• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teater adalah Kehidupan

BABON MARDIKA Drama Komedi Tiga Babak

Daru Maheldaswara

(Diangkat Jadi Naskah Drama dari Kumpulan Cerkak

’’Dongeng Sato Kewan’’ Karya Prijana Winduwinata)

14 Oktober 1995 PELAKON :

1. Ny. Blirik : Ketua Gabungan Organisasi Babon Lokal, cantik, anggun, berwibawa, istri Tuan Wido cempaka.

2. Ny. Lurik : Ketua Ikatan Babon Pengusaha, cantik, kenes, ceplas-ceplos, istri Mister Wiring-kuning.

3. Ny. Tulak : Ketua Perkumpulan Babon Sarjana, manis, centil, selalu berusaha ilmiah, istri Tuan Nagatumurun.

4. Ny. Blorok : Ketua Serikat Babon Pekerja, genit, suka dandan, suka memerintah, manja, istri Jenggerwilah.

5. Nona Ireng : Ketua Pejuang Hak Azasi Babon, tegas, ketus, mudah marah, perawan tua.

6. Den Nganten Tukung : Cerewet, sinis, tidak punya pendirian, suka ngrumpi, istri Juragan Jenggersumpel. 7. Nyi Trondol : Babon tua, pengawal Ny. Lurik. 8. Nyi Walik : Janda, pengawal Ny. Blirik.

9. Nona Putih : Cantik, selalu mengikuti trend, terpelajar, anak Ny. Tulak.

10. Nona Manis : Cantik, kenes, centil, jinak-jinak merpati, selalu tampil seronok, anak Ny. Blorok. 11. Tuan Widocempaka : Konglomerat, suami Ny. Blirik.

12. Mister Wiringkuning : Ilmuwan, suami Ny. Lurik. 13. Tuan Nagatumurun : Politikus, suami Ny. Tulak.

14. Jenggerwilah : Birokrat, suami Ny. Blorok.

15. Jenggersumpel : Galak, suka memaksakan kehendak, suami Den Nganten Tukung.

16. Wiringgalih : Terpelajar, pengawal sekaligus kekasih gelap Ny. Tulak dan Nona Putih.

17. Babon Bangkok, Lokal dan Ras 18. Beberapa Jago

BABAK – I

RUANG TAMU MEWAH MILIK NY. BLOROK (SOSIALITA) DAN TUAN JENGGERWILAH (PEJABAT). DI SITU AKAN DILANGSUNGKAN PERTEMUAN RUTIN PARA BABON, YAITU ARISAN. YANG SUDAH TERLIHAT DATANG LEBIH DULU ADALAH NY. LURIK, DEN NGANTEN TUKUNG DAN NONA IRENG.

DITEMANI TUAN RUMAH, MEREKA SEDANG ASYIK NGRUMPI. NONA MANIS, PUTRI NY. BLOROK, SIBUK MELAYANI PARA TAMU.

NYI TRONDOL, PENGAWAL NY. LURIK, DUDUK MENYENDIRI DI SALAH SATU SUDUT RUANG DENGAN ANGKERNYA, SAM BIL MELAHAP HIDANGAN YANG DISAJIKAN. TIDAK LAMA KEMUDIAN, MUNCUL NY. TULAK BERSAMA NONA PUTIH, PUTRINYA, DIIRINGI PENGAWAL SETIANYA, YAITU WIRINGGALIH.

Ny. Tulak : Yang dibicarakan tadi apa, kok dari luar kedengarannya gayeng.

Den Nganten Tukung : Itu, Jeng Ireng aneh-aneh saja. Dia bi-lang para pejantan kita tambah gila. (TERTAWA) Padahal, sejak dulu yang namanya jago memang gila. Apalagi kalau melihat babon muda, cantik dan agak

menggoda.(TERTAWA).

Ny. Tulak : O, begitu.

Den Nganten Tukung : Iya. Jeng Ireng juga mengatakan, para pe-jantan kita tingkat kegilaannya sudah sangat tinggi. Mana ada gila kok tinggi. Lan-tas, cara mengukurnya bagaimana.

