• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aspek Masyarakat

Dalam dokumen DAFTAR ISI. RAD MDGs Jawa Tengah (Halaman 73-99)

Target 6 A: Mengendalikan penyebaran dan mulai menurunkan jumlah kasus baru HIV/AIDS hingga tahun 2015 dan B: Mewujudkan

2) Aspek Masyarakat

a) Dinamika pelaksanaan program KB dalam era otonomi daerah mengakibatkan menurunnya kesadaran masyarakat dalam mengikuti program KB. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya pertumbuhan penduduk dan TFR (Total Fertility Rate) yang masih sekitar 2,3. Artinya perempuan di Jawa Tengah melahirkan rata-rata 2 sampai 3 kali sepanjang siklus reproduksinya.

b) Usia remaja (15 – 19 tahun) merupakan usia yang sangat rentan untuk hamil dan melahirkan karena baik secara fisik maupun psikologis masih belum sempurna. Kehamilan pada usia remaja tidak saja membahayakan (yang dapat berujung pada kematian) ibunya tetapi juga membahayakan keselamatan bayinya. Di Provinsi Jawa Tengah, kejadian kehamilan pada usia remaja (baik yang sudah menikah maupun diluar nikah) masih sangat tinggi.

Tujuan 6.

Memerangi HIV/AIDS, Malaria dan Penyakit Menular Lainnya

Target 6A: Mengendalikan penyebaran dan mulai menurunkan jumlah kasus baru HIV/AIDS hingga tahun 2015

1) Aspek Pelayanan :

a) Sebagai upaya pelayanan Voluntary Counselling Test (VCT) di Rumah Sakit Pemerintah bagian penderita HIV/AIDS , diperlukan reagen yang berkualitas dan sesuai dengan kebutuhan, namun belum semua Rumah Sakit Pemerintah yang memiliki klinik VCT mampu menyediakan reagen sesuai kebutuhan dikarenakan anggaran APBD Kabupaten/Kota yang terbatas.

b) Sebagai upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit menular khususnya HIV dan AIDS, diperlukan adanya surveilans sebagai upaya deteksi dini penyakit menular. Deteksi dini penyakit menular ini dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang telah dilatih surveilans namun karena keterbatasan tenaga surveilans dan keterbatasan anggaran maka kegiatan surveilans ini masih kurang intensif dilaksanakan.

2) Aspek Masyarakat :

a) Penderita penyakit menular khususnya HIV dan AIDS selama ini masih belum memperoleh keadilan dalam pergaulan di masyarakat

karena sebagian besar masyarakat masih mendiskriminasikan ODHA dikarenakan stigma yang jelek.

b) Penderita HIV/AIDS seperti fenomena gunung es, selama ini penemuan kasus HIV/AIDS masih sangat rendah sementara jumlah penderita HIV/AIDS yang belum ditemukan masih tinggi karena kurangnya kesadaran masyarakat untuk memeriksakan kesehatannya dan informasi tentang layanan dan pencegahan penyakit menular khususnya HIV/AIDS masih belum mampu menyadarkan mereka untuk segera mengenali dan mengobati sakitnya.

c) Permasalahan HIV/AIDS sudah tidak lagi terjadi pada kelompok kelompok tertentu saja seperti Pekerja Sexual Komersial (PSK), atau pengguna jarum suntik narkoba, tetapi juga pada kelompok yang berhubungan sex bersiko tinggi lainnya.

d) Penularan penyakit penyakit HIV/AIDS dari satu daerah ke daerah lain, sangat tergantung pada pola migrasi masyarakatnya. Misalnya jumlah penderita HIV/AIDS di luar Pulau Jawa jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di Pulau Jawa. Jika penderita HIV/AIDS dari luar Jawa masuk di suatu daerah di Jawa maka penularannya perlu diwaspadai dengan surveilans migrasi penduduk. Surveilans migrasi ini, memerlukan partisipasi dan peran serta masyarakat dengan melapor ke petugas kesehatan / unit pelayanan kesehatan tentang keberadaan penderita penyakit menular, namun pada kenyataannya pemberdayaan masyarakat dalam surveilans migrasi ini masih rendah.

