• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN TEORI

7. Asuhan Kebidanan Pada Masa Persalinan

Menurut (Putu, 2018) tujuan dari asuhan persalinan antara lain sebagai berikut:

a. Memberikan dukungan baik secara fisik maupun emosional kepada ibu dan keluarga selama persalinan.

b. Melakukan pengkajian, membuat diagnosis, mencegah, menangani komplikasi – komplikasi dengan cara pemantauan ketat dan dekteksi dini selama persalinan dan kelahiran.

c. Melakukan rujukan pada kasus – kasus yang tidak bisa ditangani sendiri untuk mendapat asuhan spesialis jika perlu.

d. Memberikan asuhan yang adekuat pada ibu sesuai dengan intervensi minimal tahap persalinannya.

e. Memperkecil resiko infeksi dengan melaksanakan pencegahan infeksi yang aman.

f. Selalu memberitahu kepada ibu dan keluarganya mengenai kemajuan, adanya penyulit maupun intervensi yang akan dilakukan dalam persalinan. g. Memberikan asuhan yang tepat untuk bayi setelah lahir.

h. Membantu ibu dengan pemberian ASI dini. 8. Deteksi / Penapisan awal ibu bersalin

Menurut (Putu, 2018) indikasi-indikasi untuk melakukan tindakan atau rujukan segera selama persalinan (19 penapisan awal) :

69

a. Riwayat bedah sesar

b. Perdarahan pervaginam selain lendir dan darah c. Persalinan kurang bulan (< 37 minggu)

d. Ketuban pecah dini disertai mekonial kental e. Ketuban pecah pada persalinan awal ( >24jam)

f. Ketuban pecah bercampur sedikit mekonium pada persalinan kurang bulan g. Ikterus

h. Anemia berat

i. Tanda gejala infeksi (suhu >38 , demam, menggigil, cairan ketuban berbau)

j. Presentase majemuk (ganda)

k. Tanda dan gejala persalinan dengan fase laten memanjang l. Tanda dan gejala partus lama

m. Tali pusat menumbung

n. Presentase bukan belakang kepala (letak lintang, letak sungsang) o. Pimpinan dalam fase aktif dengan kepala masih 5/5

p. Gawat janin (DJJ <100 atau > 180 menit) q. Preeklampsi berat

r. Syok

s. Penyakit – penyakit penyerta dalam kehamilan 9. Partus Normal

Konsep Partus normal adalah dimulai sesuai dengan waktunya, tanpa ada pemberian obat tertentu. Selama persalinan usahakan Ibu bebas bergerak dan mendapat dukungan terus menerus. Hindari intervensi rutin. Biarkan untuk meneran spontan dalam posisi tegak atau posisi normal gravitasi, Tidak memisahkan ibu dan bayi setelah bayi lahir. (IBI, 2016).

Persalinan adalah suatu proses yang dimulai dengan adanya kontraksi uterus yang menyebabkan terjadinya dilatasi progresif dari serviks, kelahiran bayi, dan kelahiran plasenta, dan proses tersebut merupakan proses alamiah. (Rohani, 2014).

70

a. Bentuk persalinan berdasarkan teknik :

1) Persalinan spontan, yaitu persalinan berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri dan melalui jalan lahir.

2) Persalinan buatan, yaitu persalinan dengan tenaga dari luar dengan ekstraksi forceps, ekstraksi vakum dan sectio sesaria

3) Persalinan anjuran yaitu bila kekuatan yang diperlukan untuk persalinan ditimbulkan dari luar dengan jalan pemberian rangsang. b. Tujuan Asuhan Persalinan Normal

Tujuan asuhan persalinan normal adalah menjaga kelangsungan hidup dan memberikan derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya, melalui berbagai upaya terintegrasi dan lengkap tetapi dengan intervensi yang seminimal mungkin agar prinsip keamanan dan kualitas pelayanan dapat terjaga pada tingkat yang diinginkan (optimal).

