x
ij = Performasi alternatif ai dengan acuan atribut xj2. Membuat matriks keputusan yang ternormalisasi. Persamaan yang digunakan dalam mentransformasikan setiap elemen xij adalah sebagai berikut :
Keterangan :
u
ij = Elemen dari matriks keputusan yang ternormalisasiu
a
ij = Elemen dari matriks keputusana
3. Membuat matriks keputusan yang ternormalisasi terbobot. Dengan bobot
W= (w1, w2,…..,wn), dan
u
ij adalah elemen dari matriks keputusan yangternormalisasi
u
maka normalisasi bobot matriks V :                                         m n n m m m n n n n n n U W U W U W U W U W U W U W U W U W U W U W U W U W U W U W U W V 3 3 2 2 1 1 3 3 3 3 3 2 2 3 1 1 2 2 3 3 2 2 2 2 1 1 1 1 3 3 1 2 2 1 1 1
4. Menentukan matriks solusi ideal positif dan solusi ideal negatif. Solusi ideal positif dinotasikan dengan A*, sedangkan solusi ideal negatif dinotasikan dengan A-. N j M i J j Vij A*max /   1,2,... ; 1,2,... N j M i J j Vij Amin /   1, 2,... ; 1,2,...
5. Menghitung separasi. Si* adalah jarak alternatif dari solusi ideal positif dan didefinsikan sebagai :
S- adalah jarak alternatif dari solusi ideal negatif dan didefinsikan sebagai :
6. Menghitung kedekatan relatif terhadap solusi ideal dengan persamaan :
Dimana:
Dengan Ci* adalah kedekatan relatif dari alternatif ke-i terhadap solusi ideal positif.
7. Meranking alternatif. Alternatif diurutkan dari C* terbesar ke nilai yang terkecil dengan ketentuan bahwa alternatif dengan C* terbesar merupakan solusi yang terbaik.
Dalam konteks penelitian ini maka untuk melakukan analisis TOPSIS dilakukan dengan menggunakan software Sanna 7.
Penilaian Faktor-Faktor Pengembangan Peternakan Sapi Potong Perkotaan Terdapat beberapa kriteria untuk menentukan strategi kebijakan, namun memiliki tingkat kepentingan yang berbeda. Oleh karena itu perlu untuk menentukan pentingnya setiap kriteria ini dalam kesesuaian lahan dengan melakukan pembobotan kriteria berhirarki, sehingga digunakan metode Analytic Hierarchy Process (AHP) (Rad dan Haghyghy 2014). Pengambilan keputusan terjadi karena banyak alternatif pilihan atau tindakan sehingga manusia dipaksa untuk memilih salah satu diantara alternatif-alternatif tersebut yang merupakan hasil keputusan yang terbaik. Sistem pendukung keputusan dengan menggunakan
model AHP dapat memberikan solusi dari suatu situasi yang kompleks, dengan memberikan bobot dan prioritas terhadap kriteria atau usulan .
AHP merupakan pendekatan dasar untuk pengambilan keputusan. Dalam proses ini pembuat keputusan menggunakan Pairwise Comparison yang digunakan untuk membentuk seluruh prioritas untuk mengetahui ranking dari alternatif. Metode ini dikembangkan oleh Thomas L., Saaty ahli matematika yang dipublikasikan pertama kali dalam bukunya The Analytical Hierarchy Process tahun 1980. AHP merupakan alat pengambil keputusan yang menguraikan suatu permasalahan kompleks dalam struktur hirarki dengan banyak tingkatan yang terdiri dari tujuan, kriteria, dan alternatif.
Peralatan utama dari model ini adalah sebuah hirarki fungsional dengan persepsi manusia sebagai input utamanya. Aksioma-aksioma pada model AHP :
1. Resiprocal Comparison, artinya pengambil keputusan harus dapat membuat perbandingan dan menyatakan preferensinya. Preferensi tersebut harus memenuhi syarat resiprocal yaitu kalau A lebih disukai daripada B dengan skala x, maka B lebih disukai daripada A dengan skala 1/x.
