• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.2 Satuan Peta Lahan

4.5.3 Aspek Teknis Optimalisasi Penggunaan Lahan

Optimalisasi penggunaan lahan harus memenuhi aspek sosial dan ekonomi agar tercipta pertanian yang berkelanjutan di daerah penelitian. Aspek ekonomi ditinjau dari segi keuntungan terbesar, dari aspek sosial ditinjau dari kemudahan untuk diterima oleh masyarakat. Hal ini sejalan dengan pendapat Pimentel (1993) yang menyatakan bahwa pertanian berkelanjutan adalah pertanian yang memperhatikan kelestarian lingkungan serta dapat meningkatkan kesejahteraan petani. Tabel optimalisasi penggunaan lahan tertera pada Tabel 17.

39

Tabel 17. Optimalisasi Penggunaan Lahan pada Setiap SPL Kelas Erosi Sedang dan Tinggi No. SPL Penggunaan

Lahan

Alternatif – Alternatif Penggunaan Lahan Ekonomi Sosial

3 Sawah 1. Tetap menjadi Sawah

2. Perubahan penggunaan lahan menjadi kebun campuran kerapatan tinggi, teras bangku konstruksi baik

3. Perubahan penggunaan lahan menjadi hutan alam 4. Pola tanam tumpanggilir* + mulsa jerami, teras

bangku konstruksi baik

5. Perubahan menjadi kacang tanah + mulsa jerami 4 ton dan teknik konservasi teras bangku

konstruksi baik Diterima Diterima Ditolak Ditolak Ditolak Diterima Ditolak Ditolak Ditolak Ditolak

4 Sawah 1. Tetap menjadi Sawah

2. Perubahan penggunaan lahan menjadi kebun campuran kerapatan tinggi, teras bangku konstruksi baik

3. Perubahan penggunaan lahan menjadi hutan alam 4. Pola tanam tumpanggilir* + mulsa jerami, teras

bangku konstruksi baik

5. Perubahan menjadi kacang tanah + mulsa jerami 4 ton dan teknik konservasi teras bangku

konstruksi baik Diterima Diterima Ditolak Ditolak Ditolak Diterima Ditolak Ditolak Ditolak Ditolak 2 Kebun Campuran

1. Tetap menjadi kebun campuran kerapatan tinggi, teras bangku konstruksi baik

2. Perubahan penggunaan lahan menjadi hutan alam 3. Pola tanam tumpanggilir* + mulsa jerami, teras

bangku konstruksi baik

4. Perubahan menjadi kacang tanah + mulsa jerami 4 ton dan teknik konservasi teras bangku

konstruksi baik Diterima Ditolak Ditolak Ditolak Diterima Ditolak Ditolak Ditolak 5 Kebun Campuran

1. Tetap menjadi kebun campuran kerapatan tinggi, teras bangku konstruksi baik

2. Perubahan penggunaan lahan menjadi hutan alam 3. Pola tanam tumpanggilir* + mulsa jerami, teras

bangku konstruksi baik

4. Perubahan menjadi kacang tanah + mulsa jerami 4 ton dan teknik konservasi teras bangku

konstruksi baik Diterima Ditolak Ditolak Ditolak Diterima Ditolak Ditolak Ditolak

3 Kebun Campuran

1. Tetap menjadi kebun campuran kerapatan tinggi, teras bangku konstruksi baik

2. Perubahan penggunaan lahan menjadi hutan alam 3. Pola tanam tumpanggilir* + mulsa jerami, teras

bangku konstruksi baik

4. Perubahan menjadi kacang tanah + mulsa jerami 4 ton dan teknik konservasi teras bangku

konstruksi baik Diterima Ditolak Ditolak Ditolak Diterima Ditolak Ditolak Ditolak 6 Kebun Campuran

1. Tetap menjadi kebun campuran kerapatan tinggi, teras bangku konstruksi baik

2. Perubahan penggunaan lahan menjadi hutan alam 3. Pola tanam tumpanggilir* + mulsa jerami, teras

bangku konstruksi baik

4. Perubahan menjadi kacang tanah + mulsa jerami 4 ton dan teknik konservasi teras bangku

konstruksi baik Diterima Ditolak Ditolak Ditolak Diterima Ditolak Ditolak Ditolak

Kelas Erosi Sangat Tinggi 7 Kebun

Campuran

1. Perubahan Penggunaan Lahan menjadi

Agroforestri, dengan teknik konservasi mengikuti garis kontur.