Target 6B: Mewujudkan akses terhadap pengobatan HIV/AIDS bagi semua yang membutuhkan sampai dengan tahun 2010

Dalam memberikan pelayanan pengobatan ARV, diperlukan adanya kelengkapan sarana dan prasarana serta tenaga yang kompeten dan profesional, namun belum semua Rumah Sakit Pemerintah di Provinsi

Jawa Tengah memilikinya sehingga belum bisa memberikan pelayanan pengobatan ARV bagi penderita penyakit HIV/AIDS.

Target 6C: Mengendalikan penyebaran dan mulai menurunkan jumlah kasus baru Malaria dan penyakit utama lainnya hingga tahun 2015

1) Aspek Pelayanan

a) Untuk menyembuhkan pasien TB dan mencegah terjadinya penularan TB, maka perlu adanya pengobatan penderita TB. Pemerintah menganjurkan pengobatan pasien TB dengan strategi DOTS. Namun pada kenyataannya pengobatan strategi DOTS masih dilakukan di Puskesmas sementara masih banyak Rumah Sakit dan dokter Praktek Swasta yang belum memberikan pengobatan dengan strategi DOTS.

b) Akses pelayanan penyakit menular baik di unit pelayanan kesehatan dasar maupun rujukan sudah meningkat baik kuantitas maupun kualitasnya, namun sampai saat ini dirasakan komitmen stakeholder di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota belum optimal sehingga pelayanan yang diberikan masih belum memuaskan semua pihak. c) Penyakit Malaria di Provinsi Jawa Tengah memang relatif sedikit,

namun karena Malaria adalah penyakit menular yang perlu diwaspadai penyebarannya maka diperlukan adanya upaya penemuan penderita secara aktif khususnya di daerah-daerah endemis malaria dan berpotensi terjadi penyebaran Malaria. Dalam rangka penemuan kasus malaria, telah ditunjuk Juru Malaria Desa (JMD) di Puskesmas, namun belum semua Puskesmas memiliki JMD karena keterbatasan tenaga dan anggaran.

d) Sebagai upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit menular khususnya TB, Malaria dan DBD, diperlukan adanya surveilans sebagai upaya deteksi dini penyakit menular. Deteksi dini penyakit menular ini dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang telah dilatih surveilans namun karena keterbatasan tenaga surveilans dan

keterbatasan anggaran maka kegiatan surveilans ini masih kurang insentif dilaksanakan.

e) Dalam mendiagnosis suatu penyakit, sering terjadi kesulitan diagnosis sehingga sering terjadi overdiagnosis atau under diagnosis. Over diagnosis artinya diagnosis penyakit (Misalnya TBC, DBD) yang diberikan oleh dokter terlalu berlebihan atau terlalu cepat mendiagnosis dengan data yang minimal walaupun pasien belum tentu menderita TBC atau DBD. Apabila terjadi overdiagnosis terdapat konsekuensi yang tidak ringan dihadapi oleh pasien, karena harus mengkonsumsi 2 atau 3 obat sekaligus. Bahkan kadangkala diberikan lebih lama apabila dokter menemukan tidak ada perbaikan klinis. Padahal obat dalam jangka waktu lama beresiko mengganggu fungsi hati,persyarafan telinga dan organ tubuh lainnya. Padahal belum tentu pasien tersebut mengidap penyakit tuberculosis/DBD. Overdiagnosis dan overtreatment pada pasien dengan gejala hampir sama, sementara mendiagnosis penyakit tidaklah mudah.

