• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Penilaian Kualitas Mikrobiologis

S. aureus merupakan bakteri indikator sebagai tanda adanya kontaminasi dari

pekerja maupun alat yang digunakan. Staphylococcus aureus adalah bakteri Gram positif yang bersifat anaerobik fakultatif, non motil dan katalase serta koagulase positif. Sel-sel bakteri ini merupakan bakteri patogen dan dapat menyebabkan keracunan pangan sehingga perlu diketahui keberadaan dalam bahan pangan atau produk olahannya. Hasil yang didapatkan untuk pengujian Staphylococcus aureus dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Pengaruh Pemberian Substrat Antimikroba dan Lama Simpan terhadap Populasi S. aureus Bakso (log cfu/g)

SBS** (%) Lama Penyimpanan (jam) 0 9 18 ---(log cfu/g)--- 0 3.25 ± 0.43a 6.08 ± 0.46b 6.88 ± 0.95b 100 3.00± 0.00a 3.51 ± 0.57a 6.37 ± 0.39b Keterangan :* huruf superskrip yang berbeda pada baris dan kolom menunjukan hasil nyata

pada taraf uji 5%

36 Populasi S. aureus dipengaruhi oleh interaksi antara pemberian substrat antimikroba dan lama simpan (P<0,05). Kualitas mikrobiologis S. aureus bakso pada penyimpanan 9 jam tidak berbeda nyata dengan kualitas mikrobiologis S. aureus bakso penyimpanan 0 jam, sehingga substrat antimikroba Lactobacillus plantarum 1A5 terbukti mampu menghambat pertumbuhan S. aureus hingga 9 jam. Namun karena sejak awal populasi S. aureus pada daging segar dan bakso 0 jam telah melebihi populasi yang ditetapkan dalam SNI No. 01-0366-2000 yaitu 1x101 cfu/g untuk S. aureus daging segar dan SNI 01-3818-1995 yaitu 1x102 cfu/g untuk

S.aureus bakso, sehingga populasi S. aureus pada bakso telah melebihi ambang batas

maksimum yang ditetapkan dalam SNI.

Bakteri S. aureus tergolong dalam bakteri Gram positif. Substrat antimikroba lebih dapat menghambat Gram positif dilihat dari penghambatan S. aureus dibandingkan dengan E. coli. Reaksi penghambatan ini disebabkan substrat antimikroba mengandung asam organik yang dapat menghambat pertumbuhan

S.aureus. Menurut Permanasari (2008) isolat bakteri Lactobacillus plantarum 1A5

menghasilkan senyawa antimikroba berupa asam organik. Substrat antimikroba mengandung asam-asam organik diantaranya asam laktat. L. plantarum mampu merombak senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana dengan hasil akhirnya yaitu asam laktat. Menurut Buckle et al. (1978) asam laktat dapat menghasilkan pH yang rendah pada substrat sehingga menimbulkan suasana asam. L.

plantarum dapat meningkatkan keasaman sebesar 1,5 sampai 2,0% pada substrat

(Sarles et al., 1956). Asam laktat yang dihasilkan oleh Lactobacillus plantarum 1A5 merupakan bakteri homofermentatif yang dapat menyebabkan pH turun dan bentuk tidak terdisosiasi dari molekul asam organik, dimana pH eksternal yang rendah dapat menyebabkan asidifikasi sel sitoplasma, sementara itu asamyang terdisosiasi menjadi lipofilik, yang dapat berdifusi kedalam membran. Asam yang terdisosiasi akan melumpuhkan elektro kimia proton gradien atau dengan permeabilitas sel membran yang akan mengganggu sistem transport substrat (Surono,2004). Haines dan Harmon (1973) menemukan bahwa asam laktat menghambat pertumbuhan S. aureus hanya pada awal tetapi tidak pada akhir pertumbuhan.

Perbedaan stuktur dinding sel bakteri Gram positif dan Gram negatif mempengaruhi daya hambat suatu antimikroba. Bakteri Gram positif memiliki satu

37 lapisan tebal peptidoglikan, sedangkan bakteri Gram negatif terdiri dari tiga lapisan. Struktur dinding sel bakteri Gram positif relatif lebih sederhana sehingga memudahkan senyawa anti mikroba untuk masuk kedalam sel dan menemukan sasaran untuk bekerja sedangkan bakteri Gram negatif mempunyai struktur yang lebih kompleks yaitu lapisan luar berupa lipoprotein, lapisan tengah berupa polisakarida dan lapisan dalam adalah peptidoglikan (Pelczar dan Chan,1988). Sensitivitas suatu bakteri terhadap substrat antimikroba dipengaruhi oleh lapisan peptidoglikan yang menyusun dinding sel (McKane dan Kandel,1985).