2. Perubahan Penggunaan lahan menjadi hutan alam serasah banyak

Diterima

Ditolak

Diterima

Ditolak

3 Tegalan 1. Perubahan Penggunaan Lahan menjadi

Agroforestri, dengan teknik konservasi mengikuti garis kontur.

2. Perubahan Penggunaan lahan menjadi hutan alam serasah banyak

Diterima

Ditolak

Diterima

Ditolak

4 Tegalan 1. Perubahan Penggunaan Lahan menjadi

Agroforestri, dengan teknik konservasi mengikuti garis kontur.

2. Perubahan Penggunaan lahan menjadi hutan alam serasah banyak

Diterima

Ditolak

Diterima

Ditolak *)Pola tanam tumpang gilir : Jagung + padi + ubi kayu, setelah panen padi ditanami kacang tanah

Berdasarkan data pada Tabel 17 dapat dilihat bahwa optimalisasi yang dominan dilakukan di daerah penelitian adalah penerapan tindakan konservasi tanah teras bangku dengan konstruksi baik. Realisasi dari optimalisasi ini tidak terlalu sulit untuk dilaksanakan karena masyarakan sudah mengetahui penggunaan teknik konservasi tanah. Oleh karena itu, mengaplikasikannya hanya perlu sosialisasi bagaimana cara pembuatan teras bangku konstruksi baik, keunggulan dan keuntungan menggunakan konstruksi tersebut.

Selain penerapan teknik konservasi tanah dan air dalam hal pemanfaatan lahannya harus dipertimbangkan segi sosial dan ekonominya. Segi ekonomi

41

adalah penggunaan lahan mana yang memiliki nilai NPV tertinggi sedangkan segi sosial adalah pengutamaan penggunaan lahan yang eksisting. Peta Alokasi Penggunaan Lahan tertera pada Gambar 12.

Penggunaan lahan yang tidak tepat pada lereng sangat curam (>60%) dapat menyebabkan longsor. Perubahan penggunaan lahan pada lereng yang sangat curam (>60%) sebaiknya untuk dijadikan agroforestri dengan jenis tanaman bertajuk tinggi (Pohon Pinus), bertajuk sedang (Pohon Kina atau Kopi) dan bertajuk rendah (Cabe atau Bawang), penanaman tajuk rendah pada saat tajuk sedang dan tinggi belum tumbuh besar serta teknik konservasi penanaman mengikuti garis kontur.

43

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

1. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata–rata tingkat bahaya erosi di daerah penelitian tergolong sangat tinggi. Hal ini disebabkan oleh curah hujan yang tinggi dan lereng yang curam, sehingga hal ini menyebabkan nilai erosi aktual lebih besar dari erosi yang dapat ditoleransikan (Aa>TSL), sehingga perlu dilakukan optimalisasi penggunaan lahan.

2. Jenis optimalisasi penggunaan lahan yang paling tepat di daerah penelitian adalah dengan tanaman yang eksisting menggunakan teknik konservasi teras bangku konstruksi baik. Perubahan penggunaan lahan sebaiknya disesuaikan dengan yang biasa diusahakan oleh masyarakat setempat. Pada daerah yang berlereng sangat terjal (>60%) sebaiknya ditanami tanaman kehutanan (agroforestry) dengan jenis tanaman bertajuk tinggi (Pohon Pinus), bertajuk sedang (Pohon Kina atau Kopi) dan bertajuk rendah (Cabe atau Bawang) penanaman tajuk rendah pada saat tajuk sedang dan tinggi belum tumbuh besar serta teknik konservasi penanaman mengikuti garis kontur

5.2 Saran

1. Perlunya penelitian lebih lanjut untuk optimalisasi penggunaan lahan di daerah penelitian ditinjau dari sifat biologi dan kimia tanah serta tingkat kesesuaian lahannya agar penggunaan lahannya lebih optimum baik dari segi pemupukan maupun biota tanahnya, sehingga tercapainya pertanian berkelanjutan.

2. Perlunya bantuan pemerintah setempat, perencanaan strategis dan tokoh masyarakat setempat untuk mensosialisasikan bagaimana cara pembuatan teras bangku konstruksi baik serta sinergisnya kebijakan pemerintah pusat dan daerah yang dapat meningkatkan taraf hidup para petani di daerah penelitian.

