• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

8. Auricularia auricular

Jamur ini memiliki bentuk seperti telinga, tubuh buahnya kenyal ( mirip glatin) bila dalam keadaan segar, dan akan keras seperti tulang bila dalam keadaan kering. Umumnya jamur ini hidup ditanah. Warna jamur ini umumnya hitam atau coklat kehitaman akan tetapi adapula yang yang berwarna coklat tua. Jamur ini biasa hidup ditempat yang lembab, dan bila musim penghujan akan lebih banyak berkembang.

Tubuh buah dari jamur ini berukuran 6 hingga 10 cm, berbentuk seperti telinga, tidak betangkai atau bertangkai pendek, elastic, transparan, dalam keadaan segar berbentuk seperti glatin dan umumnyaa berwana coklat.

Klasifikasifikasi ilmiah : Kingdom : Fungi Division : Basidiomycota Class : Hymenomycetes Order : Tremellales Family : Cantharellaceae Genus : Auricularia

Species : Auricularia auricular Gambar 13. Auricularia auricular

Habitat

Jamur ini hidup menempel di batang pohon yang telah tumbang. Jamur ini dapat tumbuh pada ketinggian 1520-1700 meter di atas permukaan laut. Biasanya jamur ini dapat tumbuh dengan naungan yang penuh, karena menempel pada batang pohon. Auricularia auricula tumbuh secara berkelompok atau clusters.

9. Ganoderma sp

Tubuh buah dari Ganodema sp berdiameter 10-15 cm, tidak bertangkai (sessil) atau bertangkai pendek, memiliki bentuk seperti kipas, bergaris konsentris saat masih muda, berwarna putih namun segar, dapat berubah menjadi kuning karat atau mengkilap, hitam keabu-abuan. Bagian tepi tubuh berwarna putih, atau abu-abu, bagian bawah tubuh berwarna putih atau berubah menjadi warna coklat bila digores atau luka.

Jamur ini banyak ditemukan di Cagar Alam Martelu Purba, umumnya jamur ini tumbuh pada kayu lapuk, parasit pada pohon. Jamur ini memiliki struktur yang keras, memiliki bentuk unik seperti kipas.

Klasifikasi ilmiah Kingdom : Fungi Division : Basidiomycota Class : Hymenomycetes Order : Aphylloporales Family : Polyporaceae Genus : Ganoderma

Habitat

Hidup dikayu lapuk, parasit pada pohon.

10. Cantharellus sp

Tudung 3-13 cm, biasanya berbentuk cembung ketika muda, tetapi menjadi rata pada saat dewasa, permukaannya licin, terkadang terdapat retakan berwarna orange keemasan atau kuning, tepi bergelombang, daging tipis dan kaku, cabang 2 10 cm, ketebalan 0,5-3 cm. dapat dimakan.

Jamur ini hidup berkelompok, dan umumnya hidup dikayu yang sudah mati. Dilapangan jamur ini biasa hidup di bawah naungan pohon meranti, dan sedikit terkena sinar matahari.

Klasifikassi ilmiah Kingdom : Fungi Division : Basidiomycota Class : Hymenomycetes Order : Aphylloporales Family : Cantharellaceae Genus : Cantharellus

Species : Cantharellus sp Gambar 15. Cantharellus sp.

Habitat

11. Sarcoscypha coccinea

Badan buah 2-5 cm dan makin membesar saat matang, berbentuk mangkuk, tepinya tidak berliku, fertil pada bagian bawah dan bagian atas permukaan (berwarna cerah ke orange) , bagian luar berwarna keputihan ditutupi oleh bulu, berdaging tipis, batang tidak ada.

Jamur ini biasa hidup berkoloni atau soliter pada kayu tumbang atau mati. Jamur ini memilki struktur lembut dalam keadaan segar dank keras bila dalam keadaan kering. Jamur ini mudah di jumpai di Cagar Alam Martelu Purba .

Klasifikasi ilmiah Kingdom : Fungi Division : Ascomycota Class : Pezizomycetes Order : Pezizales Family : Sarcoscyphaceae Genus : Sarcoscypha

Species : Sarcoscypha coccinea Gambar 16. Sarcoscypha coccinea

Habitat

Hidup berkoloni ataupun soliter, pada bagian pohon tumbang atau bagian cabang.

