• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE DAN TEKNIK PENELITIAN

E. Asumsi Penelitian

Berdasarkan pada rumusan masalah tersebut di atas, maka penulis mengasumsikan hal-hal berikut.

1. Bahasa Ansus memiliki kosakata seperti halnya bahasa-bahasa daerah lainnya. Kosakata tersebut dapat dikelompokkan dalam beberapa jenis kata, yakni kata kerja, kata benda, kata bilangan, kata sifat, dan kata keterangan.

2. Kosakata bahasa Ansus dipilih sesuai dengan kegunaannya dalam percakapan. Pemilihan tersebut disesuaikan dengan kebutuhan siswa dalam berkomunikasi. Pemilihan ini dimaksudkan untuk memudahkan para siswa dalam mempelajari kosakata bahasa Ansus sebagai bahan ajar muatan lokal. 3. Bahasa Indonesia dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam

pengajaran muatan lokal bahasa Ansus karena bahasa Indonesia dikuasai oleh masyarakat Ansus. Hal ini disebabkan beberapa hal yaitu lingkup pemakaian bahasa Ansus yang sangat terbatas, terdapat banyak bahasa daerah, dan adanya masyarakat heterogen.

BAB V PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai kosakata bahasa Ansus dan pembahasan tentang pembentukan kosakata bahasa Ansus dalam penulisan ini, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut.

1. Pembentukan kosakata bahasa Ansus tidak terlepas dari unsur persona sebagai pelaku perbuatan, atau yang mengalami perbuatan, bahkan juga menunjukan kepemilikan terhadap suatu benda. Penggunaan kata ganti orang merupakan dasar pembentukan kata bahasa Ansus terutama kata kerja dan kata sifat, sedangkan pembentukan kata bahasa Ansus yang berkaitan dengan kata benda menggunakan unsur persona untuk menyatakan milik dan untuk pembentukan menjadi kata kerja.

2. Kosakata bahasa Ansus dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok besar yakni pertama, morfem bebas yang sudah dapat digunakan dalam tataran frasa dan kalimat yang sebagian besar merupakan kata benda; kedua, morfem terikat berupa kata yang sudah memiliki makna tertentu tetapi belum dapat digunakan dalam tataran frasa dan kalimat; dan ketiga, morfem terikat berupa akar kata yang menunjukkan makna tertentu tetapi belum dapat digunakan dalam tataran frasa dan kalimat. Kata dalam kelompok kedua dan ketiga dapat digunakan dalam tataran frasa dan kalimat apabila sudah mengalami proses

afiksasi yang melibatkan unsur persona, baik sebagai pelaku maupun yang mengalami keadaan tertentu.

3. Bahasa Ansus mengalami proses pembentukan dengan mengikuti pola-pola tertentu. Pola-pola tersebut dianalisis berdasarkan proses pembentukan kosakata bahasa Ansus dan pola-pola ini berkaitan dengan pembentukan kosakata bahasa Ansus secara keseluruhan dalam semua jenis kata. Secara umum, pola-pola pembentukan dapat dirumuskan sebagai berikut.

a. Pola Kelompok I berkaitan dengan penggunaan kata ganti orang, yakni saya /yau/, kau /au/, dia /i/ untuk di akhir kata dan /andi/ untuk di awal kata, kami /tata/, kami dua /taru/, kami tiga /totoru/, kita /ama/, kita dua /auru/, kita tiga /antoro/, kalian (kamu) /mia/, kamu dua /maru/, kamu tiga /mitoru/, mereka /ya/, mereka dua /asaru/, mereka tiga /itoru/, pada kata bahasa Ansus.

b. Pola penambahan fonem ditandai dengan adanya fonem /y/ yang ditambahkan pada akar kata BA untuk menyatakan saya, fonem /b/ untuk menyatakan kau, fonem /d/ untuk menyatakan dia, dan morfem /tata/ untuk kami, /tura/ untuk kami dua, /tora/ untuk kami tiga, /meta/ untuk menyatakan kamu, /mura/ untuk kamu dua, /mitora/ untuk kamu tiga, /eta/ untuk mereka, /ura/ untuk mereka dua, /itora/ untuk mereka tiga, dan /amata/ untuk menyatakan kita. Morfem-morfem tersebut di atas mengalami perubahan fonem akhir /a/ menjadi fonem vokal yang lain sesuai dengan fonem awal akar kata BA. Pola ini terdiri atas tiga pola yaitu pola kelompok IIa, IIb, dan IIc. Pada pola kelompok IIa, untuk menyatakan kau fonem /b/ dapat berubah

