BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Cinderella Complex pada Mahasiswi
2.1.3 Aspek-Aspek Cinderella Complex
Alexandra Symond dalam Dowling (1995:16) meneliti ketergantungan
pada wanita dan menjelaskan bahwa cinderella complex merupakan masalah yang
ditemukannya hampir pada semua wanita. Menurut Symond (Santoso, dkk,
2008:11) cinderella complex pada wanita digambarkan dengan aspek-aspek
sebagai berikut :
a. Cenderung merendahkan diri kepada orang lain
b. Tidak mandiri
c. Secara tidak sadar menggunakan sebagian besar energinya untuk
mendapatkan cinta, pertolongan, dan perlindungan terhadap apa yang
kelihatannya sulit atau menantang dunia.
Dowling (dalam Anggriany dan Astuti, 2003:43) memberi gambaran
bahwa perempuan yang mengalami cinderella complex menunjukkan rendahnya
kemandirian, yang kemudian ditunjukkan dengan aspek-aspek cinderella complex
sebagai berikut:
a. Mengharapkan pengarahan dari orang lain
Ketergantungan pada perempuan telah mematikan inisiatif dan
Sesuatu hal dapat dikerjakan apabila sudah mendapatkan pengesahan secara
sosial. Tindakan atau keputusan akan diambil apabila sudah melalui tahap
meminta pendapat atau pengarahan dari orang lain.
b. Kontrol diri eksternal
Aspek ini terlihat ketika perempuan mendapatkan keberhasilan dirinya
berhenti pada titik tertentu dan tidak ingin meraih keberhasilan yang lebih
jauh lagi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan cenderung
mengatribusikan atau melekatkan keberhasilan kepada sumber-sumber luar,
misalnya soal keberuntungan. Selain itu cenderung merasa tidak mempunyai
kontrol untuk memecahkan masalah sendiri atau untuk mempengaruhi
lingkungan.
c. Rendahnya harga diri
Pada diri perempuan terdapat kurangnya harga diri, akibatnya seringkali
menekan inisiatif dan membuang aspirasinya. Hal ini terkait juga dengan
perasaan tidak aman yang sangat mendalam serta ketidakpastian mengenai
kemampuan serta nilai diri mereka. Kurangnya harga diri berkaitan erat
dengan kecemasan, perasaan lemah, dan tidak mampu.
d. Menghindari tantangan dan kompetisi
Hal ini terkait dengan faktor emosional seperti takut salah, merasa tidak enak
dengan teman, tidak bersemangat, kurangnya optimisme dalam hidup yang
seringkali menghalangi kompetensi mereka untuk menghadapi ketakutan,
e. Mengandalkan laki-laki
Ketergantungan dan kurangnya pengalaman membuat perempuan takluk dan
mengandalkan laki-laki baik sebagai pelindungnya maupun secara ekonomis.
Perempuan berani melakukan sesuatu jika ada laki-laki yang menyertai dan
merestuinya. Tanggung jawab secara ekonomis dan pemimpin dibebankan
pada laki-laki. Setiap kali perempuan menghadapi hidup yang semakin berat,
kemungkinan menyerah dan masuk ke dalam perlindungan laki-laki selalu
ada. Hal ini mengurangi kuatnya keinginan untuk bertahan mandiri.
Perempuan cenderung berkembang menjadi pribadi yang tergantung pada
laki-laki baik secara ekonomis maupun psikologis.
f. Ketakutan kehilangan feminitas
Kaum perempuan diserang kepanikan gender yakni ketakutan bahwa
kesuksesan dan kemandirian ketika bekerja adalah tidak feminine. Perempuan
takut akan kehilangan karakteristik sebagai individu yang penuh kasih sayang,
berbudi halus, hangat, kalem dan suka berhati-hati.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek
cinderella complex terdiri dari aspek cenderung merendahkan diri kepada orang
lain, tidak mandiri, dan aspek mendapatkan cinta, pertolongan, dan perlindungan,
mengharapkan pengarahan dari orang lain, kontrol diri eksternal, rendahnya harga
diri, menghindari tantangan dan kompetisi, mengandalkan laki-laki, dan aspek
Aspek-aspek tersebut dapat dilihat dari penjelasan Dowling dalam
bukunya Tantangan Wanita Modern: Ketakutan Wanita akan Kemandirian yaitu
bahwa wanita yang tampak dari luar sangat berhasil juga cenderung untuk
„merendahkan diri mereka kepada orang lain‟ (Dowling, 1995:17). Penjelasan tersebut menjelaskan bahwa adanya aspek rendahnya harga diri dalam variabel
cinderella complex.
