• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengetahuan tentang latar-belakang turunnya ayat-ayat

(asbabun-nuzul) dianggap sangat penting oleh para ulama, sehingga banyak di antara

mereka yang mengadakan pengumpulan bahan dan mendalamkan penelitian. Mereka itu antara lain Imam Wahidi, Ibnu Daqiq al-Ied, dan Ibnu Taimiyah.

Imam Wahidi berpendapat untuk mengetahui tafsir suatu ayat Al-Qur‟an tidak mungkin bisa tanpa mengetahui latar belakang peristiwa dan kejadian diturunkannya. Ibnu Daqieq al-Ied berpendapat bahwa keterangan tentang peristiwa turunnya ayat merupakan jalan yang kuat dalam memahami arti dan makna Al-Qur‟an.2 Sedangkan menurut pendapat Ibnu Taimiyah, mengetahui latar belakang turunnya suatu ayat, sangat menolong kita dalam memahami makna ayat itu sendiri, sebab dengan mengetahui peristiwa turunnya itu memberikan dasar untuk mengetahui penyebabnya.3

Ungkapan asbab nuzul terdiri dari dua kata, yaitu asbab dan

al-nuzul. Kata asbab merupakan jama‟ dari sabab dan al-nuzul adalah masdar

2

Ahmad Zaini, Asbab An-Nuzul dan Urgensinya dalam Memahami Makna Al-Qur‟an, Hermeunetik, Vol. 8, No. 1, Juni 2014, h. 8-9.

3

A. Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul Studi Pendalaman Al-Qur‟an 2: Al-Maidah, Al-Isra, Jakarta: Rajawali Pers, 1989, h. vii-viii.

58

dari nazala. Secara harfiah, sabab berarti sebab atau latar belakang, maka

asbab berarti sebab-sebab atau beberapa latar belakang. Sedangkan al-nuzul

berati turun. Maka dengan demikian, kata asbab al-nuzul secara harfiah berarti sebab-sebab turun atau beberapa latar belakang yang membuat turun.4

Secara etimologi asbabun nuzul adalah Sebab-sebab yang melatar belakangi terjadinya sesuatu. Meskipun segala fenomena yang melatar belakangi terjadinya sesuatu bisa disebut Asbabun Nuzul, namaun dalam pemakaiannya, ungkapan asbabun nuzul khusus dipergunakan untuk menyatakan sebab-sebab yang melatar belakangi turunya Al-Qur‟an, seperti halnya asbab al-wurud yang secara khusus digunakan bagi sebab-sebab terjadinya hadist.5

Mengenai kisah turunnya surat Al-Hujurat, ulama sepakat menyatakan bahwa surat ini turun setelah Nabi Muhammad SAW, berhijrah ke Madinah. Bahkan, salah satu ayatnya yang dimulai dengan “ya ayyuhan an-nas” yang bisa dijadikan ciri surat Makiyah yang turun sebelum hijrah, disepakati juga turun pada periode Madaniyah. Walaupun demikian, ada riwayat yang diperselisihkan nilai kesahihannya yang menyatakan bahwa ayat tersebut turun di Makkah pada saat Haji wada‟/haji perpisahan Nabi SAW. Namun demikian kalaupun riwayat itu benar, ini tidak menjadikan ayat tersebut

4Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi‟i, Ulumul Qur‟an I, Bandung: Pustaka Setia, 2000. h. 89.

5

59

Makkiyah, kecuali bagi mereka yang memahami istilah Makkiyah sebagai ayat yang turun di Mekkah.6

Ayat ini diturunkan tentang Abu Hindun. Inilah yang dituturkan oleh Abu Daud dalam kitab Al Maraasil: Amr bin Utsman dan Katsir bin Ubaid menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Baqiyah bin Al Walid menceritakan kepada kami, dia berkata: Az-Zuhri menceritakan kepada kami, dia berkata, “Rasulullah SAW memerintahkan Bani Bayadhah untuk mengawinkan Abu Hindun dengan seorang perempuan dari kalangan mereka. Mereka kemudian bertanya kepada Rasulullah SAW “(Haruskah) kami mengawinkan putri kami dengan budak kami?‟Allah Azza wa Jalla kemudian menurunkan ayat:



ِ



ِ



ِ



ِ



ِ



ِ



ِ



ِ



ِ



ِ



ِ

ِ ِ

Terjemah: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari

seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa”

Kemudian ada lagi menurut satu pendapat, bahwa ayat ini diturunkan tentang Tsabit bin Qais bin Syamas dan ucapannya kepada orang yang tidak memberikan tempat pada dirinya: “Anak si fulanah,”di mana Nabi kemudian bertanya: “Siapa yang menyebut Fulanah?” Tsabit menjawab, “Saya, wahai Rasulullah”. Nabi bersabda kepadanya, “Lihatlah wajah orang-orang itu”. Tsabit melihat (wajah mereka), lalu Rasulullah bertanya, “Apakah yang engkau lihat?” Tsabit menjawab, ”Aku melihat yang putih, hitam dan merah.”

