BAB III. KETAATAN DALAM HIDUP BERKOMUNITAS
B. SPIRITUALITAS KAUL KETAATAN
2. Aspek Hidup Komunitas
a. Komunitas Demi Karya
Konstitusi kongregasi CM mengatakan bahwa dalam memilih kegiatan
kerasulan, kongregasi CM dipanggil untuk tugas perutusan. Hal ini berarti
dalam memilih karya kerasulan hendaknya sesuai dengan tuntutan cara hidup
CM sendiri. Para suster CM lebih memberi perhatian pada kebutuhan orang-
orang miskin yang berada di daerah termiskin dan terpencil. Sejauh tempat itu
dapat dijangkau, para suster hendaknya dapat beradaptasi pada hidup dan
kebiasaan dari setiap negara atau daerah, dan mengadopsi semangat dan
kebudayaan setempat. Para suster akan menggunakan cara-cara dan metode
yang sesuai dengan pelayanan kerasulan kongregasi (art. 99).
Dalam karya evangelisasi kongregasi CM, bertujuan menghantar orang
mereka untuk mencapai kepenuhan hidup dalam Kristus, “untuk mewartakan
Kabar Gembira, menyembuhkan berbagai penyakit dan setiap kelemahan”.
Maka untuk mencapai hal tersebut para suster melakukan karya kerasulan
yang dipercayakan oleh Gereja dan untuk Gereja, serta berkarya di daerah
misi yang ditugaskan oleh Gereja bagi setiap anggota komunitas (konst. art.
96).
Keterlibatan para suster Carmelite Missionaries dalam mewartakan kabar
Gembira Tuhan melalui bidang pendidikan Kristiani, perawatan dan pelayan
medis, proyek sosial, pelayanan pastoral, pendidikan katekis, media
komunikasi sosial, pelayanan kampus, mengasuh anak yatim piatu dan anak
cacat, bimbingan dan konseling, bina hidup rohani dan misi luar negeri,
dimaksudkan untuk membawa harapan baru, mengangkat hak dan martabat
hidup dan meneguhkan serta menghantar mereka pada kedewasaan iman,
secara khusus pada tempat-tempat yang belum mengenal dan beriman pada
Kristus (AG, 1993: 407 #6).
Oleh karena itu dalam menjalani tugas kerasulan di mana saja, perlu
adanya kesatuan hati dan budi dari setiap anggota komunitas. Dengan
demikian setiap anggota Carmelite Missionaries dapat mewujudkan misi
Yesus melalui tugas perutusan yang dipercayakan kepada setiap anggota
komunitas. Adapun perutusan utama yang dibaktikan yakni, memberi
kesaksian tentang kebebasan anak-anak Allah. Kebebasan yang diteladankan
oleh Kristus yang bebas untuk melayani Allah dan sesama (KTHB dan LHK,
Dalam melaksanakan karya kerasulan, komunitas Carmelite Missionaries
hendaknya sungguh memperhatikan suka duka yang dialami oleh setiap
anggota, karena akan sangat membantu anggota lain untuk tetap bersemangat
dan tekun dalam melaksanakan tanggungjawab yang dipercayakan
kepadanya. Setiap anggota komunitas dapat merasa “at home” di tengah
komunitasnya sendiri. Maka karya kerasulan bukan menjadi tempat
pelariannya melainkan sungguh-sungguh melaksanakan tugas yang
dipercayakan Tuhan melalui kongregasi.
Ketegangan dalam membangaun komunitas persaudaraan yang nyata
bukan hanya merupakan persiapan untuk perutusan, melainkan juga
bagiannya yang integral. Mulai dari saat “terjadinya komunio persaudaraan,
sudah merupakan kerasulan”. Untuk terus menerus mencari kehendak Allah
dan menjalankan perutusan untuk membangun komunitas, para suster
Carmelite Missionaries mengikuti Yesus Kristus demi mewujudkan hidup
bersama dengan cara baru dan manusiawi.
b. Komunitas Untuk Roh
Hidup berkomunitas merupakan sumber dari kepuasan, kegembiraan, dan
juga kesulitan. Komunitas Carmelite Missionaries diharapkan mampu
membuka diri terhadap kuasa Roh, dan selalu sadar akan kelemahan dan
kedosaannya. Para suster berusaha untuk mengubah cara hidup yang lama
dengan cara hidup yang baru melalui kesediaan diri untuk meminta dan
bersikap bijaksana dalam memberi koreksi persaudaraan (Pre-Project of
Const. 2011: 18 #52).