(TER-TAWA) Kata Jeng Ireng lagi, penja jahan dan kesewenang-wenangan para pe jantan terhadap para babon sudah keter laluan. (TERTAWA LAGI, SAMPAI

TERSEDAK-SEDAK).

Nona Ireng : Lho, benarkan, Mbakyu. Pejantan-pejantan

kita tambah brutal dan tidak menghargai para babon sama sekali. Kalau punya pangkat, kedudukan dan uang, mereka akan kawin di mana-mana. Wayuh di sana-sini. Tidak peduli perasaan para babon

yang diwayuh. (BERHENTI SEJENAK). Kalau tidak punya pangkat, kedudukan atau uang, tapi merasa sedikit tampan, ya mengobral janji di mana-mana. Nah kalau tidak punya semua itu, ya main perkosa. Den Nganten Tukung : Tapi tidak semua pejantan seperti itu.

Buktinya, suami saya, Kangmas Jengger-sumpel, biarpun punya derajat dan uang, tidak pernah mengobral nafsu di mana-mana.

Ny. Lurik : Saya kok setuju dengan Mbakyu Tukung.

Tidak semua pejantan kita seperti itu. Masih banyak yang memiliki moral bersih.

Nona Ireng : Ah, itu hanya menghibur diri.

Den Nganten Tukung : Lho, menghibur diri bagaimana. Itu kan kenya taan. Buktinya, masih ada pejantan seperti suami saya, suami Jeng Lurik, Jeng Blorok, Jeng Blirik dan Jeng Tulak.

Nona Ireng : Jumlah itu belum bisa dijadikan bukti. Nya tanya, hampir setiap hari koran-koran, radio, dan televisi menyajikan berita kebrutalan para pejantan kita.

Den Nganten Tukung : Ah, itu kan memang kerjaan wartawan dan lahan penghidupan media massa. Kalau tidak menyajikan hal semacam itu, ya tidak akan ada yang beli koran, dengarkan radio atau nonton televisi.

Ny. Tulak : Ya, tidak begitu, Mbakyu. Apa yang di-muat koran, diberitakan di radio atau ditayangkan di televisi, pasti berdasarkan sebuah fakta. Mereka tidak mungkin berani menyiarkan berita kalau tidak benar. Den Nganten Tukung : Mungkin saja. Siapa sih yang tidak tahu

prinsip media massa. Yang penting kan laku dijual. Nggak peduli benar atau salah, merugikan atau menguntungkan orang lain, pokoknya bisa dijual.

Lagi pula, masyarakat kita kan memang paling senang baca berita seperti itu. Ny. Blorok : Waduh, ngobrolnya kok jadi serius be gitu.

Mbok sudah. Ayo, disambi lagi hidangan-nya. Kalau terlalu dingin, nanti nggak enak lho.

SEMUA DIAM UNTUK BEBERAPA SAAT. MEREKA ASYIK ME-NIKMATI HIDANGAN YANG DISODORKAN OLEH TUAN RUMAH. PEMBICARAAN MEREKA ALIHKAN KE HAL-HAL YANG LAIN. RINGAN, YANG PENTING NGRUMPI.

DI SUDUT LAIN, WIRINGGALIH ASYIK MELADENI NONA PUTIH DAN NONA MANIS BERSENDA-GURAU, YANG SESEKALI DILIRIK OLEH NY. TULAK.

Ny. Lurik : Kalau saya pikir-pikir, pendapat Jeng Ireng itu benar. Tapi ucapan Mbakyu Tukung juga betul.

Den Nganten Tukung : Eee, lha...gimana sih Jeng Lurik ini. Mana mungkin mendukung saya, kok juga mendukung Jeng Ireng. Itu tidak tegas namanya. Plin-plan. Iya kan, Jeng. (TERTAWA SINIS SAMBIL ME-MAN DANG BERKELILING. MENCARI DUKUNG AN).