3. Upaya peningkatkan pendapatan petani dengan penerapan optimalisasi penggunaan lahan memerlukan jangka waktu yang panjang sehingga diperlukan konsistensi pemerintah pusat dan daerah terhadap kebijakan penggunaan lahan di daerah penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, T. S., Darmawan, dan D. T. Suryaningtyas. 1994. Evaluasi Hubungan Tatanama dalam Order Andisols dengan Potensi Produktivitas Lahan dalam Menunjang Budidaya Tanaman Teh. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Alzwar, M. N., Akbar, dan S. Bachri. 1992. Peta Geologi Bersistem Indonesia, Lembar Garut (1208-6) dan Pameungpeuk (1208-3) Skala 1 : 100.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Bandung.

Anonim. 1993a. Peta Tanah Semidetil Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum Hulu, Bandung, Jawa Barat, Skala 1 : 100.000. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor.

______ 1993b. Peta Penggunaan Lahan Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum Hulu, Bandung, Jawa Barat, Skala 1 : 100.000. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor.

______ 1999a. Peta Rupa Bumi Digital Indonesia Lembar Soreang (1208-633) Skala 1 : 25.000. Bakosurtanal. Bogor.

______ 1999b. Peta Rupa Bumi Digital Indonesia Lembar Pangalengan (1208-631) Skala 1 : 25.000. Bakosurtanal. Bogor.

______ 2010. Peta Kabupaten Bandung Skala 1: 80.000. Indo Prima Sarana. Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press : Bogor.

______ 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press : Bogor.

Dent, D dan A. Young. 1981. Soil Suvey and Land Evaluation. George Allen and Unwin. London.

Desaunettes, J. R. 1977. Catalogue of Landforms for Indonesia, Soil Research

Institute. Bogor.

FAO. 1976. A Framework for Land Evaluation. FAO Soils Bulletin, 32. Food and Agriculture Organization of The United Nations. Rome, Italy.

Katharia, R. 2010. Adopsi Konservasi Sebagai Bentuk Investasi Usaha Jangka Panjang : Studi Kasus Usahatani Kentang Lahan Kering Dataran Tinggi Pangalengan. Tesis S2, Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Alam, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor.

Kurnia, U., A. Rachman, dan A. Dariah. 2004. Teknologi Konservasi Tanah pada Lahan Kering Berlereng. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Departemen Pertanian. Bogor.

45

Pimentel, David. 1993. World Soil Erosion and Conservation. Cambridge University Press. United Kingdom.

Purbandono, A. Basyar, Agung. B, Harto, dan P. Rallyanti. 2006. Evaluasi Perubahan Prilaku Erosi Daerah Aliran Sungai Citarum Hulu dengan Pemodelan Spasial. Jurnal Infrastruktur dan Lingkungan Binaan. Vol. II No. 2(21-28).

Rajati, T., C. Kusmana, D. Darusman, dan A. Saefuddin. 2006. Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Kehutanan dalam Rangka Peningkatan Kualitas Lingkungan dan Kesejahteraan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Sekitar Hutan : Studi Kasus di Kab. Sumedang. Jurnal Manjemen Hutan Tropika Vol. XII No. 1(38-50).

Sunarmo, S. H., I. A. Sadisun, dan E. Saptohartono. 2008. Kajian Awal Pengaruh Intensitas Curah Hujan Terhadap Pendugaan Potensi Tanah Longsor Berbasis Spasial di Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Jurnal Geoplika. Volume 3, no3, hal. 133 – 141. Bandung.

Sutono, S., S. H. Tala’ohu, O. Sopandi, dan F. Agus. 2002. Erosi pada Berbagai Penggunaan Lahan di DAS Citarum. Prosiding Seminar Nasional Multifungsi dan Konversi Lahan Pertanian; 3 April 2010. Balai Penelitian tanah: Bogor. 114-133.

USDA. 2010. Keys to Soil Taxonomy, Eleventh edition 1998. Nasional Resources Conservation Service, USDA.

van Bemmelen, R. W. 1949. The Goelogy of Indonesia. Vol. IA. General Geology of Indonesia Government Printing Office, The Hague.

