• Tidak ada hasil yang ditemukan

aureus merupakan bakteri indikator sebagai tanda adanya kontaminasi dari pekerja maupun alat yang digunakan. Menurut Poernomo (1995), aureus

HASIL DAN PEMBAHASAN

S. aureus merupakan bakteri indikator sebagai tanda adanya kontaminasi dari pekerja maupun alat yang digunakan. Menurut Poernomo (1995), aureus

merupakan batasan antara bakteri indikator dan patogen yang tidak jelas. Bakteri tersebut dapat digolongkan sebagai bakteri patogen atau sebagai indikator dari penanganan makanan yang tidak higienis dan enterotoksinnya dapat dideteksi langsung di makanan. Bakteri ini dapat menyebabkan intoksikasi jika tumbuh dan berkembang biak dalam makanan. Bakteri ini menyebabkan bermacam-macam infeksi seperti bisul, meningtis, mastitis pada manusia dan hewan. Jenis makanan yang paling digemari bakteri ini adalah daging. Hasil yang didapatkan untuk pengujian S. aureus dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Pengaruh Pemberian Antimikroba dan Lama Simpan pada Bakso terhadap Populasi S. aureus Bakso (log cfu/g)

Perlakuan Lama Penyimpanan (hari)

0 5 10 Kontrol 3,15±0,25a 8,74±0,61b 7,16±2,14b Penambahan

antimikroba 3,00±0.00a 3,00± 0.00a 3,93±0,86a

Keterangan: Huruf superskrip yang beda pada baris atau kolom yang sama memiliki perbedaan yang nyata (P<0,05).

Berdasarkan Tabel 7 terdapat interaksi antara pemberian antimikroba dengan lama simpan (P<0,05) terhadap populasi S. aureus. Penambahan antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 dapat menghambat pertumbuhan S. aureus sampai pada hari ke-10. Berdasarkan penelitian Rahmadi (2005) diketahui bahwa dari 12 hari pengamatan yang dilakukan, bakteri patogen S. aureus memiliki pola pertumbuhan sedikit kemudian terus meningkat baik secara linier ataupun logaritmik sejalan dengan lama waktu penyimpanan, sehingga pada suatu ketika mencapai angka 100 cfu/mL (log=2) yang merupakan ambang batas penerimaan patogen ini. Kontrol menunjukkan, pada hari ke 8 (H-8), sampel sudah tidak layak lagi di konsumsi, sedangkan dengan penambahan bakteri asam laktat, aktivitas pertumbuhan S. aureus pada sampel perlakuan mampu ditekan tidak lebih dari 2 satuan log. Hal ini

30 sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan terhadap bakso yang direndam dengan antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 dapat menurunkan jumlah bakteri S. aureus sebesar 5,74 log cfu/g pada hari ke 5 (H-5), dan menurunkan 3,22 log cfu/g bakteri S. aureus pada hari ke 10 (H-10).

Populasi S. aureus pada daging segar dan bakso 0 hari telah melebihi populasi yang ditetapkan dalam SNI 01-3818-1995 yaitu 1x101 untuk batas maksimum daging segar, 1x102 koloni/g untuk batas maksimum populasi S. aureus pada bakso, maka populasi S. aureus pada bakso yang diuji telah melebihi ambang batas maksimum. S. aureus merupakan bakteri yang selalu ada di mana-mana seperti udara, debu, air, susu, makanan dan peralatan makan, lingkungan, tubuh manusia dan hewan seperti kulit, rambut/bulu, bahkan di dalam saluran pernafasan pada individu sehat bakteri ini dapat ditemukan. Penyakit muncul apabila mengkonsumsi makanan yang mengandung racun yang dihasilkan (enterotoksin) bakteri (Nugroho, 2008). S. aureus merupakan bakteri penyebab keracunan yang memproduksi enterotoksin. Menurut Hariyadi (2002) enterotoksin yang dihasilkan S. aureus umumnya tahan pemanasan dan sekali terbentuk dalam makanan akan sulit untuk dihilangkan. S. aureus merupakan patogen indikator sanitasi tangan pekerja, sehingga penting untuk mengetahui keamanan mikrobiologis dari bakso.