Ny. Blorok : Benar. Kita tidak boleh mendua. Dalam setiap persoalan, kita seharusnya hanya mendukung salah satu pihak. Tidak bisa keduanya. Bisa runyam nanti.

Ny. Lurik : Yang saya maksudkan begini. Jeng Ireng benar karena semua media massa, baik cetak maupun elektronik, selalu menyajikan kebrutalan para pejantan kita. Sementara Mbakyu Tukung benar, karena memang tidak semua pejantan bermoral bejat.

Ny. Tulak : Saya setuju dengan pendapat terakhir. Kita memang tidak boleh nggebyah-uyah. Me nya-maratakan, atau istilah ilmiahnya meng genera-lisir setiap persoalan. Segala sesua tunya harus kita teliti dan kemudian kita analisis. Dus, kita tidak boleh mengungkapkan statement secara ngawur. Waton omong.

Den Nganten Tukung : Lha, benarkan apa yang saya katakan. Kita tidak bisa menggebyah-uyah. Mengatakan semua pejantan kita sudah bejat moralnya, padahal yang melakukan hanya seekor pejantan. Wong suami saya tidak begitu, kok.

Ny. Tulak : Mbakyu Tukung juga tidak bisa menyalahkan

Nona Ireng, hanya karena suami Mbakyu tidak begitu. Berarti yang bejat hanya seekor dan yang baik juga hanya satu ekor. Tidak bisa dijadikan dasar analisis.

Den Nganten Tukung : Jeng Tulak ini aneh. Saya dinilai salah, tapi juga benar. Jeng Ireng juga dinilai begitu. Lantas, yang terbaik bagaimana. Kan tidak mungkin salah semua atau benar semua. Pasti hanya satu yang salah dan satunya benar.

Ny. Tulak : Dalam dunia keilmuan, hal itu bisa saja terjadi. Salah semua atau benar semua.

Den Nganten Tukung : Wah, ini gimana, to. Saya kok jadi bingung.

Buyer. Malah jadi tidak mudheng. Benar semua atau salah semua. Ah, embuhlah.

Ny. Blorok : Iya. Saya juga jadi bingung. Mungkin Jeng Tulak bisa menjelaskan, sehingga kami jadi mudheng. Ny. Tulak : Begini lho Mbakyu. Pendapat atau ucapan yang

disampaikan, tapi tidak berdasar fakta atau penelitian, belum bisa dipertanggungjawabkan

secara ilmiah. Semua itu bisa hanya praduga, perumpamaan atau hanya berdasar sentimen. Jadi, bisa benar atau salah semua. (SEMUA YANG HADIR MANGGUT-MANGGUT, MES KI TIDAK MENGERTI SAMA SEKALI). Nah, untuk mengetahui apakah pendapat atau ucapan itu benar atau salah, maka harus diada-kan penelitian. Dus, berarti butuh waktu yang cukup panjang dan dana yang agak besar. Den Nganten Tukung : Wah, kok jadinya malah ruwet. Masak hanya

dari omong-omong harus begitu panjang dan lama penyelesaiannya. Kalau saya, tinggal setuju atau tidak.

Ny. Lurik : Ya ndak bisa hanya sesederhana itu kalau ma salahnya memang luas dan besar. Apalagi menyangkut sekelompok kaum. Cara yang terbaik ya seperti yang dikemukakan Jeng Tulak. Harus lewat penelitian. Paling tidak ya harus lewat forum musyawarah nasional atau bahkan musyawarah internasional.

Ny. Blorok : Waduh, waduh. Kok jadi tambah ruwet begitu. Den Nganten Tukung : Iya. Pembicaraan sederhana kok tiba-tiba

jadi ruwet begitu, sampai harus mengadakan penelitian dan musyawarah segala.

Ny. Tulak : Itu kalau nyonya-nyonya di sini mau meng-uji kebenaran dari apa yang tadi sudah diper-bincangkan tadi secara ilmiah. Kalau tidak, kita hanya bicara dan berdebat terus, tanpa tahu ujung-pangkalnya dan tidak mengerti mana yang benar, mana yang salah. Apa kita mau di sini seharian hanya untuk memperdebatkan hal yang tak kita ketahui.

