• Tidak ada hasil yang ditemukan

Audit Untuk Tujuan Tertentu

Dalam dokumen Diktat Audit Kinerja Sektor Publik (Halaman 24-46)

Menurut UU Nomor 15 Tahun 2004, Pemeriksaan kinerja adalah pemeriksaan atas aspek ekonomi dan efisiensi, serta pemeriksaan atas aspek efektivitas yang lazim dilakukan bagi kepentingan manajemen oleh aparat pengawas intern pemerintah. Pasal 23 E UUD 1945 mengamanatkan BPK untuk melaksanakan pemeriksaan kinerja pengelolaan keuangan negara. Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengidentifikasi hal-hal yang perlu menjadi perhatian lembaga perwakilan. Adapun untuk pemerintah, pemeriksan kinerja dimaksudkan agar kegiatan yang dibiayai dengan keuanagan negara/daerah diselenggarakan secara ekonomis dan efisien serta memenuhi sasarannya secara efektif.

3. Audit Untuk Tujuan Tertentu

Pemeriksaan/audit dengan tujuan tertentu adalah pemeriksan yang dilakukan untuk tujuan khusus, di luar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja. Termasuk dalam pemeriksaan tujuan tertentu ini adalah pemeriksaan atas hal-hal yang berkaitan dengan keuangan dan bersifat investigatif ataupun audit ketaatan tertentu.

Audit Investigasi

Audit investigasi adalah kegiatan pemeriksaan dengan lingkup tertentu, periodenya tidak dibatasi, lebih spesifik pada area-area pertanggungjawaban yang diduga mengandung inefisiensi atau indikasi penyalahgunaan wewenang, dengan hasil audit berupa rekomendasi untuk ditindaklanjuti bergantung pada derajat penyimpangan wewenang yang ditemukan

25

Tujuan audit investigasi

adalah mengadakan temuan lebih lanjut atas temuan audit sebelumnya, serta melaksanakan audit untuk membuktikan kebenaran berdasarkan pengaduan atau informasi masyarakat.

Tanggung jawab pelaksanaan audit investigasi terletak pada lembaga audit atau satuan pngawas

Prosedur atau teknik audit investigasi mengacu pada standar audit serta disesuaikan dengan keadaan yang dihadapi.

Laporan audit investigasi menetapkan siapa yang terlibat atau bertanggung jawab, dan ditandatangani oleh kepala lembaga/satuan audit. Adapun sumber informasi audit investigasi adalah:

1. Pengembangan temuan audit sebelumnya,

2. Adanya pengaduan dari masyarakat,

3. Adanya permintaan dari dewan komisaris atau DPR untuk melaukan audit, misalnya karena adanya dugaan manajemen/pejabat melakukan penyelewengan

Kalau audit investigasi yang dilaksanakan merupakan pengembangan temuan audit sebelumnya, seperti financial audit dan operational audit, auditor dapat menyusun langkah audit yang dilaksanakan meskipun terkadang setelah dilaksanakan masih banyak mengalami penyesuaian atau perubahan.

Adapun hasil audit investigasi pada umumnya dapat disimpulkan

1. Apa yang dilaporkan masyarakat tidak terbukti.

2. Apa yang diadukan terbukti, misalnya terjadi penyimpangan dari suatu aturan atau ketentuan yang berlaku, namun tidak merugikan negara atauperusahaan. 3. Terjadi kerugian bagi perusahaan akibat perbuatan melanggar hukum yang

dilakukan oleh karyawan.

26

4. Terjadi ketekoran/kekurangan kas atau persediaan barang milik negara, dan bendaharawan tidak dapat membuktikan bahwa kekurangan tersebut diakibatkan bukan karena kesalahan atau kelalaian bendaharawan.