2) Aspek Masyarakat :

a) Penderita penyakit menular khususnya TB dan ODHA selama ini masih belum memperoleh keadilan dalam pergaulan di masyarakat karena sebagian besar masyarakat masih mendiskriminasikan penderita TB dan ODHA dikarenakan stigma yang jelek.

b) Penularan penyakit khususnya TB dan malaria dari satu daerah ke daerah lain, sangat tergantung pada pola migrasi masyarakatnya. Misalnya angka kesakitan penyakit malaria di luar pulau Jawa jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di Pulau Jawa, Jika penderita Malaria dari luar Jawa masuk di suatu daerah di Jawa maka penularannya perlu diwaspadai dengan surveilans migrasi penduduk. Surveilans migrasi ini, memerlukan partisipasi dan peran serta masyarakat dengan melapor ke petugas kesehatan/unit pelayanan kesehatan tentang keberadaan penderita penyakit

menular, namun pada kenyataannya pemberdayaan masyarakat dalam surveilans migrasi ini masih rendah.

c) Merebaknya kasus DBD di Provinsi Jawa Tengah dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya adalah perilaku masyarakat dalam upaya pencegahan dan penularan penyakit DBD. Salah satu upaya yang dianjurkan untuk mencegah terjadinya penyakit DBD adalah program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), namun sebagian besar masyarakat belum menyadari arti pentingnya ber perilaku hidup bersih dan sehat dan PSN sehingga belum banyak masyarakat yang mau terlibat dalam PSN.

Tujuan 7.

Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup

Target 7A: Memadukan prinsip-prinsip pembangunan yang berkesinambungan dalam kebijakan dan program nasional serta mengurangi kerusakan pada sumber daya lingkungan

1. Permasalahan terkait potensi tutupan pepohonan:

a. Masih terdapat lahan kritis dan potensial kritis di luar kawasan hutan. Pada tahun 2010 luas lahan kritis di luar kawasan hutan masih cukup luas yaitu sebesar 696.797,70 ha.

b. Masih terjadinya gangguan terhadap kawasan hutan untuk pembangunan diluar sektor kehutanan dan penyelesaiannya yang belum tuntas.

c. Masih rendahnya kualitas RTH perkotaan Kab/Kota dan tingginya tingkat kerusakan ekosistem pesisir pantai (ekosistem mangrove) yang dapat berfungsi sebagai sabuk hijau. Hasil identifikasi kerusakan pesisir mencapai 112 km seluas 3.240 ha di Pantai Utara, dan sepanjang 3 km seluas 874 ha di Pantai Selatan Jawa Tengah.

d. Kemiskinan dan kerentanan sosial penduduk sekitar hutan relatif tinggi yang dapat mempengaruhi tingkat pemanfaatan hutan. 2. Permasalahan terkait dengan potensi emisi CO2(e):

a. Emisi CO2(e) dihitung dengan mempertimbangkan beberapa aspek, yakni: sektor kehutanan, pertanian, perkebunan, perikanan, energi, peternakan dan sampah, sehingga diperlukan data yang komplek untuk melakukan penghitungan, sedangkan ketersediaan data kurang memadai untuk bahan penghitungan emisi CO2(e) setiap tahunnya.

b. Pertambahan kendaraan bermotor sulit dibatasi yang berpengaruh terhadap konsumsi BBM dan timbulnya pencemaran udara, potensi pencemaran udara dari industri skala rumah tangga relatif tinggi dan belum banyak yang tertangani, juga pencemaran dari emisi industri menengah besar maupun pertanian.

3. Permasalahan terkait Bahan Perusak Ozon (BPO) yaitu peredaran refrigerant ilegal umumnya dari jenis tidak ramah lingkungan yang sulit terdeteksi untuk keperluan pendataan.

4. Permasalahan terkait jumlah tangkapan ikan yang melebihi batasan biologis yang aman:

a. Kapal yang beroperasi di perairan teritorial Jawa Tengah didominasi kapal berkapasitas kecil dalam jumlah yang sangat banyak.

b. Masih banyak ditemuinya aktivitas penangkapan menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan, sehingga mempengaruhi daya pulih perairan laut untuk pertumbuhan ikan.