2. Homogenity, artinya preferensi seseorang harus dapat dinyatakan dalam skala terbatas atau dengan kata lain elemen-elemennya dapat dibandingkan satu sama lain. Kalau aksioma ini tidak terpenuhi maka elemen-elemen yang dibandingkan tersebut tidak homogeneity dan harus dibentuk suatu „cluster‟ (kelompok elemen-elemen) yang baru.
3. Independence, artinya preferensi dinyatakan dengan mengasumsikan bahwa kriteria tidak dipengaruhi oleh alternatif-alternatif yang ada melainkan oleh obyektif keseluruhan. Ini menunjukkan bahwa pola ketergantungan dalam AHP adalah searah ke atas, artinya perbandingan antara elemen-elemen pada tingkat di atasnya.
4. Expectation, artinya untuk tujuan pengambilan keputusan, struktur hirarki diasumsikan lengkap. Apabila asumsi ini tidak dipenuhi maka pengambil keputusan. Memutuskan tidak memakai seluruh kriteria dan atau obyektif yang tersedia atau diperlukan sehingga keputusan yang diambil dianggap tidak lengkap.
Metode AHP ini membantu memecahkan persoalan yang kompleks dengan menstruktur suatu hirarki kriteria baik terukur maupun tidak terukur dengan memperhatikan penilaian ahli/pakar (Saaty dan Ozdemir 2004). Metode ini juga menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika yang bersangkutan pada berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan yang beragam menjadi hasil yang cocok dengan perkiraan manusia secara intuitif sebagaimana yang dipresentasikan pada pertimbangan yang telah dibuat (Saaty dan Ozdemir 2004).
Dalam menentukan perencanaan pengembangan peternakan sapi potong di Kota Tangerang Selatan, maka perlu diketahui persepsi stakeholders terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan peternakan sapi potong tersebut. Menurut Saaty (1980), langkah-langkah yang dilakukan dalam metode AHP sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi atau menetapkan masalah-masalah yang muncul 2. Menetapkan tujuan, kriteria dan hasil yang ingin dicapai
3. Mengidentifikasi kriteria-kriteria yang mempunyai pengaruh terhadap masalah yang ditetapkan
4. Menetapkan struktur hierarki
5. Menetukan hubungan antara masalah dengan tujuan, hasil yang diharapkan, pelaku /obyek yang berkaitan dengan masalah, dan nilai masing-masing faktor 6. Membandingkan alternatif-alternatif (comparative judgement)
7. Menentukan faktor-faktor yang menjadi prioritas
8. Menentukan urutan alternatif-alternatif dengan memperhatikan logical consistency.
Menurut Marimin (2008), beberapa prinsip dasar kerja AHP dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Penyusunan Hierarki
Persoalan yang akan diselesaikan, diuraikan menjadi unsur-unsurnya, dan setiap unsur kemudian diuraikan menjadi beberapa kriteria dari unsur yang bersangkutan untuk selanjutnya disusun menjadi struktur hierarki. 2. Penilaian Kriteria
Kriteria dinilai melalui perbandingan berpasangan. Dalam menentukan tingkat kepentingan (bobot) dari elemen keputusan, penilaian pendapat (judgement) dilakukan dengan menggunakan fungsi berpikir dan dikombinasi dengan intuisi, perasaan, penginderaan dan pengetahuan. Penilaian pendapat ini dilakukan dengan perbandingan berpasangan yaitu membandingkan setiap elemen dengan elemen lainnya pada setiap tingkatan hierarki secara berpasangan sehingga akhirnya dapat diketahui tingkat kepentingan elemen dalam pendapat yang bersifat kualitatif.
Tabel 6 Skala dasar ranking Analytical Hierarchy Process (AHP)
Nilai Keterangan
1 Kedua elemen sama pentingnya
3 Elemen yang satu sedikit lebih penting dari elemen yang lain 5 Elemen yang satu lebih penting dari elemen yang lain
7 Elemen yang satu jelas lebih penting dari elemen yang lain 9 Elemen yang satu mutlak lebih penting dari elemen yang lain 2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan
Untuk mengkuantifikasi pendapat tersebut, digunakan skala penilaian sehingga diperoleh nilai pendapat dalam bentuk angka (kuantitatif). Hasil penilaian disajikan dalam bentuk matriks pairwise comparison. Menurut Saaty (1980), untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty dapat dilihat seperti Tabel 6.
