• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tujuan asuhan persalinan normal adalah menjaga kelangsungan hidup dan memberikan derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya, melalui beragai upaya yang terintegrasi dan lengkap tetapi dengan intervensi yang seminimal mungkin agar prinsip keamanan dan kualitas pelayanan dapat terjaga pada tingkat yang diinginkan (JNPK-KR, 2014.Hal 3).

Tujuan asuhan persalinan adalah mengupayakan kelangsungan hidup dan mencapai derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya, melalui berbagai upaya yang terintegrasi dan lengkap serta intervensi minimal sehingga prinsip keamanan dan kualitas pelayanan dapat terjaga pada tingkat yang optimal (Prawirohardjo, 2011.Hal 335).

58 Langkah Asuhan Persalinan Normal menurut Prawirohardjo (2011, hal 341) yaitu :

a) Melihat tanda dan gejala kala dua

(1) Mengamati tanda dan gejal persalinan kala dua (a) Ibu mempunyai keinginan untuk meneran

(b) Ibu merasa tkanan yang semakin meningkat pada rektum dan vaginanya

(c) Perineum menonjol

b) Menyiapkan pertolongan persalinan

(2) Memastikan perlengkapan, bahan, dan obat-obatan esensial siap digunakan. Mematahkan ampul oksitosi 10 unit dan menempatkan tabung suntik steril sekali pakai di dalam partus set

(3) Mengenakan baju penutup atau celemek plastik yang bersih

(4) Melepaskan semua perhiasan yang dipakai dibawah siku, mencuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir dan mengeringkan tangan dengan handuk satu kali pakai atau pribadi yang bersih

(5) Memakai sarung tangan dengan DTT atau steril untuk semua pemeriksaan dalam

(6) Mengisap oksitosin 10 unit kedalam tabung suntik (dengan memakai sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi atau steril) dan meletakkan kembali di partus set atau wadah desinfksi tingkat tinggi atau steril tanpa mengontaminasi tabung suntik.

c) Memastikan pembukaan lengkap dengan janin baik

(7) Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati dari depan kebelakang dengan menggunakan kapas atau kasa yang sudah di basahi air desinfeksi tingkat tinggi jika mulut vagina, perineum, atau anus terkontaminasi oleh kotoran ibu, membersihkannya dengan seksama dengan cara menyeka dari depan ke belakang. Membuang kapas atau kasa yang terkontaminasi dalam wadah yang benar.mengganti sarung tangan jika terkontaminasi (meletakkan kedua sarung tangan tersebut

dengan benar didalam larutan dekontaminasi, selanjutnya langkah # 9)

(8) Dengan menggunakan teknik antiseptic, melakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan bahwa pembukaan serviks sudah lengkap. Bila selaput ketuban belum pecah, sedangkan pembukaan sudah lengkap, lakukan amniotomi.

(9) Dekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tamgan yang masih memakai sarung tangan kotor kedalam larutan klorin 0,5 % dan kemudian melepaskannya dalam keadaan terbalik serta merendamnya di dalam larutan klorin 0,5 % selam 10 menit. Mencuci kedua tangan setelah sarung tangan dilepaskan.

(10) Memeriksa denyut jantung janin setelah kontraksi berakhir untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (100-180x/menit) (a) Mengambil tidakan yang sesuai jika DJJ tidak normal

(b) Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ, dan semua hasil-hasil penilaian serta asuhan lainnya pada partograf d) Menyiapkan ibu dan keluarga untuk membantu proses pimpinan

meneran

(11) Memberi tahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik. Membantu ibu berada dalam posisi yang nyaman sesuai dengan keinginannya.

(a) Tunggu ibu hingga mempunyai keinginan untuk meneran. Melanjutkan pemantuan kesehatan dan kenyamanan ibu serta janin sesuai dengan pedoman persalinan aktif dan mendokumentasikan temuan-temuan yang ada

(b) Menjelaskan pada anggota keluarga bagaiman mereka dapat mendukung dan memberi semangat kepada ibu saat ibu mulai meneran

(12) Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu utuk meneran. (Pada saat ada his, bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan ia merasa nyaman).

(13) Melakukan pimpinan meneran saat Ibu mempunyai dorongan yang kuat untuk meneran:

(a) Membimbing ibu untuk meneran saat ibu mempunyai keinganan untuk meneran

(b) Mendukung dan memberi semangat atas usaha ibu untuk meneran.

(c) Membantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya (tidak meminta ibu berbaringterlentang).