5. Permasalahan terkait dengan penanganan limbah bahan-bahan berbahaya dan beracun, terutama dari sektor domestik yang belum ada fasilitas untuk mengelolanya.

Target 7B: Menanggulangi kerusakan keanekaragaman hayati dan mencapai penurunan tingkat kerusakan yang signifikan pada tahun 2010.

1. Permasalahan terkait kawasan lindung pada kawasan hutan:

a. Kawasan lindung belum berfungsi optimal baik sebagai penyangga kehidupan maupun perekonomian masyarakat disekitarnya.

b. Kapasitas kelembagaan dan kesadaran masyarakat desa di sekitar hutan dalam pelestarian hutan lindung yang masih rendah.

c. Masih rendahnya kondisi perekonomian masyarakat desa di sekitar hutan sehingga memanfaatkan sumberdaya hutan lindung untuk menunjang kehidupan keluarga.

2. Permasalahan terkait kawasan lindung perairan :

a. Masih ditemuinya pelanggaran terhadap pemanfaatan sumberdaya pada zona perlindungan laut.

b. Pemanfaatan sumber daya perairan dengan peralatan tidak ramah lingkungan (obat kimia dan bahan peledak).

c. Kesadaran masyarakat dalam menjaga kelestarian sumber daya perikanan masih rendah.

Target 7C: Menurunkan hingga setengahnya proporsi rumah tangga tanpa akses berkelanjutan terhadap air minum layak dan sanitasi dasar hingga tahun 2015

1. Permasalahan terkait ketersediaan air minum layak :

a. Rendahnya akses masyarakat terhadap prasarana dan sarana air minum;

b. Terbatasnya debit mata air yang dapat didayagunakan sebagai sumber air minum;

c. Kualitas air permukaan sebagai sumber air baku menurun akibat pencemaran lingkungan;

d. Lemahnya kinerja institusi dan managemen PDAM dalam pelayanan air bersih bagi masyarakat;

e. Lemahnya dukungan pelaksanaan kebijakan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) secara konsisten melalui pemberdayaan Pokja AMPL.

2. Permasalahan terkait ketersediaan sanitasi lingkungan :

a. Rendahnya akses masyarakat terhadap sarana dan prasarana kesehatan lingkungan;

b. Rendahnya pemahaman masyarakat mengenai Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), dan kebiasaan masyarakat yang sulit diubah;

c. Kemampuan masyarakat dalam penyediaan sarana sanitasi dasar masih rendah;

d. Belum dikembangkan potensi dan partisipasi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan air bersih dan air minum;

e. Lemahnya kinerja institusi dan managemen PDAM dalam pelayanan air bersih bagi masyarakat.

Target 7D: Mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh pada tahun 2020

Permasalahan terkait permukiman kumuh, antara lain:

1. Rendahnya pengetahuan, kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan infrastruktur permukiman terutama pada masyarakat pedesaan dan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).

2. Terbatasnya penghasilan penduduk miskin yang tidak mampu membangun atau memperbaiki rumah;

1.2.2 Tantangan

Tantangan yang dihadapi dalam pencapaian target tujuan MDGs di Provinsi Jawa Tengah hingga tahun 2015, yaitu sebagai berikut:

Tujuan 1.

Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan

Target 1A: Menurunkan hingga setengahnya Proporsi Penduduk dengan pendapatan kurang dari US$ 1,00 (PPP) per kapita per hari dalam kurun waktu 1990-2015.

Tantangan utama adalah mempercepat menurunnya proporsi penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan (tingkat kemiskinan) pada tahun 2015 dan mengurangi kesenjangan tingkat kemiskinan antar Kabupaten/Kota. Hampir sama dengan Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dihadapkan pada tantangan untuk mempertahankan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkualitas dalam rangka memperluas kesempatan kerja dan peluang berusaha, termasuk bagi kelompok masyarakat miskin. Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pengembangan investasi di Jawa Tengah, maka dibutuhkan upaya penegakan hukum, promosi investasi, peningkatan pendidikan dan keterampilan tenaga kerja dengan meningkatkan kerjasama antara pemerintah, perguruan tinggi dan kalangan dunia usaha.

