• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV: ANALISIS DATA

MEDIASI MENURUT PERMA NO. 1 TAHUN 2016

D. Asas Dalam Mediasi

Dalam mediasi terdapat dua asas yaitu asas iktikad baik dan asas iktikad tidak baik. Asas iktikad baik juga dikenal sebagai good faith adalah aspek pokok yang menyertai setiap jenis kontrak bisnis/komersil atau hubungan perdata. Pasal 1338 KUH Perdata menyatakan bahwa “semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatn kedua belah pihak atau alasan-alasan yang yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilakssanakan dengan iktikad baik.”

Dalam symposium Badan Pembinaan Hukum Nasional memberikan beberapa pokok pengertian asas iktikad baik, yaitu:

42

Pasal 11 ayat 4 Perma No. 1 tahun 2016.

43

Pasal 8 ayat 2 Perma No. 1 tahun 2016.

44

Maskur Hidayat, Strategi & Taktik Mediasi Berdasarkan Perma No. 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan (Jakarta: Kencana, 2016), 63.

1.Kejujuran dalam membuat kontrak.

2.Pada tahapan pembuatan kontrak yang dilakukan dihadapan pejabat, para pihak dianggab telah beritikad baik.

3.Sebagai kepatutan dalam tahap pelaksanaan, yaitu terkait suatu penilaian baik terahadap perilaku para pihak dalam melaksanakan apa yang telah disepakati dalam kontrak, semata-mata bertujuan untuk mencegah perilaku yag tidak patut dalam pelaksanaan kontrak tersebut.45

Sedangkan dalam Black Laws Dictionary pengertian iktikad baik adalah sesuatu yang difikirkan yang didalamnya terdiri atas kejujuran dalam kepercayaan atau maksud, kesetiaan terhadap tugas atau kewajiban seseorang, kepatuhan pada standar-standar komersial dalam transaksi atau perdagangan atau bisnis tertentu atau tidak ada maksut menipu atau mencari keuntungan yng rendah budi.

Fungsi dari iktikad baik adalah untuk melindungi pihak-pihak yang terlibat dalam kesepakatan tertentu untuk bisa mendapatkan hak serta melaksanakan kewajiban sesuai dengan klausul kesepakatan. Bagi pihak lain yang tidak terlibat juga terlindungi dari kesepakatan yang disalah gunakan untuk melanggar hak milik orang lain. Karena keberlakuan iktikad baik meliputi: keberlakuan kedalam yang mengkat dan melindungi pihak-pihak yang terlibat dalam pembuaan suatu kesepakatan tertentu, keberlakuan keluar yang sebatas supaya pihak ketiga atau pihak lain yang tidak terkait tidak dilanggar haknya.

45

Anita D. A. Kolopaking, Asas Iktikad Baik Dalam Penyelasaian Sengketa Kontrak Melalui Arbitrase, (Bandung: Alumni, 2013), 105-106.

Pengaturan iktikad baik tersebut merupakan wujud arahan dari Mahkamah Agung supaya mediasi dilaksanakan dengan standar moral yang tinggi. Dalam konteks mediasi asas iktikad baik pada dasarnya adalah sikap moral yang menjunjung tinggi serta memegang teguh sikap kejujuran untuk menyelesaikan sengketa dengan menghormati semua perundang-undangan (hukum positif), kesepakatan antar pihak serta hak pihak ketiga.46

Setelah diberlakukanya Perma NO.1 Tahun 2016 tentang prosedur mediasi di Pengadilan mulai dikenal pengembangan iktikad baik sebagaimana diatur dalam pasal 7 Perma No. 1 Tahun 2016. Yaitu bahwa kehadiran salah satu dan/atau masing-masing pihak adalah parameter dari iktikad baik dalam acara mediasi.

Di dalam pasal 7 ayat 2 dinyatakan bahwa: Salah satu pihak atau para pihak dan/atau kuasa hukumnya dapat dinyatakan tidak beritikad baik oleh mediator dalam hal yang bersangkutan:

1. Tidak hadir setelah dipanggil secara patut 2 (dua) kali berturut-turut dalam pertemuan mediasi tanpa alasan sah.

2. Menghadiri pertemuan mediasi pertama, tetapi tidak pernah hadir pada pertemuan berikutnya meskipun telah dipanggil secara patut 2 (dua) kali berturut-turut tanpa alasan sah.