(d) Menganjurkan ibu untuk beristirahat di antara kontraksi.

(e) Menganjurkan keluarga untuk mendukung dan memberi semangat pada ibu.

(f) Menganjurkan asupan cairan per oral. (g) Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai.

(h) Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum akan terjadi segera dalam waktu 120 menit (2jam) meneran untuk ibu primipara atau 60/menit (1 jam) untuk ibu multipara, merujuk segera.

(i) Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang aman. Jika ibu belum ingin meneran dalam 60

menit,anjurkan ibu untuk mulai meneran pada puncak kontraksi-kontraksi tersebut dan beristirahat diantara kontraksi-kontraksi.

(j) Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum akan terjadi segera setelah 60 menit meneran, merujuk ibu dengan segera. e) Persiapan pertolongan kelahiran bayi

(14) Meletakkan handuk bersih di atas perut ibu untuk mengeringkan bayijika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm. (15) Meletakkan kain yang bersih dilipat 1/3 bagian, di bawah bokong

ibu.

(16) Membuka partus set.

(17) Memakai sarung tangan DTT atau steril pada kedua tangan. f) Menolong kelahiran bayi

Lahirnya kepala

(18) Saat kepala bayi membuka vulva dengan diameter 5-6 cm, lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi kain tadi, letakkan tangan yang lain di kelapa bayi dan lakukan tekanan yang lembut dan tidak menghambat pada kepala bayi, membiarkan kepala keluar lahan. Menganjurkan ibu untuk meneran perlahan-lahan atau bernapas cepat saat kepala lahir.

(19) Dengan lembut menyeka muka, mulut, dan hidung bayi dengan kain atau kassa yang bersih.(langkah ini tidak harus dilakukan) (20) Memeriksa lilitan tali pusat dan mengambil tindakan yang sesuai

jika hal itu terjadi, dan kemudian meneruskan segera proses kelahiran bayi :

(a) Jika tali pusat melilit leher janin dengan longgar, lepaskan lewat bagian atas kepala bayi.

(b) Jika tali pusat melilit leher bayi dengan erat, mengklemnya di dua tempat dan memotongnya.

(21) Menunggu hingga kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan.

Lahirnya Bahu

(22) Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, tempatkan kedua tangan di masing-masing sisi muka bayi. Menganjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi berikutnya. Dengan lembut menariknya ke arah bawah dan kearah keluar hingga bahu anterior muncul di bawah arkus pubis dan kemudian dengan lembut menarik ke arah atas dan ke arah luar untuk melahirkan bahu posterior.

(23) Setelah kedua bahu dilahirkan, menelusurkan tangan mulai kepala bayi yang berada di bagian bawah ke arah perineum tangan, membiarkan bahu dan lengan posterior lahir ke tangan tersebut. Mengendalikan kelahiran siku dan tangan bayi saat melewati perineum, gunakan lengan bagian bawah untuk menyangga tubuh bayi saat dilahirkan. Menggunakan tangan anterior (bagian atas) untuk mengendalikan siku dan tangan anterior bayi saat keduanya lahir.

(24) Setelah tubuh dari lengan lahir, menelusurkan tangan yang ada di atas (anterior) dari punggung ke arah kaki bayi untuk menyangganya saat panggung dari kaki lahir. Memegang kedua mata kaki bayi dengan hati-hati membantu kelahiran kaki.

(25) Menilai bayi dengan cepat, (dalam 30 detik), kemudian meletakkan bayi diatas perut ibu dengan posisi kepala bayi sedikit lebih rendah dari tubuhnya (bila tali pusat terlalu pendek, meletakkan )

(26) Segera mengeringkan bayi, membungkus kepala dan badan bayi kecuali bagian pusat.

(27) Menjepit tali pusat menggunakan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi. Melakukan urutan pada tali pusat mulai dari klem kearah ibu dan memasang klem kedua 2 cm dari klem pertama (ke arah ibu) (28) Memegang tali pusat dengan satu tangan, melindungi bayi dari

gunting dan memotong tali pusat diantara dua klem tersebut

(29) Mengeringkan bayi, mengganti handuk yang basah dan menyelimuti bayi dengan kain atau selimut yang bersih dan kering, menutupi bagian kepala membiarkan tali pusat terbuka. Jika bayi mengalami kesulitan bernafas, ambil tindakan yang sesuai

(30) Memberikan bayi pada ibu dan menganjurkan ibu untuk memeluk bayinya dan memulai pemberian ASI jika ibu menghendakinya h) Oksitosin

(31) Meletakkan kain yang bersih dan kering. Melakukan palpasi abdomen untuk menghilangkan kemungkinan adanya bayi kedu (32) Memberitahu ibu bahwa ibu akan di suntik

(33) Dalam waktu 2 menit setelah kelahiran bayi, berikan suntikan oksitosin 10 unit I.M. di gluteus atau 1/3 atas paha kanan ibu bagian luar, setelah mengaspirasinya terlebih dahulu

i) Penegangan Tali Pusat Terkendali

(34) Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva.