12. Tremetes sp

Tubuh buah berbentuk setengah lingkaran, bagian tepi licin dan berwarna putih, memiliki garis konsentris, memiliki tangkai 0,5-1 cm, bagian bawah berwarna putih. Dapat dimakan tetapi terlebih dahulu direbus dengan suhu 62°C.

Jamur ini biasa hidup berkelompok, dan tidak bertangkai. Tubuh buahnya membentuk setengah lingkaran. Jamur ini tidak terlalu banyak terdapat di lapangan. Klasifikasi ilmiah Kingdom : Fungi Division : Basidiomycota Class : Hymenomycetes Order : Aphylloporales Family : Polyporaceae Genus : Tremetes

Species : Tremetes sp Gambar 17. Tremetes sp

Habitat.

Analisis Fitokimia Jamur Beracun yang terdapat di Cagar Alam Martelu Purba

Pengujian fitokimia dilakukan pada 12 jenis jamur yang telah dipilih berdasarkan jumlahnya yang dapat mencukupi sebagai bahan fitokimia dari Cagar Alam Martelu Purba, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Masing-masing contoh uji memiliki berat yang sesuai dengan kriteria pengujian agar dapat dilakukan pengujian tersebut. Menurut Kusumo et al.(2002) bahwa eksplorasi dan koleksi plasma nutfah disertai dengan menggali keterangan dari petani yang berkaitan dengan kriteria preferensi petani terhadap varietas tanaman yang bersangkutan. Di samping itu, benihnya harus sehat dan jumlahnya mencukupi.

Sebelum dilakukan skrining fitokimia, jamur-jamur tersebut telah diidentifikasi dan dikering udarakan hingga kadar airnya menjadi rendah. Pengeringan dilakukan untuk mempermudah penghalusan sampel jamur tersebut. Sampel yang telah dihaluskan, dapat dicampurkan dengan pereaksi-pereaksi kimia untuk mendapatkan kandungan fitokimianya. Skrining fitokimia bertujuan untuk mengetahui kandungan senyawa metabolit sekunder yang terkandung di dalam jamur tersebut. Senyawa-senyawa tersebut meliputi Alkaloid, Flavonoid, Steroid-Terpenoid, dan Saponin. Pengujian dilakukan pada masing-masing spesies jamur . Jamur yang mengandung senyawa tersebut, ditandai dengan adanya minimal dua pereaksi yang bernilai positif. Pada pengujian saponin hanya digunakan satu pereaksi.

Tabel 3. Hasil Skrining Fitokimia Jamur Beracun di Cagar Alam Martelu Purba

Nama Lokal

Nama Sample

Fenolik Terpen/steroid Akaloid Saponin

FeCl3 CeSO4 Boucharolat Dragendorf Mayer Wagner Aqua

Auricularia auricular - + - +++ - - - Jamur Merah Ganoderma sp. - ++++ - +++ - - - Tyromycetes Floriformes - + - ++++ - - - Colitricia sp - - - + - - - Vascellum sp - +++ ++ ++ ++ - ++ Trametes corruguta - +++ - +++ - - - Cantharellus sp - +++ - ++ - - - Xylaria polymorpha - ++ - ++++ - - - Sarcoscypha coccinea. - ++ - ++++ - - ++ Jamur kincir Polyporus arcularius - + - +++ - - - Trametes sp - ++ - + - - ++ Lycoperdon sp - ++ +++ +++ - ++ -

Ket : Lieberman burchard : h2so4 (p) + ch3cooh anhidrat + : cukup reaktif terhadap pereaksi Bouchardad : kl + aquades + iodium ++ : cukup reaktif terhadap pereaksi Wagner :kl + aquadet + iodium +++ : reaktif terhadap pereaksi

Meyer : hgcl2 + aquadest +kl ++++ : reaktif terhadap pereaksi Dragendorff : bino3 + hno3 + kl + aquadest +++++ : sangat reaktif terhadap pereaksi

Setelah dilakukan pengujian di laboratorium, hasil uji fenolik dengan pereaksi FeCl3 menunjukkan bahwa tidak ada jenis yang mengandung senyawa fenolik dalam pengujian jamut tersebut.

