• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1.1. Aspek Keuangan

Penilaian kinerja dalam aspek keuangan meliputi penilaian terhadap indikator-indikator di dalam aspek keuangan. Untuk setiap indikator yang dinilai, diberikan bobot atau skor sesuai dengan nilai indikator yang diperoleh. Hasil penilaian terhadap aspek keuangan pada PT. Pupuk Kujang (Persero) periode lima tahun terakhir (2001-2005) dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Penilaian Indikator-indikator Aspek Keuangan PT. Pupuk Kujang (Persero) Periode 2001-2005

Indikator 2001 2002 2003 2004 2005 Rata2 Skor ROE (%) 24,07 41,91 26,93 21,84 27,36 28,55 20 ROI (%) 20,14 29,78 26,54 22,07 24,10 24,53 15 Cash Ratio (%) 177,71 108,34 127,71 157,27 44,45 123,09 5 Current Ratio (%) 250,09 250,63 219,76 263,32 88,08 214,37 5 Collection Period (hari) 20,15 18,05 24,82 14,95 31,32 21,86 5 Inventory Turn Over (hari) 27,68 29,69 37,50 33,73 27,02 31,12 5 Total Asset Turn Over (%) 63,56 83,49 111,95 110,49 130,69 100,04 4 Equity to Total Asset (%) 65,75 73,31 65,22 21,14 22,30 49,54 9

a. Tingkat Pengembalian Ekuitas (Return On Equity)

Tingkat pengembalian ekuitas (ROE) atau dalam istilah yang digunakan dalam SK. Menteri BUMN No. Kep-100/M-BUMN/2002 yakni imbalan kepada pemegang saham merupakan suatu indikator rasio yang mengukur besarnya tingkat imbalan yang diterima oleh pemegang saham atas modal yang ditanamkan dalam perusahaan. Nilai rata-rata indikator ini adalah sebesar 0,29 (28,55%). Hal ini berarti setiap Rp 100,- modal yang ditanamkan, akan menghasilkan laba bersih (imbalan) sebesar Rp 29,-. Sesuai dengan standar Kementerian BUMN nilai ini dianggap sudah sangat baik dengan nilai rata-rata yang lebih dari 15 persen. Walaupun untuk indikator ini kinerja perusahaan sudah termasuk sangat baik namun perkembangan indikator ini dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi dengan kecenderungan yang semakin menurun sampai dengan tahun 2004 seperti terlihat dalam Gambar 6.

0.25 0.42 0.27 0.22 0.27 0.20 0.30 0.27 0.22 0.24 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 2001 2002 2003 2004 2005 Tahun N ila i Tingkat Pengembalian Ekuitas (ROE) Tingkat Pengembalian Investasi (ROI)

Gambar 6. Perkembangan (trend) Indikator Profitabilitas Aspek Keuangan PT. Pupuk Kujang (Persero) Periode 2001-2005

Pada Gambar tampak bahwa tahun dimulainya persiapan dan pelaksanaan pembangunan proyek Pupuk Kujang 1B dicetak tebal (bold). Pada masa pelaksanaan proyek tampak bahwa nilai ROE yang menurun sampai dengan tahun 2004 (lihat grafik). Penurunan terbesar terjadi di tahun 2003 yang turun sebesar 14,98 persen dari tahun 2002. Penurunan ini terjadi karena komponen modal sendiri mengalami peningkatan namun tidak diimbangi dengan kenaikan

komponen laba bersih yang cenderung menurun tiap tahunnya. Peningkatan biaya produksi yang diakibatkan oleh tingginya biaya input produksi seperti biaya bahan baku dan penolong terutama gas alam yang tarifnya masih menggunakan kurs Dollar (lihat Tabel 2), menjadi salah satu penyebab turunnya laba bersih yang diperoleh perusahaan. Karena komponen biaya produksi ini (hampir 70 persennya adalah gas alam) merupakan komponen pengurang terbesar terhadap keuntungan yang diperoleh perusahaan.