Para suster CM diharapkan agar senantiasa terbuka akan kehadiran
Kristus melalui Ekaristi. Sebagai satu komunitas kita merayakan Ekaristi dan
doa bersama setiap hari sebagai pusat dan sumber hidup persaudaraan, sebab
di dalam Ekaristi, komunitas diberi kesempatan untuk mengambil bagian
dalam persekutuan hati dengan Tuhan Yesus yang tersalib dan bangkit.
Melalui rahmat Ekaristi para suster CM sanggup mempraktekan nilai-nilai
Injili dalam hidupnya sehari-hari. Sebagai komunitas yang dihidupkan oleh
Roh, para suster CM meluangkan waktu untuk makan bersama dalam suasana
penuh rasa syukur, dalam kegembiraan persaudaraan dan kesederhanaan hati
(Pre-Project of Const. 2011:18 #53).
Dalam Kisah Para Rasul dijelaskan bahwa jemaat perdana, menghayati
kebersamaan dengan berkumpul bersama untuk memecahkan roti dan berdoa.
Mereka menghayati kebersamaan dengan menganggap segala kepunyaan
mereka adalah kepunyaan bersama, sehingga mereka rela menjual harta
miliknya serta membagi-bagikan kepada orang lain sesuai dengan keperluan
masing-masing. Dengan demikian Roh berkarya dalam komunitas dengan
memberi inisiatif serta memberi semangat untuk dapat berbagi dan memberi
kesaksian cinta kasih dalam hidup berkomunitas seperti yang dilakukan oleh
c. Komunitas Doa
Komunitas Carmelite Missionaries melanjutkan suatu tradisi rohani yang
menjunjung tinggi doa sebagai pusat hidupnya. Doa sebagai suatu relasi yang
mendalam antara seorang sahabat dengan Allah. Hal ini ditegaskan dalam
dekrit tentang pembaharuan penyesuaian hidup religius (PC, 1993:252 # 6),
maka dari itu tarekat-tarekat hendaknya memelihara semangat doa dan doa
sendiri, sambil dengan tekun menimba dari sumber-sumber spiritualitas
kristiani yang asli.
Dalam konstitusi Carmelite Missionaries (art. 80) dijelaskan bahwa doa
merupakan hal yang sangat mendasar bagi persekutuan persaudaraan, dengan
demikian para suster akan berusaha berdoa dengan satu hati dan satu pikiran.
Para suster pun menjadi sadar bahwa mereka termasuk dalam komunitas
gerejawi, yang menghantar mereka pada suatu hubungan yang intim dengan
Allah melalui doa bersama maupun personal dalam komunitas.
Bagi Francisco Palau puncak dari komunitas doa adalah Ekaristi. Dalam
Ekaristi komunitas akan mengalami suatu perjumpaan sangat mendalam dan
intim dengan yang dicintainya, yakni “Gereja”. Melalui partisipasi dalam
Ekaristi setiap hari, anggota komunitas menerima rahmat untuk menghayati
suatu kesatuan hati yang nyata dan suatu dorongan yang selalu diperbaharui
di dalam pelayanan cinta kasih. Francisco Palau melihat “Gereja” sebagai
sesuatu yang sangat indah untuk dicintai dan dikontemplasi. Dengan
demikian Francisco Palau selalu mempunyai keinginan yang berkobar-kobar
disalibkan dan bangkit dalam kurban Ekaristi. Hasil dari doa dan kontemplasi
yang dilakukan oleh setiap anggota komunitas adalah kesadaran untuk
melayani Gereja dalam Tubuh Mistik Kristus (Konst. 76).
Doa dan keutamaan-keutamaan imani merupakan batu landasan bagi
pembangunan hidup rohani dari Francisco Palau dan para pengikutnya.
Keduanya akan selalu berada di dalam hubungan langsung dengan hal-hal
yang ilahi, dan mempersatukannya dengan Allah. Dengan alasan tersebut
Francisco Palau menggarisbawahi bahwa doa adalah suatu persatuan dengan
Allah dan sesama, dan keduanya merupakan suatu persatuan yang afektif dan
efektif (TCAG, 2000:69).
