• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGATURAN PERJANJIAN KREDIT DI DALAM

B. Perjanjian Pada Umumnya

3. Asas Asas Perjanjian

Ada beberapa asas yang terjadi dalam hukum perjanjian, yaitu:

1. Asas Kebebasan Mengadakan Perjanjian (Asas Kebebasan Berkontrak)

Kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas yang sangat penting di dalam hukum perjanjian. Kebebasan ini adalah perwujudan dari kehendak yang bebas pancaran hak asasi manusia. Asas ini terdapat dalam Pasal 1337 KUH Perdata, yang menentukan bahwa para pihak bebas untuk menentukan apa yang disepakati tentang apa saja, asalkan tidak bertentangan dengan kepatutan, kesusilaan dan ketentuan undang-undang. Selain dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata disebutkan bahwa: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Secara langsung telah tampak pengertian bahwa orang bebas untuk membuat perjanjian. Janji mana justru berlaku sebagai undang-undang bagi mereka.

Mariam Darus berpendapat bahwa: “Di dalam Hukum Perjanjian Nasional, asas kebebasan berkontrak yang bertanggung jawab dan mampu memelihara keseimbangan antara pengguna hak asasi dengan kewajiban asasi ini perlu tetap dipertahankan yaitu dengan cara pengembangan kepribadian untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan hidup lahir dan batin yang serasi, selaras, dan seimbang dengan kepentingan masyarakat”.39

Dapat dikatakan bahwa hukum perjanjian mengantut sistem terbuka,yang berarti bahwa setiap orang bebas untuk menyatakan keinginan dan mengadakan

39

Mariam Darus Badrulzaman, Sutan Remy Sjahdeini, dkk, Hukum Perikatan, (Bandung:

perjanjian-perjanjian dengan bentuk tertentu dan bebas memilih undang-undang mana yang dipakainya untuk perjanjian itu. Berarti bahwa setiap orang bebas untuk menentukan keinginan yang dituangkan dan diatur sebagai isi perjanjian. Lebih jauh berarti bahwa karena berlaku sebagai undang-undang maka wajib dilaksanakan dan bila perlu menggunakan alat paksa kepentingan umum. Asas ini berkaitan erat dengan asas konsensualisme.

2. Asas Konsensualisme

Asas ini ditemukan dalam Pasal 1338 KUH Perdata dan mempunyai kaitan yang sangat erat dengan asas kebebasan berkontrak. Asas ini berkaitan dengan kehendak para pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian. Asas ini berkenaan dengan adanya persesuaian kehendak dari para pihak yang mengadakan perjanjian sehingga dicapai suatu kesepakatan membuat perjanjian. Pesan yang terkandung dalam asas ini adalah bahwa setiap orang yang sepakat berjanji tentang suatu hal, berkewajiban untuk memenuhinya. Secara implisit asas ini lebih menekankan pada moral para pelaku. Pada perkembangannya asas ini dijelmakan dalam klausa perjanjian yang berisi tentang hak dan kewajiban para pihak yang berjanji.

Apabila salah satu pihak ingkar maka pihak yang diingkari dapat memohon kepada Hakim agar klausa tersebut mengikat dan dapat dipaksanakan berlakunya. Selain berkaitan erat dengan asas kebebasan berkontrak, asas ini juga berkaitan dengan asas kepercayaan, sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1334 KUH Perdata, yang mengatur bahwa barang yang barus ada pada waktu yang akan datang, dapat menjadi pokok suatu persetujuan. Dalam hal ini, subjek hukum diberikan kesempatan menyatakan keinginannya yang dianggap baik untuk

mengadakan perjanjian. Maka ia harus memegang teguh kesepakatan yang diberikan kepadanya.

3. Asas Kepercayaan

Seorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain, menumbuh- kembangkan kepercayaan di antara kedua belah pihak, yang menunjukkan bahwa satu sama lain akan memegang janjinya. Dengan kata lain, akan memenuhi prestasinya di belakang hari. Tanpa adanya kepecayaan itu maka perjanjian tiak mungkin akan diadakan oleh para pihak. Asas kepercayaan ditentukan dalam Pasal 1338 juncto Pasal 1334 KUH Perdata.

Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain, harus dapat menumbuhkan kepercayaan di antara para pihak bahwa satu sama lain akan memenuhi prestasinya di kemudian hari. Dengan adanya kepercayaan ini, kedua pihak mengikatkan dirinya kepada perjanjian yang mempunyai kekuatan mengikat sebagai undang-undang.40

Menurut Grotius, dalam buku Mariam Darus Badrulzaman, dikatakan bahwa “Pasca sunt servanda” (janji itu mengikat). Selanjutnya ia mengatakan lagi “promissorum implemndroum obligation”. (kita harus memenuhi janji kita).

41

40

Mariam Darus Badrulzaman, Op. cit. hal. 42 41

Ibid, hal. 109.

