TINJAUAN PUSTAKA
A. Penerimaan Diri
3. Aspek – Aspek dan Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Diri Diri
a. Aspek – Aspek Penerimaan Diri
Berdasarkan pemahaman tentang penerimaan diri, Hurlock ( 1974 ),
mengemukakan beberapa aspek dalam penerimaan diri, yaitu sebagai
berikut :
1. Pemahaman dan Perspektif tentang Diri
Pemahaman ini terkait dengan kesempatan seseorang untuk
mengenali kemampuan yang dimiliki, namun tetap tidak
mengabaikan ketidakmampuannya. Mereka memandang
mereka mampu mengungkapkan dengan baik mengenai persepsi
tentang dirinya yang sebenarnya. Menurut Jersild ( 1985 ), mereka
yang memiliki pemahaman atas dirinya adalah mereka yang yakin
atas diri mereka dan memiliki perhitungan akan keterbatasan diri,
lebih menghargai diri sendiri, dan tidak melihat diri secara
irasional. Hal ini ditegaskan oleh Sheerer ( dalam Cronbach, 1963
), bahwa dengan kondisi apapun mereka tidak menyalahkan diri
sendiri akan keterbatasan yang dimilikinya dan tidak mengingkari
kelebihan yang dimiliki karena mereka memiliki keyakinan akan
kemampuannya dalam menghadapi kehidupan, serta menganggap
dirinya berharga sebagai seseorang yang juga sederajat dengan
orang lain.
2. Tidak Adanya Tekanan Emosi
Keadaan dimana seseorang tidak mengalami sebuah tekanan emosi
yang berat, akan membuat seseorang dapat bekerja sebaik
mungkin, merasa bahagia, sehingga mereka memiliki orientasi atas
dirinya. Hal ini terjadi pada saat seseorang mampu merelaksasikan
kemarahan, kekecewaan, dan rasa frustasi yang dialaminya.
Kondisi ini dapat menjadi dasar sebuah evaluasi dan penerimaan
diri yang baik.
3. Respon terhadap Penilaian Orang Lain
Pada saat menerima penilaian dari orang lain seperti pujian
Jersild ( 1985 ), mereka juga memiliki kemampuan dalam
menerima kritikan dari orang lain, bahkan mereka dapat
memperoleh esensi dari penerimaan mereka atas kritikan yang
ditujukan pada dirinya.
4. Perilaku Sosial yang Baik
Pada saat seseorang mampu berperilaku baik , berusaha
menghormati aspek – aspek yang dimiliki orang lain dan mengikuti kebiasaan sosial di lingkungannya, maka ia akan mendapat
perlakuan dan penerimaan yang baik dari orang disekitarnya.
Dengan adanya penerimaan dari lingkungan sekitar inilah yang
membuat seseorang juga akan mampu menerima dirinya sendiri.
5. Harapan yang Realistis
Hal ini berkontribusi untuk kepuasan diri dalam eksistensi untuk
mencapai penerimaan diri. Harapan ini timbul jika seseorang
mampu menentukan sendiri harapannya, yang disesuaikan dengan
pemahamannya mengenai kemampuan yang dimilikinya. Harapan
menjadi hal penting karena menurut Adler ( dalam Alwisol, 2008 ),
kepribadian seseorang dibangun oleh keyakinan subjektif diri
sendiri mengenai masa depannya. Jersild ( 1985 ), mengungkapkan
dalam uasaha untuk mencapai sebuah harapan seseorang
memerlukan keseimbangan antara “ real self “ dan “ Ideal self “.
Pada saat seseorang memiliki sebuah harapan, mereka menyadari
merupakan sesuatu yang dianggapnya baik. Akan tetapi, dalam
proses mewujudkan sebuah harapan seseorang harus melakukan
sesuai dengan konteks yang dapat dicapainya, sehingga nantinya
mereka tidak mengalami kekecewaan. Hal ini penting karena
menurut Sheerer ( dalam, Cronbach, 1963 ) karena mereka yang
memliki harapan harus tetap bertanggungjawab atas perilakunya.
b. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Upaya Penerimaan Diri
Berdasarkan pemahaman tentang aspek – aspek dalam penerimaan diri, Hurlock ( 1974 ) mengemukakan tentang faktor – faktor yang mempengaruhi upaya penerimaan diri seseorang, antara lain adalah :
1. Keberhasilan
Hal ini berkaitan dengan keberhasilan yang pernah dialami
seseorang yang dapat menimbulkan penerimaan diri, sedangkan
kegagalan yang dialami dapat mengakibatkan adanya penolakan
atas dirinya.
2. Pola Asuh di Masa Kecil
Menurut Santrock (1995), pola asuh sendiri terbagi menjadi empat,
yaitu :
a. Pengasuhan Otoriter
Suatu gaya membatasi dan menghukum anak untuk mengikuti
perintah orang tua dan menghormati pekerjaan dan usaha.
perbandingan sosial, gagal memprakasai kegiatan, dan memilii
keterampilan komunikasi yang rendah.
b. Pengasuhan otoritatif atau Demokratis
Pengasuhan dimana orang tua mendorong anak agar mandiri
tetapi masih menetapkan batasan – batasan atas tindakan mereka. Mereka dengan orang tua yang otoritatif berkompeten
secara sosial, percaya diri, dan bertanggungjawab secara sosial.
selain itu, mereka dapat menghargai diri sendiri dan mampu
mengontrol perilakunya.
c. Pengasuhan Permissive–Indifferent
Gaya pengasuhan dimana orang tua sangat tidak terlibat dalam
kehidupan anak. Mereka dengan orang tua seperti itu akan
inkompeten secara sosial, mereka memperlihatkan kendali diri
yang buruk dan tidak membangun kemandirian yang baik.
d. Pengasuhan Permissive-Indulgent
Pengasuhan dimana orang tua sangat terlibat dalam kehidupan
anak tetapi menetapkan sedikit batas terhadap anak – anak. Orang tua seperti itu membiarkan anak melakukan segala hal
yang diinginkan akibatnya mereka tidak pernah belajar
mengendalikan perilaku mereka sendiri dan selalu
mengharapkan kemauan mereka dituruti.