Setiap intervensi yang akan diaplikasikan dalam asuhan persalinan normal harus mempunyai alasan dan bukti ilmiah yang kuat tentang manfaat intervensi tersebut bagi kemajuan dan keberhasilan proses persalinan. Keterampilan yang diajarkan dalam pelatihan asuhan persalinan normal harus diterapkan sesuai dengan 13 Universitas Sumatera Utara standar asuhan bagi semua ibu bersalin di setiap tahapan persalinan oleh setiap penolong persalinan dimana pun hal tersebut terjadi. Persalinan dan kelahiran bayi dapat terjadi di rumah, puskesmas ataupun rumah sakit. Penolong persalinan mungkin saja seorang bidan, perawat, dokter umum atau spesialis obstetri. Jenis asuhan yang akan diberikan dapat disesuaikan dengan kondisi dan tempat persalinan sepanjang dapat memenuhi kebutuhan spesifik ibu dan bayi baru lahir (Putu widiastini, 2018).

c. Tanda-tanda Persalinan Tanda dan gejala inpartu :

1) Timbul rasa sakit oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering, dan teratur.

71

2) Keluar lendir bercampur darah (bloody show) yang lebih banyak karena robekan kecil pada serviks. Sumbatan mukus yang berasal dari sekresi servikal dari proliferasi kelenjar mukosa servikal pada awal kehamilan, berperan sebagai barier protektif dan menutup servikal selama kehamilan. Bloody show adalah pengeluaran dari mukus. 3) Kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirinya. Pemecahan

membran yang normal terjadi pada kala I persalinan. Hal ini terjadi pada 12% wanita, dan lebih dari 80% wanita akan memulai persalinan secara spontan dalam 24 jam.

4) Pada pemeriksaan dalam : serviks mendatar dan pembukaan telah ada. Berikut ini adalah perbedaan penipisan dan dilatasi serviks antara nulipara dan multipara.

a) Nulipara Biasanya sebelum persalinan, serviks menipis sekitar 50-60% dan pembukaan sampai 1 cm; dan dengan dimulainya persalinan, biasanya ibu nulipara mengalami penipisan serviks 50-100%, kemudian terjadi pembukaan.

b) Multipara Pada multipara sering kali serviks tidak menipis pada awal persalinan, tetapi hanya membuka 1-2 cm. Biasanya pada multipara serviks akan membuka, kemudian diteruskan dengan penipisan.

5) Kontraksi uterus mengakibatkan perubahan pada serviks (frekuensi minimal 2 kali dalam 10 menit).

d. Enam Puluh Langkah Asuhan Persalinan Normal Berdasarkan Pusdinakes (2014), untuk melakukan asuhan persalinan normal dirumuskan 60 langkah asuhan persalinan normal sebagai berikut : 1) Mengamati tanda dan gejala persalinan kala dua.

 Ibu mempunyai keinginan untuk meneran.

 Ibu merasa tekanan yang semakin meningkat pada rectum atau vaginanya.

 Perineum Menonjol

72

2) Memastikan kelengkapan alat pertolongan persalinan termasuk mematahkan ampul oksitosin & memasukan alat suntik sekali pakai 2½ ml ke dalam wadah partus set.

3) Memakai celemek plastik.

4) Memastikan lengan tidak memakai perhiasan, mencuci tangan dgn sabun & air mengalir.

5) Menggunakan sarung tangan DTT pada tangan kanan yg akan digunakan untuk pemeriksaan dalam.

6) Mengambil alat suntik dengan tangan yang bersarung tangan, isi dengan oksitosin dan letakan kembali kedalam wadah partus set. Universitas Sumatera Utara

7) Membersihkan vulva dan perineum dengan kapas basah dengan gerakan vulva ke perineum.

8) Melakukan pemeriksaan dalam – pastikan pembukaan sudah lengkap dan selaput ketuban sudah pecah.

9) Mencelupkan tangan kanan yang bersarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%, membuka sarung tangan dalam keadaan terbalik dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5%.

10) Memeriksa denyut jantung janin setelah kontraksi uterus selesai – pastikan DJJ dalam batas normal (120 – 160 x/menit).

11) Memberi tahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik, meminta ibu untuk meneran saat ada his apabila ibu sudah merasa ingin meneran.

12) Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk meneran (Pada saat ada his, bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan ia merasa nyaman.

13) Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat untuk meneran.

14) Menganjurkan ibu mengambil posisi nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.

