• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

B. Keadilan Interpersonal

2. Aspek-aspek Keadilan Interpersonal

Tyler (1994) mengungkapkan bahwa keadilan interpersonal terdiri dari tiga aspek yang bersifat substansial dalam interaksi sosial yaitu penghargaan, netralitas, dan kepercayaan. Ketiga aspek tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Penghargaan

Penghargaan merupakan segala sesuatu yang diberikan organisasi kepada karyawan atas jasa dan kontribusinya dalam memajukan organisasi. Setiap karyawan dalam organisasi membutuhkan penghargaan yang dapat memberikan motivasi kerja. Penghargaan ya ng diberikan organisasi terhadap karyawan tercermin dari perlakuan organisasi terhadap karyawan. Penghargaan dari organisasi mencakup perlakuan bijak dan sopan, menghargai dan memenuhi hak, serta menghormati karyawan. Kualitas perlakuan yang semakin baik dari organisasi terhadap karyawan mencerminkan interaksi yang semakin adil. Penghargaan yang diberikan organisasi kepada karyawan dapat berbentuk kata-kata atau pujian dan sikap. Donovan dkk. (1998) mengungkapkan bahwa penghargaan yang positif terhadap karyawan ditunjukkan organisasi dengan merespon secara cepat setiap pertanyaan atau persoalan yang diajukan karyawan,

apresiasi terhadap pekerjaan karyawan, membantu, dan memuji atas tindakan yang benar atau hasil yang baik.

Gibson dkk. (1996) menjelaskan bahwa organisasi memiliki kekuasaan untuk memberikan penghargaan kepada karyawan baik dalam bentuk imbalan, status, dan pengakuan. Pemberian imbalan dapat dikonkritkan melalui peningkatan kesejahteraan baik gaji maupun tunjangan. Organisasi dapat memberikan pekerjaan yang membanggakan untuk meningkatkan status karyawan. Pengakuan dimaksudkan sebagai pemahaman organisasi dari hasil kerja karyawan. Pengakuan dari organisasi dapat berbentuk pujian di depan publik, pernyataan mengenai pekerjaan yang dilakukan dengan baik, dan perhatian secara khusus kepada karyawan.

Penghargaan yang diberikan kepada karyawan dalam bentuk apapun dapat memotivasi karyawan untuk lebih giat bekerja dan meningkatkan keterlibatannya dalam aktivitas organisasi. Perlakuan-perlakuan yang bertolak belakang dengan penghargaan seperti memaki, membentak, mengabaikan, menghina, dan mengancam justru dapat memicu konflik dalam organisasi. Hal ini disebabkan karyawan merasakan adanya suatu tekanan dalam menjalankan aktivitas organisasi. Kondisi tersebut mengakibatkan pada rendahnya kepuasan dan produktivitas kerja karyawan sehingga berpengaruh pada kinerja organisasi.

b. Netralitas

Netralitas merupakan perlakuan tidak memihak yang ditunjukkan organisasi terhadap karyawannya dalam berbagai situasi. Aspek netralitas menekankan bahwa organisasi harus mampu menempatkan diri sebagai mediator dalam setiap permasalahan interpersonal karyawan. Faturochman (2002) mengungkapkan bahwa konsep netralitas dalam organisasi berkembang dari keterlibatan pihak ketiga dalam masalah hubungan sosial antara karyawan atau karyawan dengan organisasi.

Aspek netralitas penting dalam organisasi dan layak diterima karyawan dalam organisasi yang bersangkutan. Netralitas organisasi dapat dicapai apabila pengambilan keputusan dalam organisasi didasarkan pada fakta yang obyektif dan valid, bukan pada opini atau pendapat pihak tertentu. Organisasi tidak membeda-bedakan karyawan dalam menjalin relasi sosial secara internal. Hal ini mencerminkan nilai keadilan interpersonal atau interaksional dalam organisasi. Netralitas organisasi akan tampak pada saat terjadi konflik internal baik bersifat interpersonal, antarkelompok, maupun antara karyawan dengan pimpinan. Upaya organisasi untuk mengatasi konflik tersebut, organisasi berperan sebagai mediator yang tidak memihak atau membela salah satu pihak yang terlibat konflik. Pemihakan oleh organisasi kepada salah satu pihak yang terlibat konflik dapat dibenarkan apabila berpedoman pada norma, nilai dan aturan-aturan

yang telah disepakati bersama. Pemihakan tersebut lebih diarahkan untuk mengungkap kebenaran dalam upaya menyelesaikan konflik sehingga dapat diketahui dengan jelas dan pasti pihak yang tidak berpedoman pada norma, nilai, dan aturan organisasi dalam melaksanakan tugas sehingga menimbulkan konflik. Pemihakan yang dimaksudkan bukan diarahkan untuk membela salah satu pihak sehingga berat sebelah. Pemihakan yang tidak sesuai dengan norma, nilai, dan aturan yang telah disepakati bersama mengakibatkan penyelesaian konflik cenderung lebih me ngedepankan subyektivitas atau berdasarkan kedudukan atau kedekatan pihak yang berkonflik dengan organisasi secara pribadi.