Wischemeier, W. H, and D. D. Smith. 1978. Predicting Rainfall Erosion Loeses, A Guided to Conservation Planning. USDA. Agric. Handbook. 537. Washington. DC.

Wischmeier, W. H. 1976. Use and misuse of the universal soil loss equation. Journal of Soil and Water Conservation.

Wischmeier, W. H., Smith, D. D. 1965. Predicting rainfall-erosion losses for cropland east of the Rocky Mountains. Agriculture handbook no. 262. Washington: United States Department of Agriculture.

Lampiran 1. Uraian Morfologi Pedon Pewakil

Pedon : P1

Posisi : Puncak lereng

Lokasi : Desa Lamajang, Kec. Pangalengan, Kab. Bandung

Koordinat : 07007’26.6” LS dan 107031’56.1 BT

Macam Tanah/Subgroup : Typic Melanudand (Soil Survey Staff, 2010)

Drainase : Baik

Fisiografi : Lungur volkan tengah

Lereng : Datar (0-3%)

Bentuk Lahan (Landform) : Dataran punggung volkan tengah berbahan induk batuan andesitik, datar, tidak tertoreh.(Vat 3.5.0)

Elevasi : 1106 m dpl

Bahan Induk : Tuf volkan intermedier (batuan andesit)

Vegetasi : Kebun sayuran, bawang merah, bayam, dan

rumput-rumputan

Horison

Uraian

Simbol Kedalaman

(cm)

A11 0 – 30 Merah kekuningan (5 YR 4/6); lempung

berdebu; gumpal membulat, halus, lemah; sangat gembur (lembab); perakaran halus, banyak; beralih jelas, rata.

A12 30 – 68 Coklat kemerahan (5 YR 5/4); lempung berdebu; gumpal membulat, halus, lemah; sangat gembur (lembab); perakaran halus, sedang; beralih jelas, rata.

Bw11 68 – 114 Coklat kemerahan (5 YR 5/4) lempung berdebu; gumpal bersudut, halus, lemah; sangat gembur (lembab); perakaran halus banyak; beralih jelas, rata.

Bw12 114 – 155 Coklat kemerahan (5 YR 5/4); lempung berdebu; struktur gumpal bersudut, halus, lemah; sangat gembur (lembab); perakaran halus, sedang; beralih jelas, rata.

Bw13 155 – 175 Merah kekuningan (5 YR 5/8); lempung liat

berdebu; gumpal bersudut, halus, lemah; gembur (lembab); perakaran halus, sedikit.

47

Lampiran 1. (Lanjutan)

Pedon : P2

Posisi : Lereng tengah

Lokasi : Desa Lamajang, Kec. Pangalengan, Kab. Bandung

Koordinat : 07007’26.6” LS dan 107031’56.4 BT

Klasifikasi Tanah : Typic Hapludand

(Soil Survey Staff, 2010)

Drainase : Baik

Fisiografi : Lungur volkan tengah

Lereng : Curam (30-60%)

Bentuk Lahan (Landform) : Lereng volkan tengah berbahan induk batuan andesitik, terjal, tertoreh (Vat 3.6.3)

Elevasi : 1092 m dpl

Bahan Induk : Tuf volkan intermedier (batuan andesit)

Vegetasi : Kebun sayuran, bawang merah, bayam, dan cabai

Horison

Uraian

Simbol Kedalaman (cm)

A1 0 - 25 Merah kekuningan (5 YR 4/6); lempung berdebu; gumpal membulat, halus, lemah; sangat gembur (lembab); perakaran halus, banyak; beralih jelas, rata.

Bw11 25 - 51 Coklat kemerahan (5 YR 5/4); lempung berdebu; gumpal membulat, halus, lemah; sangat gembur (lembab); perakaran halus, sedang; beralih jelas, rata.

Bw12 51 - 79 Coklat kemerahan (5 YR 5/4); lempung berdebu; gumpal membulat, halus, lemah; sangat gembur (lembab); perakaran halus, sedikit; beralih jelas, rata.

Bw13 79 - 120 Merah kekuningan (5 YR 5/8) lempung

berdebu; gumpal membulat, halus, lemah; gembur (lembab); perakaran halus sangat sedikit.