Den Nganten Tukung : Ya jelas emoh. Kami kan masih punya kegiatan lain. Paling tidak ya sebagai ibu rumah tangga dan istri.

Ny. Blorok : Kalau saya tidak jadi masalah. Kalau semuanya mau tinggal di sini lebih lama dan berbincang-bincang, silahkan. Tapi seperti kata Mbakyu

Tukung tadi, bagaimana dengan aktivitas

kebabonan kita.

Ny. Lurik : Saya setuju dengan pendapat Jeng Tulak. Kita harus melakukan penelitian untuk men-jernihkan persoalan ini. Kalau Jeng Ireng bagaimana.

Nona Ireng : Melakukan penelitian, akan sia-sia saja. Di samping memakan waktu lama, juga mem-butuhkan biaya yang tidak sedi kit. Sementara, hasilnya sulit diyakini ke benaran nya. Kalau saya lebih setuju mengumpulkan babon dari seluruh dunia dan mengadakan musyawarah untuk membuat resolusi.

Ny. Blorok : Wow, mengumpulkan babon dari seluruh

dunia?

Den Nganten Tukung : Ck...ck...ck, itu ide gila. Lalu biaya untuk me-nyelenggarakan acara itu cari di mana.

Nona Ireng : Kita bebankan pada negara. Selama ini, kalau para pejantan mengadakan acara pasti mem-bebankan seluruh biaya pada negara. Kalau sekali-kali kegiatan para babon dibiayai nega-ra, kan tidak ada jeleknya.

Ny. Lurik : Bagaimana nyonya-nyonya, apakah semuanya

setuju dengan gagasan Jeng Ireng. (TIDAK LANG SUNG TERDENGAR JAWABAN. ME-RE KA MASING-MASING SIBUK BER BI CARA SENDIRI-SENDIRI) Bagaimana nyonya-nyonya, setuju?

Koor : Setuju....

Ny. Lurik : Kalau begitu, hal ini akan kita masukkan dalam acara arisan hari ini. Nanti tinggal kita mintakan persetujuan Nyonya Blirik selaku ketua kita. Ka lau sudah disetujui, baru kita merancang langkah-langkah berikutnya. Bagaimana, se-tuju?

KEMUDIAN MASUK NY. BLIRIK DIIKUTI PENGAWALNYA, NYI WALIK, SUAMINYA, TUAN WIDOCEMPAKA, DAN BEBERAPA BABON LAGI. SUASANA JADI TAMBAH GAYENG.

Ny. Blirik : Ada apa kok tadi pakai setuju-setuju segala. Seperti ada demonstrasi saja.

Ny. Blorok : Anu kok, Mbakyu. Tidak ada apa-apa.

Den Nganten Tukung : Lho, kok ndak ada apa-apa. Bagaimana sih Jeng Blorok ini. Mbok ngomong terus terang, blak-blakan. Kan Jeng Blorok tahu persoalannya. Ny. Blorok : Ah, Mbakyu Tukung ini ada-ada saja. Saya kan

tidak tahu persis persoalannya. Bagaimana saya bisa menjelaskan. Biar Jeng Lurik sama Jeng Tulak saja yang menjelaskan.

Den Nganten Tukung : Oh, iya. Saya setuju. Memang hanya Jeng Tulak dan Jeng Lurik yang bisa menjelaskan persoalan tadi secara gamblang pada Jeng Blirik. Ayo, Jeng Tulak dan Jeng Lurik mulai angkat bicara. Ny. Lurik : Mbakyu Tukung ini ada-ada saja. Masak bicara

saja pakai dikomando.

Den Nganten Tukung : Lho, sekarangkan zamannya memang be gitu. Bicara pakai dikomando. Sebelum mendapat-kan petunjuk, mendapat-kan tidak boleh bicara.

Ny. Blirik : Sudahlah. Jangan diperpanjang lagi. Saya hanya ingin mendengar penjelasan, kenapa tadi kok ada kata-kata setuju segala.

