1.2 Rumusan Masalah
2.1.3 Aspek-aspek Optimisme
Individu yang optimis selalu berusaha melakukan yang terbaik untuk mencapai sesuatu yang diinginkan. Ciri individu yang optimis salah satunya adalah individu mampu menerima keadaannya walaupun dalam kondisi yang tidak menyenangkan dan menghilangkan pikiran yang negatif. Aspek-aspek dari optimisme merupakan perilaku yang biasa dilakukan oleh individu tetapi tidak disadarinya. Menurut Seligman (2008: 59) ada tiga dimensi pada optimisme yaitu
permanensi, kemudahan menyebar (pervasiveness) dan personalization a. Permanensi
Permanensi adalah individu selalu percaya pada kemampuan sendiri dan merasa yakin atas keberhasilan yang diperolehnya sehingga menganggap keberhasilannya itu merupakan kemampuannya yang bersifat permanen atau selamanya, menganggap ketidak berhasilannya itu bersifat sementara sehingga individu tersebut saat mengalami kegagalan tidak mudah putus asa dan akan berusaha menggunakan kemampuan yang dimikinya sampai tujuannya dapat dicapai. Orang-orang yang memiliki sifat optimis apabila memiliki sifat
permanensi yang baik dan menganggap hal-hal yang kurang baik adalah bersifat sementara. Tabel berikut adalah contoh-contoh perilaku maupun persepsi yang bersifat optimisme dan pesimisme.
Tabel 2.1 Perbedaan Optimis dan Pesimis Ditinjau dari Permanensi
No Permanensi (Pesimisme) Sementara (Optimisme) 1 Saya tidak berguna Saya sangat lelah
2 Diet tidak akan pernah berhasil Diet tak berguna jika anda tetap makan terlalu banyak
3 Anda selalu marah Anda marah jika saya tidak
membersihkan ruanganku
4 Atasanku pemarah Suasana hati atasanku sedang buruk 5 Anda tidak pernah bicara padaku Anda belum bicara padaku
Tabel diatas memperlihatkan bahwa orang yang optimis cenderung mengganggap sementara terhadap permasalahan yang negatif, sebaliknya orang yang pesimis mengganggap hal negatif merupakan sesuatu yang permanen. Ketika orang mengalami kelelahan sehingga gagal dalam melaksanakan tugas, orang yang optimis akan menyatakan bahwa dirinya memang sedang lelah, namun orang yang pesimis akan menganggap dirinya tidak berguna.
Ketika menghadapi pimpinan yang marah, maka orang yang optimis akan menyatakan bahwa suasana hati pimpinannya sedang tidak bagus dan bersifat sementara karena yakin suatu saat akan mengalami suasana hati yang bagus sehingga tidak marah lagi, namun bagi orang yang pesimis akan menganggap bahwa pimpinannya brengsek.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka orang yang pesimis akan memikirkan hal-hal buruk dengan kata selalu dan bersifat tetap atau permanen. Sebaliknya orang yang optimis akan berpikir dengan kata-kata kadang-kadang atau menggunakan sifat serta menyalahkan kejadian-kejadian buruk pada kondisi- kondisi yang sementara.
Orang-orang yang optimis lebih percaya bahwa kejadian-kejadian baik mempunyai penyebab permanensi daripada orang-orang yang percaya bahwa mereka mempunyai penyebab yang sementara. Berikut contoh tanggapan dari orang yang optimis dan pesimis.
Tabel 2.2 Perbedaan Optimis dan Pesimis Ditinjau dari Permanensi
No Sementara (Pesimisme) Permanensi (Optimisme) 1 Ini adalah hari keberuntunganku Saya selalu beruntung
2 Saya berusaha keras Saya berbakat
3 Lawanku kelelahan Lawanku tidak bagus
Orang-orang yang optimis menjelaskan kejadian-kejadian baik pada diri mereka sendiri dengan penyebab-penyebab yang bersifat permanen, sedangkan orang-orang yang pesimis menganggap penyebab-penyebab hal yang baik bersifat sementara. Seperti tabel diatas menjelaskan bahwa ketika seseorang mengalami kesuksesan, maka orang yang optimis akan menganggap bahwa kesuksesan tersebut karena usahanya, bakatnya, kemampuannya yang selalu diasah dan bukan karena faktor keberuntungan.