Lampiran 1. (Lanjutan)

Pedon : P3

Lokasi : Desa Lamajang, Kec. Pangalengan, Kab. Bandung

Koordinat : 07007’26.4” LS dan 107031’57 BT Macam Tanah/Subgroup : Typic Fulvudand

(Soil Survey Staff, 2010)

Drainase : Baik

Fisiografi : Lungur volkan tengah

Lereng : Landai (2-5%)

Bentuk Lahan (Landform) : Kaki lereng volkan tengah berbahan induk batuan andesitik,landai, tertoreh sedang (Vat 3.5.2)

Elevasi : 1088 m dpl.

Bahan Induk : Tuf volkan intermedier (batuan andesit).

Vegetasi : Putri malu, bayam, alang-alang, dan harendong (Melastoma sp)

__________________________________________________________________

Simbol

Uraian Horison Kedalaman (cm)

A1 0 - 33 Coklat kemerahan gelap (5 YR 3/4); lempung berdebu; gumpal membulat,halus, lemah; sangat gembur (lembab); perakaran halus, banyak; beralih jelas, rata.

Bw11 33 - 72 Kuning kemerahan (5 YR 6/8); lempung berdebu; gumpal membulat, halus, lemah; gembur (lembab); perakaran halus, sedang; beralih jelas, rata.

Bw12 72 - 107 Kuning kemerahan (5 YR 6/6); lempung berdebu; gumpal membulat, halus, lemah; gembur (lembab); perakaran halus, sedang; beralih jelas, rata.

Bw13 107 - 150 Kuning kemerahan (5 YR 6/8); lempung liat berdebu; gumpal membulat, halus, lemah; gembur (lembab); perakaran halus, sedikit; beralih jelas, rata.

Bw14 150 - 180 Kuning kemerahan (5 YR 7/8); lempung liat berdebu; gumpal membulat, halus, lemah; gembur (lembab)

49

Lampiran 2. Rekapitulasi Data Morfologi dari Tiga Pedon Pewakil

Pedon

Horison Data Morfologi Tanah Horison Penciri

Penciri Lain Macam Tanah Simbol Kedalaman (cm) Batas Topog rafi Horis on Warna Matriks Kelas Tekstur Struktur Konsis tensi Epipedon Horison

Bentuk Ukuran Perkem

bangan Lembab P1 A11 0-33 c, s 5 YR 4/6 Si L Sb F 1 Vf Melanik Andik Typic Melanudand A12 30-68 c, s 5 YR 5/4 Si L Sb F 1 Vf Bw11 68-114 c, s 5 YR 5/4 Si L Ab F 1 Vf Kambik Bw12 114-155 c, s 5 YR 5/4 Si L Ab F 1 Vf Kambik Bw13 155-175 c, s 5 YR 5/8 Si Cl L Ab F 1 F P2 A1 0-25 c, s 5 YR 4/6 Si L Sb F 1 Vf Umbrik Andik Typic Hapludand Bw11 25-51 c, s 5 YR 5/4 Si L Sb F 1 Vf Kambik Bw12 51-79 c, s 5 YR 5/4 Si L Sb F 1 Vf Kambik Bw13 79-120 c, s 5 YR 5/8 Si L Sb F 1 F P3 A1 0-33 c, s 5 YR ¾ Si L Sb F 1 Vf Melanik Andik Typic Fulvudand Bw11 33-72 c, s 5 YR 6/8 Si L Sb F 1 F Kambik Bw12 72-107 c, s 5 YR 6/6 Si L Sb F 1 F Kambik Bw13 107-150 c, s 5 YR 6/8 Si Cl L Sb F 1 F Kambik Bw14 150-180 c, s 5 YR 7/8 Si Cl L Sb F 1 F 49

Keterangan :

1) Batas Topografi Horison: c, s = jelas, rata 2) Warna Matriks :

5 YR 3/4 = Coklat kemerahan gelap 5 YR 4/6 = Merah kekuningan 5 YR 5/4 = Coklat kemerahan 5 YR 5/8 = Merah kekuningan 5 YR 6/6 =Kuning kemerahan 5 YR 6/8 = Kuning kemerahan 5 YR 7/8 = Kuning kemerahan