Berdasarkan pengujian steroida dan terpenoida yang telah dilakukan, diketahui menunjukkan bahwa 11 jenis jamur mengandung senyawa terpen kecuali untuk jenis jamur colitricia sp. Senyawa terpen yang paling banyak terkandung dalam jamur Ganoderma sp (jamur merah). Umumnya kandungan steroida berperan sebagai pelindung dan penolak serangga. Menurut Fauzia (2010) bahwa jika terdapat dalam tumbuhan, maka beberapa senyawa ini akan dapat berperan menjadi pelindung. Senyawa ini tidak hanya bekerja menolak beberapa serangga tetapi juga menarik beberapa serangga lain, sedangkan terpenoida dapat menolak beberapa serangga pada tanaman melalui ekstraksi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Budianto dan Tukiran (2012) yang mengatakan bahwa senyawa triterpenoid merupakan senyawa yang bersifat repellent (penolak serangga), sehinga sering dimanfaatkan sebagai insektisida.

Pengujian senyawa Alkaloid dengan menggunakan pereaksi Boucharolat, Dragendorf, Mayer, Wagner. Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa semua jenis mengandung senyawa alkaloid. Kandungan senyawa Alkaloida berperan sebagai penurun aktivitas makan pada organisme (antifeedant). Hal ini membuktikan bahwa 12 jenis jamur ini dapat dijadikan sebagai anti hama. Menurut Taofik (2010) yang menyatakan bahwa salah satu alkaloid yang mempunyai struktur tersederhana adalah nikotina, tetapi nikotina ini dampak fisiologinya cukup besar. Nikotina bersifat racun (toksik) pada dosis yang tinggi,

dan pernah juga digunakan sebagai insektisida, sedangkan nikotina dalam dosis rendah dapat berfungsi sebagai stimulan terhadap sistem syaraf otonom.

Hasil pengujian saponin dengan pereaksi aqua menunjukkan bahwa terdapat kandungan saponin terdapat pada jenis jamur, Vascellum sp, Sarcoscypha coccinea, Trametes sp. Kandungan senyawa saponin berperan sebagai penghancur sel-sel darah merah pada organisme, sehingga dapat dijadikan sebagai racun bagi organisme. Menurut Claus (1961) bahwa senyawa saponin dikarakteristikan dengan pembentukan solusi koloidal di dalam air yang berbusa ketika dikocok. Senyawa ini mengandung rasa yang lebih pahit, aroma yang tajam, dan berisikan racun-racun yang biasanya menyebabkan bersin dan iritasi pada selaput membran. Saponin dapat menghancurkan sel-sel darah merah melalui hemolisis dan dapat berperan sebagai racun pada hewan-hewan yang berdarah dingin, terutama digunakan sebagai racun ikan.

Kandungan Senyawa Fitokimia dan Pengaruhnya terhadap Organisme 1. Alkaloid ( Bouchharolat, Dragendorf, Meyer, Wagner )

Menurut Arbiastutie dan Muflihati (2008) bahwa alkaloid merupakan golongan zat metabolit sekunder terbesar. Alkaloid biasanya tak berwarna dan diidentikkan dengan rasa pahit di lidah, seringkali beracun bagi manusia dan mempunyai banyak kegiatan fisiologis yang menonjol sehingga digumakan luas dalam pengobatan.

Alkaloid secara umum mengandung paling sedikit satu buah atom nitrogen yang bersifat basa dan merupakan bagian dari cincin heterosiklik. Kebanyakan alkaloid berbentuk padatan kristal dengan titik lebur tertentu atau mempunyai

kisaran dekomposisi. Alkaloid dapat juga berbentuk amorf atau cairan. Beberapa alkaloid diketahui beracun terhadap organisme lain (Cahyadi, 2009).