3. Penentuan Prioritas
Berdasarkan matriks perbandingan berpasangan, kemudian dicari nilai eigen valuenya untuk mendapatkan prioritas lokal. Nilai-nilai perbandingan relatif tersebut kemudian diolah untuk mendapatkan peringkat relatif dari keseluruhan kriteria. Baik kriteria kualitatif maupun kriteria kuantitatif, dapat dibandingkan sesuai dengan judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas. Bobot atau prioritas dihitung dengan manipulasi matriks atau melalui penyelesaian persamaan matematik.
4. Konsistensi logis
Semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan kriteria yang logis. Jika penilaian tidak konsisten, maka proses harus diulang untuk memperoleh penilaian yang lebih tepat.
Dalam penelitian ini, teknik AHP digunakan untuk mengetahui persepsi stakeholders terhadap faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengembangan peternakan sapi potong perkotaan di Kota Tangerang Selatan. Berbagai faktor-faktor yang ditawarkan dalam kuesioner tersebut merupakan hasil penggalian kuesioner pendahuluan yang diperkuat dengan berbagai referensi tertulis mengenai faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengembangan peternakan sapi potong. Struktur hierarki dari Analytical Hierarchy Process (AHP) dalam penelitian ini disajikan seperti pada Gambar 6.
Gambar 6 Struktur hierarki AHP dalam penilaian faktor-faktor pengembangan peternakan sapi potong perkotaan.
Penyusunan Perencanaan Pengembangan Peternakan Sapi Potong Di Kota Tangerang Selatan
Analisis A‟WOT
Analisis A‟WOT dilakukan untuk menentukan perencanaan
pengembangan peternakan sapi potong perkotaan di Kota Tangerang Selatan.
Teknik A‟WOT yang merupakan kombinasi AHP dan SWOT diawali dengan menganalisis faktor internal dan eksternal pengembangan peternakan sapi potong perkotaan. Analisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman adalah metode yang umum digunakan melalui pendekatan sistematis dalam mendukung suatu keputusan.
Menurut Leskinen et al. (2006), A‟WOT merupakan metode yang
menunjukkan bagaimana analisis AHP dan SWOT dapat digunakan dalam proses penentuan suatu strategi. Dalam penelitian yang dilakukan dengan mengambil
studi kasus di Balai Penelitian Hutan Finlandia, dimana A‟WOT diterapkan untuk
menganalisis perencanaan strategis dari Balai Penelitian Hutan dalam mengantisipasi perubahan lingkungan.
Osuna dan Aranda (2007) menggunakan kombinasi antara SWOT dan AHP untuk perencanaan strategis dalam pengembangan sebuah perusahaan yang
penelitian tersebut untuk menentukan pembobotan dalam analisis SWOT. Tujuannya adalah untuk mengurangi subyektifitas penilaian terhadap faktor-faktor internal dan eksternal, baik menyangkut kekuatan, kelemahan, peluang maupun ancaman.
Metode A‟WOT yang diaplikasikan dalam penelitian ini menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) dalam menentukan pembobotan pada saat analisis SWOT. Tujuan penggunaan Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah mengurangi subjektifitas dalam pembobotan masing-masing faktor dari kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Nilai bobot dari masing-masing faktor internal dan eksternal tersebut juga diperoleh dengan pengolahan data yang didukung oleh program Expert Choice 11 dan Microsoft Excell.
Pelaksanaan analisis A‟WOT diawali dengan pengumpulan data kuesioner
melalui survei atau wawancara (kuesioner pendahuluan). Kemudian data yang diperoleh terkait kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dikerucutkan dan dijadikan bahan untuk mendapatkan bobot dan rating masing-masing faktor SWOT, dimana bobot didapat dari AHP. Selanjutnya dilakukan analisis faktor strategi internal (IFAS) dan faktor strategi eksternal (EFAS), analisis matriks internal-eksternal (IE), analisis matriks space dan tahap pengambilan keputusan dengan SWOT.
