• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengelolaan

4.1.4 Aspek Peraturan

A. Dasar Hukum Pengelolaan Sampah

saat ini adalah Perda Nomor 6 Tahun 1997 tentang Kebersihan.

“Dasar hukum pengelolaan sampah adalah Perda Kabupaten Gunungkidul Nomor 6 Tahun 1997.” [IP-02/1-1]

Berdasarkan observasi lapangan, kondisi ini akan menjadi pendorong pengelolaan sampah nonkonvensional, karena substansi yang diatur dalam perda telah mengatur tentang peran serta masyarakat. Dalam pasal 12 ayat (1) perda ini menyebutkan: “Pengaturan sebagaimana dimaksud pasal 2, 3 dan 4 perda ini dilaksanakan dengan memperhatikan adanya partisipasi masyarakat untuk men-dukung terwujudnya kebersihan dan keindahan lingkungan dan atau daerah secara swadaya”. Hal ini sesuai dengan pengelolaan sampah nonkonvensional. Menurut Bapedal Jatim (2005) sampah perlu dikelola melalui kebijakan publik, untuk memastikan kebijakan publik ini berjalan efisien, partisipasi masyarakat tentu merupakan syarat mutlak. Senada dengan pendapat tersebut menurut Ditjend Cipta Karya (2005: 15), dengan menumbuhkan kesadaran dan kepedulian masyarakat diharapkan bahwa beban penanganan sampah menjadi bukan hanya dipundak instansi pengelola saja. Dalam evolusi manajemen pengelolaan sampah di Eropa, menurut Buclet dan Olivier (2001: 304) bahwa pijakan awal dalam evolusi pengelolaan sampah adalah mengganti atau melengkapi kebijakan yang berorientasi pada minimisasi sampah, sedangkan minimisasi sampah ini erat kaitannya dengan peran serta masyarakat.

B. Pengembangan Produk Hukum Bidang Persampahan

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, sampai saat ini belum ada pengembangan produk hukum di bidang persampahan. Hal ini diperkuat pendapat beberapa narasumber sebagai berikut:

“Kami sudah melakukan kajian persampahan sejak tahun 1995 dan sudah dipublikasikan seperti dalam buku ini. Silahkan dipelajari dan dicermati. Anda kan tau sendiri kelemahan pemerintah kita... Kemauan penentu kebijakan untuk melaksanakan belum ada... Lambat sekali..” [IP-01/1-1]

“Itu semua sudah tertuang dalam studi persampahan tadi. Disitu sudah termasuk konsep pendaurulangan sampah. Semua sudah lengkap disitu... Kelemahannya ya pelaksanaannya tadi...” [IP-01/5-1]

“Itu kan mirip dengan kegiatan pokmas itu. Kalau saya memang mengharapkan pokmas-pokmas itu yang nantinya harus dibina secara

kontinyu dengan bimtek atau bagaimana. Tetapi semua itu mekanismenya diatur dulu..” [IP-01/6-1]

“Kalau bisa ya pemerintah itu memfasilitasi, terutama pemerintah pusat untuk bisa mengatur ini. Seperti sekarang ini sudah dibimbingkan itu sampah dari peternakan untuk diubah menjadi energi, sudah mulai itu. Saya yakin makin ke depan kalau diusahakan itu akan terwujud, Insya Allah” [TM-04/11-4] “...perda ini sudah lama usianya, tetapi sampai sekarang masih belum dilakukan peninjauan kembali terhadap perda ini..” [IP-02/1-2]

Berdasarkan observasi lapangan, perda tentang kebersihan tersebut hingga sekarang belum ada peraturan pelaksanaannya. Hal ini menjadi faktor penghambat pengelolaan sampah nonkonvensional, karena di satu sisi masyarakat sudah mulai bergeser paradigmanya, di sisi lain pemerintah kabupaten belum menyikapinya baik dalam pengaturan maupun dalam pembinaannya. Hal ini dapat mengakibatkan menurunnya semangat masyarakat mengelola sampah kawasan yang telah dilakukan selama ini karena kurangnya perhatian dan pembinaan dari pemerintah kabupaten. Kelompok masyarakat tersebut saat ini dibimbing secara kontinyu dalam teknik pengelolaan dan pengolahan sampah oleh LSM yang bergerak di bidang kesehatan.