5. Terjadi kerugian negara akibat terjadi wanprestasi atau kerugian dari perikatan yang lahir dari undang-undang.

6. Terjadi kerugian negara akibat perbuatan melawan hukum dan tindak pidana lainnya

Laporan audit investigasi bersifat rahasia, tertutama apabila laporan tersebut akan diserahkan kepada kejaksaan. Dalam menyusun laporan, auditor tetap menggunakan asas praduga tidak bersalah. Pada umunya audit investigasi berisi; dasar audit, temuan audit, tindak lanjut dan saran sedangkan laporan audit yang akan diserahkan kepada kejakasaan, temuan audit memuat: modus operandi, sebab terjadinya penyimpangan, bukti yang diperoleh dan kerugian yang ditimbulkan.

Audit Ketaatan

Audit ketaatan bertujuan untuk menentukan apakah auditan telah memenuhi atau mengikuti prosedur dan peraturan tertentu yang telah ditetapkan. Contoh dari audit ketaatan adalah audit pajak penghasilan dengan tujuan apakah auditan telah memenuhi peraturan perpajakan dalam menghitung besarnya pajak yang terhutang

27

Berikut ini mengikhtisarkan jenis-jenis audit termasuk contoh,

informasi, kriteria, dan bukti dari setiap jenis audit:

Jenis Audit Contoh Informasi Kriteria yang Ditetapkan y Audit Audit tahunan Laporan Keuangan Prinsip

Keuangan atas laporan Pemerintah DKI akuntansi yang c

keuangan berlaku umum b Pemerintah DKI b s d

Audit Evaluasi untuk Banyaknya Surat Ketentuan yang

Operasional mengetahui Perintah Pencairan ditetapkan k

apakah proses Dana (SP2D) yang DJPb mengenai c

pencairan dana dikeluarkan, biaya efisiensi dan p

pada Direktorat yang dikelaurkan efektivitas p

Jenderal dan banyaknya proses

Perbendaharaan kesalahan yang pencairan dana

berjalan secara terjadi efektif dan 26

28 efisien

Audit Audit KPK atas Masukan saksi dari UU Anti

Investigatif kasus korupsi masyarakat Korupsi, UU p

Pidana d Audit Audit ketaatan Laporan Keuangan Undangundang

Ketaatan atas Auditan dan

penghitungan ketentuan p

jumlah pajak perpajakan o

yang terhutang a

Selain berdasarkan tujuannya, maka berdasarkan subyeknya, audit dapat

dibagi berdasarkan afiliasi auditor, yaitu:

a. Audit Eksternal

Audit eksternal dilaksanakan oleh auditor yang memiliki sertifikat akuntan publik yang dikeluarkan oleh IAI. Biasanya auditor bersertifikat akuntan publik melakukan jasa audit berdasarkan kontrak. Pada umumnya audit yang dilaksanakan oleh audit eksternal adalah audit keuangan.

b. Audit Internal

Sebaliknya, audit internal dilakukan oleh auditor intern, yaitu adalah suatu fungsi penilai independen yang didirikan di dalam organisasi untuk memeriksa dan mengevaluasi aktivitas auditan. Auditor intern bekerja di suatu organisasi

29

untuk melakukan audit bagi kepentingan manajemen organisasi. Auditor intern biasanya melaporkan hasil audit kepada komite audit atau dewan komisaris.

Sementaara audit keuangan dilaksanakan oleh auditor independen yang mempunyai sertifikat akuntan yang merupakan auditor ekstern. Audit internal melaksanakan audit ketaatan dan operasional untuk organisasinya. Audit internal mengukur tingkat ketaatan setiap lini organisasi dengan kebijakan dan peraturan organisasi. Selain itu, auditor internal juga melaksanakan audit operasional seperti penilaian sistem komputer akuntansi

c. Audit oleh Pemerintah

Dalam negara Indonesia terdapat beberapa lembaga yang bertanggung jawab secara fungsional atas pengawasan terhadap pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Pada tingkatan tertinggi terdapat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Inspektorat Jenderal yang berada di setiap departemen, serta Badan Pengawas Daerah untuk lingkup pengawasan di daerah

BPK melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Pemeriksaan tersebut meliputi seluruh unsur keuangan negara yaitu:

1. hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang dan melakukan pinjaman;

2. kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga;

3. penerimaan negara;

4. pengeluaran negara;

5. penerimaan daerah;

6. pengeluaran daerah;

30

7. kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah.

8. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintah dan/atau kepentingan umum;

9. kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.

Dalam melaksanakan audit, BPK dapat memanfaatkan hasil pemeriksaan aparat pengawasan intern pemerintah. Selain itu, BPK dapat menggunakan pemeriksa dan/atau tenaga ahli dari luar yang bekerja untuk dan atas nama BPK.

BPKP mempunyai tugas untuk melakukan evaluasi efisiensi dan efektivitas operasi berbagai program pemerintah dan BUMN

Salah satu contohnya adalah evaluasi pelaksanaan komputerisasi di dalam suatu unit pemerintahan. Dalam hal ini para auditor dapat meninjau dan menganalisis segala aspek sistem komputerisasi tersebut, tetapi penekanan utamanya adalah pada penilaian terhadap kekayaan peralatan, efeisiensi operasi, kecukupan dan kegunaan keluaran, serta hal-hal lainnya guna melihat kemungkinan perolehan pelayanan yang sama dengan biaya yang lebih rendah.

Disamping itu terdapat juga audit ketaatan terhadap UU Perpajakan juga dilakukan oleh auditor pemerintah di kantor-kantor Pelayanan/Pemeriksaan Pajak; demikian juga audit yang dilakukan oleh auditor Komisi Pemberantasan Korupsi, untuk tujuan (investigatif) tertentu.

31

Obyek Audit

Obyek audit pada dasarnya meliputi semua kegiatan organisasi sejak perencanaan, pelaksanaan kegiatan operasional sampai dengan pelaporan pertanggungjawaban akhir periode dari suatu organisasi/lembaga

Terdapat tiga jenis organisasi/lembaga yaitu pertama organisasi/lembaga sektor komersial, yaitu yang bertujuan untuk mencari laba, kedua organisasi/lembaga sektor publik, yaitu yang bertujuan murni nir laba, dan akuntansi sektor publik, yaitu unit yang tidak semata-mata mencari laba. Seiring dengan perkembangan organisasi sektor publik, dan akuntansi sektor publik yang berfungsi untuk melayani publik, yang antara lain ditandai dengan perkembangan perundangan tentang otonomi daerah dan prinsip perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah; maka profesi akuntansi dan auditing sektor publik ditantang untuk berkembang seiring tuntutan dilaksanakannya “good governance” di segala bidang

Sistem Pengendalian Sektor Publik

Pengendalian adalah seluruh proses penilaian terhadap kegiatan berupa langkah-langkah kerja untuk meyakinkan apakah hasil kegiatan sesuai dengan apa yang direncanakan dan tujuan yang ditetapkan. Pengendalian berfungsi penting sebagai sarana untuk menegakkan disiplin nasional dalam rangka pencapaian tujuan negara dengan baik, efektif, dan efisien dikaitkan dengan aparatur pemerintah yang bersih dan berwibawa. Dilihat dari struktur pengendalian yang berlaku dalam sistem pengendalian negara Indonesia maka sistem pengendalian yang berlaku adalah sistem pengendalian utama yaitu sistem pengendalian Negara Kesatuan RI (pemeriksaan/pengawasan ekstern pemerintah) dan sistem pengawasan/pemeriksaan intern pemerintah pusat.

Salah satu kegiatan utama dalam tahapa pengendalian keuangan negara adalah pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Bahkan, reformasi di bidang keuangan negara juga memasukkan unsur pemeriksaan sebagai satu pilar utama reformasi. Reformasi keuangan negara ditandai dengan diundangkannya tiga

32

serangkai undang-undang yang berkaitan dengan keuangan negara: UUKN, UU Perbendaharaan, dan UU tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara

Sistem Pengendalian di Indonesia

Berdasarkan atas subyeknya, maka sistem pengendalian di Indonesia dapat dijelaskan sebagai berikut:

Pengendalian Negara Kesatuan RI (ekstern).