Ny. Tulak : Ehem...hem...hem. Apakah tidak sebaiknya acara arisan kita mulai saja. Penjelasan tentang hal itu nanti kita masukkan sebagai salah satu agenda acara. Ini kalau Ibu Ketua mengizinkan. Ny. Blirik : Baiklah kalau memang itu yang diinginkan.

Silakan Jeng Tulak memulainya.

Ny. Tulak : Terima kasih. (BERDEHEM) Ibu Ketua yang

kami hormati, dan para babon semua yang hadir pada hari ini, marilah pertemuan ini kita mulai. Tapi sebelumnya mari kita berdoa seperti pa ra manusia kalau akan memulai sebuah acara. Berdoa mulai. (SEMUA TAMPAK

KHU SUK BERDOA. TIDAK ADA SUARA, TIDAK ADA YANG BERGERAK. SEMUA DIAM MENUNDUK) Acara selanjutnya, kami persilakan Ibu Ketua untuk memberikan pengarahan, sekaligus menjelaskan program-program yang akan kita lakukan untuk kemajuan para babon di negara kita. Untuk itu, kepada Ibu Ketua, waktu dan tempat kami persilakan secukupnya. Pada semua babon yang hadir, mohon perhatiannya.

Ny. Blirik : (SETELAH BERDEHEM BEBERAPA KALI

DAN MEMATUT DIRI SECUKUPNYA, MU -LAI LAH DIA BERBICARA) Saudara-saudara

babon semuanya. Terima kasih atas keha dir-an ddir-an perhatidir-annya. Saya gembira karena kegiatan rutin kita ini selalu mendapat per-hatian dan bertambah banyak peminatnya. Padahal manusia selalu mencemooh dan meragukan kemampuan kita untuk berkum

-pul dan berorganisasi. Mereka selalu menga-takan, kalau kita kumpul pasti selalu ber teng-kar. Nyatanya tidak begitu. Bahkan seka rang, manusialah yang selalu berkelahi kalau kumpul. (TERDENGAR TEPUK TANGAN MERIAH DARI SEMUA YANG HADIR) Tapi di samping kegembiraan karena mening kat-nya persatuan dan kesatuan kita, saya juga masih memendam keprihatinan yang men-dalam. Terutama yang menyangkut perlakuan sewenang-wenang para pejantan pada para

babon kita. (PARA BABON YANG HADIR TERKEJUT DAN MENJADI GADUH) Lho, ada apa kok malah ribut sendiri?

Ny. Blorok : Eh, maaf Mbakyu. Bukannya mereka mencela

atau punya niat yang lain. Mereka hanya terkejut, karena apa yang Mbakyu katakan sama persis dengan yang tadi kami bicarakan. Ny. Blirik : O, sampai ada kata-kata setuju tadi?

Den Nganten Tukung : He...he...he, begitulah. Kami heran, bagaimana Jeng Blirik bisa menebak tepat apa yang tadi kami bicarakan. Sepertinya Jeng Blirik tahu

sadurunge winarah. Wah, benar-benar hebat. Ny. Blirik : Ah, Mbakyu Tukung ini bisa saja. Bukannya

saya wasis atau ngerti sadurunge winarah. Tapi karena hal itu sudah demikian sering di-beritakan di media massa. Kan sudah menjadi rahasia umum.

Den Nganten Tukung : Lagi-lagi berita koran. Sebel aku. Ny. Blirik : Lho, ada apa kok jadi uring-uringan?

Ny. Blorok : Bukannya uring-uringan. Tapi karena persoal-an itulah tadi Mbakyu Tukung dengpersoal-an Nona Ireng berselisih pendapat, sehingga...

Ny. Blirik : Berselisih pendapat? Bagaimana mungkin.

Bukankah kita sudah sepakat untuk memper-erat persatuan dan mengesampingkan segala perselisihan. Bagaimana mungkin kita bersatu kalau di antara kita masih sering terjadi beda pendapat? Bukankah segala sesuatunya bisa dimusyawarahkan?