73

15) Meletakan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu, jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5 – 6 cm.

16) Meletakan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian bawah bokong ibu Universitas Sumatera Utara

17) Membuka tutup partus set dan memperhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan.

18) Memakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.

19) Saat kepala janin terlihat pada vulva dengan diameter 5 – 6 cm, memasang handuk bersih untuk menderingkan janin pada perut ibu. 20) Memeriksa adanya lilitan tali pusat pada leher janin

21) Menunggu hingga kepala janin selesai melakukan putaran paksi luar secara spontan.

22) Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparental. Menganjurkan kepada ibu untuk meneran saat kontraksi. 23) Dengan lembut gerakan kepala kearah bawah dan distal hingga bahu

depan muncul dibawah arkus pubis dan kemudian gerakan arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang.

24) Setelah bahu lahir, geser tangan bawah kearah perineum ibu untuk menyanggah kepala, lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang tangan dan siku sebelah atas. 25) Setelah badan dan lengan lahir, tangan kiri menyusuri punggung

kearah bokong dan tungkai bawah janin untuk memegang tungkai bawah (selipkan ari telinjuk tangan kiri diantara kedua lutut janin) 26) Melakukan penilaian selintas :

a) Apakah bayi menangis kuat dan atau bernapas tanpa kesulitan? b) Apakah bayi bergerak aktif ? Universitas Sumatera Utara

27) Mengeringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk basah dengan handuk/kain yang kering. Membiarkan bayi atas perut ibu.

74

28) Memeriksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus.

29) Memberitahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitasin agar uterus berkontraksi baik.

30) Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikan oksitosin 10 unit IM (intramaskuler) di 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikan oksitosin).

31) Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi. Mendorong isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan jepit kembali tali pusat pada 2 cm distal dari klem pertama. 32) Dengan satu tangan. Pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi

perut bayi), dan lakukan pengguntingan tali pusat diantara 2 klem tersebut.

33) Mengikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi kemudian melingkarkan kembali benang tersebut dan mengikatnya dengan simpul kunci pada sisi lainnya.

34) Menyelimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan memasang topi di kepala bayi.

35) Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 -10 cm dari vulva

36) Meletakan satu tangan diatas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis, untuk mendeteksi. Tangan lain menegangkan tali pusat. Universitas Sumatera Utara.

37) Setelah uterus berkontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan kanan, sementara tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati kearah doroskrainal. Jika plasenta tidak lahir setelah 30 – 40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan menunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan mengulangi prosedur.

38) Melakukan penegangan dan dorongan dorsokranial hingga plasenta terlepas, minta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat

75

dengan arah sejajar lantai dan kemudian kearah atas, mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorso-kranial).

39) Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta dengan hatihati. Bila perlu (terasa ada tahanan), pegang plasenta dengan kedua tangan dan lakukan putaran searah untuk membantu pengeluaran plasenta dan mencegah robeknya selaput ketuban. 40) Segera setelah plasenta lahir, melakukan masase pada fundus uteri

dengan menggosok fundus uteri secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari tangan kiri hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras) .

41) Periksa bagian maternal dan bagian fetal plasenta dengan tangan kanan untuk memastikan bahwa seluruh kotiledon dan selaput ketuban sudah lahir lengkap, dan masukan kedalam kantong plastik yang tersedia.

42) Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum.

43) Melakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan Universitas Sumatera Utara

44) Memastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan pervaginam.

45) Membiarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling sedikit 1 jam.

46) Setelah satu jam, lakukan penimbangan/pengukuran bayi, beri tetes mata antibiotik profilaksis, dan vitamin K1 1 mg intramaskuler di paha kiri anterolateral.

47) Setelah satu jam pemberian vitamin K1 berikan suntikan imunisasi Hepatitis B di paha kanan anterolateral.

48) Melanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan pervaginam.

49) Mengajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi.

76

51) Memeriksakan nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama 1 jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua pasca persalinan.

52) Memeriksa kembali bayi untuk memastikan bahwa bayi bernafas dengan baik.

53) Menempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah di dekontaminasi.

54) Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai.

55) Membersihkan ibu dengan menggunakan air DDT. Membersihkan sisa cairan ketuban, lendir dan darah. Bantu ibu memakai pakaian bersih dan kering.