Struktur dari alkaloid beranekaragam, mulai dari alkaloid berstruktur sederhana sampai yang rumit. Salah satu alkaloid yang mempunyai struktur paling sederhana adalah nikotina, tetapi nikotina ini dampak fisiologinya cukup besar. Nikotina bersifat racun (toksik) pada dosis tinggi dan pernah juga digunakan sebagai insektisida, sedangkan nikotina dalam dosis rendah berfungsi sebagai stimulan terhadap sistem syaraf otonom. Jika dosis ini dilanjutkan, maka nikotina

dapat menekan sistem syaraf sehingga aktifitas syaraf menjadi di bawah normal (Taofik, 2010). Nikotin merupakan racun syaraf yang bereaksi cepat. Nikotin berperan sebagai racun kontak bagi serangga sehingga efektif untuk mengendalikan hama pengisap juga serangga seperti: ulat perusak daun, aphids, triphs, dan pengendali jamur (fungisida) (Dinas Pertanian TPH Kabupaten Grobogan, 2012).

Pengujian senyawa Alkaloid dengan menggunakan pereaksi boucharolat, dragendorf, mayer, wagner. Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa semua jenis mengandung senyawa alkaloid. Kandungan senyawa Alkaloida berperan sebagai penurun aktivitas makan pada organisme (antifeedant). Hal ini membuktikan bahwa 12 jenis jamur ini dapat dijadikan sebagai anti hama. Menurut Taofik (2010) yang menyatakan bahwa salah satu alkaloid yang mempunyai struktur tersederhana adalah nikotina, tetapi nikotina ini dampak fisiologinya cukup besar. Nikotina bersifat racun (toksik) pada dosis yang tinggi, dan pernah juga digunakan sebagai insektisida, sedangkan nikotina dalam dosis rendah dapat berfungsi sebagai stimulan terhadap sistem syaraf otonom.

Gambar 18. Struktur inti Alkaloida (Fauzia, 2010)

2. Terpenoid dan Steroid ( CeSO4 )

Terpenoid biasanya terdapat dalam daun dan buah, seperti apel dan pir yang berfungsi sebagai pelindung untuk menolak serangga dan serangan (Euphorbia, Hevea dan lain-lain). Triterpenoid tertentu dikenal karena rasanya, terutama kepahitannya (Taofik, 2010). Terganggunya sistem syaraf dan sistem metabolisme ulat grayak disebabkan oleh adanya senyawa triterpenoid pada Ekstrak Kloroform kulit batang Bakau Merah (EKBM). Senyawa triterpenoid merupakan senyawa yang bersifat repellent (penolak serangga), sehinga sering dimanfaatkan sebagai insektisida (Budianto dan Tukiran, 2012).

Steroid adalah senyawa organik bahan alam yang dihasilkan oleh organisme melalui metabolit sekunder, senyawa ini banyak ditemukan pada jaringan hewan dan tumbuhan. Asal usul biogenetic dari steroid mengikuti reaksi-reaksi pokok yang sama, dengan demikian maka golongan senyawa ini memiliki kerangka dasar yang sama. Senyawa steroid terdapat dalam setiap makhluk hidup. Steroid yang ditemukan dalam jaringan tumbuhan disebut fitosterol, sedangkan yang ditemukan dalam jaringan hewan disebut kolesterol. Beberapa senyawa ini jika terdapat dalam tumbuhan akan dapat berperan menjadi pelindung. Senyawa ini tidak hanya bekerja menolak beberapa serangga tetapi juga menarik beberapa serangga lain (Fauzia, 2010).

Gambar 19. Struktur inti senyawa Steroida (Fauzia, 2010)

a.Skualena b. Ursana

Gambar 20. Senyawa Terpenoid (Fauzia, 2010)

3. Flavonoid

Fauzia (2010) menyatakan flavonoid tertentu mengandung komponen aktif untuk mengobati gangguan fungsi hati dan kemungkinan sebagai antimikroba dan antivirus, sedangkan senyawa steroid jika terdapat pada tumbuhan kemungkinan berperan sebagai pelindung.

Tidak ada benda yang begitu menyolok seperti flavonoida yang memberikan kontribusi keindahan dan kesemarakan pada bunga dan buah-buhan di alam. Flavin memberikan warna kuning atau jingga, antodianin memberikan warna merah, ungu atau biru, yaitu semua warna yang terdapat pada pelangi kecuali warna hijau. Secara biologis flavonoida memainkan peranan penting

dalam kaitan penyerbukan tanaman oleh serangga. Sejumlah flavonoida mempunyai rasa pahit sehingga dapat bersifat menolak sejenis ulat tertentu (Lenny, 2006).