Tantangan lainnya adalah menurunkan kesenjangan indeks kedalaman kemiskinan antara wilayah perkotaan dan perdesaan secara signifikan, mengingat indeks kedalaman kemiskinan di Jawa Tengah pada tahun 2010 untuk daerah perkotaan sebesar 2,09 dan daerah perdesaan sebesar 2,86. Melihat kondisi tersebut diperlukan langkah kebijakan yang komprehensif dalam penanggulangan kemiskinan di perdesaan sekaligus meningkatkan pemerataan pembangunan di seluruh Kabupaten/Kota di Jawa Tengah.

Target 1B: Mewujudkan kesempatan kerja penuh dan produktif

dan pekerjaan yang layak untuk semua, termasuk perempuan dan kaum muda

Sempitnya kesempatan kerja disebabkan oleh (1) ketidak-seimbangan antara kesempatan kerja yang tersedia dengan jumlah tenaga kerja yang memasuki pasar kerja, dan (2) rendahnya tingkat penyerapan angkatan kerja dibandingkan pertumbuhan angkatan kerja, telah mengakibatkan bertambahnya jumlah penganggur (backlog).

Tantangan dalam mewujudkan kesempatan kerja yaitu bagaimana mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkualitas di tingkat Kabupaten/Kota sehingga meningkatkan upaya penciptaan lapangan kerja baru.

Tantangan lain yang dihadapi adalah semakin besarnya tenaga kerja yang berusaha sendiri dan membutuhkan fasilitasi dari pemerintah daerah agar dapat berkembang menjadi kegiatan usaha yang memiliki jaminan perlindungan kerja/sosial, sehingga mampu menjamin kepastian keberlangsungan usaha.

Target 1C: Menurunkan hingga setengahnya proporsi penduduk yang menderita kelaparan dalam kurun waktu 1990-2015

Masih terdapat kesenjangan status gizi balita antar kabupaten/kota menjadi tantangan yang harus dihadapi Jawa Tengah. Hal ini ditandai banyaknya anak Balita di perdesaan yang mengalami kekurangan gizi lebih tinggi dibanding wilayah perkotaan. Prevalensi kekurangan gizi pada anak Balita yang tinggi di wilayah perdesaan terkait erat dengan kemiskinan, pendidikan orang tua yang rendah dan kesadaran masyarakat tentang Pola Gizi Seimbang belum dipahami secara luas.

Tantangan lain, yang perlu mendapatkan perhatian adalah menurunkan jumlah penduduk dengan tingkat asupan kalorinya < 2.100 Kkal per kapita/ hari, terutama bagi kelompok masyarakat miskin dan

rentan, agar tidak rawan terhadap penyakit menular, infeksi dan ancaman kematian.

Tujuan 2.

Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua

Target 2A: Menjamin pada 2015 semua anak-anak, laki-laki maupun perempuan dimanapun dapat menyelesaikan pendidikan dasar

Tantangan yang dihadapi dalam mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua:

1) Tantangan utama dalam percepatan pencapaian sasaran MDGs pendidikan adalah meningkatkan pemerataan akses secara adil bagi semua anak, baik laki-laki maupun perempuan, untuk mendapatkan pendidikan dasar yang berkualitas di semua daerah. Untuk meningkatkan akses tersebut perlu diupayakan agar kualitas fasilitas pendidikan dasar ditingkatkan. Sampai dengan tahun 2010 persentase SD/MI/Paket A yang memiliki sarana dan prasarana sesuai dengan standar nasional pendidikan baru sebesar 25,34%. Selain itu dana BOS untuk SD/MI/Paket A belum sesuai dengan kebutuhan SD/MI/Paket A dalam menyelenggarakan pendidikan sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan. Dengan demikian tantangan yang dihadapi adalah meningkatkan dana BOS sesuai dengan kebutuhan SD/MI/Paket A untuk menyelenggarakan pendidikan sesuai SNP.