(35) Meletakkan satu tangan di atas kain pada perut bawah ibu (di atas simfisis), untuk mendeteksi kontraksi. Tangan lain memegang klem untuk menegangkan tali pusat.

(36) Menunggu uterus berkontraksi dan kemudian melakukan penegangan ke arah bawah pada tali pusat dengan lembut. Melakukan tekanan yang berlawanan arah pada bagian bawah uterus dengan cara menekan uterus ke arah atas dan belakang (dorso kranial) dengan hati-hati untuk membantu mencegah terjadinya inversio uteri. Jika plasenta tidak lahir setelah 30–40 detik, menghentikan penegangan tali pusat dan menunggu hingga kontraksi berikut mulai. Jika uterus tidak berkontraksi, meminta ibu atau seorang anggota keluarga untuk melakukan ransangan puting susu.

j) Mengeluarkan plasenta

(37) Setelah plasenta terlepas, meminta ibu untuk meneran sambil menarik tali pusat kearah bawah dan kemudian kearah atas, mengikuti kurva jalan lahir sambil menruskan tekanan berlawanan arah pada uterus.

(a) Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar 5-10 cm dari vulva.

(b) Jika plasenta tidak lepas setelah melakukan penegangan tali pusat selama 15 menit:

(i) Mengulangi pemberian oksitosin 10 unit IM.

(ii) Menilai kandung kemih dan mengkateterisasi kandung kemih dengan menggunakan teknik aseptik jika perlu. (iii) Meminta keluarga untuk menyiapkan rujukan.

(iv) Mengulangi penegangan tali pusat selama 15 menit berikutnya.

(v) Merujuk ibu jika plasenta tidak lahir dalam waktu 30 menit sejak kelahiran bayi

(38) Jika plasenta terlihat di introitus vagina, melanjutkan kelahiran plasenta dengan dua tangan dan dengan dua tangan dan dengan hati-hati memutar plasenta hingga selaput ketuban terrpilin. Dengan lembut perlahan melahirkan selaput ketuban tersebut. (Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril dan memeriksa vagina dan serviks ibu dengan seksama. Menggunakan jari-jari tangan atau klem atau forseps disinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk melepaskan bagian selaput yang tertinggal)

k) Pemijatan uterus

(39) Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, meletakkan telapak tangan di fundus dan melakukan masase dengan gerakan

melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi (fundus menjadi keras).

l) Menilai perdarahan

(40) Memeriksa kedua sisi plasenta baik yang menempel ke ibu maupun janin dan selpaut ketuban untuk memastikan bahwa plasenta dan selaput ketuban lengkap dan utuh. Meletakkan plasenta di dalam kantung plastik atau khusus.

(Jika uterus tidak berkontraksi setelah melakukan masase selama 15 .detik mengambil tindakan yang sesuai)

(41) Mengevaluasi adanya laserasi pada vagina dan perineum dan segera menjahit laserasi yang mengalami perdarahan aktif.

m) Melakukan prosedur pasca persalinan

(42) Menilai ulang uterus dan memastikannya berkontraksi dengan baik.

(43) Mencelupkan kedua tangan yang memakai sarung tangan kedalam larutan klorin 0,5 %; membilas kedua tangan yang masih bersarung tangan tersebut dengan air disinfeksi tingkat tinggi dan mengeringkannya dengan kain yang bersih dan kering.

(44) Menempatkan klem tali pusat disinfeksi tingkat tinggi atau steril atau mengikatkan tali desinfeksi tingkat tinggi dengan simpul ,mati dan sekeliling tali pusat sekitar 1 cm dari pusat.

(45) Mengikat satu lagi simpul mati di bagian pusat yang bersebrangan dengan simpul mati yang pertama.

(46) Melepaskan klem bedah dan meletakkanya kedalam larutan klorin 0,5 %.

(47) Menyelimuti kembali bayi dan menutupi bagian kepalanya. Memastikan handuk atau kainnya bersih atau kering.