Efek penghambatan juga disebabkan oleh substrat antimikroba yang menghasilkan senyawa metabolit. H2O2 dapat menghambat pertumbuhan S. aureus dimana H2O2 berfungsi sebagai prekursor bagi pembentukan radikal bebas yang bersifat bakterisidal seperti senyawa radikal bebas superoksida (O2) dan hidroksil (OH) yang dapat merusak DNA. Efek dari senyawa H2O2 adalah terjadi oksidasi pada sel bakteri yaitu gugus sulfihidril dari protein sel sehingga mendenaturasi jumlah enzim dan terjadinya peroksidasi dan lipid membran yang dapat meningkatkan permeabilitas membran (Lay dan Hastowo,1992). Grafik pertumbuhan

Staphylococcus aureus dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Rataan Populasi S.aureus pada Bakso Sapi Selama Penyimpanan 0 1 2 3 4 5 6 7 8 0 9 18 0% 100%

Lama Simpan (Jam)

P o p u la si S .a u re u s (L o g 1 0 c fu /g )

38 Banyaknya jumlah populasi S.aureus disebabkan S. aureus mengalami fase adaptasi. Pada fase adaptasi S. aureus mulai menyesuaikan dengan substrat dan kondisi lingkungan di sekitarnya dan belum terjadi pembelahan sel karena beberapa enzim mungkin belum disintesis. Jumlah sel pada fase ini tetap, namun kadang kala menurun. Lamanya fase ini bervariasi, dapat cepat atau lambat tergantung dengan kecepatan penyesuaian dengan lingkungannya. Lamanya fase adaptasi ini dipengaruhi oleh medium dan lingkungan pertumbuhan serta jumlah inokulum (Fardiaz,1992). Pada penyimpanan 18 jam populasi meningkat pada konsentrasi 100%. Hal ini disebabkan oleh S. aureus mengalami fase pertumbuhan logaritmik. Pada fase ini S. aureus membelah dengan cepat dan konstan, dimana pertambahan jumlahnya mengikuti kurva logaritmik. Pada fase ini kecepatan pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh medium tempat tumbuhnya seperti pH dan kandungan nutrien (Fardiaz,1992). Pada S. aureus terdapat asam teikoat yang berfungsi sebagai pengatur dinding sel sewaktu pertumbuhan atau pembelahan sel. Sewaktu pertumbuhan sel, enzim otolisin akan merusak dinding sel yang lama untuk diganti dengan dinding sel yang baru. Daya kerja dari enzim otolisin ini harus diatur, oleh karena kerusakan dapat terjadi pada dinding sel yang baru tumbuh, sehingga akan menyebabkan lisis. Asam teikoat berfungsi untuk mengatur otolisin sehingga enzim ini bekerja secara bersama-sama dengan sintesis dinding sel (Lay dan Hastowo,1992).

S. aureus dapat tumbuh pada aw optimum 0,990-0,995 dan memiliki suhu optimum untuk pertumbuhan yaitu 35-380C (Jay,2000). Keberadaan S. aureus perlu diwaspadai dalam produk daging karena S. aureus dapat memproduksi enterotoksin yang tahan panas (Fardiaz,1992). Jumlah Staphylococcus yang tinggi (106 cfu/g) dapat menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan intoksikasi pangan dan diperkirakan sekitar 106 sel organisme S. aureus yang terdapat dalam setiap gram makanan dapat menyebabkan gejala keracunan. Makanan yang menyebabkan keracunan setidaknya mengandung 0,01-0,25 µg enterotoksin (Buckle et al.,1987).

39

Kualitatif Salmonella spp. pada Bakso

Salmonella spp. merupakan bakteri Gram negatif yang dapat menyebabkan

gastroenteritis, demam enterik, septikimia, dan diare (Mckane dan Kandel,1985). Hasil yang didapatkan untuk pengujian Salmonella spp. secara kualitatif dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Pengaruh Pemberian Substrat Antimikroba dan Lama Simpan Terhadap Populasi Salmonella spp.

