• Tidak ada hasil yang ditemukan

a. Permintaan

Berdasarkan hasil penelitian lapangan pada usaha kerajinan gerabah di Kasongan DIY, diketahui bahwa sebagian besar produk yang dihasilkan menggunakan sistem pemesanan atau make to order. Setiap calon pembeli atau pemesan datang secara langsung ke pengrajin dan menentukan bentuk serta model gerabah yang akan dibeli atau dipesan. Tidak seluruh pemesan merupakan pembeli gerabah, namun dapat hanya berperan sebagai pedagang perantara atau agen bagi pembeli (buyer) yang berasal dari Jakarta, Bali dan Surabaya, atau bahkan dari luar negeri.

Penerapan sistem pesanan mengakibatkan tidak adanya standar kapasitas produksi, sehingga produk yang dihasilkan baik bentuk maupun ukuran sangat ditentukan berdasarkan pesanan. Berdasarkan analisa terhadap hasil wawancara dengan para pengrajin gerabah diperoleh satu asumsi dasar penerapan kapasitas produksi, yaitu dengan menggunakan standar bahan baku gerabah yang merupakan campuran antara tanah liat hitam, tanah liat kuning dan pasir halus dalam satu siklus produksi (gilingan) dengan produksi gerabah berukuran besar sebanyak 75 buah, 100 gerabah ukuran sedang dan 300 gerabah ukuran kecil.

Berdasarkan data tahun 1998 - 2000, seperti terlihat pada Tabel 3.1, terlihat bahwa total nilai gerabah yang diproduksi mengalami peningkatan dari Rp 4,7 milliar pada tahun 1998 menjadi Rp. 6,9 milliar pada tahun 2000.

Demikian pula dengan nilai penjualannya yang meningkat dari Rp. 6,46 milliar pada tahun 1998 menjadi Rp. 8,6 milliar pada tahun 2000. Kondisi ini memperlihatkan bahwa laju permintaan terhadap produk gerabah mengalami peningkatan setiap tahunnya.

Kecenderungan ekspor gerabah, yang dalam pasar ekspor lebih dikenal sebagai keramik, mengalami peningkatan sejak 1996 hingga periode Januari-Maret 2001 (lihat Tabel 3.2). Penurunan ekspor pada tahun 1998 seiring dengan penurunan jumlah negara tujuan ekspor menjadi hanya 16 negara.

Keadaan tersebut merupakan dampak terjadinya krisis moneter yang melanda Indonesia sehingga memberikan pengaruh sangat besar dalam kegiatan usaha.

b. Penawaran

Konsep pemasaran yang diterapkan oleh pengrajin gerabah di Kasongan dilakukan berdasarkan order/pesanan yang masuk, sementara pemasaran gerabah secara bebas dilakukan melalui ruang pamer (show room) yang umumnya dimiliki oleh setiap pengrajin. Oleh karena itu, apabila dilihat dari harga per satuan gerabah, maka terdapat perbedaan harga antara pesanan dengan penjualan secara langsung.

c. Harga

Bagi sebagian besar orang, gerabah saat ini telah dianggap sebagai suatu barang seni yang memiliki nilai tersendiri, sehingga tidak terdapat standar harga untuk setiap gerabah yang dihasilkan. Tingkat harga akan ditentukan berdasarkan model, ukuran dan kedalaman seni yang ada seperti penambahan motif daun, bunga atau bahkan naga yang menjadikan harga gerabah menjadi semakin tinggi. Harga yang ditetapkan untuk gerabah standar dengan ukuran besar bervariasi antara Rp. 60.000 - Rp. 100.000, gerabah ukuran sedang berkisar antara Rp. 20.000 - Rp. 60.000 dan gerabah dengan ukuran kecil antara Rp. 1.500 - Rp. 6.000. Berdasarkan kisaran harga tersebut, maka dalam analisa keuangan digunakan harga rata-rata untuk setiap ukuran gerabah, yaitu Rp. 80.000 (besar), Rp. 40.000 (sedang) dan Rp. 3.000 (kecil).

d. Persaingan

Wilayah Desa Bangunjiwo, dimana dukuh Kasongan berada, merupakan sentra industri kerajinan gerabah di DI Yogyakarta. Sebagian besar penduduk menggantungkan hidupnya dan berpenghasilan utama sebagai pengrajin gerabah atau sebagai tenaga kerja. Berdasarkan informasi dari Dinas Perindustrian Kabupaten Bantul, khususnya Unit Pelayanan Teknis (UPT) Perindustrian - Kasongan pada tahun 1998 jumlah usaha kerajinan gerabah di Kasongan sebanyak 338 unit usaha dengan jumlah tenaga kerja 1.549 orang dan mengalami peningkatan menjadi 365 unit usaha dengan jumlah tenaga kerja 1.627 orang pada tahun 2000 (lihat Tabel 3.1).