Orang-orang yang percaya bahwa kejadian-kejadian baik mempunyai penyebab yang permanensi akan berusaha lebih keras setelah keberhasilannya. Orang-orang yang melihat alasan-alasan sementara untuk kejadian-kejadian baik mungkin akan menyerah walaupun mereka berhasil, memercayai keberhasilan adalah sebuah kebetulan.
b. Pervasiveness (Spesifik vs Universal)
Pervasiveness adalah individu yang saat mengalami kegagalan menyebutkan alasan kegagalannya secara spesifik dan menggunakan alasan yang
jelas terhadap penyebab kegagalannya, tetapi individu yang pesimis adalah individu yang saat mengalami kegagalan menggunakan alasannya secara umum dan menganggap sebab kegagalannya itu tidak pasti dan bersifat menyeluruh. Orang-orang yang membuat penjelasan-penjelasan yang universal untuk kegagalan mereka dan menyerah pada segala hal saat satu kegagalan, merupakan karakteristik orang pesimis. Sebaliknya orang yang optimis menggangap hal yang spesifik untuk kegagalan. Berikut ini adalah beberapa penjelasan yang universal dan spesifik dari kejadian-kejadian buruk yang membedakan orang pesimis dan optimis.
Tabel 2.3 Perbedaan Optimis dan Pesimis Ditinjau dari Pervasiveness
No Universal (pesimis) Spesifik (optimis)
1 Semua guru itu tidak adil Profesor Seligman itu tidak adil 2 Majalah-majalah tidaklah berguna Majalah Pornografi tidak berguna
Gaya penjelasan optimis untuk kejadian-kejadian yang baik bertentangan dengan gaya penjelasan optimis untuk kejadian-kejadian buruk. Orang optimis percaya bahwa kejadian-kejadian buruk memiliki penyebab-penyebab yang spesifik, sedangkan kejadian-kejadian baik akan memperbaiki segala sesuatu yang dikerjakannya. Ketika seseorang siswa mendapatkan perlakuan tidak adil dari gurunya misalnya Profesor Seligman, siswa yang pesimis akan mengatakan semua guru tidak adil, sedangkan siswa yang optimis akan menunjuk salah satu guru yang tidak adil dan tidak membuat kesimpulan secara universal. Orang pesimis percaya bahwa kejadian-kejadian buruk memiliki penyebab-penyebab yang universal dan kejadian-kejadian baik disebabkan oleh faktor-faktor yang spesifik.
c. Personalization (Intenal dan Eksternal)
Peronalization adalah individu yang saat mengalami keberhasilan lebih percaya dan mempunyai keyakinan bahwa keberhasilan yang dicapainya berasal dari diri mereka sendiri dengan kerja keras dan usaha yang dilakukannya sehingga individu tersebut memiliki penghargaan diri dan tidak menganggap keberhasilan yang dicapai dari usaha orang lain atau keeadaan. Saat hal terburuk terjadi, seseorang dapat menyalahkan diri sendiri (internal) atau menyalahkan orang lain (eksternal). Orang-orang yang menyalahkan dirinya sendiri saat mereka gagal membuat rasa penghargaan terhadap diri mereka sendiri menjadi rendah. Mereka pikir mereka tidak berguna, tidak punya kemampuan, dan tidak dicintai.
Orang-orang yang menyalahkan kejadian-kejadian eksternal tidak kehilangan rasa penghargaan terhadap dirinya sendiri saat kejadian-kejadian buruk menimpa mereka. Secara keseluruhan, mereka lebih banyak suka pada diri mereka sendiri daripada orang yang menyalahkan diri mereka sendiri menyukai diri mereka. Orang yang memiliki penghargaan diri yang rendah bersifat pesimis sedangkan orang yang memiliki penghargaan diri sendiri yang tinggi bersifat optimis.
Tabel 2.4 Perbedaan Optimis dan Pesimis ditinjau dari Personalization
No Internal
(Penghargaan diri yang rendah)
Eksternal
(Penghargaan diri yang tinggi) 1 Saya tidak punya bakat
bermain poker.
Saya tidak beruntung dalam bermain poker
2 Saya tidak aman Saya tumbuh dalam kemiskinan
Gaya optimis menjelaskan kejadian-kejadian buruk, lebih bersifat internal daripada eksternal. Orang-orang yang percaya bahwa mereka menyebabkan
kejadian-kejadian baik cenderung lebih menyukai diri mereka sendiri daripada orang-orang yang percaya bahwa hal-hal baik datang dari orang lain atau keadaan.
Tabel 2.5 Perbedaan Optimis dan Pesimis Ditinjau dari Personalization
No Eksternal ( pesimis ) Internal ( optimis ) 1 Keberuntungan yang tiba-tiba…” “Saya bisa mengambil keuntungan
dari keberuntungan.”
2 Keahlian teman satu timku …” “keahlianku ….”
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa optimisme mempunyai tiga aspek yaitu permanensi, pervasiveness yang dibedakan menjadi spesifik dan universal dan personalization yang dibedakan menjadi internal dan eksternal.