• Tidak ada hasil yang ditemukan

Asumsi Paradigma Penelitian Kuantitatif dan

Bagian 4 : Paradigma Penelitian

B. Paradigma Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif

3. Asumsi Paradigma Penelitian Kuantitatif dan

Mengenal asumsi dan perbedaan paradigma penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif akan lebih mudah dan jelas bila kita memahami asumsinya dengan beragam hal yang sangat mendasar di dalam kedua metodologi penelitian tersebut. Penggunaan metodologi penelitian kualitatif berbeda dengan penggunaan metodologi penelitian kuantitatif bukan sekedar karena menghadapi perbedaan “subjek matter”, atau karena disiplin ilmu yang berbeda, tetapi secara mendasar karena perbedaan keyakinan keilmuan yang bersumber pada penggunaan paradigma berpikir yang berbeda.

Bilamana kita bisa memahami perbedaan itu secara tepat, maka kita akan mampu memisahkan kedua metodologi penelitian tersebut dengan penuh kesadaran dan berada pada penglihatan batas yang jelas. Dengan demikian di dalam melakukan aktivitas penelitian, kita tidak akan mudah tersesat atau dengan sangat gegabah mencampuradukkan beragam pengertian dasar dari dua jenis metodologi tersebut.

Penelitian kuantitatif mencakup setiap jenis penelitian yang didasarkan perhitungan persentase, rata-rata, dan perhitungan statistik lainnya. Artinya, penelitian kuantitatif adalah bersifat perhitungan atau angka atau kuantitas. Sedangkan penelitian kualitatif diartikan sebagai penelitian yang tidak mengadakan perhitungan. Artinya, penelitian kualitatif adalah penelitian yang bersifat deskriptif, alamiah dan tidak menggunakan perhitungan atau angka. Asumsi dari kedua paradigma penelitian tersebut juga jelas berbeda, baik kuantitatif maupun kualitatif.

Selanjutnya akan digambarkan perbedaan asumsi-asumsi dari paradigma Kuantitatif dengan Kualitatif lengkap dengan pertanyaan-pertanyaan penelitian yang digunakan masing-masing paradigma serta implementasi dalam penelitian berdasarkan asumsi-asumsi dan pertanyaan-pertanyaan penelitian dari masing-masing paradigma, sebagai berikut:

Tabel 2:

Asumsi Paradigma Kuantitatif dan Kualitatif

No Asumsi Pertanyaan Kuantitatif Kualitatif

1. Asumsi

Ontologi

Apakah realitas itu secara alamiah?

Realitas itu objektif, dan tunggal, terpisah dari peneliti Realitas itu subjektif dan ganda, seperti yang dilihat oleh peneliti dalam studinya 2. Asumsi Epistemolo gi Apa hubungan peneliti dengan yang diteliti? Peneliti tidak tergantung dari yang diteliti Peneliti berinteraksi dengan apa yang diteliti

3. Asumsi

Nilai

Apa peran nilai?

Bebas nilai dan tidak bias

Tidak bebas nilai dan bias 4. Asumsi Bahasa Apa bahasa penelitian? Formal Berdasarkan pada seperangkat definisi Bahasa yang tidak personal (impersonal) Menggunakan kata-kata yang diterima secara kuantitatif Informal Terkandung dalam definisi Bahasa personal Menggunakan kata-kata yang diterima oleh kualitatif 5. Asumsi Metodologi

Apa proses dari penelitian?

Proses deduktif

Sebab dan akibat

Disain yang statis, kategori-kategori terisolasi sebelum studi dilakukan Proses induktif Faktor-faktor dibentuk secara bersama Disain berkembang, kategori-kategori

Bebas konteks Generalisasi digunakan untuk memprediksi, menjelaskan dan memahami Keakuratan dan keajegan melalui validitas dan reliabilitas diidentifikasi selama proses penelitian Terikat pada konteks Pola (kerangka), teori-teori dikembangkan untuk memahami Keakuratan dan keajegan melalui verifikasi

Sumber: Menurut Firestone (1987); Guba & Lincoln (1988) dan McCracken (1988), dalam Creswell, 1994:4-5.

Tabel di atas menunjukkan asumsi paradigma kualitatif dan kuantitatif berdasarkan pendekatan ontologis, epistemologis, nilai, bahasa dan metodologis (Creswell, 1994). Kedua paradigma pendekatan penelitian tersebut nampak sekali mempunyai asumsi/ aksioma dasar filosofis dan paradigma berbeda yang menurut Lincoln & Guba (1985) perbedaan tersebut terletak dalam asumsi/ aksioma tentang kenyataan, hubungan pencari tahu dengan tahu (yang diketahui), generalisasi, kausalitas, dan masalah nilai.