2) Tantangan yang dihadapi untuk mengoptimalkan siswa kelas 1 agar dapat menamatkan pendidikannya di SD/MI/Paket A adalah menurunkan angka drop out SD/MI/Paket A dari 0,33% menjadi 0,08% atau bahkan 0%.

3) Tantangan yang dihadapi dalam pencapaian angka melek huruf adalah meningkatkan frekuensi kegiatan pelestarian angka melek huruf yang berkualitas sehingga benar-benar mampu mendorong mereka yang telah melek huruf untuk terus mengembangkan dirinya sehingga

mereka tidak hanya dapat membaca, menulis dan berhitung tetapi benar-benar terampil membaca, menulis dan berhitung.

Tujuan 3.

Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan

Target 3A: Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar dan lanjutan pada tahun 2005, dan di semua jenjang pendidikan tidak lebih dari tahun 2015

Tantangan yang dihadapi dalam Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan :

1) Tantangan yang dihadapi dalam pencapaian rasio APM perempuan terhadap laki-laki pada semua jenjang pendidikan adalah meningkatkan partisipasi perempuan dalam menempuh pendidikan menengah dan tinggi.

2) Tantangan yang dihadapi dalam pencapaian rasio angka melek huruf perempuan terhadap laki-laki adalah meningkatkan kesadaran perempuan untuk mengikuti kegiatan-kegiatan pelestarian melek aksara.

3) Tantangan yang dihadapi dalam peningkatan pencapaian kontribusi perempuan dalam pekerjaan upahan di sektor non pertanian adalah peningkatan angka partisipasi angkatan kerja perempuan di sektor non pertanian.

4) Tantangan yang dihadapi adalah keterwakilan perempuan dalam lembaga legislatif dan partai politik.

Tujuan 4.

Menurunkan Angka Kematian Anak

Target 4A: Menurunkan Angka Kematian Balita (AKBA) hingga dua per tiga dalam kurun waktu 1990-2015

Tantangan dalam upaya menurunkan Angka Kematian Balita (AKBA) : 1) Pola asuh anak yang benar antara lain dengan memberikan makanan

yang bergizi dan seimbang, mendapatkan pelayanan tumbuh kembang balita yang benar serta memberikan hak anak untuk mendapatkan pemeliharaan kesehatan yang maksimal sehingga derajat kesehatan anak akan tercapai. Belum sesuainya pola asuh anak tentang kesehatan akan menghambat pencapaian derajat kesehatan anak yang optimal. Pada kenyataannya, pola asuh ibu/ orang tua terhadap anak di Provinsi Jawa Tengah baik di perkotaan dan pedesaan masih kurang sehingga diperlukan upaya yang lebih spesifik dan kerja keras untuk merubah pola asuh anak yang keliru. 2) Pertumbuhan dan perkembangan anak mulai dilahirkan sampai dengan usia 5 (lima) tahun harus terpantau secara periodik, sehingga dibutuhkan peran serta aktif ibu/orang tua untuk memantau dan memonitoring pertumbuhan dan perkembangan anaknya setiap bulan. Wadah pemantauan pertumbuhan dan perkembangan balita di desa adalah posyandu, pos Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Poliklinik Kesehatan Desa (PKD), Bidan Praktek Swasta/BPS yang terdapat di setiap desa/kelurahan. Di Provinsi Jawa Tengah, semua desa/kelurahan sudah tersedia posyandu, pos PAUD, PKD dan BPS namun sebagian besar belum berkualitas dan belum melaksanakan kegiatannya secara rutin dan berkesinambungan.

3) Belum mencukupinya ketersediaan buku KIA untuk setiap bayi dan balita sebagai alat komunikasi antara tenaga kesehatan/kader kesehatan dengan ibu.

4) Belum semua bidan mengikuti pelatihan penanganan bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), asfiksia, Stimulasi Deteksi Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK), Manajemen Terpadu Bayi Muda dan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBM/MTBS).