Deskripsi LB SCB BSA TSIA LIA Hasil

Atas Bawah Gas H2S Atas Bawah Gas H2S

Perlakuan 0 Jam

+ - - Merah kuning + - ungu ungu - - Negatif

Kontrol 0 Jam

+ + - Merah kuning + - ungu ungu - - Negatif

Perlakuan 9 Jam

+ - - Merah kuning + - ungu ungu - - Negatif

Kontrol 9 Jam

+ + - Merah kuning + - ungu ungu - - Negatif

Perlakuan 18 Jam

+ - - Kuning kuning + - ungu kuning + - Negatif

Kontrol 18 Jam

+ + + Merah merah + - ungu kuning + - Negatif

Keterangan :

LB : Lactose Broth

SCB : Selenite Cystine Broth

TSIA : Triple Sugar Iron Agar

LIA : Lysine Indole Agar

BSA : Bismuth Sulfit Agar

Berdasarkan Tabel 6. diketahui bahwa bakso yang diproduksi tidak mengandung

Salmonella spp. Hal ini membuktikan bahwa sejak awal tidak ada kontaminasi Salmonella spp. dan tidak adanya kontaminasi selama penyimpanan berlangsung.

Populasi Salmonella spp. yang terdapat pada bakso sesuai dengan syarat mutu pada SNI 01-3818-1995 bahwa tidak boleh terdapat cemaran Salmonella spp. Bakteri

Salmonella spp. dapat dihambat pada nilai pH lebih rendah dari 4.4 untuk asam

laktat dan 5.4 untuk asam asetat (Gopert dan Hicks, 1969).

Media LB (Lactose Broth) pada semua sampel yang diuji menunjukkan kekeruhan (positif), hal ini disebabkan Salmonella tidak memfermentasi laktosa sedangkan bakteri lain umumnya memfermentasi laktosa sedangkan bakteri lain

40 umumnya memfermentasi laktosa menghasilkan gas dan asam. Tahap pengkayaan selektif menggunakan media SCB (Selenite Cystine Broth), media tersebut secara selektif memperkaya jumlah Salmonella yang berasal dari sampel. Pada media SCB menunjukkan hasil yang positif yang berupa kekeruhan merah bata. Tahap selanjutnya, digunakan media spesifik untuk isolasi Salmonella spp. yaitu BSA (Bismuth Sulfit Agar). Koloni tipikal pada BSA berwarna coklat, abu-abu atau hitam, terkadang berwarna kilau metalik (BAM,2007).

Konformasi biokimia pada TSIA (Triple Sugar Iron Agar) ditandai dengan terbentuknya warna merah pada bagian atas karena adanya reaksi basa yang dideteksi dengan adanya indikator fenol red, warna kuning dan hitam pada bagian dasar akibat reaksi asam dan terbentuknya H2S serta adanya gas pada agar. Terbentuknya H2S ditandai dengan warna hitam karena kandungan natrium tiosulfat pada agar direduksi oleh H2S yang kemudian bereaksi dengan garam besi menghasilkan warna hitam. Konformasi biokimia pada LIA ditandai dengan adanya koloni warna hitam pada agar miring serta media agar yang pada awalnya berwarna ungu dan tidak berubah warna (Difco Laboratories,1998)

Antimikroba yang bekerja dalam menghambat pertumbuhan Salmonella spp. adalah asam organik. Efek antimikroba dari asam organik merupakan akibat dari penurunan nilai pH dan juga bentuk tidak terdisiosiasi dari molekul asam organik (Widiasih,2008). Bakteri Gram negatif memiliki dinding sel dengan kandungan lipid tinggi yaitu 11-22 % (Fardiaz,1992), sehingga asam yang tidak terdisiosiasi dapat menembus dinding sel dan bersifat antimikroba untuk pertumbuhan Salmonella spp. Hal ini membuktikan bahwa antimikroba yang dihasilkan efektif dalam menghambat bakteri gram negatif.

Sumber mikroorganisme dari hewan meliputi mikrobia yang ada pada permukaan tubuh hewan, mikrobia yang ada pada saluran pernafasan dan mikrobia yang ada pada saluran pencernaan. Produk ternak yang terkontaminasi feces mengandung banyak mikroorganisme saluran pencernaan, misalnya : Salmonella. Ternak yang terkena Salmonellosis dapat mengkontaminasi pangan di sekitarnya. Namun dengan jalan penanganan dan proses yang baik dan memenuhi standard, maka jarang mikroorganisme tersebut menyebabkan Salmonellossis pada manusia yang mengkonsumsi daging ternak yang disembelih (Kisworo,2003).

41

Dokumen terkait