Menurut Lincoln & Guba (1985) pandangan positivisme dari sudut ontologi meyakini bahwa realitas merupakan suatu yang tunggal dan dapat dipecah-pecah untuk dipelajari/ dipahami secara bebas, obyek yang diteliti bisa dieliminasikan dari obyek-obyek lainnya, sedangkan dalam pandangan fenomenologi kenyataan itu merupakan suatu yang utuh, oleh karena itu obyek harus dilihat dalam suatu konteks natural tidak dalam bentuk yang terfragmentasi. Dari sudut epistemologi, positivisme mensyaratkan adanya dualisme antara subyek peneliti dengan obyek yang ditelitinya, pemilahan ini dimaksudkan agar dapat diperoleh hasil yang obyektif.

Sementara itu dalam pandangan Fenomenologis subyek dan obyek tidak dapat dipisahkan dan aktif bersama dalam memahami berbagai gejala. Berdasarkan paham Fenomenologi ini, dalam/ berkenaan

dengan pengetahuan manusia terdapat dua hal yang pokok yaitu subjek ―yang ingin mengetahui‖ dan objek ―yang akan diketahui‖. Subjek dan objek ini dapat dibedakan secara jelas dan tegas, tetapi tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Keduanya harus ada, keduanya merupakan satu kesatuan asasi bagi terwujudnya pengetahuan manusia. Oleh Sonny Keraf dan Mikhael Dua (2001: 19) dinyatakan: ―Supaya ada pengetahuan, keduanya niscaya ada, Yang satu tidak pernah ada tanpa yang lain‖. Pendapat ini juga sejalan dengan pendapat Merleau Ponty (dalam Bertens, 1985: 345) yang menyatakan: ―Ia (fenomenologi) sangat menekankan hubungan dialektis antara subjek dan dunianya: tidak ada subjek tanpa dunia dan tidak ada dunia tanpa subjek‖. Oleh karena itu menurut Husserl agar terwujud pengetahuan, subjek harus terarah pada objek agar dapat diketahui sebagaimana adanya, sebaliknya objek harus terbuka kepada subjek agar dapat pula diketahui sebagaimana adanya.

Di sini perlu dipahami bahwa keterarahan subjek kepada objek hanya akan menghasilkan pengetahuan apabila subjek yaitu manusia memiliki kesamaan-kesamaan dengan objek yang diamati. Kalau tidak, objek tidak mungkin dapat diketahui, objek akan berlalu begitu saja. Dengan kata lain pengetahuan itu hanya mungkin terwujud apabila manusia itu sendiri memiliki kesamaan dengan objek sebagai realitas di alam semesta ini.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hanya melalui dan berkat unsur jasmaninya manusia dapat mengetahui objek yang berada di sekitarnya. Tanpa itu manusia tidak mampu mengetahui dunia dan segala isinya. Pada tingkat ini pengetahuan manusia dianggap bersifat temporal, konkret, jasmani, inderawi. Tetapi manusia tidak hanya memiliki tubuh jasmani, melainkan juga memiliki jiwa atau dalam hal ini akal budinya sehingga mampu mengangkat pengetahuan yang bersifat temporal, konkret, jasmani-inderawi ke tingkat pengetahuan yang lebih tinggi yaitu tingkat abstrak dan universal. Ini berarti manusia berkat akal budinya tidak hanya dapat mengetahui pengetahuan yang konkret yang ditangkap melalui pengamatan indera tetapi dimungkinkan mencapai pengetahuan yang abstrak dan universal yang berlaku umum bagi objek apa saja pada tempat dan waktu mana pun.

Dari sudut aksiologi, positivisme mensyaratkan agar penelitian itu bebas nilai agar dicapai objektivitas konsep dan hukum sehingga tingkat

keberlakuannya bebas tempat dan waktu. Sedangkan dalam pandangan fenomenologi penelitian itu terikat oleh nilai sehingga hasil suatu penelitian harus dilihat sesuai konteks.

Agar lebih jelasnya pada tabel di bawah ini dapat dilihat perbandingan antara paradigma positivisme dan paradigma alamiah.

Tabel 3:

Perbedaan Aksioma (Pernyataan) Paradigma Positivisme dan Alamiah

No Aksioma Tentang Positivisme/ Kuantitatif Paradigma Paradigma Alamiah/ Kualitatif

1 Hakikat

kenyataan

Kenyataan adalah tunggal, nyata dan fragmentaris Kenyataan adalah ganda,dibentuk, dan merupakan keutuhan 2 Hubungan pencari tahu dan yang tahu

Pencari tahu dengan yang tahu adalah bebas, jadi ada dualisme

Pencari tahu dengan yang tahu aktif bersama, jadi tidak dapat

dipisahkan

3 Kemungkinan

Generalisasi

Generalisasi atas dasar bebas waktu dan bebas konteks (pernyataan nomotetik)

Hanya waktu dan konteks yang mengikat hipotesis kerja (pernyataan ideografis) yang dimungkinkan 4 Kemungkinan hubungan sebab akibat Terdapat penyebab sebenarnya yang secara temporer terhadap, atau secara simultan terhadap akibatnya

Setiap keutuhan berada dalam keadaan

mempengaruhi secara bersama-sama sehingga sukar membedakan mana sebab dan mana akibat

5 Peranan nilai Inkuirinya bebas nilai Inkuirinya terikat nilai

Sumber: Moleong (2004)