menjadi /bu/ dan /bo/; dan pada pola kelompok IIb fonem /y/, /b/, /d/ berubah menjadi /yo/, /bo/, /do/ dengan berbagai variasi bentuk; serta pada pola kelompok IIc fonem /y/, /b/, /d/ berubah menjadi /ye/, /bo/, /de/ untuk menyatakan saya, kau, dan dia.

c. Pola kelompok III yang berhubungan dengan anggota tubuh ditandai dengan fonem /u/ yang disisipkan pada akar kata BA untuk menyatakan saya, fonem /m/, /mu/, /n/, /ng/ untuk menyatakan kau, akar kata yang menunjukkan anggota tubuh untuk menyatakan dia, dan morfem /tan/, /tas/, /tam/, /tang/, untuk kami, /tun/, /tus/, /tum/, /tung/ untuk kami dua, /ton/, /tos/, /tom/, /tong/ untuk kami tiga, /men/, /mes/, /mem/, /meng/ untuk menyatakan kamu, /mun/, /mus/, /mum/, /mung/ untuk kamu dua, /miton/, /mitos/, /mitom/, /mitong/ untuk kamu tiga, /en/, /es/, /em/, /eng/ untuk mereka, /un/, /us/, /um/, /ung/ untuk mereka dua, /iton/, /itos/, /itom/, /itong/ untuk mereka tiga, dan /aman/, /amas/, /amam/, /amang/ untuk menyatakan kita.

Akar kata yang menunjukkan anggota tubuh yaitu /du/ (bagian kepala), /re/ (mata/wajah), /tara/ (telinga/pipi), /wope/ (hidung), /wore/ (bagian mulut), /wora/ (pinggang), /dere/ (gigi), /rau/ (leher), /wara/ (bagian tangan), /aro/ (dada), /karu/ (punggung), /ama/ (bagian pinggul), /awa/ (paha), dan /ae/ (bagian kaki). Akar kata tersebut dapat menyatakan milik, perbuatan yang dilakukan dengan melibatkan anggota tubuh, atau hal yang dialami oleh anggota tubuh.

d. Pola kelompok IV merupakan penambahan dan perubahan fonem yang terdiri atas lima pola yaitu IVa, IVb, IVc, IVd dan IVe. Pola ini ditandai

dengan fonem /e/ yang ditambahkan pada akar kata BA untuk menyatakan saya, sedangkan untuk menyatakan kau dan dia tidak mengalami perubahan bentuk dasarnya yakni pada pola kelompok IVa. Pada pola kelompok IVb terjadi penambahan fonem /u/ dan /o/ untuk menyatakan kau dan fonem /i/ untuk menyatakan dia. Pada pola kelompok IVc terjadi perubahan fonem kedua pada akar kata yakni fonem /a/ berubah menjadi fonem /o/ untuk menyatakan kau dan fonem /e/ untuk menyatakan dia. Pada pola kelompok IVd terjadi penambahan fonem /u/ untuk menyatakan kau, serta perubahan fonem awal /t/ menjadi /s/ untuk menyatakan dia. Pada pola kelompok IVe dibentuk dengan penambahan fonem /w/ dan /wo/ untuk menyatakan kau, fonem /y/ dan /ye/ untuk menyatakan dia.

Bentuk jamak untuk menyatakan kami, kami dua, kami tiga, kamu, kamu dua, kamu tiga, mereka, mereka dua, mereka tiga, dan kita menggunakan pola tertentu sesuai dengan fonem awal akar kata. Akar kata yang berawal dengan fonem /m/ dan /n/ menyebabkan perubahan menjadi /ta/ untuk kami, /tu/ untuk kami dua, /to/ untuk kami tiga, dst. Akar kata yang berawal dengan fonem /r/, dan /t/ menyebabkan perubahan menjadi /tan/ untuk kami, /tun/ untuk kami dua, /ton/ untuk kami tiga, dst. Akar kata yang berawal dengan fonem /p/, /b/ dan /w/ menyebabkan perubahan menjadi /tam/ untuk kami, /tum/ untuk kami dua, /tom/ untuk kami tiga, dst. Akar kata yang berawal dengan fonem /k/ menyebabkan perubahan menjadi /tang/ untuk kami, /tung/ untuk kami dua, /tong/ untuk kami tiga, dst. Akar kata yang berawal dengan fonem /a/ dan /y/

menyebabkan perubahan menjadi /tas/ untuk kami, /tus/ untuk kami dua, /tos/ untuk kami tiga, dan seterusnya.