(48) Menganjurkan ibu untuk memulai pemberian ASI.

(49) Melanjutkan pemantauan kontraksi uterus dan perdarahan prvaginam:

(a) 2 sampai 3 kali dalam 15 menit pertama pascapersalinan. (b) Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pascapersalinan. (c) Setiap 20-30 menit pada jam kedau pascapersalinan.

(d) Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, laksanakan perawatan yang sesuai untuk penatalksanaan atonia uteri. (e) Jika ditemukan laserasi yang memerlukan penjahitan, lakukan

penjahitan dengan anestesia lokal dan menggunakan teknik yang sesuai.

(50) Mengajarkan pada ibu atau keluarga bagaimana melakukan masase uterus dan memeriksa kontraksi uterus.

(51) Mengevaluasi kehilangan darah.

(52) Memeriksa tekanan darah, nadi, dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama satu jam pertama pasca persalinan dan sertiap 30 menit selama jam kedua pascapersalinan.

(a) Memeriksa temperatur tubuh ibu sekali setiap jam selama dua jam pertama pascapersalinan.

(b) Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal.

n) Kebrsihan dan keamanan

(53) Menempatkan semua peralatan didalam larutan klorin 0,6 % untuk dekontaminasi (10 menit). Mencuci dan membilas peralatan setelah dekontaminasi.

(54) Membuang bahan-bahan yang terkontaminasi ke dalam tempat sampah yang sesuai.

(55) Membersihkan ibu dengan menggunakan air desinfeksi tingkat tinggi. Membersihkan cairan ketuban, lendir, dan darah. Membantu ibu memakai pakaian yang bersih dan kering.

(56) Memastikan bahwa ibu nyaman. Membantu ibu memberikan ASI. Menganjurkan keluarga untuk memberikan ibu minuman dan makanan yang diinginkan.

(57) Mendekontaminasi daerah yang digunakan untuk melahirkan dengan larutan klorin 0,5 % dan membilas dengan air bersih. (58) Mencelupkan sarung tangan kotor kedalam larutan klorin 0,5 %,

membalikkan bagian dalam keluar dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5 % selama 10 menit.

(59) Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir. o) Dokumentasi

6. Pemantauan partograf

Partograf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala satu persalinan dan informasi untuk membuat keputusan kliik (JNPK, 2014). Tujuan utama penggunaan partograf adalah unuk :

a) Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai pembukaan serviks melalui pemeriksaan dalam.

b) Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal. Dengan demikian juga dapat mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya partus lama.

c) Data pelengkap terkait dengan pemantauan kondisi ibu, kondisi bayi, grafik kemajuan proses persalinan, bahan dan mendikamentosa yang diberikan, pemeriksaan labraturium, membuat keputusan klinik dan asuhan atau tindakan yang diberikan dimana semua itu dicatatkan secara rinci pada status atau rekam medik ibu bersalin dan bayi baru lahir (JNPK, 2014. H 57).

Hal-hal yang harus dicatat dalam partograf menurut Saefudin (2011, h N-12) yaitu :

a) Denyut jantung janin dicatat setiap 1 jam.

b) Air ketuban, catat warna air ketuban setiap melakukan pemeriksaan vagina :

(1) U : selaput utuh

(2) J : selaput pecah, air ketuban jernih (3) M : air ketuban bercampur mekonium (4) D : air ketuban bernoda darah

(5) K : tidak ada cairan ketuban/kering

c) Perubahan bentuk kepala janin (molding atau molase) (1) 0 : sutura terpisah

(2) 1 : sutura (pertemuan dua tulang tengkorak) yang tepat/bersesuaian (3) 2 : sutura tumpang tindih tetapi dapat diperbaiki

(4) 3 : sutura tumpang tindih dan tidak dapat diperbaiki

d) Pembukaan mulut rahiim (serviks). Dinilai setiap 4 jam dan diberi tanda silang (x).

e) Penurunan

Mengacu pada bagian kepada kepala (dibagi 5 bagian) yang teraba (pada pemerikaan abdomen/luar) di atas simpisis pubis, catat dengan tanda lingkaran (O) pada pemeriksaan dalam. Pada posisi 0/5, sinsiput (S) atau paruh atas kepala berada di disimpisis pubis.

f) Waktu

Menyatakan berapa jam waktu yang telah dijalani sesudah pasien diteria.

g) Jam. Catat jam sesungguhnya. h) Kontraksi.