c. Kepercayaan

Kepercayaan merupakan keyakinan dan perasaan yang berakar dari kepribadian yang berkembang dari awal masa pertumbuhan individu. Pengertian tersebut memperlihatkan bahwa kepercayaan dibangun dalam diri individu sejak masa pertumbuhan awal. Individu yang telah memiliki kepercayaan terhadap sesuatu sejak awal, maka akan sulit untuk menghilangkan kepercayaan tersebut. Kepercayaan dalam konteks hubungan interpersonal, merupakan harapan individu dalam menjalin hubungan sosial terhadap individu lain. Kepercayaan tersebut mengandung risiko yang berkaitan erat dengan harapan individu terhadap individu lain. Hal ini dimaksudkan bahwa individu akan menerima konsekuensi negatif seperti kecewa atau marah apabila

harapannya dalam menjalin hubungan sosial dengan individu lain tidak terwujud (Lewicki dan Bunker, 1996).

Kepercayaan interpersonal dalam organisasi ditentukan oleh tiga hal yaitu disposisi, situasi, dan pengalaman hubungan interpersonal. Ketiga hal tersebut menjadi dasar dalam menumbuhkan kepercayaan orang lain. Individu yang percaya terhadap individu lain bukan berarti tidak memiliki kepercayaan diri. Individu yang memiliki kepercayaan diri bukan berarti tidak mempercayai orang lain. Kepercayaan terhadap orang lain (trust) berbeda dengan kepercayaan diri

(confidence). Menurut Meyerson dkk. (1996), perbedaan tersebut terletak pada persepsi dan atribusi. Kepercayaan terhadap orang lain berarti individu menempatkan harapannya pada orang yang dipercaya. Sementara kepercayaan diri, harapan diatribusikan pada diri sendiri.

Kepercayaan terhadap karyawan dalam konteks organisasi, dapat dibangun melalui berbagai cara. Mishra (1996) mengungkapkan bahwa kepercayaan organisasi terhadap karyawan dapat dibangun melalui empat dimensi yaitu kompetensi, keterbukaan, kepedulian, dan reliabilitas. Organisasi mempercayai karyawan karena kompetensi yang dimiliki karyawan yang bersangkutan. Kepercayaan organisasi yang didasarkan pada kompetensi karyawan ini tampak pada pemberian wewenang kepada karyawan untuk menjalankan aktivitas kerja tertentu. Organisasi memberikan pekerjaan kepada karyawan karena menganggap

karyawan yang bersangkutan memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas dengan baik.

Kepercayaan organisasi terhadap karyawan juga dapat dibangun melalui keterbukaan yang mengarah pada kejujuran karyawan. Keterbukaan dan kejujuran digunakan karyawan untuk menumbuhkan kepercayaan dari organisasi terhadapnya. Karyawan ingin menunjukkan bahwa dirinya dapat dipercaya dengan cara bersikap terbuka dan jujur terhadap organisasi. Kepercayaan yang dibangun melalui keterbukaan dan kejujuran lebih mengandung nilai- nilai moral untuk membangun hubungan sosial.

Dimensi lain yang dapat digunakan untuk membangun kepercayaan organisasi adalah kepedulian. Kepedulian lebih mencerminkan keadilan interpersonal atau interaksional. Hal ini disebabkan dimensi kepedulian berfungsi sebagai kontrol terhadap oportunisme atau interes pribadi. Selain itu, kepedulian juga berperan sebagai mekanisme yang menyeimbangkan kepentingan pribadi dengan kepentingan orang lain. Pencapaian keseimbangan tersebut mengakibatkan risiko yang harus ditanggung organisasi rendah sehingga dapat meningkatkan kepercayaannya terhadap karyawan.

Meyerson dkk. (1996) mengungkapkan bahwa kepercayaan yang kuat terbentuk dari proses hubungan sosial yang terjalin dalam waktu lama dan berkesinambungan. Organisasi dalam membangun kepercayaan terhadap karyawan, dapat melakukan tes guna mengetahui

reliabilitas karyawan. Reliabilitas karyawan ini dapat memperkecil risiko yang harus ditanggung organisasi dan dapat lebih mempercayai karyawan untuk menjalankan aktivitas kerja dalam organisasi.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa keadilan interpersonal atau interaksional yang mengutamakan kebersamaan memiliki tiga aspek pokok yaitu penghargaan terhadap sesama, netralitas atau ketidakberpihakan kepada salah satu pihak atau kelompok lain, dan kepercayaan. Setiap karyawan yang saling menghargai, tidak memihak, dan saling percaya dalam sebuah organisasi akan dapat menciptakan keadilan interpersonal atau interaksional. Sebaliknya, apabila dalam organisasi tidak terdapat penghargaan terhadap sesama, netralitas, dan kepercayaan, maka dalam organisasi tersebut tidak tercipta keadilan interpersonal atau interaksional.

Dokumen terkait