56) Memastikan ibu merasa nyaman dan beritahu keluarga untuk membantu apabila ibu ingin minum.

57) Dekontaminasi tempat persalinan dengan larutan klorin 0,5%.

58) Membersihkan ,sarung tangan di dalam larutan klorin 0,5% melepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5%

59) Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir. 60) Melengkapi partograf.

C. Nifas

1. Konsep dasar masa nifas a. Pengertian masa nifas

Masa nifas adalah masa dimulainya beberapa jam sesudah lahirnya plasenta samapai 6 minggu setelah melahirkan (Putu widiastini, 2018).

Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung kira-kira 6 minggu (Putu widiastini, 2018).

77

Masa nifas merupakan masa selama persalinan dan segera setelah kelahiran yang meliputi minggu-minggu berikutnya pada waktu saluran reproduksi kembali ke keadaan tidak hamil yang normal (Menurut Cunningham, Mc. Donald, 2015).

Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah plasenta keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan semula (sebelum hamil) yang berlabgsung selama kira-kira 6 minggu (Dahlan dan Mansyur, 2014).

Masa nifas adalah akhir dari periode intrapartum yang ditandai dengan lahirnya selaput dan plasenta yang berlangsung sekitar 6 minggu (menurut Varney, 1997 dalam Dahlan dan Mansyur, 2014).

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat dijelaskan bahwa masa nifas adalah masa dimana kembalinya alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang membutuhkan waktu kurang lebih 6 minggu. 2. Tujuan masa nifas

Asuhan yang diberikan kepada ibu nifas bertujuan untuk:

a. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan psikologis ibu dan bayi.

Pemberian asuhan, pertama bertujuan untuk memberi fasilitas dan dukungan bagi ibu yang baru saja melahirkan anak pertama untuk dapat menyesuaikan diri dengan kondisi dan peran barunya sebagai seorang ibu. Kedua, memberi pendampingan dan dukungan bagi ibu yang melahirkan anak kedua dan seterusnya untuk membentuk pola baru dalam keluarga sehingga perannya sebagai ibu tetap terlaksana dengan baik. Jika ibu dapat melewati masa ini maka kesejahteraan fisik dan psikologis bayi pun akan meningkat (Ambarwati, 2014).

b. Pencegahan, diagnosa dini,dan pengobatan komplikasi

Pemberian asuhan pada ibu nifas diharapkan permasalahan dan komplikasi yang terjadi akan lebih cepat terdeteksi sehingga penanganannya pun dapat lebih maksimal (Ambarwati, 2014).

78

Pendampingan pada ibu pada masa nifas bertujuan agar keputusan tepat dapat segera diambil sesuai dengan kondisi pasien sehingga kejadian mortalitas dapat dicegah (Ambarwati, 2014).

d. Mendukung dan mendampingi ibu dalam menjalankan peran barunya Hal ini sangat penting untuk diperhatikan karena banyak pihak yang beranggapan bahwa jika bayi lahir dengan selamat,maka tidak perlu lagi dilakukan pendampingan bagi ibu, beradaptasi dengan peran barunya sangatlah berat dan membutuhkan suatu kondisi mental yang maksimal (Ambarwati, 2014).

e. Mencegah ibu terkena tetanus

Pemberian asuhan yang maksimal pada ibu nifas, diharapkan tetanus pada ibu melahirkan dapat dihindari (Ambarwati, 2014).

f. Memberi bimbingan dan dorongan tentang pemberian makan anak secara sehat serta peningkatan pengembangan hubungan yang baik antara ibu dan anak.

g. Pemberian asuhan, kesempatan untuk berkonsultasi tentang kesehatan, termasuk kesehatan anak dan keluarga akan sangat terbuka.Bidan akan membuka wawasan ibu dan keluarga untuk peningkatan kesehatan keluarga dan hubungan psikologis yang baik antara ibu, anak, dan keluarga (Ambarwati, 2014).