Catat setiap setengah jam, lakukan palpasi untuk mengitung banyaknya kontraksi dalam 10 menit dan lamanya tiap-tiap kontraksi dalam hitungan detik :

(1) Kurang dari 20 detik (2) Antara 20 dan 40 detik (3) Lebih dari 40 detik

i) Oksitosin. Jika memakai oksitosin catatlah banyaknya oksitosin per volume cairan infus dan dalam tetesan per menit.

j) Obat yang diberikan. Catat obat yang diberikan.

k) Nadi. Catatlah setiap 30-60 menit dan tandai dengan sebuah titik besar. l) Tekanan darah dicatat dalam 4 jam dan ditandai dengan anak pana. m) Suhu badan dicatat dalam 2 jam

n) Protein, aseton, dan volume urine dicatat setiap kali ibu berkemih. 7. Persalinan yang Berisiko (Tindakan Kolaborasi)

Kondisi dan komplikasi yang dibahas adalah yang paling umum terjadi, dan pada kenyataannya dapat terjadi sebelum atau tanpa persalinan.

a. Seksio sesaria sebelumnya.

Risiko untuk wanita mengalami ruptur uterus ketika berusaha menjalani persalinan melalui vagina setelah seksio sesaria sebelumnya, risiko meningkat jika persalinan diinduksi dengan zat selain prostaglandin.

Risiko untuk wanita yang mengalami seksio sesaria berulang adalah cedera pada kandung kemih dan usus, perdarahan, infeksi luka dan peningkatan masalah pernapasan pada bayi baru lahir.

b. Persalinan / kelahiran prematur

Persalinan yang dimulai setiap saat setelah awal minggu gestasi ke-20 sampai akhir minggu gestasi ke-37. Faktor resiko predisposisi:

a) Status sosial ekonomi rendah b) Status nutrisi yang buruk

c) Riwayat persalinan atau kelahiran prematur

e) Jarak yang pendek antar kehamilan f) Kehamilan kembar

g) Penyalahgunaan zat (sigaret, alkohol, obat - obatan) h) Asuhan pranatal yang tidak adekuat

i) Anomali uterus j) Ketuban pecah dini

k) Kekerasan fisik yang parah selama kehamilan l) Abrupsioplasenta atau plasenta previa

m) Kematian janin n) Polihidramnion c. Ketuban pecah dini

Didefinisikan sebagai pecah ketuban sebelum awitan persalinan, tanpa memerhatikan usiagestasi. Sesuai dengan jam dari waktu pecah sampai awitan persalinan.

d. Amnionitis dan korioamnionitis

Amnionitis adalah inflamasi kantong amnion dan cairan

amnion.Korioamnionitis adalah inflamasi korion.Kondisi ini hampir selalu berdampingan. Paling sering terjadi akibat ketuban pecah yang lama (lebih dari 24 jam), dengan atau tanpa persalinan yang memanjang, pada pemeriksaan dalam atau manipulasi vagina atau prosedur intrauteri yang berulang.

1) Prolaps tali pusat

Ada dua jenis prolaps tali pusat yaitu menumbung (frank): masuk kedalam serviks dan terkemuka (occult): berada disamping

bagian presentasi, tetapi tidak masuk kedalam serviks. Bahayanya adalah hipoksia janin.

2) Lilitan tali pusat

Menurut ManuabaMenurut Manuaba (2012;h507) bahwa tali pusat yang terlalu panjang dapat terjadi lilitan beberapa kali di leher hingga sampai 4 kali. Aktifitas janin yang banyak dapat menimbulkan simpul tali pusat sehingga apabila terjadi tarikan, maka simpul dapat menyebabkan aliran nutrisi dan O2 berkurang dan mengakibatkan fetal distress sampai janin meninggal dunia.

3) Disporposi sefalopelvik

Adalah disporposi antara ukuran janin (ukuran janin besar, bahu lebar) dan ukuran pelviks (riwayat fraktur dan perviks yang sempit).Indikasi lainnya seperti malpresentasi.

4) Disfungsiuterus

Diidentifikasi berdasarkan sedikitnya kemajuan pendataran serviks atau dilatasi atau penurunan bagian presentasi janin. Disfungsi uterus dapat mencerminkan masalah biokimia pada wanita yang disebabkan, sebagai contoh, oleh stres, yang mengakibatkan perubahan produksi endorfin dan katekolamin, pada akhirnya akan mempengaruhi aktivitas uterus.

5) Kelelahan ibu (distres maternal: ketoasidosis) (Varney, 2008; h.780).

Dokumen terkait