Analisis Faktor Strategi Internal dan Eksternal
Analisis faktor strategi internal dan eksternal bertujuan untuk mengetahui besarnya nilai atau skor dari masing-masing faktor internal dan eksternal yang mencakup kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Dengan melakukan analisis faktor strategi internal dan eksternal diharapkan akan mampu menganalisa faktor kekuatan dan kelemahan dari dalam serta faktor peluang dan ancaman dari luar terhadap perencanaan pengembangan peternakan sapi potong perkotaan di Kota Tangerang Selatan.
Analisis Faktor Strategi Internal
Analisis faktor strategi internal dilakukan untuk mengetahui faktor kekuatan dan kelemahan dalam menentukan perencanaan pengembangan peternakan sapi potong perkotaan di Kota Tangerang Selatan. Proses dalam analisis ini dilakukan dengan membuat matriks Internal Strategic Factor Analysis Summary (IFAS) seperti pada Tabel 7. Langkah-langkah penyusunan matriks Internal Strategic Factor Analysis Summary (IFAS) sebagai berikut :
1. Menyusun faktor-faktor kekuatan dan kelemahan yang menentukan perencanaan pengembangan peternakan sapi potong.
2. Memasukkan bobot masing-masing faktor kekuatan dan kelemahan pada kolom 2 (dua) dari analisis AHP yang merupakan gabungan persepsi semua responden setelah dikalikan setengah, sehingga jumlah bobot sama dengan satu.
3. Memasukkan nilai rating (pengaruh) pada kolom 3 (tiga) dari masing-masing faktor kekuatan dan kelemahan dengan memberi skala 4 (sangat kuat) sampai dengan 1 (sangat lemah). Nilai rating disini merupakan hasil pembulatan dari nilai rata-rata semua responden.
4. Kolom 4 (empat) diisi hasil kali bobot pada kolom 2 (dua) dengan rating pada kolom 3. Hasil yang diperoleh berupa nilai yang bervariasi dari 1 sampai dengan 4.
5. Langkah selanjutnya adalah menjumlahkan skor pada kolom 4 untuk memperoleh nilai jumlah skor dari faktor internal. Nilai jumlah skor ini akan digunakan dalam analisis matriks internal eksternal.
Tabel 7 Matriks Internal Strategic Factor Analysis Summary (IFAS) Faktor-faktor Strategi
Internal
Bobot Rating Skor
Kekuatan : 1. ... 2. ... Dan seterusnya Kelemahan : 1. ... 2. ... Dan seterusnya Jumlah 1,000
Analisis Faktor Strategi Eksternal
Analisis faktor strategi eksternal dilakukan untuk mengetahui faktor peluang dan ancaman dalam menentukan perencanaan pengembangan peternakan sapi potong perkotaan di Kota Tangerang Selatan. Proses dalam analisis ini dilakukan dengan membuat matriks Eksternal Strategic Factor Analysis Summary (EFAS) seperti disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8 Matriks Eksternal Strategic Factor Analysis Summary (EFAS) Faktor-faktor Strategi
Eksternal
Bobot Rating Skor
Peluang : 1. ... 2. ... Dan seterusnya Ancaman : 1. ... 2. ... Dan seterusnya Jumlah 1,000
Langkah-langkah penyusunan matriks Eksternal Strategic Factor Analysis Summary (EFAS) sebagai berikut :
1. Menyusun faktor-faktor peluang dan ancaman yang menentukan perencanaan pengembangan peternakan sapi potong.
2. Memasukkan bobot masing-masing faktor peluang dan ancaman pada kolom 2 (dua) dari analisis AHP yang merupakan gabungan persepsi semua responden setelah dikalikan setengah, sehingga jumlah bobot sama dengan satu.
3. Memasukkan nilai rating (pengaruh) pada kolom 3 (tiga) dari masing-masing faktor kekuatan dan kelemahan dengan memberi skala 4 (sangat kuat) sampai dengan 1 (sangat lemah). Nilai rating disini merupakan hasil pembulatan dari nilai rata-rata semua responden.