S. aureus merupakan bakteri Gram positif dengan satu lapisan tebal peptidoglikan pada dinding selnya (Fardiaz, 1992). S. aureus hanya terdiri dari beberapa lapis peptidoglikan tanpa adanya tiga polimer pembungkus yang terletak diluar lapisan peptidoglikan yaitu lipoprotein, selaput luar dan lipopolisakarida seperti yang dimiliki oleh E. coli karena S. aureus hanya memiliki lapisan peptidoglikan maka selnya akan mudah terdenaturasi (Hermawan, 2007).

Gambar 7. Populasi S. aureus pada Bakso dengan Lama Simpan 0, 5 dan 10 Hari

S. aureus merupakan bakteri Gram positif (Fardiaz, 1992) dengan satu lapisan tebal peptidoglikan pada dinding selnya. Substansi antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 yang dapat menghambat pertumbuhan S. aureus adalah asam organik dan bakteriosin yang disertai dengan penurunan pH. Mekanisme penghambatan yang berhubungan dengan penurunan pH menunjukkan bahwa bentuk asam tak terdisosiasi semakin efektif. Mekanisme penghambatan bakteri oleh asam-asam organik berhubungan dengan keseimbangan asam-asam-basa, penambahan proton dan produksi energi oleh sel. Penambahan proton akibat dari bentuk tidak terdisosiasi dari asam organik. Apabila pH diturunkan (asam) maka proton yang terdapat dalam jumlah tinggi dalam medium akan masuk ke dalam sel sitoplasma. Proton ini harus dikeluarkan untuk mencegah terjadinya pengasaman dan denaturasi komponen-komponen sel. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya perbedaan konsentrasi antara medium dengan sel sitoplasma sehingga untuk menghilangkan proton dari sel sitoplasma diperlukan energi. Semakin rendah pH maka semakin dibutuhkan energi dalam jumlah tinggi untuk menghilangkan proton tersebut dan lama-kelamaan sel bakteri akan mengalami kematian. Menurut Schnell et al., (1988) sintesis bakteriosin oleh sel galur produsen terjadi selama pertumbuhan fase eksponensial, biasanya mengikuti pola klasik sintesis protein. Beberapa bakteriosin disintesis dalam bentuk lengkap secara langsung melalui jalur ribosom. Sedangkan antibiotik disintesis secara ribosomal sebagai prepeptida kemudian mengalami modifikasi. Mekanisme penyerangan bakteriosin pada bakteri indikator dikarenakan oleh bakteriosin terikat pada reseptor spesifik. Efek hambat selanjutnya disebabkan oleh terjadinya perubahan permeabilitas dan integritas membran sehingga sel menjadi tidak mampu membelah diri karena keluarnya beberapa material sesuler atau sel mengalami lisis. Menurut Holo (2001), plantarisin W merupakan bakteriosin yang terdapat dalam Lactobacillus plantarum 1A5 dengan senyawa polipeptida yang menghambat sebagian besar bakteri Gram positif.

Kualitatif Salmonella spp pada Bakso yang Disimpan pada Suhu Dingin

Salmonella merupakan bakteri Gram negatif. Bakteri dari genus Salmonella merupakan bakteri penyebab infeksi dan bila tertelan atau masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan gejala yang disebut Salmonellosis. Salmonellae merupakan salah

32 satu bakteri yang paling patogen disebarluaskan melalui makanan (Poernomo, 1995). Hasil yang didapatkan untuk pengujian Salmonella dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Pengaruh Pemberian Antimikroba dan Lama Simpan terhadap kualitas Salmonella (log cfu/g).

TSIA LIA

No Kode LB SCB BSA Hasil Atas bawah gas H2S Atas Bawah Gas H2S

1. D S + + + Merah Merah - - Ungu Ungu - - Negatif 2 K 0 + + + Kuning Kuning + - Ungu Ungu - - Negatif 3 P 0 + + - Kuning Kuning + - Kuning Kuning - - Negatif 4 K 5 + + + Merah Merah - - Ungu Ungu - - Negatif 5 P 5 + + - Merah Kuning + - Ungu Kuning - - Negatif 6 K 10 + + + Merah Merah + - Ungu Ungu - - N egatif 7 P 10 + + - Merah Kuning - - Ungu Kuning - - Negatif Keterangan :