Asas ini terdapat dalam Pasal 1338 dan Pasal 1339 KUH Perdata. Dapat diambil suatu kesimpulan bahwa di dalam perjanjian mengandung suatu asas kekuatan mengikat. Terikatnya para pihak pada apa yang diperjanjikan dan juga terhadap beberapa unsur lain sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatutan tersebut akan mengikat para pihak. Asas ini hampir sama dengan asas kepatutan, karena

memang mengaitkan hal yang patut sebagai kewajiban bagi para pihak yang mengikat suatu perjanjian.

4. Asas Persamaan Hak

Asas ini terdapat dalam Pasal 1341 KUH Perdata. Dalam asas ini, para pihak diletakkan pada posisi yang sama. Dalam perjanjian sudah selayaknya tidak ada pihak yang bersifat dominan dan tidak ada pihak yang tertekan sehingga tidak terpaksa untuk menyetujui syarat yang diajukan karena tidak ada pilihan lain. Mereka melakukannya walaupun secara formal hal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai paksaan. Dalam perjanjian, para pihak harus menghormati pihak lainnya. Jika prinsip sama-sama menang (win win solution) tidak dapat diwujudkan secara murni, namun harus diupayakan agar mendekati perimbangan dimana segala sesuatu yang merupakan hak para pihak tidaklah dikesampingkan begitu saja. 5. Asas Keseimbangan

Asas ini diatur dalam Pasal 1338 dan Pasal 1244 KUH Perdata yang menghendaki kedua belah pihak untuk memenuhi dan melaksanakan perjanjian itu. Asas keseimbangan itu merupakan kelanjutan dari asas persamaan hak. 6. Asas Kepentingan Umum

Asas ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari ketentuan Pasal 1337 KUH Perdata. Ditegaskan agar dalam menyusun dan melaksanakan suatu perjanjian kedua belah pihak, bak kreditur maupun debitur memperhatikan kepentingan umum. Asas ini juga mencakup suatu pesan bahwa walaupun subjek hukum diberikan kebebasan berkontrak, akan tetapi mereka harus berbuat bahwa apa yang mereka lakukan tidak mengganggu kepentingan umum.

7. Asas Kepatutan

Asas ini dituangkan dalam Pasal 1339 KUH Perdata. Dalam hal ini, asas kepatutan berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian. Akan tetapi dalam prakteknya, asas kepatutan ini selalu dibandingkan dengan kesadaran hukum masyarakat itu sendiri. Mariam Darus mengatakan bahwa: “Asas kepatutan ini harus dipertahankan, karena melalui asas ini ukuran tentang hubungan ditentukan juga oleh rasa keadilan dalam masyarakat”.42

8. Asas Moral

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa ukuran kepatutan dalam masyarakat, pedoman utamanya adalah rasa keadilan dalam masyarakat.

Asas ini terlihat dalam perikatan biasa, artinya bahwa suatu perbuatan suka rela dari seseorang tidak menimbukan hak baginya untuk menggugat kontra prestasi dari debitur. Hal ini terlihat juga di dalam zaakwaarneming, dimana seseorang yang melakukan suatu perbuatan sukarela (moral) maka yang bersangkutan mempunyai kewajiban (hukum) untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya. Asas ini terdapat di dalam Pasal 1339 KUH Perdata.

Faktor-faktor yang memberi motivasi pada orang yang bersangkutan untuk melakukan perbuatan hukum adalah berdasarkan pada kesusilaan (moral) sebagai panggilan hati nuraninya.

9. Asas Kebiasaan

Asas ini diatur dalam Pasal 1339 juncto Pasal 1347 KUH Perdata yang dipandang sebagai bagian dari perjanjian. Suatu perjanjian tidak hanya mengikat

42

untuk hal-hal yang diatur secara tegas dalam perjanjian tersebut, akan tetapi juga pada hal-hal yang dalam kebiasaan diikuti. Pasal 1347 KUH Perdata menyatakan pula bahwa hal-hal yang menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan dianggap secara diam-diam dimasukkan di dalam perjanjian meskipun dengan tegas dinyatakan.

Kebiasaan yang dimaksud oleh Pasal 1339 KUH Perdata menurut Mariam Darus Badrulzaman ialah kebiasaan pada umumnya (gewonte) dan kebiasaan yang diatur oleh Pasal 1347 KUH Perdata iala kebiasaan setempat (khusus) atau kebiasaan yang lazim berlaku di dalam golongan tertentu (bestending gebruikelijk beding).43

10.Asas Sistem Terbuka

Asas ini penting diperhatikan dalam suatu perjanjian. Sitem perjanjian yang bersifat terbuka berarti dapat dipertanggungjawabkan dan dipertahankan terhadap pihak ketiga. Pihak ketiga dapat menuntut bila perjanjian tersebut dianggap merugikan kepentingannya.

11.Asas Kepastian Hukum

Perjanjian sebagai figur hukum harus mengandung unsur kepastian hukum. Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu, yaitu sebagai undang-undang bagi para pihak yang terikat dalam perjanjian.

Dokumen terkait