3. Peran dan tanggung jawab bidan masa nifas

Peran dan tanggung jawab bidan dalam masa nifas ini,antara lain: a. Teman dekat

Awal masa nifas kadang merupakan masa sulit bagi ibu. Oleh karenanya ia sangat membutuhkan teman dekat yang dapat diandalkan dalam mengatasi kesulitan yang dihadapinya. Pola hubungan yang terbentuk antara ibu dan bidan akan sangat ditentukan oleh ketrampilan bidan dalam menempatkan diri sebagai teman dan pendamping bagi ibu.Jika pada tahap ini hubungan yang terbentuk sudah baik maka tujuan dari asuhan akan lebih mudah tercapai (Ambarwati, 2014).

79

b. Pendidik

Masa nifas merupakan masa yang paling efektif bagi bidan untuk menjalankan perannya sebagai pendidik.Tidak hanya ibu sebagai ibu,tetapi seluruh anggota keluarga.Melibatkan keluarga dalam setiap kegiatan perawatan ibu dan bayi serta dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan kesehatan merupakan salah satu teknik yang baik untuk memberikan pendidikan kesehatan (Ambarwati, 2014).

c. Pelaksana asuhan

Dalam menjalankan peran dan tanggung jawabnya, bidan sangat dituntut untuk mengikuti perkembangan ilmu dan pengetahuan yang paling terbaru agar dapat memberikan pelayanan yang berkualitas kepada pasien. Penguasaan bidan dalam hal pengambilan keputusan yang tepat mengenai kondisi pasien sangatlah penting, terutama menyangkut penentuan kasus rujukan dan deteksi dini pasien agar komplikasi dapat dicegah (Ambarwati, 2014).

b. Tahap masa nifas

Masa nifas terbagi menjadi 3 tahapan, yaitu : 1) Puerperium Dini

Suatu masa kepulihan dimana ibu diperbolehkan untuk berdiri dan

berjalan-jalan (Sundawati dan Yanti, 2014).Puerperium dini

merupakan masa kepulihan. Pada saat ini ibu sudah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan (Ambarwati, 2015).

2) Puerperium Intermedial

Suatu masa dimana kepilihan dari organ-organ reproduksi selam kurang lebih 6 minggu (Sundawati dan Yanti, 2014).Puerperium intermedial merupakan masa kepulihan ala-alat genetalia secara menyeluruh yang lamanya sekitar 6-8 minggu (Ambarwati, 2015). 3) Remote Puerperium

Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat kembali dalam keadaan sempurna terutama ibu bila ibu selama hamil atau waktu persalinan mengalami komplikasi (Sundawati dan Yanti, 2014).

80

4) Remote puerpartum merupakan masa yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna, terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna dapat berlangsung selama berminggu-minggu, bulanan, bahkan tahunan (Ambarwati, 2015).

4. Kebijakan program nasional masa nifas

Menurut Kemenkes RI (2015), pelayanan kesehatan ibu nifas oleh bidan dan dokter dilaksanakan minimal 3 kali yaitu :

a. Kunjungan pertama 6 jam- 3 hari post partum. b. Kunjungan kedua 4-28 hari post partum. c. Kunjungan ketiga 29-42 hari post partum.

Dalam Buku Kesehatan Ibu dan Anak juga dituliskan jenis pelayanan yang dilakukan selama kunjungan nifas diantaranya:

1) Melihat kondisi ibu nifas secara umum

2) Memeriksa tekanan darah, suhu tubuh, respirasi, dan nadi

3) Memeriksa perdarahan pervaginam, kondisi perineum, tanda infeksi, kontraksi rahim, tinggi fundus uteri dan memeriksa payudara

4) Memeriksa lokia dan perdarahan 5) Melakukan pemeriksaan jalan lahir

6) Melakukan pemeriksaan payudara dan anjuran pemberian ASI eksklusif

7) Memberi kapsul vitamin A

8) Pelayanan kontrasepsi pascapersalinan

9) Penanganan risiko tinggi dan komplikasi pada nifas 10) Memberi nasihat seperti:

a) Makan makanan yang beraneka ragam yang mengandung karbohidrat, protein hewani, protein nabati, sayur, dan buah-buahan.

b) Kebutuhan air minum ibu menyusui pada 6 bulan pertama adalah 14 gelas sehari dan pada 6 bulan kedua adalah 12 gelas sehari.