e. Pola kelompok V berkaitan dengan penggunaan morfem we yang dibentuk dengan penambahan morfem /ewe/ untuk menyatakan saya, /we/ untuk menyatakan kau/dia, dan morfem /tambe/ untuk kami, /tumbe/ untuk kami dua, /tombe/ untuk kami tiga, /membe/ untuk menyatakan kamu, /mumbe/ untuk kamu dua, /mitombe/ untuk kamu tiga, /embe/ untuk mereka, /umbe/ untuk mereka dua, /itombe/ untuk mereka tiga, dan /amambe/ untuk menyatakan kita.

f. Pola kelompok VI berkaitan dengan penggunaan morfem ane yang dibentuk dengan penambahan morfem /aneu/ untuk menyatakan saya; /anem/, /anemu/, /anen/, /aneng/ untuk menyatakan kau; dan /ane/ untuk menyatakan dia; serta morfem /tasane/ untuk kami, /tusane/ untuk kami dua, /tosane/ untuk kami tiga, /mesane/ untuk menyatakan kamu, /musane/ untuk kamu dua, /mitosane/ untuk kamu tiga, /esane/ untuk mereka, /usane/ untuk mereka dua, /itosane/ untuk mereka tiga, dan /amasane/ untuk menyatakan kita.

g. Pola kelompok VII berkaitan dengan penggunaan morfem ne yang dibentuk dengan penambahan morfem /neu/ untuk menyatakan saya; /nemu/ dan /nen/ untuk menyatakan kau; dan /ane/ untuk menyatakan dia; serta morfem /tane/ untuk kami, /tune/ untuk kami dua, /tone/ untuk kami tiga, /mene/ untuk menyatakan kamu, /mune/ untuk kamu dua, /mitone/ untuk kamu tiga, /ene/ untuk mereka, /une/ untuk mereka dua, /itone/ untuk mereka tiga, dan /amane/ untuk menyatakan kita.

4. Kata benda BA mengalami proses derivasi menjadi kata ganti orang dengan menggunakan pola kelompok III, IV, VI, dan VII dan mengalami proses derivasi menjadi kata kerja dengan mengikuti pola kelompok IV. Kata benda juga terbentuk dengan melalui proses afiksasi yaitu penambahan fonem dan morfem tertentu pada kata tertentu sehingga terbentuk kata dengan makna yang berbeda. Pemajemukan banyak terjadi dalam pembentukan kata benda yakni penggabungan dua kata dengan makna yang berbeda menjadi kata baru dengan makna yang baru pula. Pada kata benda terjadi penggabungan kata atau morfem yang merupakan pengulangan yang bermakna tunggal. Modifikasi tanujud terjadi pada kata benda bahasa Ansus yang memiliki bentuk yang sama, tetapi memiliki makna yang berbeda dengan kelas kata yang berbeda pula. Perbedaan makna kata dan kelas kata dapat dibedakan dalam konteks penggunaannya.

5. Proses afiksasi terjadi pada semua bentuk kata kerja BA yang menyebabkan perubahan bentuk kata kerja. Pada proses ini terjadi penambahan fonem atau morfem, perubahan fonem, dan penghilangan fonem pada bentuk jamak. Penambahan fonem terjadi pada pola kelompok II yaitu penambahan fonem /y/, /b/, /d/, dan pada sebagian kata yang menunjukkan perbuatan yang dilakukan oleh anggota tubuh tertentu pada pola kelompok III. Penambahan fonem vokal pada pola kelompok IVb dan penambahan fonem konsonan pada pola kelompok IVe. Selain itu, terjadi proses pengimbuhan pada kata kerja BA dengan mengikuti pola kelompok V, VI, dan VII yang merupakan hasil derivasi dari akar kata sifat.