D.S : Daging Segar P 10 : Perlakuan 10 hari K 0 : Kontrol 0 hari LB : Lactose Broth P 0 : Perlakuan 0 hari SCB : Selenite Cystine Broth K 5 : Kontrol 5 hari TSIA: Triple Sugar Iron Agar P 5 : Perlakuan 5 hari LIA : Lysine Iron Agar K 10 : Kontrol 10 hari BSA : Bismut Sulfit Agar

Berdasarkan Tabel 8 diketahui bahwa bakso yang diproduksi tidak mengandung Salmonella spp. Hal ini membuktikan bahwa sejak awal tidak ada kontaminasi Salmonella spp dan tidak adanya kontaminasi selama penyimpanan berlangsung. Populasi Salmonella yang terdapat pada bakso sesuai dengan syarat mutu pada SNI 01-3818-1995 bahwa untuk cemaran Salmonella spp harus bernilai negatif. Salmonella spp dapat dihambat pada nilai pH lebih rendah dari 4.4 untuk asam laktat dan 5.4 untuk asam asetat (Fardiaz, 1992).

Media LB pada semua sampel yang di uji menunjukkan kekeruhan (positif), hal ini disebabkan karena salmonella tidak memfermentasi laktosa sedangkan bakteri lain umumnya memfermentasi laktosa menghasilkan gas dan asam (Difco laboratories, 1998). Tahap pengkayaan selektif biasanya menggunakan media TTB (tetrathionate broth), RV (rappaport vassilidis) dan SCB (selenite cystine broth), media tersebut secara selektif memperkaya jumlah Salmonella yang berasal dari sampel. Media TTB mengandung senyawa selektif yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri selain Salmonella seperti natrium tiosulfat dan tetrationat (tetrationat terbentuk di dalam media akibat penambahan iodin dan kalium iodida). Organisme yang mengandung enzim tetrationat reduktase seperti Salmonella akan

tumbuh (Difco Laboratories). Pada media SCB menunjukkan hasil yang positif yang berupa kekeruhan yaitu berwarna merah bata.

Tahap selanjutnya, digunakan tiga media spesifik untuk isolasi salmonella yaitu haktoen enteric agar (HEA), xylose lysine desoxycholate agar (XLDA) dan bismuth sulfit agar (BSA). Koloni tipikal pada media HEA berwarna biru kehijauan, dengan atau tanpa warna hitam ditengahnya, beberapa akan tampak sebagai koloni yang besar, berwarna hitam mengkilap ditengahnya atau tampak sebagai koloni yang hampir semuanya berwarna hitam. Koloni tipikal pada XLDA berwarna merah muda dengan atau tanpa warna hitam ditengahnya atau tampak sebagai koloni yang hampir semuanya berwarna hitam. Koloni tipikal pada BSA berwarna coklat, abu-abu atau hitam, terkadang berwarna kilau metalik (BAM, 2007). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengujian pada media BSA yang menunjukkan kekeruhan adalah sampel bakso kontrol sedangkan pada bakso yang diawetkan dengan antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 menunjukkan hasil yang negatif.

Konfirmasi biokimia pada TSIA ditandai dengan terbentuknya warna merah pada bagian atas karena adanya reaksi basa yang dideteksi dengan adanya indikator fenol red, warna kuning dan hitam pada bagian dasar akibat reaksi asam dan terbentuknya H2S serta adanya gas pada agar. Terbentuknya H2S ditandai dengan warna hitam karena kandungan natrium tiosulfat pada agar direduksi oleh H2S yang kemudian bereaksi dengan garam besi menghasilkan warna hitam (Difco laboratories). Tabel 8 menunjukkan hasil H2S yang negatif baik sampel bakso kontrol maupun bakso yang diawetkan dengan antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5. Konfirmasi biokimia pada LIA ditandai dengan adanya koloni warna hitam pada agar miring serta media agar yang pada awalnya berwarna ungu tidak berubah warna (Difco laboratories). Pada media agar LIA, bakso kontrol maupun bakso yang diawetkan dengan antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 tidak menunjukkan hasil yang positif.

Dokumen terkait