3. Ketidak hadiran berulang-ulang yang mengganggu jadwal pertemuan mediasi tanpa alasan sah.

46

Maskur Hidayat, Strategi & Taktik Mediasi Berdasarkan Perma No. 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan (Jakarta: Kencana, 2016), 66-67.

4. Menghadiri pertemuan mediasi, tetapi tidak mengajukan dan/atau tidak menanggapi resum perkara pihak lain, dan/atau,

5. Tidak menandatangani konsep kesepakatan perdamaian yang telah disepakati tanpa alasan yang sah.

Uraian pasal 7 ayat 2 tersebut di atas pada pokoknya merupakan dorongan supaya para pihak melakukan mediasi secara bersungguh-sungguh. Termasuk dalam kesungguhan dalam mediasi adalah kehadiran dalam sesi mediasi yang telah disepakati yang telah disepakati dengan mediator. Juga menyangkut pengajuan resum atau tanggapan terhadap pihak lawan. Urgensi pengajuan resum adalah supaya masing-masing pihak bias mengerti keinginan pihak lawan. Bagi mediator dengan adanya resum, maka memudahkan untuk mencari formula penyelesaian karena dari resum yang diajukan masing-masing pihak, maka bisa diketahui pokok sengketa baik yang primer maupun tertier. Sehingga dari resum tersebut mediator bias mngarahkan dialog dalam sesi medisi ke arah yang konstuktif bagi percepatan penyelesaian sengketa.47

Di dalam pasal 4 ayat 1 Perma No. 1 Tahun 2016 telah diterangkan bahwa pada dasarnya semua sengketa perdata yang diajukan ke pengadilan termasuk perkara perlawanan (verzet) atas putusan verstek dan perlawanan pihak berperkara (partij verzet) maupun pihak ketiga (derden verzet) terhadap pelaksanaan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, wajib terlebih dahulu diupayakan penyelesaian melalui mediasi, kecuali ditentukan lain berdasarkan peraturan Mahkamah Agung ini. Tetapi dalam ayat selanjudnya,

yaitu ayat 2 dinyatakan bahwa sengketa yang dikecualikan dari kewajiban penyelesaian melalui mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: 1. Sengketa yang pemeriksaannya di persidangan ditentukan tentang waktu

penyelesainya meliputi antara lain:

a. Sengketa yang diselesaikan melalui prosedur Pengadilan Niaga.

b. Sengketa yang diselesaikan melalui prosedur Pengadilan Hubungan Industrial.

c. Keberatan atas putusan komisi pengawas Persaingan Usaha. d. Keberatan atas putusan badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. e. Permohonan pembatalan putusan arbitrase.

f. Keberatan atas putusan komisi Informasi. g. Penyelesaian perselisihan partai politik.

2. Sengketa yang pemeriksaanya dilakukan tanpa hadirnya penggugatan atau tergugat yang telah dipanggil secara patut.

3. Gugatan balik (rekonvensi) dan masuknya pihak ketiga dalam suatu perkara.

4. Sengketa mengenai pencegahan, penolakan, pembatalan, dan pengesahan perkawinan.

5. Sengketa yang diajukan ke pengadilan melalui mediasi dengan bantuan mediator bersertifikat yang terdaftar di pengadilan setempat tetapi dinyatakan tidak berhasil berdasarkan pernyataan yang ditanda tangani oleh para pihak dan mediator bersertifikat.

Diterangkan dalam pasal 4 ayat 3 Perma No. 1 Tahun 2016, yaitu “pernyataan ketidak berhasilan mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e dan salinan sah sertifikat mediator dilampirkan dalam surat gugatan”. Artinya bahwa ada pihak-pihak yang bersengketa di luar pengadilan dan untuk menyelesaikan melalui mediasi dengan menunjuk seorang mediator bersertifikat, maka apabila kerja mediator tersebut gagal atau tidak berhasil perkara tersebut diajukan ke pengadilan dengan materi sengketa, serta pihak yang sama, maka meeka bias bersepakat untuk tidak melalui prosedur mediasi wajib di pengadilan. Prosedur supaya gugatan yang diajukan tidak perlu melalui mediasi wajib (apabila telah diupayakan perdamaian melalui mediator bersertifikat) adalah dalam gugatan yang diajukan melampirkan: surat pernyataan ketidakberhasilan mediasi, salinan sah sertifikat mediator (pasal 4 ayat 3 Perma No. 1 Tahun 2016).

Dokumen terkait