Infleksi kata kerja BA terjadi pada pola kelompok I yakni dengan penambahan bentuk persona pada kata kerja sehingga terjadi perubahan bentuk yang menyatakan persona sebagai pelaku perbuatan tanpa mengubah kelas kata dan terjadi pada semua kata kerja yang bentuk dasarnya atau akar katanya menunjukkan pekerjaan karena perubahan untuk menyatakan orang yang melakukan pekerjaan tersebut tidak menyebabkan perubahan kelas kata. Proses derivasi menjadi kata kerja terjadi dari kata benda dan sebagian besar dari akar kata sifat. Pemajemukan kata kerja BA merupakan penggabungan dari jenis kata lain menjadi kata kerja dan juga terjadi perulangan morfem kata kerja BA yang bermakna pekerjaan yang dilakukan berulang kali.

6. Kata sifat dalam bahasa Ansus sebagian besar merupakan akar kata yang menunjukkan sifat dan mengalami proses afiksasi untuk menunjukkan sifat dari suatu benda atau orang. Selain itu, terjadi penambahan fonem dan morfem tertentu pada kata tertentu sehingga terbentuk kata dengan makna yang berbeda dari jenis kata yang lain. Kata sifat BA sebagian besar merupakan verba ajektiva yang mengalami derivasi menjadi kata kerja karena diikuti oleh unsur persona yang menyatakan perbuatan. Pemajemukan kata sifat terjadi dari jenis kata lain yang membentuk kata sifat.

7. Kata bilangan BA merupakan penggabungan kata dengan morfem /ea/ yang dapat berarti tambah dan morfem /we/ yang dapat diartikan sebagai kali untuk membentuk bilangan yang lebih tinggi. Numeralia belasan memiliki pola 10 + angka satuan, misalnya /ura ea koiri/ dan numeralia puluhan dari 10 – 50 merupakan penggabungan morfem-morfem, sedangkan dari 60 – 90

menggunakan kelipatan dua puluh untuk bilangan genap dan penambahan 10 untuk bilangan ganjil. Bilangan di antara angka puluhan seperti 21-29, 31-39, 41-49, 51-59, 61-69, 71-79, 81-89, dan 91-99 menggunakan rumus angka puluhan + angka satuan. Numeralia ratusan menggunakan kelipatan dua puluh dengan penambahan 100 untuk seratus sampai tiga ratus, sedangkan untuk empat ratus sampai sembilan ratus menggunakan perkalian bilangan dua ratus untuk bilangan genap dan penambahan 100 untuk bilangan ganjil. Numeralia ribuan menggunakan kelipatan dua ratus dengan penambahan 1000 untuk seribu sampai tiga ribu, sedangkan untuk empat ribu sampai sepuluh ribu menggunakan perkalian bilangan dua ribu untuk bilangan genap dan penambahan 1000 untuk bilangan ganjil.

8. Kata keterangan sebagian besar digunakan di akhir kata dan juga dibentuk dengan penambahan morfem dan penggabungan kata (pemajemukan). Begitu pula dengan kata tugas yang dibentuk dengan penambahan morfem dan penggabungan kata (pemajemukan) serta beberapa kata digunakan pada awal kata.

9. Muatan lokal merupakan pelajaran tersendiri dengan cakupan materi yang meliputi lingkungan alam berupa keterampilan-keterampilan yang dapat menunjang kehidupan dan mata pencaharian; lingkungan sosial budaya berupa bahasa daerah (bahasa Ansus), lagu bahasa daerah (bewi/anwai), tarian adat, dan ukiran-ukiran; dan kebutuhan daerah merupakan materi-materi yang diarahkan untuk pengembangan potensi alam dan budaya, misalnya budidaya ikan, budidaya teripang, budidaya kerang mutiara, budidaya ganggang, dan

lain-lain. Cakupan materi bahasa Ansus sebagai bahan ajar Muatan Lokal meliputi anggota tubuh, kekerabatan, jenis binatang secara umum, jenis tumbuhan, benda-benda di lingkungan sekitar, bagian rumah, bagian-bagian perahu, kata kerja dasar, kata sifat yang sering digunakan, dan kata bilangan.