5) Masih kurangnya akses pelayanan kesehatan anak berkualitas di unit pelayanan kesehatan dasar (Puskesmas, Puskesmas Pembantu dan Poliklinik Kesehatan Desa / PKD).

Tujuan 5.

Meningkatkan Kesehatan Ibu

Target 5A: Menurunkan Angka Kematian Ibu hingga tiga per empat dalam kurun waktu 1990-2015

Tantangan dalam upaya menurunkan Angka Kematian Ibu yaitu :

1) Melahirkan di rumah tanpa bantuan tenaga kesehatan bagi ibu khususnya ibu hamil dengan risiko tinggi sangat rawan terjadinya kematian ibu dan bayinya. Sehingga perlu kegiatan/upaya untuk menghilangkan budaya masyarakat melahirkan di rumah karena apabila dibiarkan berkembang akan menghambat upaya percepatan penurunan angka kematian ibu.

2) Kejadian kematian ibu bersalin, sebagian besar terjadi di rumah dan dalam perjalanan menuju sarana pelayanan kesehatan. Kematian di rumah disebabkan karena proses kelahiran tidak dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten dan sarana prasarana persalinan yang tidak steril/memenuhi syarat layanan persalinan sementara kematian dalam perjalanan menuju sarana pelayanan kesehatan disebabkan karena kurang tanggapnya pihak keluarga untuk segera membawa ibu bersalin ke sarana pelayanan kesehatan ketika ditemukan masalah persalinan di rumah. Sehingga diperlukan upaya/kegiatan untuk mengubah perilaku masyarakat melahirkan di rumah.

3) Poliklinik Kesehatan Desa (PKD) merupatan unit pelayanan kesehatan terdekat masyarakat karena berada di desa, namun sarana prasarana yang dimiliki PKD sebagian besar jauh dari cukup dan bermutu, sehingga hal ini mempengaruhi kualitas pelayanan di PKD. Mengingat penting dan vitalnya peran PKD dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat maka diperlukan upaya untuk meningkatkan sarana prasarana PKD.

4) Implementasi desa siaga sangat mendukung pencapaian derajat kesehatan masyarakat mengingat manfaat desa siaga adalah agar masyarakat desa dapat mengenali dan mengatasi permasalahan kesehatan di desanya dengan Pengawasan Bidan Desa/PKD dan Puskesmas. Sementara itu, belum semua desa siaga aktif sehingga perlu upaya untuk mengaktifkan dan mengembangkan Desa Siaga. 5) Perilaku masyarakat sangat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan

masyarakat akan kesehatan demikian juga halnya dengan ibu hamil, ibu balita yang wajib mendapatkan informasi/pengetahuan tentang kesehatan. Namun belum semua desa membentuk Kelas Ibu Hamil dan Ibu Balita di desa sebagai wadah pelayanan KIE bagi ibu hamil, ibu bayi dan ibu balita.

6) Jumlah masyarakat miskin di Provinsi Jawa Tengah semakin meningkat setiap tahunnya, sehingga perlu adanya penambahan kuota dalam pelaksanaan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Namun pada kenyataannya, belum semua masyarakat miskin ter-cover program Jamkesmas, padahal mereka memiliki hak yang sama untuk mendapatkan jaminan pemeliharaan kesehatan. Untuk itu, setiap Kabupaten/Kota perlu melaksanakan program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) dengan dana APBD Kabupaten/Kota. Minimnya anggaran APBD mengakibatkan belum semua Kabupaten/Kota melaksanakan Jamkesda dan belum semua daerah memiliki Peraturan Daerah (Perda) tentang Jaminan Kesehatan

Daerah (Jamkesda) sebagai upaya untuk membantu masyarakat dalam meningkatkan kualitas kesehatannya.

7) Salah satu faktor rendahnya minat masyarakat melahirkan di unit

Dalam dokumen DAFTAR ISI. RAD MDGs Jawa Tengah (Halaman 73-99)