• Tidak ada hasil yang ditemukan

Net Operating Assets

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.2 Analisis Hasil Penelitian .1Statistik deskriptif .1Statistik deskriptif

4.2.2 Uji asumsi klasik

Syarat yang menjadi dasar penggunaan model regresi berganda dengan metode estimasi Ordinary Least Square (OLS) adalah dipenuhinya semua asumsi klasik, agar hasil pengujian bersifat tidak bias dan efisien (Best Linear Unbiased Estimator). Best artinya yang terbaik, dalam arti garis regresi merupakan estimasi atau ramalan yang baik dari suatu sebaran data. Garis regresi merupakan cara memahami pola hubungan antara dua seri data atau lebih. Garis regresi adalah best jika garis itu menghasilkan error yang

terkecil. Error itu sendiri adalah perbedaan antara nilai observasi dan nilai yang diramalkan oleh garis regresi. Jika best disertai sifat unbiased, maka estimator regresi disebut efisien. Estimator regresi akan disebut linear

apabila, estimator itu merupakan fungsi linear dari sampel. Pengujian asumsi klasik dalam penelitian ini dilakukan dengan bantuan program statistik. Menurut Ghazali (2006: 123), asumsi klasik yang harus dipenuhi adalah:

• Berdistibusi normal.

Non-Multikolinearitas, artinya antara variabel independen dalam model regresi tidak memiliki korelasi atau hubungan secara sempurna ataupun mendekati sempurna.

Non-Autokorelasi, artinya kesalahan pengganggu dalam model regresi tidak saling berkorelasi.

Non-Heterokedastisitas, artinya variance variabel independen dari satu pengamatan ke pengamatan lain adalah konstan atau sama.

4.2.2.1Uji normalitas

Uji data statistik dengan model Kolmogorov-Smirnov dilakukan untuk mengetahui apakah data sudah terdistribusi secara normal atau tidak. Ghazali (2006: 115), memberikan pedoman pengambilan keputusan rentang data mendekati atau merupakan distribusi normal berdasarkan uji

Kolmogorov Smirnov yang dapat dilihat dari:

a) nilai sig. atau signifikan atau probabilitas < 0,05, maka distribusi data adalah tidak normal,

b) nilai sig. atau signifikan atau probabilitas > 0,05, maka distribusi data adalah normal.

Hasil uji normalitas dengan menggunakan model Kolmogorov-Smirnov

Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 40

Normal Parametersa,,b Mean .0000000

Std. Deviation .03861796

Most Extreme Differences Absolute .112

Positive .066

Negative -.112

Kolmogorov-Smirnov Z .708

Asymp. Sig. (2-tailed) .697

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

Sumber : Output SPSS, diolah Penulis, 2012

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa hasil pengujian statistik dengan model Kolmogorov-Smirnov telah terdistribusi normal karena nilai Asymp.Sig (2-tailed) Kolmogorov-Smirnov 0,697 lebih besar dari 0,05. Berikut ini ditampilkan hasil uji normalitas dengan menggunakan grafik Histogram dan Plot.

Gambar 4.1 Uji Normalitas Data

Sumber : Output SPSS, diolah Penulis, 2012

Grafik histogram di atas menunjukkan bahwa data telah terdistribusi secara normal, hal ini dapat dilihat dari grafik histogram yang menunjukkan distribusi data mengikuti garis diagonal yang tidak menceng (skewness) kiri maupun menceng ke kanan. Hasil penelitian ini juga didukung hasil uji normalitas dengan menggunakan grafik plot pada Gambar 4.2

Gambar 4.2 Uji Normalitas Data Sumber : Output SPSS, diolah Penulis, 2012

Menurut Ghazali (2006: 112), pendeteksian normalitas dapat dilakukan dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik, yaitu jika data (titik) menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, hal ini menunjukkan data yang telah terdistribusi normal. Gambar 4.2 menunjukkan bahwa data (titik) menyebar di sekitar dan mendekati garis diagonal, hal ini sejalan dengan hasil pengujian dengan menggunakan histogram bahwa data telah terdistribusi normal. Secara keseluruhan data telah terdistribusi secara normal.

Namun,untuk hasil olah data selanjutnya tidak menunjukkan hal yang sama dengan uji normalitas, karena hasil pada uji normalitas tidak berlaku pada pengujian asumsi klasik yang lainnya. Apabila menggunakan data sebelumnya, hasil pengolahan data yang ada tidak akan lulus uji multikolinieritas, uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi. Maka, peneliti melakukan transformasi data ke model logaritma natural (Ln). Transformasi data ke dalam bentuk logaritma natural menyebabkan data yang bernilai negatif tidak dapat ditransformasi sehingga menghasilkan missing values. Setiap data yang terdapat missing values

akan dihilangkan dan diperoleh jumlah sampel yang valid menjadi 40 pengamatan.

