku.

Yang diakui umum sebagai hukum formal ialah dari undang-undang,

perjanjian antar negara, yurispudensi, dan kebiasaan.

Sumber hukum formal ini dapat digolongkan menjadi dua macam,

yaitu sumber hukum formal tertulis dan tidak tertulis. Analog dengan hal

itu, maka sumber hukum jaminan dapat terbagi menjadi dua macam, yaitu

sember hukum jaminan tertulis dan tidak tertulis. Yang dimaksud dengan

sumber hukum jaminan tertulis adalah tempat ditemukanya kaidah-kaidah

hukum jaminan yang berasal dari sumber tertulis. Umumnya sumber hukum

jaminan tertulis terdapat di dalam perundang-undanagan, trakata, dan

yurisprudensi. Adapun yang menjadi sumber hukum jaminan tertulis,

sebagai berikut24

24

Salim, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2014), h. 14

28 a. Sumber hukum formal tertulis.

1) Pasal 1 Ayat 26 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang

Perbankan Syariah, yaitu tentang barang jaminan atau agunan adalah

jaminan tambahan, baik berupa benda bergerak maupun benda tidak

bergerak yang diserahkan oleh pemilik agunan kepada Bank Syariah

dan/atau Unit Usaha Syariah, guna menjamin pelunasan kewajiban

nasabah penerima fasilitas.

2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).

KUH Perdata sebagai terjemahan dari Burgerlijk Wetboek merupkan

kodifikasi hukum perdata material yang diberlakukan pada tahun 1848

berdasarkan asas konkordansi. Ketentuan hukum jaminan dapat

dijumpai dalam Buku II KUH Perdata yang mengatur mengenai

hukum kebendaan. Ditilik dari sistematika KUH Perdata, pada

prinsipnya hukum jaminan merupakan bagian dari hukum kebendaan.

Dalam buku II KUH Perdata diatur mengenai penegertian, cara

membedakan benda dan hak-hak kebendaan, baik yang memberikan

kenikmatan dan jaminan. Ketentuan dalam pasal-pasal buku II KUH

Perdata yang mengatur mengenai lembaga dan ketentuan hak jaminan

dimulai dari titel kesembilan belas sampai dengan titel ke dua puluh

satu, pasal 1131 samapai 1232. Pasal 1131 KUH Perdata mengatur

segala kebendaan seorang debitur, baik yang bergerak maupun yang

29

dikemudian hari, menjadi jaminan untuk segala perikatan pribadi

debitur tersebut.25

3) Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005 Tentang Akad

Penghimpunan Dan Penyaluran Dana Bagi Bank Yang

Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.

b. Sumber hukum formal tidak tertulis, adalah tempat ditemukanya kaidah

hukum jaminan yang berasal dari sumber tidak tertulis, seperti terdapat

dalam hukum kebiasaan atau tradisi.

Dokumen terkait