6

Quraish Shihab, Al-Lubab Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-Surah Al-Qur‟an, Ciputat: Lentera Hati. 2012. h. 3.

60

Nabi bersabda,”Sesungguhnya engkau tidak dapat mengungguli mereka kecuali dengan ketakwaan”. Maka turunlah pada Tsabit ayat ini.

Diriwayatkan oleh Abu Daud bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Abu Hind yang pekerjaan sehari-harinya adalah pembekam. Nabi meminta kepada Bani Bayadhah agar menikahkan salah seorang putri mereka dengan Abu Hind, tetapi mereka enggan dengan alasan tidak wajar mereka menikahkan putri mereka dengannya yang merupakan salah seorang bekas budak mereka. Sikap keliru ini dikecam oleh Al-Qur‟an dengan menegaskan bahwa kemuliaan di sisi Allah bukan karena keturunan atau garis kebangsawanan tetapi karena ketakwaan.7

Ibnu Abbas berkata, “Pada hari penaklukan kota Makkah, Nabi SAW memerintahkan Bilal naik ke atas Ka‟bah kemudian mengumandangkan adzan. Atab bin Usaid bin Abi Al-Ish berkata, ‟Segala puji bagi Allah SWT yang telah mengambil ayahku sehingga dia tidak melihat hari ini.” Al-Harits bin Hisyam berkata, “Muhammad tidak menemukan mu‟adzin selain dari gagak hitam ini.”Suhail bin Amr berkata, “Jika Allah menghendaki sesuatu, Dia akan mengubah sesuatu itu.” Abu Sufyan berkata, “Aku tidak akan mengatakan apapun, karena takut Tuhan langit akan memberitahunya (kepada Muhammad)”. Malaikat Jibril kemudian datang kepada Nabi SAW dan memberitahukan apa yang mereka katakan kepada beliau. Beliau memanggil mereka dan bertanya tentang apa yang mereka katakan, lalu mereka pun mengakui itu. Maka Allah pun menurunkan

7

Syaikh Imam Al Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi [17], diterjemahkan dari Al-Jami‟ Li Ahkaam Al-Qur‟An, Terj. Akhmad Khatib, Jakarta: Pustaka Azzam, 2009, h. 101-102.

61

ayat ini dengan tujuan untuk melarang mereka dari membangga-banggakan garis keturunan dan banyak harta, serta melarang mereka menganggap hina terhadap orang-orang miskin. Sebab yang menjadi ukuran adalah ketakwaan. Maksud firman Allah tersebut adalah semua manusia berasal dari Adam dan Hawa. Sesungguhnya kemuliaan itu karena ketakwaan.8

Apapun asbabun nuzul-nya, yang jelas ayat di atas menegaskan kesatuan asal-usul manusia dengan menunjukkan kesamaan derajat kemanusiaan manusia. Tidak wajar seseorang berbangga dan merasa diri lebih tinggi daripada yang lain, bukan saja antara satu bangsa, suku, atau warna kulit dan selainnya, tetapi antara jenis kelamin mereka. Karena kalaulah seandainya ada yang berkata bahwa Hawwa, yang perempuan itu, bersumber daripada tulang rusuk Adam, sedang Adam adalah laki-laki, dan sumber sesuatu lebih tinggi derajatnya dari cabangnya.

Sekali lagi seandainya ada yang berkata demikian itu hanya khusus terhadap Adam dan Hawwa, tidak terhadap semua manusia karena manusia selain mereka berdua-kecuali Isa as.lahir akibat percampuran laki-laki dan perempuan. Dalam konteks ini, sewaktu haji wada‟ (perpisahan), Nabi SAW berpesan antara lain: “Wahai seluruh manusia, sesungguhnya Tuhan kamu Esa, ayah kamu satu, tiada kelebihan orang Arab atas non Arab, tidak juga non Arab atas orang Arab, atau orang (berkulit) hitam atas yang (berkulit) merah (yakni

8

62

putih) tidak juga sebaliknya kecuali dengan takwa, sesungguhnya semulia-mulia kamu di sisi Allah adalah yang paling bertakwa.9

Dokumen terkait