3) Kelas Tekstur : Si L = Lempung berdebu

Si Cl L = Lempung liat berdebu 4) Struktur :

a. Bentuk : ab = Gumpal bersudut sb = Gumpal membulat b. Ukuran : F = Halus

c. Perkembangan : 1 = Lemah 5) Konsistensi

Lembab : vf = Sangat gembur

51

Pedon Horison pH 1:1 Walkley

dan Black Kjeldhal Bray I NNH4OAc pH 7.0 KB N KCl 0.05 N HCl Simbol Kedalaman (cm) H2O KCl C-org N-Total P Ca Mg K Na KTK Al H Fe ..(%).. ..(%).. (ppm) ……….(me/100g)………. (%) ...(me/100g)… (ppm) P1 A11 0-33 5.10 4.40 2.47 0.25 6.2 3.93 1.46 0.12 0.21 17.35 32.97 1.42 0.28 4.20 A12 30-68 4.90 4.10 1.84 0.17 5.1 2.93 1.20 0.09 0.17 15.61 28.12 3.28 0.34 3.12 Bw11 68-114 5.00 4.30 1.44 0.15 3.6 3.61 1.59 0.11 0.27 14.92 37.40 1.76 0.22 2.40 Bw12 114-155 5.00 4.20 1.44 0.14 2.7 3.11 1.42 0.07 0.35 11.21 44.16 1.94 0.25 6.36 Bw13 155-175 5.00 4.20 0.88 0.09 2.4 2.18 1.09 0.08 0.69 13.39 30.17 2.38 0.29 6.04 P2 A1 0-25 5.20 4.50 1.60 0.17 3.1 4.38 1.33 0.10 0.13 18.75 31.68 0.38 0.16 3.10 Bw11 25-51 4.90 4.10 1.36 0.13 2.6 3.11 1.30 0.07 0.15 21.61 21.43 2.11 0.28 4.88 Bw12 51-79 5.00 4.20 1.44 0.14 2.1 4.17 1.46 0.08 0.20 18.14 32.58 1.18 0.24 4.48 Bw13 79-120 4.90 4.20 0.88 0.09 1.7 3.88 1.37 0.07 0.46 18.35 31.50 2.04 0.26 10.60 P3 A1 0-33 5.00 4.30 2.47 0.25 6.5 4.02 1.74 0.18 0.39 16.10 39.32 0.56 0.24 3.08 Bw11 33-72 5.20 4.40 0.48 0.05 2.1 3.96 1.37 0.07 0.48 15.84 37.12 2.38 0.18 16.68 Bw12 72-107 5.00 4.30 0.64 0.05 1.7 3.24 1.74 0.09 0.48 15.99 34.71 0.64 0.23 17.00 Bw13 107-150 4.90 4.10 0.32 0.03 1.1 3.31 1.37 0.08 0.48 14.78 35.45 1.62 0.27 12.12 Bw14 150-180 5.00 4.30 0.24 0.02 1.1 2.02 1.41 0.07 0.52 15.81 25.43 0.86 0.21 12.96

Lampiran 3. Data Analisis Laboratorium

Lampiran 4. Pedoman Nilai C pada Setiap Macam Penggunaan Lahan

No. Macam Penggunaan Lahan Nilai C(*)

1 Tanah terbuka / tanpa tanaman 1

2 Sawah 0,01 3 Tegalan 0,7 4 Ubikayu 0,8 5 Jagung 0,7 6 Kedelai 0,399 7 Kentang 0,4 8 Kacang tanah 0,2 9 Padi 0,561 10 Tebu 0,2 11 Pisang 0,6

12 Akar wangi (sereh wangi) 0,4

13 Rumput Bede (tahun pertama) 0,287

14 Rumput Bede (tahun kedua) 0,002

15 Kopi dengan penutupan lahan buruk 0,2

16 Talas 0,85 17 Kebun campuran Kerapatan tinggi 0,1 Kerapatan sedang 0,2 Kerapatan rendah 0,5 18 Perladangan 0,4 19 Hutan alam Serasah banyak 0,001 Serasah kurang 0,005 20 Hutan produksi Tebang habis 0,5 Tebang pilih 0,2

