• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aspek Pengembangan Rami

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Koppontren Darussalam .1 Keadaan Umum

4.1.6 Aspek Pengembangan Rami

Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan budidaya maupun industri serat rami adalah :

1. Aspek Budidaya

Varietas yang ditanam masih belum optimal, cara bercocok tanam masih beragam, pemilihan lokasi masih kurang tepat akibat tidak mempertimbangkan agroklimat sebagai persyaratan tumbuh rami dan lokasi pengembangan jauh dari sarana transportasi yang akan menyebabkan bertambahnya biaya produksi.

2. Aspek SDM

Rendahnya tingkat pengetahuan dan pengalaman dalam budidaya rami, kurang memahami dalam perawatan rami yang intensif, minimnya modal petani telah mengakibatkan mengabaikan pemeliharaan, sehingga produktivitas menurun.

3. Aspek Teknologi

Teknologi budidaya diharapkan dapat meningkatkan rendemen, efisiensi input produksi dan teknologi pengolahan agar didapatkan mutu serat yang memenuhi standar pasar internasional serta bantuan alat dekortikator untuk menunjang proses dekortikasi.

4. Aspek Kelembagaan

Manajemen dan teknik produksi masih lemah, kompetensi dan kapasitas koperasi dari segi teknis masih lemah dan skala produksi belum optimal sehingga produksi belum effisien.

5. Aspek Pendanaan

Modal yang menjadi penunjang dalam pengolahan dan produksi rami sangat terbatas, baik koperasi maupun petani.

6. Aspek Pemasaran

Pasar rami belum terbentuk di dalam negeri dan umumnya menghargai serat rami sama dengan kapas, sehingga masih diperlukan waktu untuk mengubah paradigma pabrik tekstil yang sudah terbiasa menggunakan bahan baku kapas.

Sebanyak 57% dari produksi TPT Nasional dihasilkan dari Jawa Barat, maka kedudukan Daerah Bandung merupakan sentra TPT Nasional sangat strategis (API, 2006). Luas wilayah Kabupaten Garut sekitar 3.065,19 km2, dengan jumlah penduduk kurang lebih 2.260.478. Sebanyak 36% dari luas Garut merupakan wilayah kehutanan. Secara geografis Garut berdekatan dengan wilayah Kota Bandung yang merupakan sentra TPT nasional. Oleh karena itu, pengembangan serat rami di Kab Garut mempunyai kedudukan strategis dalam memasok bahan baku tekstil, khususnya bagi industri pemintalan. Luas areal pengembangan hutan rakyat pada tahun 2004 melalui program gerakan nasional rehabilitasi hutan lindung (GNRHL) seluas 3.750 ha, gerakan rehabiltasi lahan kritis (GRLK) seluas 1.063,88 ha dan rehabiltasi hutan lindung (RHL) seluas 200 ha. Pada tahun 2005 luas areal pengembangan hutan melalui program gerakan nasional rehabilitasi hutan lindung (GNRHL) seluas 2.850 ha dan gerakan rehabiltasi lahan kritis (GRLK) seluas 3.705 ha (Tabel 14).

Tabel 14. Luas areal pengembangan hutan rakyat pada tahun 2004 – 2005 (ha)

No. Kegiatan 2004 2005

1. GNRHL 3.750,00 2.850

2. GRLK 1.063,88 3.705

3. RHL 200,00 -

Jumlah 5.013,88 6.555

Sumber : Dinas Kehutanan Kab. Garut, 2006.

Pada tahun 2001 Kementerian Negara Koperasi dan UKM membentuk tim pengembangan serat rami, yang melibatkan Departemen Perindustrian dan Departemen Pertanian. Kementerian Negara Koperasi dan UKM telah memprogramkan pengembangan budidaya rami di Garut Jawa Barat (Koppontren Darussalam) seluas 20 ha melalui dana bergulir Rp. 17 juta per ha (Aminah, 2007).

Beberapa daerah yang telah mengembangkan tanaman rami, antara lain Garut, Wonosobo, Malang, Sukabumi, Lampung, Sumatera Utara, Bengkulu, Jambi dan Sumatera Selatan. Produk dari berbagai daerah pengembangan ini sudah dimanfaatkan oleh industri tekstil. Permasalahan utama yang dihadapi pengusaha adalah permodalan. Sebagai ilustrasi, pada

tahun 2005, Departemen Perindustrian memfasilitasi pengembangan long staple fiber rami di Garut seluas 300 ha (40 ha untuk inti dan 260 ha petani plasma) dan telah ditawarkan kepada Pemda setempat untuk pengembangan-nya (Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia, 2007).

Departemen Perindustrian membantu pengembangan dalam hal pelatihan dan bantuan peralatan. Pelatihan yang diberikan adalah peningkatan kemampuan sumber daya manusia (SDM) dalam pengolahan rami. Peralatan yang diberikan, antara lain mesin dekortikator (alat pemisah serat rami dan batang rami), fiber opening, staple fiber, mesin carding dan mesin roving. Sedangkan pada tahun 2005, Departemen Pertanian memprogramkan pemberdayaan petani rami melalui pelatihan dan temu usaha di Garut Jawa Barat. Perhatian dari lembaga teknis terkait sudah cukup memberikan dukungan terhadap prospek pengembangan rami dan Perbankan sebagai lembaga yang terkait dalam permodalan diharapkan lebih mendukung, sehingga Koppontren Darussalam dan Usaha Kecil di bawah binaannya dapat meningkatkan produktifitasnya.