C. Uji Coba Kemitraan Pengelolaan Sampah

Uji coba kemitraan dengan pihak swasta dalam hal pengelolaan sampah di Kabupaten Gunungkidul belum pernah dilakukan karena belum mempunyai dasar hukum untuk melakukan hal tersebut. Perencanaan tentang kerja sama dengan pihak ketiga sudah dilakukan sejak tahun 1995, termasuk kemungkinan bekerjasama dengan pihak swasta khususnya untuk mengelola pengumpulan sampah, penyapuan jalan dan pembersihan tempat-tempat umum serta tempat-tempat wisata.

“Partisipasi swasta dalam pengelolaan sampah sampai sampai saat ini belum ada di Gunungkidul..” [IP-01/2-1]

“Belum pernah, karena ya tadi itu.. Kita belum punya aturan yang jelas untuk melakukan ini, karena konsep-konsep kita yang sudah berdasarkan kajian- kajian itu sampai saat ini belum ditindaklanjuti...” [IP-01/3-1]

Rencana tersebut sampai saat ini belum dapat dilaksanakan karena belum ada tindak lanjut tentang pembuatan perangkat hukumnya. Kondisi ini bisa menjadi faktor penghambat

pengelolaan sampah nonkonvensional, karena akan memperlambat proses pembelajaran kepada masyarakat tentang pemahaman terhadap nilai jual sampah.

D. Sistem Pengawasan Pengelolaan Sampah dan Penegakan Hukum

Untuk kondisi saat ini pemerintah kabupaten masih menemui kendala dalam melakukan pengawasan dan penegakan hukum dibidang pengelolaan sampah ini, karena belum memiliki mekanisme yang jelas untuk melakukannya.

“Kita masih menemui banyak hambatan dalam melakukan pengawasan dalam pengelolaan sampah, karena belum ada mekanisme yang jelas untuk itu. Memang perlu dibuat suatu perangkat lunak di bidang persampahan ini untuk memberikan kejelasan tentang sistem dan mekanismenya..” [IP-02/4-1] “Belum ada penegakan hukum karena belum ada ketentuan yang kuat sebagai landasan melakukan tindakan hukum di bidang persampahan.” [IP-03/12-1]

Pemkab belum mempunyai landasan yang kuat untuk melakukan tindakan hukum terhadap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan dalam pengelolaan sampah. Dalam Perda Nomor 6 Tahun 1997 tentang Kebersihan pada Bab VII Pasal 11 ayat (2) menyebutkan: “ Pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah ini ditugaskan kepada instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Hal ini belum memberikan kejelasan tentang mekanisme pengawasan yang harus dilakukan karena perda ini sampai sekarang tidak ada tindak lanjutnya berupa peraturan pelaksanaannya. Kondisi ini menjadi faktor penghambat pengelolaan sampah nonkonvensional. Menurut Wibowo dan Darwin (2001: 11) dalam paradigma pengelolaan sampah nonkonvensional perlu memisahkan peran pengaturan dan pengawasan dari lembaga yang ada dengan fungsi operator pemberi layanan, agar lebih tegas dalam melaksanakan reward & punishment dalam pelayanan. Umumnya lembaga pemerintah yang mengelola kebersihan selain berfungsi sebagai pengelola persampahan kota, juga berfungsi sebagai pengatur, pengawas dan pembina pengelola persampahan. Sebagai pengatur, bertugas membuat peraturan yang harus dilaksanakan oleh operator pengelola persampahan. Sebagai pengawas, fungsinya adalah mengawasi pelaksanaan peraturan yang telah dibuat dan memberikan sanksi kepada operator bila dalam pelaksanaan tugasnya tidak mencapai kinerja yang telah

58 13 3 1 0 0 10 20 30 40 50 60 70

Sangat Penting Penting Cukup Penting Tidak Penting Tidak Tahu

ditetapkan. Sebagai pembina pengelolaan persampahan, adalah melakukan peningkatan kemampuan dari operator. Pembinaan tersebut dapat dilakukan melalui pelatihan maupun menyelenggarakan kegiatan yang melibatkan masyarakat untuk mendapatkan umpan balik atas pelayanan pengelolaan persampahan. Tumpang tindihnya fungsi-fungsi tersebut menjadikan pengelolaan persampahan menjadi tidak efektif, karena sebagai pihak pengatur yang seharusnya mengukur kinerja keberhasilan pengelolaan sampah dan akan menerapkan sangsi kepada pihak operator, tidak dapat dilakukan karena pihak operator tersebut tidak lain adalah dirinya sendiri. Dengan demikian kinerja operator sulit diukur dan pelayanan cenderung menurun.

4.1.5 Aspek Peran Serta Masyarakat

Dokumen terkait