21 Semak belukar/padang rumput 0,3

53 Lampiran 4. (Lanjutan)

23 Ubikayu + Kacang tanah 0,195

24 Padi – Sorgum 0,345

25 Padi – Kedelai 0,417

26 Kacang tanah + Gude 0,495

27 Kacang tanah + Kacang tunggak 0,517

28 Kacang tanah + Mulsa jerami 4 ton/ha 0,049

29 Padi + Mulsa jerami 4 ton/ha 0,096

30 Kacang tanah + Mulsa Jagung 4 ton/ha 0,128

31 Kacang tanah + Mulsa Crotalaria 3 ton/ha 0,136

32 Kacang tanah + Mulsa Kacang tunggak 0,259

33 Kacang tanah + Mulsa jerami 2 ton/ha 0,377

35 Padi + Mulsa Crotalaria 3 ton/ha 0,387

35 Pola tanam tumpang gilir**) + Mulsa jerami 0,079 36 Pola Tanam berurutan***) + Mulsa sisa tanaman 0,357

37 Alang – alang murni subur 0,001

Catatan : *) Data Pusat Penelitian Tanah (1973 – 1981) tidak di publikasikan

**) Pola tanam tumpang gilir : jagung + padi + ubikayu, setelah panen padi, ditanami kacang tanah.

Lampiran 5. Nilai Erosi Aktual pada Setiap SPL dan Penggunaan Lahan Tertentu SPL Penggunaan lahan R K LS CP A SPL 1 Sawah 1839.3 0.2 0 0.01 0.0 SPL 1 Kebun Campuran 1839.3 0.2 0 0.04 0.0 SPL 2 Kebun Campuran 1839.3 0.3 4.9 0.04 108.2 SPL 2 Hutan 1839.3 0.3 4.9 0.001 2.7 SPL 2 Sawah 1839.3 0.3 4.9 0.01 27.0 SPL 3 Hutan 1839.3 0.3 12.7 0.001 7.0 SPL 3 Tegalan 1839.3 0.3 12.7 0.28 1962.2 SPL 3 Sawah 1839.3 0.3 12.7 0.01 70.1 SPL 3 Kebun Campuran 1839.3 0.3 12.7 0.04 280.3 SPL 4 Hutan 1839.3 0.3 44.2 0.001 24.4 SPL 4 Tegalan 1839.3 0.3 44.2 0.28 6829.0 SPL 4 Sawah 1839.3 0.3 44.2 0.01 243.9 SPL 5 Kebun Campuran 1839.3 0.2 2.3 0.04 33.8 SPL 5 Sawah 1839.3 0.2 2.3 0.01 8.5 SPL 6 Sawah 1839.3 0.3 4.9 0.01 27.0 SPL 6 Kebun Campuran 1839.3 0.3 4.9 0.04 108.2 SPL 7 Sawah 1839.3 0.3 12.7 0.01 70.1 SPL 7 Kebun Campuran 1839.3 0.3 12.7 0.04 280.3

55

Lampiran 6. Foto Penampang Tegak dari Tiga Pedon Pewakil

Pedon 2 (Lereng) Typic Hapludand

Pedon 1 (Puncak) Typic Melanudand

STUDI KASUS DI DESA LAMAJANG, KECAMATAN PANGALENGAN, KABUPATEN BANDUNG, DAS CITARUM HULU

Oleh

ABDULLAH SIDICKY A14051161

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

SUMMARY

ABDULLAH SIDICKY. Predicting the Danger Level of Erosion for Land Using Optimization in Case Study in Lamajang Village, Sub-district Pangalengan, District of Bandung, Watershed Citarum Hulu. Guided by ANANG S. YOGASWARA and DWI PUTRO TEJO BASKORO.

Erosion is a major cause of land degradation that lead to critical land formation. Erosion is influenced by several factor, such as : climate, soil erodibility, topograhy, land use, and conservation techniques. Among those five factors the first three factors are factors difficult to change. Therefore, erosion prevention efforts to reduce land degradation generaly focused on the regulation of land use and conservation techniques (land use optimization). Land use optimization was done by allocating any land use for a proper land use in such a way that land degradation can be prevented, i.e land use that produce erosion less than tolerable erosion. Therefore, prediction of actual and potential soil erosion as well as tolerable soil erosion level to determine erosion hazard is necessary.

The method used is Universal Soil Loss Equation (USLE) which is a common method used to calculate the erosion rate. The advantages of this method are easy to apply and compatible in areas which have a rainfall and surface runoff as the main factors that causing erosion.