Koppontren Darussalam telah memiliki peluang pasar rami staple fibre sebanyak 99 ton/bulan atau 1.188 ton/tahun, suplai bahan baku China grass sebanyak 1.117 ton/bulan dengan dukungan lahan perkebunan mono kultur 613 ha. Dari kebutuhan luas areal 613 ha, luas tanam yang dimiliki Koperasi Usaha Kecil Menengah (KUKM) mitra Koppontren Darussalam yang berlokasi di Garut, Bandung, Bogor dan Sukabumi baru tercatat seluas 318 ha dengan pola tumpang sari (setara 159 ha pola monokultur). Target produksi optimal tersebut akan tercapai pada tahun 2008. Untuk pemenuhan ketersediaan bahan baku sesuai peluang pasar, masih diperlukan perluasan area 454 ha lahan monokultur. Pemasaran serat rami, baik dalam maupun luar negeri memberikan prospek cerah di masa mendatang. Industri serat rami cukup potensial, maka memerlukan acuan yang dapat memberikan prospek masa depan untuk dapat dikembangkan dan diusahakan, peluang pasar yang masih cukup luas, kebutuhan bahan baku cukup besar dan luas tanah yang diperlukan untuk budidaya masih luas, sehingga investor dapat memanfaatkan investasinya pada (Tabel 15).

Tabel 15. Peluang pasar tahun 2005 berdasarkan jenis produk Nama Produk Peluang

pasar

Kebutuhan bahan baku China Grass

Luas tanah yang diperlukan * (ha) Ekspor China Grass

(ton/bulan) (ton/tahun) 24 288 24 288 119 Ekspor Staple Fibre

(ton/bulan (ton/tahun) 50 600 62,5 750 329 Konsumsi Staple Fibre Nasional (ton/bulan) (ton/bahun) 25 300 31,2 375 165 Total Peluang (ton/bulan) (ton/tahun) 99 1.188 613 *Dengan asumsi batang 9 ton/ha, maka rendemen setiap 1 ha tanaman rami 3,5%

China Grass dan 60% rendemen Staple Fiber (Sulaiman, 2005).

Kandungan selulosa memiliki fungsí dan kemampuan degradasi-bio, degradasi termal dan penyerapan kandungan air. Kemampuan ini harus dapat dikendalikan, agar dihasilkan serat dengan mutu tinggi, baik dari segi mekanis maupun termal dan biodegradasi. Rami juga memiliki nama lain, yakni China-grass (Direktorat Binpro Dirjen Perkebunan Departemen Pertanian dan PT Agung Sinaji, 1997). Pemanfaatan serat rami memiliki kelebihan dan kekurangan sebagai berikut :

a. Tahan terhadap serangan bakteri dan jamur. b. Penyerap air yang baik.

c. Mampu dicelup untuk pewarnaan dengan mudah. d. Kekuatan tarik meningkat ketika basah.

e. Tahan terhadap suhu tinggi.

Dalam mengurangi ketergantungan impor bahan baku TPT, Departemen Perindustrian bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Jawa Barat mengembangkan rami di Garut. Iklim di Jawa Barat sangat mendukung dan tersedia lahan memadai untuk mengembangkan usaha rami. Industri TPT merupakan salah satu industri padat karya yang terbukti mampu memberikan kontribusi cukup besar dari perolehan devisa ekspor dan tenaga kerja.

Kebutuhan rami dunia diperkirakan 1 juta ton per tahun dan dalam sepuluh tahun mendatang Indonesia menargetkan dapat memasok 20% dari kebutuhan rami dunia. Untuk menghasilkan 200 ribu ton rami per tahun dibutuhkan areal tanam seluas 100 ribu hektar, yang dapat menciptakan lapangan kerja bagi 200.000 KK atau 600.000 jiwa. Untuk mempercepat pengembangan dan pemanfaatan serat rami sebagai bahan baku industri tekstil, saat ini telah dikembangkan tanaman rami di beberapa lokasi, yaitu Jawa Tengah, Jawa Barat, Lampung, Bengkulu, Sumatera Selatan, Jambi dan Sumatera Utara yang dilengkapi dengan peralatan fiber opening yang sangat sederhana. Sebagai ilustrasi, pilot project di Jawa Tengah (Wonosobo) memiliki mesin pengolahan yang sudah lengkap dan baik, sehingga stafle fiber yang dihasilkan sesuai dengan permintaan pasar (Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia Departemen Perindustrian, 2007).

Pemerintah propinsi Jawa Barat dan Pemerintah Kabupaten Garut menyiapkan pabrik pemintalan benang rami berkapasita terpasang 2.500 mata pintal setara 1 ton benang setiap 8 jam beroperasi dan memerlukan ketersediaan bahan baku mencapai sekitar 260 ha, biaya yang diperlukan untuk keperluan tersebut Rp. 56 miliar. Penyediaan mesin dari pemerintah c/q Departemen Perindustrian, pabrik dan lahan inti seluas 300 ha dari pemerintah Propinsi Jawa Barat sedangkan Pemerintah Kabupaten Garut menyiapkan aspek penunjang. Penyerapan tenaga kerja dari kegiatan tersebut sekitar 5.000 orang tenaga kerja baru, kemudian secara bertahap diarahkan pada pengelolaan komersial melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan telah melakukan studi banding ke China, serta selanjutnya melakukan uji coba produksi, dengan hasilnya produk benang serat rami Garut masuk pada ”grade A” (Direktorat Jenderal Industri, Agro dan Kimia Departemen Perindustrian, 2007).

Dokumen terkait