81

c) Menjaga kebersihan diri, termasuk kebersihan daerah kemaluan, ganti pembalut sesering mungkin.

d) Istirahat cukup, saat bayi tidur ibu istirahat.

e) Bagi ibu yang melahirkan dengan cara operasi caesar maka harus menjaga kebersihan luka bekas operasi.

f) Cara menyusui yang benar dan hanya memberi ASI saja selama 6 bulan.

g) Perawatan bayi yang benar.

h) Jangan membiarkan bayi menangis terlalu lama, karena akan membuat bayi stres.

i) Lakukan stimulasi komunikasi dengan bayi sedini mungkin bersama suami dan keluarga.

j) Untuk berkonsultasi kepada tenaga kesehatan untuk pelayanan KB setelah persalina.

Tabel 2.6 Asuhan dan jadwal kunjungan rumah

No waktu Asuhan

1 6jam– 3hari

a. Memastikan involusi uterus berjalan dengan normal, uterus berkontraksi, fundus dibawah umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal dan tidak berbau

b. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi, atau perdarahan abnormal

c. Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan dan istirahat

d. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-tanda infeksi

e. Bagaimana tingkatan adaptasi pasien sebagai ibu dalam melaksanakan perannya dirumah

f. Bagaimana perawatan diri dan bayi sehari-hari, siapa yang membantu, sejauh mana ia membantu

2 2 minggu a. Persepsinya tentang persalinan dan kelahiran, kemampuan kopingnya yang sekarang dan bagaimana ia merespon terhadap bayi barunya

82

b. Kondisi payudara, waktu istrahat dan asupan makanan

c. Nyeri, kram abdomen, fungsi bowel, pemeriksaan ekstremitas ibu

d. Perdarahan yang keluar (jumlah, warna, bau), perawatan luka perinium

e. Aktivitas ibu sehari-hari, respon ibu dan keluarga terhadap bayi

f. Kebersihan lingkungan dan personal hygiene

3 6 minggu a. Permulaan hubungan seksualitas, metode dan penggunaan kontrasepsi

b. Keadaan payudara, fungsi perkemihan dan pencernaan c. Pengeluaran pervaginam, kram atau nyeri tungkai Sumber : Sulistyawati (2015)

5. Perubahan fisiologis masa nifas

a. Perubahan sistem reproduksi

1) Involusi uterus

Involusi uterus atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil. Proses involusi uterus adalah sebagai berikut (Yanti dan Sundawati, 2014) :

a) Iskemia miometrium. Hal ini disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus menerus dari uterus setelah pengeluaran plasenta sehingga membuat uterus menjadi relative anemi dan menyebabkan serat otot atrofi.

b) Atrofi jaringan. Atrofi jaringan terjadi sebagai reaksi penghentian hormone estrogen saat pelepasan plasenta.

c) Autolysis Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot uterus. Enzim proteotik akan memendekan jaringan otot yang telah mengendur sehingga panjangnya 10 kali panjang sebelum hamil dan lebarnya 5 kali lebar sebelum hamil yang terjadi selama kehamilan. Hal ini disebabkan karena penurunan hormone estrogen dan progesterone.

83

d) Efek oksitosin. Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot uterus sehingga akan menekan pembuluh darah dan mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses ini membantu untuk mengurangi situs atau tempat implantasi plasenta serta mengurangi perdarahan (Yanti dan Sundawati, 2015).

Ukuran uterus pada masa nifas akan mengecil seperti sebelum hamil.

Tabel 2.7 Perubahan-Perubahan Normal Pada Uterus Selama Postpartum

Involusi Uteri Tinggi Fundus uteri Berat Uterus (gram)

Diameter Uterus

Plasenta lahir Setinggi pusat 1000 12,5 cm 7 hari (minggu 1) Pertengahan pusat dan simpisis 500 7,5 cm 14 hari (minggu 2) Tidak teraba 350 5 cm 6 minggu Normal 60 2,5 cm

Sumber : Yanti dan Sundawati, 2015.

a. Involusi tempat plasenta

Uterus pada bekas implantasi plasenta merupakan luka yang kasar dan menonol ke dalam kavum uteri. Segera setelah placenta lahir,

Dokumen terkait