The aim of this research is to produce a new scheme of land use based on the level of erosion hazard in order to obtain a sustainable agriculture (optimal allocation of land use) in the Lamajang Village, Sub-district Pangalengan, District of Bandung, West Java. This research includes: field observations, determination of rainfall erosivity, soil erodibility, topography, land use, land conservation techniques, and erosion hazard index. Based on data evaluation and interpretation, 7 land units are found in studied area with erosion rates ranging from low to very high. Land units with erosion hazard greater than tolerance level require land optimization. Optimization of land use activities should include the aspects of erosion, social, cultural, and economic, so make it easy to be accepted and applied for local communities

The results of this study showed that erosion hazard in the studied area is very high due to high rainfall and steep slopes. Since actual soil erosion higher than tolerable level it is necessary to optimize the land use. The method of land use optimization suggested for the study area is “Good Terrace”. On areas with slope steepness higher than 60% Agroforestry system is proposed. This Agroforestry system compose of pine as high canopy, coffe or quinine as medium canopy, and chili or tomato as lower canopy (basal cover), that are planted follow contour.

Penggunaan Lahan, Studi Kasus di Desa Lamajang, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, DAS Citarum Hulu Dibimbing oleh ANANG S. YOGASWARA dan DWI PUTRO TEJO BASKORO.

Erosi merupakan penyebab utama terjadinya degradasi lahan atau kerusakan lahan (yang menyebabkan lahan menjadi kritis). Erosi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti: Iklim, erodibilitas tanah, karakteristik bentang lahan, penggunaan lahan, dan tindakan konservasinya. Dari kelima faktor tersebut tiga faktor pertama merupakan faktor yang sulit diubah. Oleh karena itu, usaha pencegahan erosi untuk menekan kerusakan tanah secara umum difokuskan pada pengaturan penggunaan lahan dan usaha konservasinya (Optimalisasi penggunaan lahan). Optimalisasi penggunaan lahan dilakukan dengan menempatkan setiap bidang lahan untuk penggunaan lahan yang sesuai agar tidak terjadi kerusakan lahan. yaitu penggunaan lahan yang menyebabkan erosi lebih kecil dari erosi yang dapat ditoleransikan, oleh karena itu pendugaan erosi baik aktual, potensial maupun erosi yang dapat ditoleransikan untuk mengetahui seberapa besar tingkat bahaya erosi perlu dilakukan.

Metode yang digunakan adalah Metode USLE (Universal Soil Loss Equation) yaitu metode yang umum digunakan untuk memprediksi laju erosi. Kelebihan metode ini selain sederhana juga sangat baik diterapkan di daerah-daerah yang faktor utama penyebab erosinya adalah hujan dan aliran permukaan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat bahaya erosi dan penerapan teknik konservasi tanah dan air untuk mengoptimalisasikan penggunaan lahan di Desa Lamajang, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung. Penelitian ini meliputi : persiapan, pelaksanaan lapang, penentuan erosivitas hujan, erodibilitas tanah, penggunaan lahan, teknik konservasi lahan, dan indeks bahaya erosi. Berdasarkan evaluasi, korelasi, dan interpretasi data diperoleh 7 Satuan Peta Lahan (7 SPL) dengan tingkat bahaya erosi dari rendah hingga sangat tinggi. Pada areal dengan tingkat erosi lebih besar dari tingkat erosi yang dapat ditoleransikan diperlukan optimalisasi penggunaan lahan. Kegiatan optimalisasi penggunaan lahan harus mencakup aspek - aspek erosi, sosial, budaya, dan ekonomi, sehingga mudah untuk diterima dan diterapkan bagi masyarakat setempat.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa rata – rata tingkat bahaya erosi di daerah penelitian sangat tinggi yang disebabkan oleh curah hujan tinggi dan lereng yang curam. Oleh karena nilai erosi lebih besar dari erosi yang ditoleransikan maka perlu dilakukan optimalisasi penggunaan lahan. Optimalisasi penggunaan lahan di daerah penelitian sebaiknya menggunakan teknik konservasi teras bangku dengan konstruksi baik. Untuk daerah yang sangat curam dengan kemiringan lereng >60% sebaiknya diterapkan agroforestri dengan proporsi tanaman : pohon pinus sebagai kanopi tinggi, kopi atau kina sebagai kanopi sedang, dan cabe atau tomat sebagai kanopi rendah. Ditanam pada saat tanaman tajuk tinggi dan sedang dalam masa pertumbuhan serta teknik konservasi penanaman searah kontur.

1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Dokumen terkait