Seiring dengan perubahan pola produksi gerabah dari barang-barang keperluan rumah tangga menjadi barang seni telah membuka persaingan usaha di dalam negeri dan persaingan pasar ekspor dengan produk porcelin dari China. Dengan model yang hampir sama dan harga yang lebih murah dibandingkan produk porcelin membuat gerabah mampu memberikan alternatif pilihan bagi setiap konsumen domestik maupun luar negeri.

Bagi pengrajin gerabah di Kasongan, tidak terlihat persaingan yang mencolok diantara para pengrajin gerabah. Hal ini lebih disebabkan karena pada umumnya pengrajin telah memiliki langganan tetap dan hargapun relatif sama pada semua pengrajin untuk suatu jenis gerabah.

e. Pemasaran Produk

Salah satu kunci keberhasilan usaha kerajinan gerabah di Kasongan adalah pasar bagi produk gerabah yang dihasilkan. Pasar yang berhasil dimasuki tidak saja terbatas pada pasar lokal seperti Jakarta, Surabaya dan Bali tetapi juga pasar ekspor Australia, Kanada, Jepang, Belanda, Amerika Serikat.

Produk-produk yang dihasilkan memang diorientasikan untuk mengisi pasar ekspor dan domestik.

Selain mendasarkan diri kepada pesanan dari pelanggan domestik maupun ekspor, pengrajin umumnya memiliki ruang pameran (show room) yang sekaligus berfungsi sebagai kantor pemasaran. Keuntungan yang diperoleh pengrajin dengan datangnya pembeli langsung ke Kasongan adalah kesempatan bagi pengusaha atau pengrajin untuk menawarkan langsung produk-produknya dengan memperlihatkan model dan kualitas gerabah yang diproduksi, serta terbukanya peluang inovasi model gerabah apabila terjadi permintaan khusus dari pembeli. Kesempatan ini besar sekali manfaatnya terutama untuk pengusaha atau pengrajin skala kecil yang bisa menawarkan produknya secara langsung tanpa harus melakukan kegiatan promosi khusus.

Secara keseluruhan total penjualan gerabah mengalami peningkatan rata-rata pertahun yang cukup signifikan (23,1%), namun terdapat penurunan dari total pendapatan berdasarkan selisih nilai produksi dan penjualan dari 36,7% pada tahun 1998 menjadi 23,6% pada tahun 2000. Seperti terlihat pada Tabel 3.1, nilai penjualan gerabah tahun 2000 mencapai Rp. 8,6 milliar, dimana sebagian besar mampu dipasarkan ke luar negeri (ekspor) dengan rincian 157 kontainer besar dan 125 kontainer kecil. Apabila total harga gerabah per kontainer adalah Rp. 12 juta (kontainer kecil) dan Rp. 24 juta (kontainer besar), maka total nilai ekspor mencapai Rp. 5,27 milliar atau 60,94% dari total penjualan gerabah.

Dalam hal pembayaran gerabah yang akan dikirim, baik untuk pasar domestik maupun ekspor, proses pembayarannya dilakukan menjelang keberangkatan produk tersebut, sehingga setiap pengrajin dapat secara langsung merasakan hasil yang diperoleh. Bahkan dalam proses pengepakan setiap gerabah dan pengiriman barang seluruh biaya ditanggung oleh pembeli.

f. Kendala

Berdasarkan hasil wawancara dengan para pengrajin gerabah di Kasongan, masalah yang dihadapi adalah ketergantungan pemasaran produk kepada order/pesanan. Hal ini pula yang seringkali menjadi kendala bagi sebagian pengrajin mengenai kelanjutan usaha di masa-masa yang akan datang apabila terjadi penurunan jumlah pesanan. Seperti diketahui bahwa produk gerabah yang dijual secara langsung kepada pengunjung di showroom hanya berkisar 15%.

Dokumen terkait