4. Kolom 4 (empat) diisi hasil kali bobot pada kolom 2 (dua) dengan rating pada kolom 3. Hasil yang diperoleh berupa nilai yang bervariasi dari 1 sampai dengan 4.
5. Langkah selanjutnya adalah menjumlahkan skor pada kolom 4 untuk memperoleh nilai jumlah skor dari faktor internal. Nilai jumlah skor ini akan digunakan dalam analisis matriks internal eksternal.
Analisis Matriks Internal Eksternal (IE)
Pembuatan model matriks Internal Eksternal (IE) digunakan untuk memposisikan perencanaan pengembangan peternakan sapi potong di Kota Tangerang Selatan. Parameter dasar yang digunakan dalam penentuan posisi nilai dalam matriks ini adalah jumlah skor dari masing-masing faktor internal dan faktor eksternal. Matriks Internal Eksternal ditampilkan seperti Gambar 7.
Menurut Rangkuti (2009), matriks internal eksternal dapat digunakan dalam mengidentifikasi suatu strategi yang relevan berdasarkan sembilan sel matriks IE. Kesembilan sel tersebut secara garis besar dapat dikelompokkan kedalam tiga strategi utama yaitu :
1. Growth strategy yaitu strategi yang didesain untuk pertumbuhan sendiri (sel 1,2 dan 5) atau melalui diversifikasi (sel 7 dan 8)
2. Stability strategy yaitu penerapan strategi yang dilakukan tanpa mengubah arah strategi yang telah ditetapkan (sel 4 dan sel 5)
3. Retrenchment strategy yaitu strategi dengan memperkecil atau mengurangi usaha yang dilakukan (sel 3, sel 6 dan sel 9).
Nilai Jumlah Skor Faktor Strategi Internal
Tinggi Rata-rata Lemah
Nilai Jum lah Skor F aktor S tra tegi Inte rna l Tinggi GROWTH Konsentrasi melalui integrasi vertikal GROWTH Konsentrasi melalui integrasi horizontal RETRENCHMENT Turn around Rata-rata STABILITY Hati-hari GROWTH Konsentrasi melalui integrasi horizontal STABILITY
Tidak ada perubahan profit strategi RETRENCHMENT Captive company atau Divestmen Lemah GROWTH Diversifikasi konsentrik GROWTH Difersifikasi onglomerat RETRENCHMENT Bangkrut atau likuidasi
Analisis Matriks Space
Analisis matriks space digunakan dalam penelitian ini sebagai upaya untuk mempertajam perencanaan pengembangan peternakan sapi potong di Kota Tangerang Selatan. Dengan menganalisis matriks space, maka dapat diketahui perpaduan faktor internal dan eksternal yang berada pada kuadran dari matriks space yang dibuat. Menurut Rangkuti (2009), matriks space digunakan untuk mempertajam posisi dan arah pengembangan dari analisis matriks internal dan eksternal. Parameter yang digunakan dalam analisis ini adalah selisih dari skor faktor internal (kekuatan-kelemahan) dan selisih dari skor faktor eksternal (peluang-ancaman).
Menurut Marimin (2008), dalam membuat suatu keputusan untuk memilih alternatif strategi sebaiknya dilakukan setelah perusahaan mengetahui terlebih dahulu posisi perusahaan berada pada kuadran yang mana dari matriks space. Dengan mengetahui posisi perusahaan, maka strategi yang akan diambil akan lebih tepat dan sesuai dengan kondisi internal dan eksternal perusahaan saat ini.
Posisi perusahaan dapat dikelompokkan dalam 4 (empat) kuadran yaitu Kuadran I, II, III, dan IV. Pada kuadran I, strategi yang tepat adalah strategi agresif, kuadran II strategi diversifikasi, kuadran III strategi turn around dan kuadran IV menggunakan strategi defensif (Marimin 2008). Posisi perusahaan dapat ditunjukkan dalam empat kuadran dengan penjelasan masing-masing kuadran seperti disajikan pada Gambar 8.