Tabel 2. Tarif Gas Alam, Air dan Rata-rata Kurs Dollar periode 2001-2005*

Tahun 2001 2002 2003 2004 2005

Tarif Gas Alam (US$/mmbtu) 1,85 1,85 1,85 1,85 1,85 Air Baku (Rp/m3) 123,00 152,60 179,60 179,60 179,60 Rata-rata Kurs Dollar (Rp) 10.266 9.261 8.569 8.985 9.751 Sumber : *) Statistik Keuangan PT. Pupuk Kujang (Persero) Periode 2001-2005 Keterangan : mmbtu = Million Metric British Thermal Unit

Peningkatan biaya produksi perusahaan yang disebabkan tingginya nilai input produksi ini tidak diimbangi dengan peningkatan harga jual output (pupuk) atau harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 1.050,- /Kg. Hal ini menyebabkan tingkat keuntungan perusahaan semakin rendah. Selain itu, penurunan laba bersih juga disebabkan adanya peningkatan biaya operasional perusahaan seperti biaya penjualan dan biaya umum dan administrasi.

Nilai rasio ini dapat ditingkatkan perusahaan dengan cara meningkatkan angka penjualan atau berupaya meminimalkan biaya-biaya produksi dan operasional, seperti lebih mengefisienkan penggunaan gas alam sebagai input utama dalam proses produksi urea. Sehingga dapat diperoleh tingkat keuntungan yang maksimal dan tingkat pengembalian ekuitas atau imbalan kepada pemegang saham yang lebih besar.

b. Tingkat Pengembalian Investasi (Return On Investment)

Tingkat pengembalian investasi atau dalam istilah yang digunakan dalam SK. Menteri BUMN No. Kep-100/M-BUMN/2002 yakni imbalan investasi merupakan suatu indikator rasio yang digunakan untuk mengetahui tingkat kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan (laba) atas investasi yang ditanamkan ke dalam perusahaan dan untuk melihat keefektifan dari

kegiatan operasi perusahaan. Nilai rata-rata dari indikator ini untuk lima tahun terakhir (2001-2005) adalah sebesar 0,25 (24,53%) yang berarti bahwa setiap Rp 100,- aktiva yang diinvestasikan perusahaan mampu menghasilkan keuntungan (laba) sebesar Rp 25,-. Sesuai dengan standar Kementerian BUMN nilai ini dianggap sudah sangat baik dengan nilai rata-rata lebih dari 18 persen. Dengan tingkat imbalan yang cukup besar ini pihak investor akan semakin tertarik untuk menanamkan investasinya dalam perusahaan.

Perkembangan nilai indikator ini selama periode tersebut mengalami fluktuasi dengan kecenderungan menurun di tahun 2003 dan 2004 seperti yang terlihat dalam Gambar 6. Penurunan ini disebabkan karena perusahaan mengalami penurunan laba usaha (EBIT) yang dikarenakan adanya kenaikan dalam biaya produksi dan operasi perusahaan. Penurunan juga disebabkan adanya kenaikan dalam komponen aktiva dengan rata-rata sebesar 203,06 persen yang laju kenaikannya lebih besar dibandingkan dengan laba usaha yang cenderung menurun tiap tahunnya dengan rata-rata sebesar 91,74 persen.

c. Rasio Kas (Cash Ratio)

Rasio kas merupakan indikator rasio yang paling liquid dalam mengukur kemampuan sesungguhnya dari perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek tepat pada waktunya. Nilai rata-rata rasio kas PT. Pupuk Kujang adalah 1,23. Ini menunjukkan setiap Rp 100,- hutang lancar perusahaan dijamin dengan Rp 123,- uang kas dan bank. Situasi ini memberikan gambaran bahwa kemampuan perusahaan sudah sangat baik dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan komponen aktiva yang sangat liquid.

Perkembangan indikator rasio kas dalam lima tahun terakhir cukup fluktuatif seperti terlihat dalam Gambar 7. Dan pada akhirnya di tahun 2005 rasio ini mengalami penurunan yang cukup besar yakni sebesar 112,82 persen dari tahun sebelumnya. Penurunan rasio kas di tahun 2005 disebabkan oleh adanya peningkatan hutang lancar perusahaan yang naik sebesar 88,89 persen dari tahun 2004 atau rata-rata untuk lima tahun sebesar 87,08 persen.