Dengan mendudukan Gereja di pusat hidup kontemplatif dan hidup
rohani, Francisco Palau memperkaya warisan spiritual tradisi kongregasinya
dengan suatu sumbangan yang aseli dan pribadi. Francisco Palau memandang
antara kontemplasi dan pelayanan kerasulan sebagai dua dimensi yang
berbeda dari satu kehidupan Gereja. Yang satu menanggapi cinta sedangkan
yang lain merupakan bukti-bukti cinta. Pandangan yang sama ini
memungkinkan Francisco Palau mewujudkan doa pribadi atau doa
kontemplasi dengan doa komunitas atau doa Gereja. Baginya kedua-duanya
dilihat sebagai satu doa Gereja, sebab keduanya dilaksanakan di dalam Gereja
dan untuk Gereja (TCAG, 2000:69).
Para suster Carmelite Missionaries diharapkan menjadi saksi hidup
persaudaraan sebagai tanda persatuan di tengah dunia, secara khusus dalam
para suster melakukan berbagai pelayanan yang memerlukan pengikraran diri
dan kesediaan untuk melupakan diri, supaya mereka dengan bebas dapat
memperhatikan kebutuhan-kebutuhan orang lain. Komunitas menjadi tempat
bagi orang lain bisa merasa aman dan bisa berdoa dengan khusuk. Begitu pula
retret dan rekoleksi yang dilakukan oleh komunitas secara teratur sangat
bermanfaat bagi kehidupan bersama untuk saling mendukung dan saling
menguatkan panggilan dan kesetiaan mereka.
Hidup religius bisa dijalani dengan baik, hanya kalau kita dijamin oleh
komunitas yang terus mendukung dan mencinta. Hidup komunitas yang
dijiwai oleh semangat peneguhan itu menciptakan suasana persaudaraan
sehat, yang menjamin kesetiaan (Philomena Agudo, 1988:187).
d. Komunitas Sebagai Kebersamaan Hidup
Komunitas religius sejati perlu diusahakan secara terus-menerus untuk
membentuk kebersamaan hidup dalam Roh. Dalam hidup bersama diperlukan
sikap yang tulus untuk memperhatikan, mencintai persaudaraan serta
memberi dukungan agar kehadiran Tuhan semakin dirasakan hidup dalam diri
setiap saudara sekomunitas. Hidup komunitas akan berhenti dan buntu
apabila masing-masing anggota komunitas hanya menaruh perhatian pada
hal-hal lahiriah sesama anggota, seperti cara berjalan, cara berpakaian, cara
berbicara, dan lain-lain, sehingga kita mudah lupa akan kebutuhan pokok
yang lebih, dalam diri tiap pribadi yaitu kebutuhan rohani dan semangat
Kebersamaan hidup dalam komunitas Carmelite Missionaries
diwujudkan melalui saling menerima, menghargai dan mencintai, saling
membagi kegembiraan dan penderitaan bersama serta saling membantu satu
sama lain agar dapat bertumbuh dalam cinta Allah melalui koreksi
persaudaraan, bermurah hati dalam meringankan tanggung jawab yang
dipercayakan kepada setiap anggota komunitas (Looking Forward, II
Privincial Chapter, 1985:7).
Para suster Carmelite Missionaries, berusaha untuk menjadi pengikut
Kristus yang setia dan benar dengan menyambut kedatangan para suster di
komunitasnya dengan kehangatan persaudaraan, kebersamaan yang bertujuan
agar semua anggota komunitas semakin hidup sebagai religius sejati. Jadi,
dalam hidup bersama bukan untuk saling mencela atau menimbulkan rasa
takut atau cemas, dendam dan benci, melainkan hidup yang dipenuhi dengan
suasana doa, persaudaraan, cinta kasih dan saling mendukung satu sama lain.
Dengan demikian para suster Carmelite Missionaries menghidupi semangat
kongregasi yang diwarisi oleh Francisco Palau yakni “komunio”.
Komunitas religius akan bertumbuh dan berkembang bila semua anggota
terlibat secara aktif dalam pembangunan komunitas. Salah satu hal yang
sangat penting dalam hidup bersama adalah mutu hubungan antar pribadi dan
mutu kerjasama dalam komunitas yang sangat erat dengan mutu komunikasi
antar sesama dalam komunitas. Komunikasi yang baik antar anggota