Berbagai Peluang Kek u atan E k ster n al Kuadran III Strategi Turn-Around Kuadran I Strategi Agresif Kek u atan I n te rn al Kuadran IV Strategi Defensif Kuadran II Strategi Diversifikasi Berbagai Ancaman
Gambar 8 Model matriks space
Kuadran I, menandakan posisi sangat menguntungkan, dimana perusahaan memiliki kekuatan dan peluang sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada dengan menerapkan strategi pertumbuhan yang agresif.
Kuadran II, menunjukkan perusahaan menghadapi berbagai ancaman, namun masih mempunyai kekuatan sehingga strategi yang diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan menerapkan strategi diversifikasi.
Kuadran III, pada kuadran ini perusahaan mempunyai peluang yang sangat besar namun disisi lain memiliki kelemahan internal. Menghadapi situasi ini perusahaan harus berusaha meminimalkan masalah-masalah internal untuk merebut peluang pasar.
Kuadran IV, menunjukkan perusahaan berada pada posisi yang tidak menguntungkan karena disamping menghadapi ancaman juga menghadapi kelemahan internal.
Analisis SWOT
Menurut Marimin (2008), proses yang dilakukan dalam pembuatan analisis SWOT agar menghasilkan keputusan yang lebih tepat perlu memperhatikan berbagai tahapan sebagai berikut :
1. Tahap pengambilan data yaitu evaluasi faktor eksternal dan internal.
2. Tahap analisis yaitu pembuatan matriks internal eksternal dan matriks space. 3. Tahap pengambilan keputusan.
Faktor Internal STRENGTH (S) WEAKNESS (W) Faktor Eksternal OPPORTUNITIES (O) Strategi SO Strategi WO THREATHS (T) Strategi ST Strategi WT
Gambar 9 Model matriks SWOT
Matriks SWOT seperti pada Gambar 9 menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi oleh perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki (Marimin, 2008). Dari matriks ini akan terbentuk empat kemungkinan alternatif strategi.
Analisis matriks SWOT menghasilkan 4 (empat) set kemungkinan alternatif suatu strategi yaitu :
1. Strategi SO yaitu strategi yang dibuat dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.
2. Strategi ST yaitu strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi segala ancaman yang mungkin timbul.
3. Strategi WO yaitu strategi yang diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.
4. Strategi WT yaitu strategi yang didasari pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.
Sampel (responden) untuk wawancara kuisioner dilakukan dengan Teknik Sampling Nonprobabilitas melalui pendekatan Purposive Sampling dimana sampel (responden) ditentukan berdasarkan pertimbangan penelitian.
4
GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
Gambaran umum wilayah penelitian dimaksudkan untuk memberikan deskripsi tentang daerah penelitian, baik kondisi fisik maupun sosial ekonomi. Pengetahuan tentang deskripsi daerah penelitian sangat penting untuk mempermudah dalam mengkaji berbagai aspek yang ada di daerah tersebut. Pemahaman terhadap kondisi fisik dan sosial ekonomi daerah penelitian memberikan sumbangan mendasar yang dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan pembangunan daerah. Pada bagian ini diuraikan gambaran
umum wilayah Kota Tagerang Selatan yang merupakan daerah kajian penelitian ini.
Kondisi Fisik Wilayah Geografi dan Administrasi
Kota Tangerang Selatan merupakan kota yang menghubungkan 3 (tiga) provinsi, yaitu terletak di Provinsi Banten yang berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta di sebelah timur dan utara sedangkan berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat di sebelah selatan. Kota Tangerang Selatan memiliki luas wilayah sebesar 14 719 ha dengan 7 (tujuh) kecamatan yang terdiri dari 54 kelurahan, masing-masing luas wilayahnya disajikan pada Tabel 9 dan Tabel 10. Dengan letak daerah yang sangat strategis, Kota Tangerang Selatan diharapkan mampu menjadi kota yang cepat berkembang dan mampu bersaing dengan kota atau kabupaten lainnya di Indonesia.