10. Bahasa Indonesia berperan penting dalam pengajaran bahasa Ansus sebagai bahan ajar Muatan Lokal. Bahasa Indonesia dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam pengajaran bahasa Ansus. Bahasa Indonesia dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk mengajarkan bahasa Ansus yakni dengan menggunakan bahasa Indonesia untuk menyebutkan benda yang dimaksud sebelum menyebutkan nama benda tersebut dalam bahasa Ansus. Bahasa Indonesia sebagai bahan pembanding dalam mengajarkan bahasa Ansus terutama pengajaran yang berhubungan dengan kata kerja dan kata sifat sehingga siswa dapat menghindari kesalahan dalam menggunakan kata kerja bahasa Indonesia.

11. Bahasa Ansus dapat memberikan kontribusi terhadap bahasa Indonesia karena dengan mempelajari bahasa Ansus dan memahami perbedaan bentuk kata kerja kedua bahasa, siswa dapat menghindari kesalahan penggunaan kata kerja bahasa Indonesia dengan menggunakan bentuk kata kerja bahasa Ansus. Bahasa Ansus dapat memberikan kontribusi terhadap bahasa Indonesia dalam lingkup yang lebih luas untuk pengembangan ilmu bahasa khususnya bidang kajian morfologi bahasa Indonesia. Selain itu, bahasa Ansus dapat memberi kontribusi dalam hal nama-nama hewan laut.

B. Saran

Berdasarkan masalah yang dibahas dalam penulisan ini, penulis menyarankan hal-hal sebagai berikut.

1. Bahasa daerah merupakan aset budaya bangsa Indonesia yang perlu dilestarikan sehingga perlu dikembangkan penelitian-penelitian terhadap bahasa daerah khususnya bahasa daerah yang belum diteliti.

2. Usaha penelitian dan pengembangan bahasa daerah perlu ditingkatkan karena bahasa daerah merupakan salah satu bahan ajar mata pelajaran Muatan Lokal di sekolah dasar. Dari hasil penelitian bahasa daerah ini dapat disusun bahan ajar Muatan Lokal di lingkungan pengguna bahasa daerah tersebut.

3. Para guru sekolah dasar diharapkan untuk mengajarkan bahasa daerah sebagai bahan ajar Muatan Lokal. Apabila materinya belum ada, guru diharapkan dapat menyusun materi bahan ajar bahasa daerah tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk pelestarian bahasa dan budaya daerah bagi kepentingan pengembangan bahasa dan budaya nasional.

4. Bahasa daerah dapat merupakan bahan referensi bagi pengembangan ilmu bahasa sehingga usaha penelitian dan pendokumentasian bahasa daerah perlu ditingkatkan pada masa-masa mendatang sejalan dengan perkembangan ilmu bahasa. Dalam pembelajaran ilmu bahasa, selain mempelajari contoh-contoh bahasa asing, kita juga dapat menggunakan contoh-contoh dalam bahasa daerah sebagai bahan perbandingan.

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A. Chaedar. 1993. Linguistik Suatu Pengantar. Bandung : Angkasa. Anceaux, J. C. 1961. The Linguistic Situation In The Islands Of Yapen, Kurudu,

Nau and Miosnum, New Guinea. Institut Bahasa dan Tatabahasa.

Ansari, Khairil. 1992. Penerapan Teknik Analisis Kata dan Teknik Petunjuk Konteks pada Pemahaman Makna Kosakata (Istilah) dalam Pengajaran Kosakata. Tesis IKIP Bandung: tidak diterbitkan.

Aryani, Wiwik Dyah. 1999. Pengajaran Bahasa Lampung sebagai Muatan Lokal di Wilayah Transmigrasi Kab. Lampung Tengah. Tesis Sps UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah. 2009. Penyusunan Peta Blueprint Pembangunan Kabupaten Kepulauan Yapen (bahan seminar). Serui: PT. Citra Trirasa Konsultan.

Cahyono, Bambang Yudi. 1995. Kristal-kristal Ilmu Bahasa. Surabaya : Airlangga University Press.

Chaer, Abdul. 2002. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta : Rineka Cipta.

Depdikbud. 1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. Depdikbud. 1994. UUD – P4 – GBHN. Jakarta : BP-7 Pusat.

Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi ke-4). Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Fraenkel, Jack R. dan Norman E. Wallen. 1993. How to Design and Evaluate Research in Education. New York : McGraw-Hill.

Keraf, Gorys. 1986. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta : Gramedia.

Koentjaraninggrat. 1991. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta : Gramedia.