Peningkatan hutang lancar perusahaan terutama dikarenakan adanya hutang bunga dan hutang jangka panjang perusahaan yang telah jatuh tempo sehingga

menjadi kewajiban yang harus segera dipenuhi pada tahun tersebut. Kenaikan komponen hutang lancar di tahun 2005 tidak diimbangi dengan komponen kas dan surat berharga yang memiliki kecenderungan menurun tiap tahunnya dengan rata-rata sebesar 55,06 persen.

1.78 1.08 1.28 1.57 0.44 2.50 2.51 2.20 2.63 0.88 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 2001 2002 2003 2004 2005 Tahun N ila i Rasio Kas Rasio Lancar

Gambar 7. Perkembangan (trend) Indikator Likuiditas Aspek Keuangan PT. Pupuk Kujang (Persero) Periode 2001-2005

d. Rasio Lancar (Current Ratio)

Kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya dapat dilihat dengan menggunakan rasio lancar. Rasio lancar yang rendah menunjukkan adanya masalah dalam likuiditas namun jika likuiditasnya terlalu besar juga tidak baik karena menunjukkan banyaknya dana yang menganggur sehingga pada akhirnya akan mengurangi kemampulabaan perusahaan.

Berdasarkan hasil analisis, nilai rata-rata indikator rasio lancar untuk lima tahun terakhir adalah 2,14. Itu artinya setiap Rp 100,- hutang lancar dijamin dengan Rp 214,- aktiva lancar. Hal ini mengindikasikan bahwa kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban lancarnya sudah sangat baik. Namun di tahun 2005, rasio ini pun mengalami penurunan yang sangat besar yakni 175,24 persen dari tahun sebelumnya seperti yang terlihat dalam Gambar 7. Penurunan ini dikarenakan pada tahun tersebut perusahaan mengalami kenaikan hutang

2002 2001

lancar yang disebabkan oleh adanya hutang jangka panjang yang sudah jatuh tempo.

Perkembangan nilai rasio lancar dipengaruhi oleh perkembangan dua komponen yang mencerminkan posisi keuangan jangka pendek yaitu aktiva lancar dan hutang lancar. Perkembangan hutang lancar perusahaan selama tahun analisis (2001-2005) cenderung menurun dengan rata-rata 87,66 persen. Namun di tahun 2005 hutang lancar mengalami kenaikan sebesar 88,89 persen dari tahun sebelumnya. Kenaikan ini tidak diimbangi dengan komponen aktiva lancar yang memiliki kecenderungan menurun tiap tahun dengan rata-rata sebesar 67,66 persen. Sehingga perkembangan rasio ini pun mengalami penurunan.

e. Periode Pengumpulan Piutang (Collection Period)

Indikator ini mengukur kemampuan perusahaan dalam menagih atau mengumpulkan piutangnya. Semakin lama waktu pengumpulan piutang (penagihan), maka semakin besar resiko piutang tersebut menjadi tak tertagih. Dari tahun 2001-2005, rata-rata waktu penagihan piutang perusahaan adalah sebanyak 22 hari. Hal ini mengindikasikan bahwa kemampuan perusahaan dalam menagih atau mengumpulkan piutang sudah sangat baik dengan perolehan nilai rasio kurang dari nilai standar yang ditetapkan sebanyak 60 hari.

18.05 31.32 33.73 27.02 14.95 24.82 20.15 37.50 27.68 29.69 10 15 20 25 30 35 40 2001 2002 2003 2004 2005 Ha ri Periode Pengumpulan Piutang Perputaran Persediaan

Gambar 8. Perkembangan (trend) Indikator Aktivitas Aspek Keuangan PT. Pupuk Kujang (Persero) Periode 2001-2005

Terlihat dalam Gambar 8 fluktuasi dari indikator ini dengan kenaikan di akhir tahun periode. Peningkatan ini terjadi karena pada tahun 2005 perusahaan mengalami kenaikan jumlah piutangnya yang disebabkan banyaknya penjualan yang dilakukan secara kredit oleh perusahaan.

f. Tingkat Perputaran Persediaan (Inventory Turn Over)

Tingkat perputaran persediaan digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memutarkan produknya. Selain itu indikator ini juga digunakan untuk menunjukkan efisiensi pengelolaan persediaan produk yang dilakukan perusahaan. Dalam Gambar 8 terlihat tingkat perputaran persediaan PT. Pupuk Kujang yang menunjukkan perkembangan yang menurun di dua tahun terakhir. Penurunan ini menunjukkan bahwa perusahaan dalam dua tahun terakhir telah melakukan efisiensi dalam mengelola persediaan produknya sehingga tingkat perputaran persediaan perusahaan menjadi meningkat.