4.2.2.2Uji multikolinieritas

Ada atau tidaknya multikolinieritas dalam model regresi, dapat dilihat dari nilai tolerance dan lawannya.nilai variance Inflatin Factor

(VIF).

Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya.

Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi, nilai

Tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF yang tinggi (karena VIF = 1/tolerance). Nilai cut off yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya mutikolineritas adalah nilai Tolerance < 0,10 atau sama dengan VIF > 10 (Ghazali, 2006: 91).

Tabel 4.3

Hasil Uji Multikolinearitas

Coefficientsa Model Collinearity Statistics Tolerance VIF 1 LN_CR .429 2.329 LN_WCT .429 2.329

a. Dependent Variable: LN_ROI

Sumber : Output SPSS, diolah Penulis, 2012

Berdasarkan tabel 4.3, dapat disimpulkan bahwa penelitian ini bebas dari adanya multikolinieritas. Hasil pengujian tersebut dapat dilihat dengan membandingkannya nilai Tolerance atau VIF. Masing-masing variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini memiliki nilai

Tolerance yang lebih besar dari 0,10 yaitu 0,429. Jika dilihat dari VIFnya, masing-masing variabel bebas lebih kecil dari 10 yaitu sebesar 2,329. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa tidak terjadi gejala multikolinieritas dalam variabel bebasnya.

4.2.2.3Uji heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk melihat apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika variance dari satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda

disebut heteroskedastisitas” Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghazali,2006: 105).

Pendeteksian gejala heteroskedastisitas adalah dengan melihat grafik scatterplot yang dihasilkan dari pengolahan data menggunakan program SPSS. Dasar pengambilan keputusannya menurut Ghazali (2006: 105) adalah sebagai berikut:

1. jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas,

2. jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

Berikut ini dilampirkan grafik scatterplot untuk menganalisis apakah terjadi gejala heteroskedastisitas atau tidak dengan cara mengamati penyebaran titik-titik pada grafik.

Gambar 4.3

Hasil Uji Heteroskedastisitas

Dari grafik scatterplot terlihat, bahwa titik-titik menyebar cukup baik diatas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y, hal ini dapat menyimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi. Dengan demikian, model ini layak dipakai untuk memprediksi profitabilitas pada perusahaan industri farmasi yang terdaftar di bursa efek indonesia berdasarkan masukan variabel independen perputaran modal kerja dan current ratio.

4.2.2.4Uji autokorelasi

Uji ini bertujuan untuk melihat apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi antar kesalahan pengganggu pada periode t dengan

kesalahan pada periode t-1 atau sebelumnya. Autokorelasi muncul karena observasi yang bertujuan sepanjang tahun satu dengan lainnya. Hal ini sering ditemukan pada time series. Pada data crossection, masalah autokorelasi relatif tidak sejati. Uji yang digunakan dalam penelitian ini untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi dapat dilihat dengan menggunakan uji Durbin-Watson.

Uji Durbin-Watson (DW)

Uji Durbin-Watson hanya digunakan untuk autokorelasi tingkat satu (first autocorection) dan mensyaratkan adanya intercept (konstanta) dalam model regersi dan tidak ada variabel lagi diantara variabel dependen. Kriteria untuk penilaian terjadinya autokorelasi yaitu:

1) angka D-W di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif,

2) angka D-W di antara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi, 3) angka D-W di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif.

Tabel 4.4 Hasil Uji Autokorelasi

Model Summaryb Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of

the Estimate Durbin-Watson

1 .713a .508 .482 .84171 2.042

a. Predictors: (Constant), LN_WCT, LN_CR b. Dependent Variable: LN_ROI

Sumber : Output SPSS, diolah Penulis, 2012

Tabel 4.4 menunjukkan hasil uji autokorelasi variabel penelitian. Berdasarkan hasil pengujiannya, dapat dilihat bahwa tidak terjadi

autokorelasi antar kesalahan pengganggu antar periode yang ditunjukkan dari nilai Durbin-Watson (D-W) sebesar 2,042. Angka D-W berada diantara -2 dan 2, yang mengartikan bahwa angka DW lebih besar dari -2 dan mendekati 2 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada autokorelasi positif maupun negatif.

Dokumen terkait