• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PROSES DAN MEKANISME PENGUATAN HAK MILIK

B. Urgensi Pendaftaran Hak Atas Sarusun Di Kantor Pertanahan

2. Aspek Pertanahan Dalam Rumah Susun

Berdasarkan hal tersebut di atas, undang-undang rumah susun kita menganut asas kondominium dalam pemilikan atas rumah susun. Masalah paling penting dalam asas kondominium adalah pemilikan dan penghunian secara terpisah bagian-bagian dari suatu rumah susun, di samping bagian- bagian lainnya serta tanah dimana bangunan yang bersangkutan berdiri, yang karena fungsinya harus digunakan bersama.

Soni Harsono121 dalam bukunya “Aspek Pertanahan Dalam Pembangunan Rumah Susun” berpendapat bahwa, inti dari sisitem kondominium adalah pengaturan pemilikan bersama atas sebidang tanah

120 Lihat Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun Jo Pasal 17 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun

154

dengan bangunan fisik di atasnya, karena itu pemecahan masalahnya selalu dikaitkan dengan hukum yang mengatur tentang tanah.

Baik pengaturan maupun kelembagaan yang berkaitan erat dengan rumah susun memiliki kesamaan dengan aspek pertanahan. Hal ini dapat dilihat dari peraturan induk dari rumah susun yakni Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan peraturan-peraturan perundang-undangan lain termasuk peraturan pelaksana dari undang-undang rumah susun yang menggunakan peraturan mengenai tanah. Berikut peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan rumah susun :

a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria;

b. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah;

c. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;

d. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan Dan Kawasan Pemukiman;

e. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum;

f. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Dan Hak Pakai Atas Tanah;

g. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996 Pemilikan Rumah Tempat Tinggal Atau Hunian Oleh Orang Asing Yang Berikedudukan Di Indonesia;

h. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah; i. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan

Pejabat Pembuat Akta Tanah;

j. Peratura Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum;

k. Peratura Presiden Nomor 63 Tahun 2013 tentang Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia;

l. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1997 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;

m. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1999 tentang Izin Lokasi;

n. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Pemberian Hak Atas Tanah Negara Dan Hak Pengelolaan;

o. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah;

p. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pelimpahan

156

Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah Dan Kegiatan Pendaftaran Tanah

Hal ini juga diperkuat dengan argumen dari Supriayanta A.Ptnh.M.Eng122 selaku Kepala Devisi Penetapan Hak Perorangan di Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional/Kementrian Agraria dan Tata Ruang Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada dasarnya keterkaitan Badan Pertanahan Nasional/Kementrian Agraria dan Tata Ruang dalam aspek rumah susun merupakan perintah dari undang-undang rumah susun. Namun disisi lain Badan Pertanahan Nasional jangan di batasi kewenangannya berkaitan dengan tanah secara murni saja, perlu perluasan pemikiran mengenai Badan Pertanahan Nasional yaitu berkaitan dengan aspek agraria yang tidak hanya berkaitan dengan tanah saja melainkan terhadap bumi (permukaan bumi [tanah], tubuh bumi di bawahnya [berkaitan dengan tambang], serta berada di bawah air), air (perairan pedalaman maupun laut wilayah Indonesia), dan ruang angkasa (ruang di atas bumi dan air).123

Senada dengan pendapat tersebut, Hartono124 selaku Kepala Badan Pertanahan Daerah Kota Yogyakarta menambahkan asas pemisahan horizontal sebagai induk dari aturan mengenai rumah susun memang telah

122 Wawancara dengan Supriayanta A.Ptnh.M.Eng selaku Kepala Devisi Penetapan Hak Perorangan di Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional/Kementrian Agraria dan Tata Ruang Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada tanggal 25 Agustus 2016 di Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional/Kementrian Agraria dan Tata Ruang Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 123 Lihat pasal 1 angka 2,3,dan 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria.

124 Wawancara dengan Hartono selaku Kepala Badan Pertanahan Nasional Kota Yogyakarta Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada tanggal 27 Agustus 2016 di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Yogyakarta Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

diterapkan, namun bukan berarti asas tersebut dilaksanakan secara utuh dan konsekuen, asas perlekatan juga eksis di dalam pengaturan mengenai rumah susun. Hal tersebut dapat dilihat dari persyaratan yang mengenai tanah yang berkaitan dengan pembangunan rumah susun serta kepemilikan sarusun bagi orang asing yang hanya sebatas rumah susun yang dibangun di atas tanah Hak Pakai, karena hanya Hak Pakai yang boleh dimiliki oleh orang asing berdasarkan UUPA. Sehingga berdasarkan hal tersebut pembicaraan mengenai rumah susun merupakan satu tarikan nafas dengan aspek pertanahan. Oleh karena itu sudah sewajarnya pendaftaran rumah susun juga melalui Badan Pertanahan Nasional.

Pembahasan mengenai keterkaitan rumah susun dan tanah pada dasarnya merupakan pembahasan antara pertanahan dan tata ruang yang mana kedua hal tersebut berkaitan satu sama lain. Menurut Sugiarto.SH 125 jika berbicara mengenai kepemilikan atas sarusun keterkaitannya dengan tanah pertama sangat jelas dengan adanya persyaratan mengenai pembangunan rumah susun tersebut kemudian hal lain yang perlu dicermati ialah mengenai pemberian sertifikat kepemilikan atas sataun rumah susun. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 menetapkan ada dua macam setipikat yang berkaitan dengan rumah susun yakni :

a. Sertipikat Hak Milik Atas Sarusun (SHMSRS)

125 Wawancara dengan Sugiarto.SH selaku Notari dan PPAT di wilayah Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada tanggal 30 Agustus 2016 di Kantor Notaris dan PPAT Sugiarto

158

Merupakan tanda bukti kepemilikan atas sarusun di atas tanah Hak Milik, Hak Guna Bangunan atas tanah negara, Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan, Hak Pakai Atas tanah negara, atau Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan.

b. Sertipikat Kepemilikan Bangunan Gedung (SKBG) Sarusun

Sebagai tanda bukti kepemilikan atas sarusun di atas barang milik negara/daerah berupa tanah atau tanah wakaf dengan cara sewa.

Kedua sertipikat tersebut memiliki hubungan yang erat dengan tanah, hal ini juga sebagai landasan yang kuat bahwa pendaftaran sarusun sudah semestinya dilakukan di Badan Pertanahan Nasional.

3. Integrasi Badan Pertanahan Nasional dengan Kemetrian Agraria dan

Dokumen terkait