Apabila seorang individu itu yang tidak memiliki konsep diri
stabil, maka terkadang individu tersebut akan menyukai dirinya,
dan kadang ia tidak menyukai dirinya sehingga akan sulit
menunjukan pada orang lain siapa dirinya yang sebenarnya.
Menurut Rogers ( dalam Alwisol, 2008 ) konsep diri merupakan
konsepsi orang mengenai dirinya sendiri, ciri - ciri yang
dianggapnya menjadi bagian dari dirinya. Konsep diri juga
mengggambarkan pandangan diri dalam kaitannya dengan berbagai
perannya dalam kehidupan dan hubungan interpersonal. Menurut
Feist dan Feist ( 2010 ) konsep diri yang sudah terbangun tidak
mungkin membuat perubahan sama sekali . Perubahan biasanya
paling mudah terjadi ketika adanya penerimaan dari orang lain,
yang membantu seseorang untuk mengurangi kecemasan dan
ancaman serta untuk mengakui dan menerima pengalaman – pengalaman yang sebelumnya ditolak .
4. Identifikasi pada Orang yang Mampu Mampu Menyesuaikan Diri
dengan Baik
Mengidentifikasikan diri dengan orang yang well adjusted akan berpengaruh pada perkembangan seseorang dalam membangun
sikap-sikap yang positif terhadap diri sendiri dan bertingkah laku
dengan baik. Hal ini bisa menimbulkan penilaian dan penerimaan
diri yang baik.
Hal ini terkait dengan dukungan dan kesempatan dari orang
disekitar dalam mewujudkan sebuah harapan seseorang. Jika
seseorang sudah memiliki harapan yang realistis, tetapi apabila
lingkungan disekitarnya tidak memberikan kesempatan atau
bahkan menghalangi, maka harapan orang tersebut tentu akan sulit
tercapai.
Selain itu, Jersild ( 1985 ) juga mengemukakan bahwa terdapat
beberapa faktor yang berpengaruh dalam upaya penerimaan diri
seseorang, yaitu :
1. Usia
Penerimaan diri seseorang cenderung sejalan dengan usia orang
tersebut. Apabila semakin matang dan dewasa seseorang semakin
tinggi pula tingkat penerimaan dirinya.
2. Pendidikan
Seseorang dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan
memiliki kesempatan lebih banyak untuk mengembangkan potensi
dan kemampuan yang dimilikinya, sehingga semakin tinggi pula
kepuasan diri yang diraihnya. Seseorang yang merasa puas dengan
dirinya, akan lebih menerima dirinya secara lebih realistis
3. Keadaan Fisik
Kondisi fisik yang berbeda – beda antar individu akan mempengaruhi tingkat penerimaan diri yang dimilikinya.
4. Dukungan Sosial
Upaya penerimaan diri akan lebih mudah dilakukan pada mereka
yang memperoleh perlakuan menyenangkan dan dukungan sosial
dari orang disekitarnya. Cohen dan Syme (dalam Gottlieb, 1988)
mengklasifikasikan dukungan sosial menjadi empat jenis, yaitu:
a. Dukungan informasi
Dukungan ini berupa pemberian penjelasan tentang situasi dan
segala sesuatu yang berhubungan dengan masalah yang sedang
dihadapi oleh individu. Dukungan ini meliputi pemberian
nasehat, petunjuk, masukan atau penjelasan tentang bagaimana
seseorang bersikap.
b. Dukungan emosional
Meliputi ekspresi empati misalnya dengan mendengarkan,
bersikap terbuka, menunjukkan sikap percaya terhadap apa
yang dikeluhkan, berusaha memahami, serta ekspresi kasih
sayang dan perhatian. Dukungan emosional akan membuat
individu penerima dukungan merasa berharga, nyaman, aman,
dan disayangi.
c. Dukungan Instrumental
Berupa bantuan yang diberikan secara langsung, bersifat
fasilitas atau materi, misalnya menyediakan fasilitas yang
diperlukan, meminjamkan uang, memberikan makanan, atau
d. Dukungan Penilaian
Dukungan yang berupa penilaian yang positif, penguatan untuk
melakukan sesuatu, umpan balik atau menunjukkan
perbandingan sosial yang membuka wawasan seseorang yang
sedang dihadapkan pada situasi stres.
5. Pola Asuh
Menurut Hurlock ( 1974 ) pola asuh yang demokratis membuat
anak merasa dihargai dalam keluarga. Anak yang lebih dihargai
akan cenderung menghargai diri sendiri dan mampu
memperkirakan tanggungjawab yang harus dimilikinya, sehingga
ia akan mampu mengendalikan perilakunya dengan kerangka
aturan yang dibuatnya dengan berpedoman pada norma – norma yang berlaku di masyarakat.