Tabel 9 Potensi fisik dasar Kota Tangerang Selatan
No. Potensi Fisik Dasar Keterangan
1 Letak Geografis Di sebelah timur Provinsi Banten 2 Luas Wilayah 147.19 km² atau 14 719 ha 3 Titik Koordinat 106ᵒ38‟ - 106ᵒ47‟ BT dan
06ᵒ13‟30” - 06ᵒ22‟30” LS 4 Batas-batas :
- Sebelah Utara Kota Tangerang dan Provinsi DKI Jakarta - Sebelah Timur Provinsi DKI Jakarta dan Kota Depok - Sebelah Selatan Kota Depok dan Kabupaten Bogor - Sebelah Barat Kabupaten Tangerang
5 Wilayah Pemerintahan :
- Kecamatan 7 Kecamatan
- Kelurahan 54 Kelurahan Sumber: Undang-undang Nomor 51 Tahun 2008
Tabel 10 Luas Wilayah Berdasarkan Kecamatan Kota Tangerang Selatan No. Kecamatan Luas Wilayah (ha) Prosentase (%)
1 Pondok Aren 2 988 20.30 2 Pamulang 2 682 18.22 3 Serpong 2 404 16.33 4 Ciputat 1 838 12.49 5 Serpong Utara 1 784 12.12 6 Ciputat Timur 1 543 10.48 7 Setu 1 480 10.06 Jumlah 14 719 100.00
Iklim
Data iklim di Kota Tangerang Selatan diambil dari Balai Besar Meteorologi dan Geofisika Wilayah II Ciputat, yaitu berupa temperatur udara, kelembaban udara, banyaknya curah hujan dan kecepatan angin. Pada tahun 2013, temperatur udara rata-rata berada disekitar 24.3ᵒC – 32.6ᵒC dengan temperatur udara maksimum di bulan Oktober dan November, yaitu sebesar 33.9ᵒC dan temperatur udara minimum berada di bulan Juli sebesar 23.7ᵒC. Rata-rata kelembaban udara sekitar 81.0%. Keadaan curah hujan tertinggi terjadi pada Bulan Januari, yaitu 526.8 mm, sedangkan rata-rata curah hujan dalam setahun adalah 225.87 mm. Hari hujan tertinggi pada Bulan Januari dan Desember dengan hari hujan sebanyak 25 hari. Rata-rata kecepatan angin dalam setahun adalah 4 knot dan kecepatan maksimum rata-rata 17 knot.
Geologi dan Jenis Tanah
Kota Tangerang Selatan merupakan daerah yang relatif datar. Beberapa kecamatan memiliki lahan yang bergelombang seperti di perbatasan antara Kecamatan Setu dan Kecamatan Pamulang serta sebagian di Kecamatan Ciputat Timur. Kondisi geologi Kota Tangerang Selatan umumnya adalah batuan alluvium, yang terdiri dari batuan lempung, lanau, pasir, kerikil, kerakal dan bongkah. Jenis batuan ini mempunyai tingkat kemudahan dikerjakan atau workability yang baik sampai sedang, unsur ketahanan terhadap erosi cukup baik oleh karena itu wilayah Kota Tangerang Selatan masih cukup layak untuk kegiatan perkotaan.
Dilihat dari sebaran jenis tanahnya, pada umumnya lahan di Kota Tangerang Selatan berupa asosiasi latosol merah dan latosol coklat kemerahan yang secara umum cocok untuk pertanian/perkebunan. Meskipun demikian, dalam kenyataannya lahan tersebut tidak dimanfaatkan sesuai dengan potensinya. Lahan dengan potensi pertanian/perkebunan digunakan untuk kegiatan non pertanian. Untuk sebagian wilayah seperti Kecamatan Serpong dan Kecamatan Setu, jenis tanah ada yang mengandung pasir khususnya untuk wilayah yang dekat dengan Sungai Cisadane.
Penggunaan Lahan
Ragam penggunaan lahan (land use) di Kota Tangerang Selatan berdasarkan pola ruang RTRW Kota Tangerang Selatan Tahun 2011-2031 dibagi atas : (1)