Komaruddin. 1984. Kamus Riset. Bandung : Angkasa.

Millan, James H. Mc. dan Sally Schumacher. 2001. Research in Education. San Francisco : Priscilla McGeehon.

Nababan, P.W.J. 1991. Sosiolinguistik. Jakarta : PT Gramedia.

Nurhadi. 1995. Tata Bahasa Pendidikan. Semarang : IKIP Semarang Press.

Nikelas, Syahwin. 1988. Pengantar Linguistik untuk Guru Bahasa. Jakarta : Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Parera, Jos Daniel. 2004. Teori Semantik. Jakarta : Erlangga.

Patay Musi, Fonny Hermelina. 2003. Ungkapan Tradisional dalam Bahasa Ansus. Skripsi FPBS Universitas Cenderawasih Jayapura: tidak diterbitkan. Pateda, Mansoer. 1988. Linguistik Sebuah Pengantar. Bandung : Angkasa. Pateda, Mansoer. 2001. Semantik Leksikal. Jakarta : PT Rineka Cipta. Prakuso, Bambang. 1992. Kamus Kata Baku. Jakarta : Arcan.

Purba, Theodorus T. 1997. Morfologi Bahasa Ormu. Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Ramlan, M. 1980. Morfologi (Suatu Tinjauan Deskriptif). Yogyakarta : UP

Karyono.

Ramlan, M. 1987. Morfologi (Suatu Tinjauan Deskriptif). Yogyakarta : C.V. Karyono.

Ratna, Nyoman Kutha. 2007. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Riduwan. 2007. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung : Alfabeta.

Runtuboi, Orgenes. 1994. Implementasi Proyek Resettlement Penduduk dalam Program Pengembangan Kawasan Terpadu (PKT) di Kelurahan Ansus Kecamatan Yapen Barat Kabupaten Yapen Waropen Irian Jaya. Tesis Universitas Gadjah Mada Yogyakarta : tidak diterbitkan.

Salem, Laurensius. 1999. Tingkat Keterbacaan Bahan Muatan Lokal bagi Murid SD Berdasarkan Pertimbangan Pakar dan Hasil Tes. Tesis Sps UPI Bandung : tidak diterbitkan.

Sardila, Vera. 2003. Kajian Kode Bahasa, Kode Sastra, dan Kode Budaya dalam Novel Pergolakan Karya Wildan Yatim sebagai Bahan Ajar Sastra. Tesis Sps UPI Bandung : tidak diterbitkan.

Silzer, J. Peter and Helja Heikkinan Clouse. 1991. Index Of Irian Jaya Languages. Jayapura: Universitas Cenderawasih – Summer Institute Of Linguistics.

Sudaryat, Yayat. 2008. Makna dalam Wacana (Prinsip-prinsip Semantik dan Pragmatik). Bandung : CV. Yrama Widya.

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta.

Suryati, Yati. 2003. Kemampuan Memahami dan Mengunakan Kosa Kata Bahasa Indonesia Siswa Sekolah dasar di Kabupaten Serang. Tesis Sps UPI Bandung : tidak diterbitkan.

Sutarto, Agustinus. 1996. Pembentukan Kata Kerja Bahasa Ansus : Suatu Sumbangan dalam Strategi Pengajaran Kata Kerja Bahasa Indonesia. Skripsi FPBS Universitas Cenderawasih Jayapura : tidak diterbitkan. Syamsuddin, AR. 1992. Studi Wacana, Teori Analisis Pengajaran. Bandung :

Mimbar Pendidikan Bahasa dan Seni FPBS IKIP Bandung.

Syamsuddin, AR. 2007. Modul Struktur Bahasa Indonesia. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia, Modul tidak diterbitkan.

Syamsuddin AR dan Vismaia S. Damaianti. 2006. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Universitas Pendidikan Indonesia. 2007. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia.

Verhaar, J.W.M. 2008. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Wallace, Michael. 1984. Teaching Vocabulary. Heinemann Educational Books Ltd.

Wengkang, Thelma Ivonne Maria. 1993. Pemilihan Bahasa Daerah untuk Diajarkan pada Pendidikan Dasar di Kawasan Multilingual Daerah Minahasa. Tesis Sps UPI Bandung : tidak diterbitkan.

Dokumen terkait