Beberapa penelitian psikologi terakhir telah menyatakan bahwa ragu-diri itu merupakan karakteristik wanita saat ini. “Kami menemukan bahwa kualitas-kualitas kepasifan, ketergantungan, dan terutama kurangnya harga diri merupakan
variabel-variabel yang berulang kali terbukti membedakan pria dengan wanita”
demikian laporan psikolog Judith Bardwick tentang penelitian yang dilakukan di
Universitas Michigan (Dowling, 1995:25). Pemaparan tersebut menjelaskan
bahwa terdapat aspek tergantung kepada orang lain (keinginan untuk
diselamatkan atau dilindungi); keragu-raguan terutama akan kemampuannya;
pasif, menghindari tantangan dan kompetisi merupakan aspek-aspek dari
cinderella complex.
Aspek-aspek cinderella complex yang diungkapkan oleh Dowling yang
akan digunakan sebagai dasar teori dalam penyusunan alat ukur pada penelitian
ini, yaitu rendahnya harga diri, tergantung kepada orang lain, mengharap
pengarahan orang lain, kontrol diri eksternal, serta menghindari tantangan dan
kompetisi.
1. Aspek rendahnya harga diri, sesuai penjelasan Dowling dalam bukunya
wanita yang tampak dari luar sangat berhasil juga cenderung untuk
„merendahkan diri mereka kepada orang lain‟ (Dowling, 1995:17). Selain itu, dari beberapa penelitian psikologi terakhir telah menyatakan bahwa ragu-diri
itu merupakan karakteristik wanita saat ini. “Kami menemukan bahwa kualitas-kualitas kepasifan, ketergantungan, dan terutama kurangnya harga diri
merupakan variabel-variabel yang berulang kali terbukti membedakan pria
dengan wanita” demikian laporan psikolog Judith Bardwick tentang penelitian yang dilakukan di Universitas Michigan (Dowling, 1995:25).
2. Aspek tergantung kepada orang lain, bahwa sejak kecil wanita selalu didorong
untuk bersikap tergantung sampai pada derajat yang tidak sehat (Dowling,
1995:3). Selain itu sesuai uraian pada aspek rendahnya harga diri yang
dikemukakan oleh Judith Bardwick bahwa “Kami menemukan bahwa
kualitas-kualitas kepasifan, ketergantungan, dan terutama kurangnya harga diri
merupakan variabel-variabel yang berulang kali terbukti membedakan pria
dengan wanita” (Dowling, 1995:25).
3. Aspek mengharapkan pengarahan orang lain, kecenderungan perempuan
untuk tergantung secara psikis yang ditunjukkan dengan adanya keinginan
yang kuat untuk dirawat dan dilindungi orang lain terutama laki-laki serta
keyakinan bahwa sesuatu dari luarlah yang akan menolongnya (Dowling,
1995:17). Anggriany dan Astuti (2003:43) berpendapat bahwa tindakan atau
keputusan akan diambil apabila sudah melalui tahap meminta pendapat dan
4. Aspek kontrol diri eksternal, perempuan cenderung beranggapan bahwa
peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hidupnya merupakan akibat dari faktor
luar, misalnya keberuntungan. Selain itu, cenderung tidak mempunyai kontrol
untuk memecahkan masalah sendiri atau mempengaruhi lingkungan (Masrun,
dkk., 1986:12-13).
5. Aspek menghindari tantangan dan kompetisi, sesuai yang dikemukan
Symonds bahwa para wanita berbakat sering kali enggan maju terus untuk
mencapai posisi yang sepenuhnya mandiri dan menonjol (Dowling, 1995:27).
Hal tersebut didukung dengan pendapat Dowling (1995:29) bahwa wanita
seringkali menekan inisiatif dan membuang aspirasinya, lalu berubah menjadi
terlalu tergantung, disertai dengan perasaan tidak aman yang sangat mendalam
serta ketidakpastian mengenai kemampuan serta nilai diri mereka.
Aspek yang diungkap oleh Symond tidak digunakan sebagai dasar dalam
membuat alat ukur karena telah terwakili oleh aspek-aspek yang diungkap oleh
Dowling. Selain itu, aspek-aspek yang diungkap oleh Anggriyani dan Astuti juga
sudah termasuk dalam kelima aspek dalam penelitian ini.