Ny. Lurik : Maaf, ketua. Mereka berdua bukannya ber-selisih, tapi hanya berbeda pendapat.

Nona Ireng : Ya, kami memang berbeda pendapat. Dan tidak semua perbedaan pendapat menjadi tanda perselisihan, apalagi perpecahan. Dalam persatuan dan kesatuan, perbedaan pendapat boleh saja terjadi. Yang penting, perbedaan pen dapat itu tidak mengakibatkan perpecahan. Ny. Blirik : Oke. Baiklah. Kalau perbedaan pendapat tidak

mengakibatkan perpecahan, lantas bagai-mana?

Ny. Lurik E...maaf ketua. Semula Jeng Tulak mengusulkan untuk melakukan penelitian atas fenomena yang akhir-akhir ini makin sering diberitakan di media massa. Tapi untuk melakukan hal itu kami semua sangsi. Maklum, kita kan tahu kualitas dari para peneliti kita. Yang disepakati

kemudian mengadakan musyawarah. Baik na-sio nal maupun internana-sional. Terserah ma na yang Ibu Ketua setujui.

Ny. Blirik : Musyawarah...?

Ny. Blorok : Kami tadi juga terkejut. Mengadakan

musya-warah, wow....

Den Nganten Tukung : Saya tadi sudah mengatakan bahwa itu ide gila. Mengumpulkan babon dari seluruh dunia, bukankah itu ide gila dan mustahil dilaksana-kan. Kita kan hanya ayam, bagaimana mungkin melaksanakannya.

Ny. Blirik : Jangan salah sangka, nyonya-nyonya.

Bukan-nya saya menentang atau tidak setuju dengan ide tersebut. Tapi saya hanya terkejut, kok sama dengan pemikiran saya.

Den Nganten Tukung : He...he...he, sama.

Ny. Blorok : Iya, kan Jeng, Mbakyu. Saya sudah bilang kalau ketua pasti setuju dengan ide kita mengadakan musyawarah. Buktinya, beliau sendiri punya pemikiran yang sesuai dengan rencana kita. Ny. Lurik : Lantas, sebaiknya bagaimana ketua. Apakah

akan kita bicarakan sekarang atau pada ke-sempatan lain, mengingat pentingnya masalah tersebut.

Ny. Blirik : Ya sebaiknya kita bicarakan sekarang saja. Besok atau lusa, kan sama saja dengan seka-rang. Bahkan kalau kita siapkan sejak dini, segalanya akan lebih matang.

Ny. Tulak : Saya setuju dengan Ibu Ketua. Pada hari ini kita tuntaskan sekaligus rencana spektakuler itu. Ba gaimana kalau kita langsung mem ben tuk panitia pelaksananya. (SEMUA BABON YANG HADIR MENYATAKAN PERSE TU JUAN NYA) Baik lah, kalau begitu kita terlebih dulu me milih siapa yang akan kita jadikan ketua panitia. Ny. Blorok : Saya kira yang paling tepat adalah Mbakyu

Blirik. Bagaimana saudara-saudara, setujukan dengan pilihan saya? Saya kira semua setuju.

Ny. Blirik : Ah, Jeng Blorok ini terlalu melebih-lebihkan. Saya sendiri ragu pada kemampuan saya. Tapi kalau memang sudah jadi kesepakatan, ya saya bisanya hanya menerima. Mau apa lagi. (TERDENGAR TEPUK TANGAN MERIAH). Ny. Tulak : Setelah ketua terpilih, sekarang kita memilih

sekretaris dan bendahara. Untuk sekretaris, siapa yang dicalonkan?

Den Nganten Tukung : Ya, Jeng Tulak sendiri saja. Sebab di antara sekian banyak babon yang hadir di sini, siapa sih yang mampu mengalahkan pengetahuan Jeng Tulak dalam hal administrasi. Saya sendiri puyeng.