Berdasarkan UUD 1945 presiden adalah pemegang kekuasaan pemeritahan. Dalam melaksanakan tugas kepemerintahannya, presiden memerlukan pembiayaan, dokumen pembiayaan yang digunakan presiden sebagai dasar pelaksanaan tugas pemerintahan adalah APBN

APBN sebagai dasar pelaksanaan tugas pemerintahan pada hakekatnya merupakan mandat yang diberikan DPR kepada presiden untuk melakukan pendapatan dan belanja negara kemudian mandat untuk menggunakan pendapatan tersebut digunakan untuk membiayai pengeluaran dalam melaksanakan pemerintahan

APBN ditetapkan tiap-tiap tahun dengan UU yang ditetapkan presiden dengan persetujuan DPR. Berdasarkan UU nomor 17 tahun 2003 pemerintah berkewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN yang telah dilaksanakan dalam satu tahun anggaran.

Dalam pasal 23 E ayat 1 UUD 1945 dinyatakan bahwa untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan badan pemeriksa keuangan yang bebas dan mandiri.

Hasil pemeriksaan itu diserahkan kepada DPR. Amanat yang tercantum dalam UUD 1945 pasal 23 E tersebut direalisasikan dengan dikeluarkannya UU nomor 5 tahun 1973 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

33

Dalam perkembangannya UU tersebut masih belum mencukupi karena belum memiliki landasan operasional yang memadai dalam mendukung pelaksanaan tugas BPK dalam rangka memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Untuk menyempurnakan UU nomor 5 tahun 1973 ditetapkanlah UU baru yang mengatur tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, UU baru tersebut adalah UU nomor 15 tahun 2004. Dalam UU baru tersebut baik DPR maupun BPK merupakan lembaga tinggi diluar pemerintahan yang dalam melakukan pengawasannya secara mandiri dan terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah, namun bukan merupakan lembaga tersebut lebih tinggi kedudukannya dalam pemerintahan

Pengawasan oleh DPR RI

Dalam UUD 1945 pasal 20A disebutkan bahwa DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan. Selanjutnya dijelaskan dalam UU nomor 22 tahun 2003 pasal 26 ayat 1 tugas dan wewenang DPR adalah:

(1) Membentuk UU yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama;

(2) Membahas dan memberikan persetujuan peraturan pemerintah pengganti UU;

(3) Menerima dan membahas usulan rancangan UU yang diajukan DPD yang berkaitan dengan bidang tertentu dan mengikutsertakannya dalam

pembahasan;

(4) Memperhatikan pertimbangan DPD atas rancangan undang-undang APBN dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama;

(5) Menetapkan APBN bersama presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD;

34

(6) Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, APBN, dan kebijakan pemerintah;

(7) Membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang diajukan oleh DPD terhadap pelaksanaan undang-undang mengenai pelaksanaan otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lain, pelaksaaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama;

(8) Memilih anggota BPK dengan memperhatikan pertimbangan DPD;

(9) Membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan dan pertanggungjawaban keuangan negara yang disampaikan BPK;

(10) Memberikan persetujuan kepada presiden atas pengangkatan dan pemberhentian anggota komisi yudisial;

(11) Memberikan persetujuan calon hakim agung yang diusulkan komisi yudisial untuk ditetapkan sebagai hakim agung oleh presiden;

(12) Memilih tiga calon anggota hakim konstitusi dan mengajukannya kepada presiden untuk ditetapkan;

(13) Memberikan pertimbangan kepada presiden untuk mengangkat duta, menerima penempatan duta negara lain, dan memberikan pertimbangan dalam pemberian amnesti, dan abolisi;