Gambar 21. Struktur inti senyawa Flavonoid (Fauzia, 2010)

4. Saponin

Kandungan senyawa saponin berperan sebagai penghancur sel-sel darah merah pada organisme, sehingga dapat dijadikan sebagai racun bagi organisme. Menurut Claus (1961) bahwa senyawa saponin dikarakteristikan dengan pembentukan solusi koloidal di dalam air yang berbusa ketika dikocok. Senyawa ini mengandung rasa yang lebih pahit, aroma yang tajam, dan berisikan racun-racun yang biasanya menyebabkan bersin dan iritasi pada selaput membran. Saponin dapat menghancurkan sel-sel darah merah melalui hemolisis dan dapat berperan sebagai racun pada hewan-hewan yang berdarah dingin, terutama digunakan sebagai racun ikan.

Saponin adalah suatu kelas gabungan senyawa kimia atau salah satu senyawa metabolit sekunder yang ditemukan dari sumber alami dan dari berbagai macam spesies tanaman. Secara spesifik, saponin merupakan glikosida amphiatik dengan struktur seperti busa sabun yang dihasilkan bila dikocok pada larutan

berair dan strukturnya terdiri dari satu atau lebih glikosida hidrofilik dikombinasikan dengan derivat triterpene lipofilik (Cahyadi, 2009).

Saponin adalah suatu glikosida yang mungkin ada pada banyak macam tanaman. Saponin ada pada seluruh tanaman dengan konsentrasi tinggi pada bagian-bagian tertentu, dan dipengaruhi oleh varietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam tumbuh-tumbuhan tidak diketahui, mungkin sebagai bentuk penyimpanan karbohidrat, atau merupakan waste product dari metabolisme tumbuh-tumbuhan. Kemungkinan lain adalah sebagai pelindung terhadap serangan serangga. Dua jenis saponin yang dikenal yaitu glikosida triterpenoid alkohol dan glikosida struktur steroid. Aglikonnya disebut Sapogenin, diperoleh dengan hidrolisis dalam asam atau menggunakan enzim. Saponin mempunyai rasa pahit, dapat mengadsorbsi Ca dan Si dan membawanya dalam saluran pencernaan (Gunawan dan Mulyani, 2004).

Berdasarkan identifikasi dengan spektrum UV Visibel dan FTIR menunjukkan bahwa senyawa saponin mengandung gugus hidroksil, ester, eter, karboksil dan ikatan rangkap tak terkonjugasi (Fauzia, 2010). Saponin dikarakteristikan dengan pembentukan solusi koloidal di dalam air yang berbusa ketika dikocok. Saponin mengandung rasa yang lebih pahit, aroma yang tajam, dan racun-racun yang berisikan zat-zat yang biasanya menyebabkan bersin dan lainnya menyebabkan iritasi ke selaput membran. Senyawa saponin menghancurkan sel-sel darah merah melalui hemolisis dan umumnya beracun, terutama pada hewan-hewan yang berdarah dingin, banyak yang telah digunakan sebagai racun ikan (Claus, 1961).

Gambar 22. Struktur inti senyawa Saponin (Fauzia, 2010)

Senyawa-senyawa tersebut dapat bersifat toksik pada kadar tertentu. Hal ini dapat menyebabkan kematian terhadap hewan percobaan yaitu larva Artemia salina Leach. Mekanisme kematian larva berhubungan dengan fungsi senyawa alkaloid, terpenoid, saponin dan flavonoid dalam buah pare yang dapat menghambat daya makan larva (antifedant). Cara kerja senyawa-senyawa tersebut adalah dengan bertindak sebagai stomach poisoning atau racun perut. Oleh karena itu, bila senyawa-senyawa ini masuk ke dalam tubuh larva, alat pencernaannya akan terganggu. Selain itu, senyawa ini menghambat reseptor perasa pada daerah mulut larva. Hal ini mengakibatkan larva gagal mendapatkan stimulus rasa sehingga tidak mampu mengenali makanannya dan larva mati (Cahyadi, 2009).

Dokumen terkait