Ny. Tulak : Mbakyu Tukung ini senangnya kok begitu. Saya pikir, masih banyak yang kemampuannya di atas saya. Tapi gelar kesarjanaan saya memang untuk bidang administrasi. Saya melakukan penelitian bertahun-tahun tentang hal itu. Jadi kepercayaan nyonya-nyonya semua memang tepat. Lalu, untuk bendaharanya siapa?

Koor : Nyonya Lurik....

Ny. Lurik : Kalau memang dipilih, akan saya terima. Tapi ada baiknya kalau ditawarkan dulu pada babon-babon yang lain. Siapa tahu ada yang mau. Den Nganten Tukung : Ala, mau ditawarkan pada siapa lagi. Yang

tepat ya memang Jeng Lurik. Selain sebagai Ketua Ikatan Babon Pengusaha, kita semua sudah tahu bagaimana kemampuan Jeng Lurik dalam mengelola uang arisan selama ini. Selalu beres. Iya kan saudara-saudara?

Koor : Setuju....

Den Nganten Tukung : Lho, yang ditanya iya apa enggak, jawabannya kok setuju.

Ny. Blorok : Yang penting, artinya kan sama.

Ny. Tulak : Baiklah. Setelah ketua, sekretaris dan bendaha-ra berhasil terpilih, sekabendaha-rang kita hanya tinggal memilih seksi-seksinya.

kita tetapkan dulu lingkup dari musyawarah tersebut dan hasil yang ingin dicapai.

Ny. Tulak : Saya pikir tadi sudah dijelaskan. Musyawarah ini lingkupnya internasional. Sementara hasil yang kita harapkan adalah resolusi yang bisa berlaku secara internasional pula. Bukankah

begitu Nyonya-nyonya?(SEMUA

MANGGUT-MANGGUT) Berhubung waktunya tidak me-mungkinkan, maka untuk memilih seksi-seksi kita serahkan pada panitia inti. Sebelum arisan dimulai, mungkin ada saran dari Ibu Ketua? Ny. Blirik : Baiklah. Nyonya-nyonya yang hadir pada hari

ini, kita semua sudah sepakat untuk meng ada-kan acara spektakuler yaitu musyawarah babon

sedunia. Karena itu, kekompakan dan perilaku profesional sangat saya harapkan. Terima kasih. Ny. Tulak : Saya rasa semua sudah paham. Sekarang,

marilah arisan kita mulai.

BABAK – II

SEBUAH RUANGAN BESAR ATAU LAPANGAN YANG CUKUP RIN-DANG. MASIH TAMPAK LENGANG. TAPI RUANGAN ITU SUDAH DITATA SEDEMIKIAN RUPA UNTUK KEPERLUAN MUSYAWARAH ATAU SEMINAR INTERNASIONAL. TAMPAK WIRINGGALIH, NYI WALIK, NYI TRONDOL DAN BEBERAPA AYAM JANTAN SIBUK MENYEMPURNAKAN RUANGAN TERSEBUT. DI BERANDA, TAMPAK DEN NGANTEN TUKUNG, DENGAN PAKAIAN YANG SERONOK, BERSAMA JURAGAN JENGGER SUMPEL, SUAMINYA. Den Nganten Tukung : Kangmas, mbok panjenengan nanti nimbrung

kumpul sama jago-jago teras kita. Jangan hanya ngunder di belakang. Setidak-tidaknya panjenengan masih trah dalam. Masih dialiri darah biru. Masak kumpul sama jago kampung yang tidak berprestasi.

Jengger Sumpel : Habis, saya kan tidak terdaftar sebagai panitia. Dalam susunan yang kalian buat nama saya

kan tidak ada. Lha kok saya disuruh kumpul sama jago-jago teras. Saya kan malu.

Den Nganten Tukung : Meski panjenengan tidak tercantum dalam daftar panitia, saya kan termasuk panitia inti. Panitia yang ngurusi konsumsi.

Jengger Sumpel : Wong seksi konsumsi kok panitia inti.

Den Nganten Tukung : Lho, apa acara ini nanti bisa berlangsung sehari penuh kalau tidak ada konsumsinya. Yang penting kan konsumsi. Soal yang lain, jatuh

Dokumen terkait