Berdasarkan hasil analisis, nilai rata-rata tingkat perputaran persediaan PT. Pupuk Kujang selama lima tahun terakhir (2001-2005) adalah sebesar 31,17 hari. Ini berarti bahwa rata-rata dalam satu tahun, persediaan PT. Pupuk Kujang disimpan dalam gudang selama 31 hari. Tingkat perputaran persediaan yang semakin tinggi atau lama hari penyimpanan persediaan yang semakin rendah menunjukkan semakin efisiennya kegiatan operasi perusahaan karena modal kerja yang tertanam dalam persediaan semakin sedikit. Dan sebaliknya tingkat perputaran persediaan yang rendah menunjukkan tidak efisiennya kegiatan operasi perusahaan dalam mengoptimalkan penggunaan modal kerja sehingga hanya akan memperkecil keuntungan yang diperoleh perusahaan.

g. Rasio Perputaran Total Aktiva (Assets Turn Over Ratio)

Rasio perputaran total aktiva menunjukkan efektivitas perusahaan dalam menggunakan seluruh aktivanya untuk melakukan penjualan dan memperoleh keuntungan (laba). Perkembangan nilai perputaran aktiva cenderung berfluktuasi dengan rata-rata sebesar 1,00. Angka ini menunjukkan bahwa dalam satu periode proses produksi, aktiva yang digunakan untuk melakukan penjualan adalah sebanyak 1 kali atau setiap Rp 100,- aktiva dapat menghasilkan pendapatan

sebesar Rp 100,-. Rendahnya nilai rasio ini menunjukkan bahwa perusahaan belum memanfaatkan aktivanya dengan baik dalam rangka menghasilkan pendapatan. Hal ini dikarenakan perusahaan memiliki banyak aktiva yang menganggur atau tidak produktif. Berdasarkan standar yang ditetapkan dalam SK. Menteri BUMN No. Kep-100/M-BUMN/2002, nilai ini belum cukup untuk menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan harta perusahaan.

h. Rasio Modal terhadap Total Aktiva (Equity To Total Asset Ratio)

Rasio modal terhadap total aktiva menunjukkan seberapa besar proporsi modal sendiri dan pinjaman terhadap pembiayaan aktivanya. Disamping itu rasio ini juga menunjukkan besarnya tingkat keamanan bagi para kreditur yang memberikan pinjamannya kepada perusahaan. Dari Tabel 1 terlihat angka rata- rata dari rasio ini sebesar 0,49 yang berarti bahwa proporsi aktiva yang dibiayai modal sendiri dan yang dibiayai pinjaman hampir sama besarnya. Angka ini dianggap belum menunjukkan tingkat keamanan bagi perusahaan karena proporsinya yang hampir sama dengan pinjaman.

Rasio Modal Terhadap Total Aktiva

0.73 0.65 0.21 0.22 0.66 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 2001 2002 2003 2004 2005 Tahun N ilai

Gambar 9. Perkembangan (trend) Indikator Solvabilitas Aspek Keuangan PT. Pupuk Kujang (Persero) Periode 2001-2005

Pada Gambar 9 tampak bahwa tahun dimulainya persiapan dan pelaksanaan pembangunan proyek Pupuk Kujang 1B dicetak tebal (bold). Perkembangan rasio ini selama lima tahun terakhir (2001-2005) mengalami fluktuasi dengan

kecenderungan yang menurun di tiga tahun terakhir seperti yang terlihat dalam Gambar 9. Penurunan ini terjadi karena dalam tiga tahun tersebut terjadi kenaikan total aktiva yang disebabkan naiknya komponen aktiva tetap dalam pelaksanaan karena adanya pembangunan proyek Pupuk Kujang 1B yang sebagian besar dibiayai dari pinjaman.

Dokumen terkait