(14) Memberikan persetujuan kepada presiden untuk menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain, serta membuat perjanjian internasional lain yang menimbulkan akibat luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat terkait dengan beban keuangan negara atau pembentukan undang-undang;

35

(15) Menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat;

(16) Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang ditentukan undang undang

Secara operasional penetapan keputusan DPR ditetukan oleh komisi-komisi yang ada dalam DPR dan melalui proses yang ditetapkan dalam keputusan DPR. Selain itu DPR juga memperoleh pertimbangan dari DPD yang melakukan pengawasan atas pelaksanaan APBN sebagaimana diatur dalam pasal 46 UU nomor 22 tahun 2003. Terdapat sebelas komisi dalam DPR yang masing-masing membawahi bidang-bidang yang telah ditentukan yaitu:

(1) Komisi I: Bidang pertahanan, luar negeri, dan informasi;

(2) Komisi II: Bidang pemerintahan dalam negeri, otonomi daerah, aparatur negara, agraria;

(3) Komisi III: Bidang hukum dan perundang-undangan, HAM, dan keamanan;

(4) Komisi IV: Bidang pertanian, perkebunan, kehutanan, kelautan, perikanan, dan pangan;

(5) Komisi V: Bidang perhubungan, telekomunikasi, pekerjaan umum, perumahan rakyat, pembangunan pedesan, dan kawasan tertinggal;

(6) Komisi VI: Bidang perdagangan, perindustrian, investasi, koperasi, UKM, dan BUMN;

(7) Komisi VII: Bidang ESDM, riset dan teknologi, dan lingkungan hidup

36

(8) Komisi VIII: Bidang agama, sosial, dan pemberdayaan perempuan;

(9) Komisi IX: Bidang kependudukan, kesehatan, tenaga kerja, dan transmigasi;

(10) Komisi X: Bidang pendidikan, pemuda, olahraga, pariwisata, kesenian, dan kebudayaan;

(11) Komisi XI: Bidang keuangan, perencanaan pembangunan nasional, perbankan, dan lembaga keuangan bukan bank.

Di bidang perundang-undangan tugas komisi adalah mengadakan persiapan pembahasan, dan penyempurnaan rancangan undang-undang yang termasuk dalam ruang lingkup tugasnya. Di bidang anggaran tugas komisi adalah:

(1) Mengadakan pembicaraan pendahuluan mengenai RAPBN yang termasuk tugasnya bersama dengan pemerintah;

(2) Mengadakan pembahasan dan mengajukan usul penyempurnaan RAPBN yang termasuk tugasnya bersama dengan pemerintah;

(3) Mengadakan pembahasan laporan keuangan negara dan pelaksanaan APBN termasuk pemeriksaan BPK yang terkait dengan lingkup tugasnya;

(4) Menyampaikan hasil pembicaraan pendahuluan, sebagaimana pembicaraan yang telah dilakukan.

37

Di bidang pengawasan komisi DPR bertugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang (termasuk APBN) serta peraturan pelaksanaanya, membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK, dan menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat termasuk surat masuk.

Pemeriksaan oleh BPK

Berdasarkan UUD 1945 pasal 23 pasal 23E ayat 1 dinyatakan bahwa untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu badan pemeriksa keuangan yang bebas dan mandiri. Dalam UUD tersebut juga disebutkan bahwa hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada DPR, DPD dan DPRD sesuai dengan kewenanganya. Peraturan baru yang mengatur BPK adalah UU nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. UU ini memberikan tanggung jawab pemeriksaan keuangan negara kepada BPK, yang meliputi pemeriksaan atas pengelolaan dan pemeriksaan atas tanggung jawab keuangan. Jenis pemeriksaan yang dapat dilaksanakan oleh BPK adalah (Pasal 4 UU No. 15/2004):

1. Pemeriksaan keuangan, yaitu pemeriksaan atas laporan keuangan.

2. Pemeriksaan kinerja, yaitu pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara yang terdiri atas pemeriksaan aspek ekonomi dan efisiensi serta pemeriksaan aspek efektivitas.

3. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu

BPK berbentuk dewan dengan tujuh orang yang terdiri atas seorang ketua merangkap anggota dan seorang wakil ketua merangkap anggota. Berdasarkan SK BPK nomor 11/SK/K/1993 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pelaksana BPK, dewan dibantu pejabat sebagai pembantu utama dewan terdiri atas:

(1) Sekretariat Badan.

38

Sekjen menyelenggarakan pelayanan kepada seluruh jajaran BPK, menyelenggarakan pembinaan administrsi, dan mengkoordinasikan secara administratif pelaksanaan kegiatan seluruh unsur pelaksana BPK

(2) Inspektur Utama. Inspektur utama (IRUTAMA) terdiri atas; IRUTAMA Perencana, Analisa, Evaluasi dan Pelaporan, (IRUTAMA RENALEV) dan IRUTAMA Intern dan Khusus (IRUTAMA WANINSUS).

IRUTAMA RENALEV bertugas menyusun rencana kerja, analisa dan evaluasi hasil pemeriksaan atas tanggung jawab pemerintah tentang keuangan negara, serta pelaksanaan penelitian dan pengembangan sistem, metode, dan teknik pemeriksaan keuangan negara. IRUTAMA WANINSUS bertugas melakukan pengawasan atas pelaksanaan kegiatan satuan kerja pelaksana BPK dan melakukan pemeriksaan khusus atas temuan pemeriksaan, LAKIP (Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah) /Laporan kinerja instansi pemerintah , dan pengaduan masyarakat yang menimbulkan kerugian negara.

(3) Auditor Utama Keuangan Negara (AUDITAMA KEUANGAN NEGARA). Mempunyai tugas; melaksanakan pemeriksaan atas tanggung jawab pemerintah tentang pelaksanaan APBN/APBD, BUMN/BUMD dan melaksanakan pemeriksaan atas penguasaan dan pertanggungjawaban kekayaan negara

Dalam melaksanakan tugas BPK mempunyai fungsi:

1). Fungsi Operasional yaitu melaksanakan pemeriksaan dan tanggung jawab keuangan negara dan pelaksanaan APBN. Fungsi ini dilaksanakan oleh AUDITAMA Keuangan Negara.

2). Fungsi Yudikatif yaitu melakukan peradilan komtabel dalam hal tuntutan perbendaharaan. Fungsi ini dilaksanakan oleh IRUTAMA WANINSUS.

39

3). Fungsi Rekomendasi yaitu memberi saran/pertimbangan pada pemerintah berhubungan dengan keuangan negara. Fungsi ini dilaksanakan oleh IRUTAMA RENALEV

Berdasarkan UU nomor 15 tahun 2004 pasal 4 pemeriksaan BPK terdiri tiga tipe yaitu:

1. Pemeriksaan keuangan yaitu pemeriksaan atas laporan keuangan baik pusat dan daerah.

2. Pemeriksaan kinerja yaitu pemeriksan atas aspek ekonomi dan efisiensi dan efektivitas yang lazim dilakukan bagi kepentingan manajemen oleh aparat pengawasan intern pemerintah.

3. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu merupakan pemeriksaan dengan tujuan khusus selain pemeriksan keuangan dan pemeriksaan kinerja.

Menurut tujuannya pemeriksaan BPK bertujuan untuk:

- Pemeriksaan atas penguasaan dan pengurusan keuangan;

 

- Pemeriksaan atas ketaatan pada peraturan perundangan yang berlaku;

- Pemeriksaan atas penghematan dan efisiensi dalam penggunaan keuangan negara;

- Pemeriksaan atas efektivitas pencapaian tujuan

40

Dalam melaksanakan pemeriksaan BPK memperhatikan laporan aparat pengawasan intern pemerintah. Laporan hasil pemeriksan BPK atas pelaksanaan APBN pada unit organisasi departemen/lembaga pemerintah non departemen diserahkan kepada menteri/kepala lembaga yang bersangkutan setelah pemeriksaan selesai dilakukan. Setelah melalui pemeriksaan yang disebut pemutakhiran data antara menteri dan anggota BPK, laporan yang mencakup seluruh LHP BPK dalam semester tertentu kemudian dihimpun dalam buku hasil pemeriksaan semesteran badan (HAPSEM). HAPSEM atas departemen/lembaga diserahkan kepada DPR RI dan penyampaiannya dilakukan dalam rapat paripurna DPR RI.

Pengawasan Masyarakat

UUD 1945 pasal 1 ayat 2 menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang. Artinya setiap penyelenggara negara wajib menjalankan tugas dan fungsinya berdasarkan aspirasi rakyat. Landasan yang memuat pengawasan masyarakat dalam rangka mewujudkan negara yang bersih dan bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme adalah:

1. Tap MPR No. XI/MPR/1998 tanggal 13 November 1998 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas KKN.

2. Tap MPR No. IV/MPR/1999 tanggal 19 Oktober 1999 tentang GBHN Tahun 1999-2004.

3. UU No. 28 tahun 1999 19 Mei 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari KKN.

4. PP No. 68 tahun 1999 tanggal 14 Juli tentang Tatacara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Negara.

5. Keppres RI No. 42 tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan APBN serta penjelasannya.

41

Pelaksanaan pengawasan masyarakat dilakukan dalam bentuk:

1. Hak mencari, memperoleh dan memberikan informasi mengenai penyelenggaraan negara.

2. Hak untuk memperoleh pelayanan yang sama dan adil dari penyelenggara pemerintah.

3. Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggungjawab terhadap kebijakan penyelenggara negara.

4. Hak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan hakhak tersebut diatas. Selanjutnya dalam pasal 72 Keppres RI No. 42 tahun 2002 dinyatakan bahwa Inspektur Jenderal Departemen/Pimpinan Unit Pengawasan Lembaga, Kepala BPKP, Unit Pengawasan Daerah/Desa wajib menindaklanjuti pengaduan masyarakat mengenai pelaksanaan APBN.

Pengendalian Intern Pemerintah

Aparat pengendalian intern pemerintah terdiri dari BPKP (Badan pengawas keuangan dan pembangunan), Itjen Departemen/Unit Pengawasan LPND ( Lembaga pemerintah non depertemen), Satuan Pengawasan Intern BUMN/BUMN. Tujuan pengawasan AKIP (Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah) adalah mendukung kelancaran dan ketepatan pelaksanaan kegiatan pemerintah dan pembangunan sedangkan ruang lingkup pemeriksaannya adalah pemeriksaan operasional dan pemeriksaan komprehensif. Disamping itu berdasarkan Inpres No. 15 tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan, pada semua satuan organisasi pemerintahan termasuk proyek pembangunan di lingkungan departemen/LPND diciptakan pengawasan atasan langsung/pengawasan melekat.

42

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)

BPKP merupakan peningkatan fungsi pengawasan yang sebelumnya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara, Departemen Keuangan. berdasarkan Keputusan Kepala BPKP No Kep-06.00.00-080/K/2001 tentang Struktur Organisasi dan Tatakerja BPKP, BPKP berkedudukan sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen yang bertanggung jawab langsung kepada presiden. Disamping itu terdapat peraturan baru berkenaan dengan BPKP yaitu Keppres No 42 tahun 2002. Dalam melaksanakan tugasnya BPKP menyelenggarakan fungsi

1). Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dibidang pengawasan keuangan dan pembangunan.

2). Perumusan pelaksanaan kebijakan dibidang pengawasan keuangan dan

Dalam dokumen Diktat Audit Kinerja Sektor Publik (Halaman 24-46)

Dokumen terkait